PIALA
DUNIA 2014, SEBAGIAN KECIL PERFORMA DARI AYAT-AYAT ALLAH
Quran, ayat-ayat tertulis firman Allah
Sejatinya, umat Islam wajib
mempraktikkan/meng-ejawantah pesan-pesan Quran sebagai pedoman hidup dalam
menjalani kehidupan muslim. Mempraktikkan pesan-pesan Quran dalam kehidupan
muslim itu sebenarnya mudah karena ajaran Islam itu untuk manusia sebagai
pemegang mandat Allah untuk memenej bumi beserta isinya. Tidak ada praktik
beragama Islam yang njlimet, ruwet, dan bikin ribet.
Sejatinya, umat Islam wajib hukumnya memahami
ayat-ayat Quran (6.236 ayat) yang termaktub dalam kitab Al Quran.
Sejatinya, umat Islam yang memahami Quran
harus pandai membaca Quran yang tertulis dalam bahasa Arab. Sayangnya, hanya
sebagian saja dari muslim di Indonesia yang mampu membaca Quran.
Sebagian muslim yang lahir tahun 50-an (baru belasan
tahun saja menikmati kemerdekaan), sejujurnya mereka mengalami kendala belajar
membaca Quran. Banyak faktor yang memengaruhi adanya kendala itu. Guru dan
pengajar banyaknya belum seberapa, dakwah mengalami kendala, kitab Quran yang
dicetak banyaknya tak seberapa, dan hasrat mempelajari Quran belum tinggi. Kita
ambil satu saja factor penyebab adanya kendala, yakni kelangkaan kitab Quran.
Kemampuan cetak-mencetak kitab Quran sangat terbatas. Pemerintah yang diwakili
oleh Kementerian Agama tidak memiliki anggaran yang cukup untuk proyek
pengadaan kitab Quran, apa lagi pihak swasta. Apa akibatnya?
Muslim yang keinginan belajar membaca Quran
cukup tinggi, ingin lebih kerap, dan ingin lebih cepat bisa membaca menjadi
terhambat karena kitab Quran tak cukup tersedia. Boro-boro punya satu buah
kitab Quran di rumah, di langgar, di surau, di musala, atau di masjid tempat
belajar mengaji saja kitab Quran yang tersedia terbatas.
Tidak usah heran kalau sebagian besar muslim di
Indonesia yang berusia 50-an (paruh baya) ke atas ada yang tidak pernah bersinggungan
dengan kitab Quran, tidak punya kesempatan belajar membaca Quran, nihil
memahami pesan-pesan Quran, dan pada akhirnya menjadi terasing dari Quran yang
sejatinya menjadi pedoman hidup menjalani kehidupan. Terlebih lagi bagi muslim
yang tinggal di perdesaan di pedalaman atau daerah terpencil.
Tetapi okelah, bukan salah bunda mengandung, nasib
berkata demikian, ketentuan Tuhan juga yang menentukan. Rakyat kita kan ratusan
tahun dijajah. Mana ada rakyat jajahan bisa menikmati kemerdekaan seutuhnya,
terutama kemerdekaan mendapatkan pendidikan yang pantas. Bukankah si penjajah
itu berbeda agama dengan rakyat jajahan? Mana boleh rakyat jajahan dibiarkan
leluasa menyelenggarakan dakwah agamanya?
Saudaraku muslim di tanah air, jangan
bersedih hati atau berkecil hati karena saudaraku buta aksara Arab dan tidak bisa
membaca Quran.
Tidak bisa membaca Quran (tekstual huruf dan
kata; aksara Arab) atau bisa membaca walaupun terbata-bata janganlah dijadikan
kendala dan penghambat.
Tidak bisa membaca Quran tidak akan
menghambat untuk bisa memahami Quran. Sadar atau tidak, kita sebenarnya
mengalami langsung dan menjalani kehidupan mempraktikkan pesan-pesan Quran
secara nyata. Yang kita praktikkan selama ini adalah pesan ayat-ayat
(tanda-tanda kebesaran) Allah. Ayat-ayat Allah dalam realitas kehidupan manusia
itu tak terhingga banyaknya. Kita ambil saja satu ayat saja dari yang banyak
itu, yakni peristiwa yang paling banyak menyedot perhatian miliaran manusia
penghuni bumi, penyelenggaraan Pesta Piala Dunia 2014 yang diselenggarakan di
Brazil selama satu bulan penuh (12 Juni – 13 Juli 2014).
Penyelenggaraan
Piala Dunia 2014 di Brazil
Masyarakat dunia di segala penjuru sedang
mengalami demam Piala Dunia 2014 yang diselenggarakan di Brazil (12 Juni – 13
Juli 2014). Panggung perhelatan pesta
Piala Dunia selama satu bulan penuh itu sebenarnya adalah panggung praktik nyata ayat-ayat Allah melalui
pesannya yang tertulis di dalam kitab Quran. Mari kita lihat kaitan Piala Dunia
2014 dengan ayat-ayat Allah.
Performa
mempraktikkan pesan-pesan Quran
Manusia
diciptakan berbagai macam ras dan suku bangsa agar saling mengenal (QS 49: 13)
Mari kita saksikan siarang langsung tayangan
Piala Dunia 2014 via layar tv. Piala Dunia 2014 telah mempersatukan setidaknya
32 negara kontestan yang memiliki bangsa dengan ras yang berbeda. Jangan pula
lupa, para warga negara dari puluhan negara nonkontestan pun hadir meramaikan
pesta empat tahunan Piala Dunia 2014 sebagai supporter. Mereka berbaur ribuan
orang di berbagai stadion untuk memberikan dukungan kepada tim negeri sendiri,
atau kepada tim kesayangan, tak peduli tim dari negeri lain. Jersey, bendera,
musik, lagu kebangsaan, warna kulit, dan cara memberikan dukungan yang
berbeda-beda menunjukkan bahwa mereka adalah warga negara antarbangsa.
Perbedaan-perbedaan itulah yang menunjukkan secara nyata kemudahan mereka untuk
melakukan lita-aarafu (saling
mengenal).
Siapa ya, orang-orang yang kulitnya berwarna
kuning bersih?
Oh, mereka dipastikan orang-orang dari Korea
Selatan atau Jepang ras Mongolid.
Lalu, mereka yang berjersey biru langit
dengan kombinasi putih itu dari mana?
Oh, itu jersey yang mereka kenakan adalah
jersey Tim nasional Argentina. Tentu mereka pasti orang Argentina.
Mereka yang berkulit hitam dengan busana
warna mencolok, dari mana mereka?
Oh, mereka itu berasal dari benua Afrika.
Yang jelas, mereka boleh jadi warga negara Nigeria, Kamerun, Ghana, atau Pantai
Gading. Mereka dari ras Negro.
Manusia
harus berbagi antarsesama
Lihatlah kedua kapten tim yang akan
bertanding sebelum kick off saling berbagi miniatur bendera kebangsaan. Kedua kapten
mendapatkan kehormatan yang tinggi dari negara masing-masing.
Para pemain dari kedua tim saling berjabat
tangan sebelum bertanding sebagai bentuk berbagi kebahagiaan sebagai sahabat
yang bisa bertemu pada sebuah event besar bernama Piala Dunia 2014.
Lihatlah para pemain dalam satu tim saling
berbagi bola di lapangan. Penjaga gawang hanya punya waktu beberapa detik
menguasai bola karena bola harus segera dibagi kepada temannya. Tidak seorang
pemain pun yang menguasai bola berlama-lama (egois) kecuali secepatnya mengoper
bola kepada teman yang berada di posisi yang kosong dari penjagaan lawan dan
lebih potensial menciptakan peluang atau menciptakan gol.
Lihatlah para turis dari negara berbeda
saling berbagi cindera mata sebagai tanda saling kasih dan mempererat
persaudaraan karena dipertemukan di tempat yang jauh dari negeri masing-masing.
Pemain yang mampu mencetak gol tidak
sendirian berbahagia merayakan gol yang dibuatnya. Para penonton pun ikut
merasakan kebahagiaan karena kebagian senangnya.
Para pemain yang merasa sedih karena kekalahan
dalam match (pertandingan) seperti membagi kesedihan mereka kepada penonton
atau supporter. Lihatlah, banyak supporter yang bersedih hati bahkan menangis
meneteskan air mata.
Kebahagiaan dan kesedihan pemain dan penonton
adalah bentuk berbagi nasib dan empati.
Manusia
itu sama derajatnya
Manusia jutaan yang hadir sebagai tamu bangsa
Brazil yang menjadi tuan rumah perhelatan Piala Dunia 2014, berbaur memenuhi
stadion, atau di tempat-tempat penyelenggaraan nobar (nonton bareng) karena
mereka tidak tertampung di stadion, pastilah berasal dari berbagai kasta di
negeri masing-masing (strata sosial, strata politik, strata ekonomi). Boleh
jadi ada di antara mereka yang berbaur itu adalah seorang pejabat penting,
orang kaya, kaum ningrat, atau kaum pesohor di negerinya. Akan tetapi, kita
tidak mampu melihat perbedaan kasta mereka ketika mereka berbaur. Orang
berkulit putih duduk bersebelahan dengan orang berkulit hitam. Tidak lagi
pemandangan perlakuan diskriminasi ras/warna kulit. Mereka tampak sederajat dan
memang mereka sama derajatnya: bersorak-sorai, bertepuk tangan riuh-rendah,
bersedih hati dan menangis, bergoyang dengan iringan musik, dan ada pula yang
tertunduk lesu berjalan lunglai keluar dari stadion.
Manusia
itu harus memiliki inteligensi yang berkualitas
Ahli pendidikan mengidentifikasi bahwa
setidak-tidaknya ada sembilan jenis inteligensi yang ada pada manusia. Karunia
Allah kepada manusia adalah sebagai makhluk sempurna dan salah satu bagian
penting dari kesempurnaan itu adalah karunia inteligensi. Kesembilan jenis
inteligensi itu adalah: religi, emosi, matematika, seni, linguistik, motorik,
personal, antarpersonal, dan ruang.
Piala Dunia 2014 (dan juga Piala Dunia yang
dihelat sebelumnya) selalu menghadirkan sekaligus kesembilan jenis inteligensi
manusia. Inteligensi yang telah kita ketahui itu satu per satu kita bahas.
Performa
inteligensi dalam Pesta Piala Dunia 2014
Inteligensi
religi
Apa yang kita saksikan tatkala kedua tim yang
akan bertanding sudah berada di lapangan hijau?
Mereka percaya kepada Tuhan dan kehadiran
kekuasaan Tuhan yang sangat menentukan terhadap proses dan hasil pertandingan.
Mereka berdoa menurut cara, agama, dan
keyakinan masing. Ada pemain yang mengangkat tangan dengan pandangan mata
sedikit menengadah dan kedua bibir komat-kamit mengucapkan sesuatu (mungkin
kalimat sebagai doa).
Ada banyak pemain menunjuk kepala dan kedua
bagian dada. Ada pula seluruh pemain anggota tim (11 orang) saling memeluk bahu
dengan kedua belah tangan dan membentuk lingkaran kecil, kemudian mereka secara
serentak menundukkan kepala setengah membungkukkan badan.
Semua bentuk/wujud yang tampak itu adalah
perwujudan intelegensi religi. Sehebat apa pun manusia, sehebat apa pun sebuah
tim, sehebat apa pun seorang pemain sepak bola atau pelatih, ternyata mereka
tetap memiliki keyakinan akan kehadiran Tuhan Yang Maha Mengatur.
Mereka secara individual adalah pemain hebat,
pelatih hebat, tim medis hebat, datang dari negeri yang hebat tradisi sepak
bolanya, tetapi kehebatan yang dimiliki masih belum seberapa dibandingkan
dengan ke-Maha Hebatan Tuhan. Itulah sebabnya hadir performa berdoa dengan cara
dan keyakinan masing-masing.
Inteligensi
Emosi
Pemain meluapkan kegembiraan ketika mampu
menciptakan gol dengan berbagai cara: bersalto ala Miroslav Klose, menimang-nimang
bayi ala Bebeto, bergoyang pinggul ala Roger Milla.
Penonton meluapkan kegembiraan karena tim
kesayangannya menang dengan berbagai cara dan gaya: tarian samba, koor,
berjoget, meniup terompet, mengibarkan bendera atau jersey, bersorak-sorai, dll.
Pemain yang gagal menunjukkan eskpresi
kesedihan, kekecewaan, atau penyesalan dengan berbagai ekspresi. Seorang striker yang
gagal menyarangkan bola ke gawang lawan memegangi kepalanya, menggerutu,
menyumpahi kegagalannya, atau menggeleng-gelengkan kepala.
Penjaga gawang yang gagal menyelamatkan
gawangnya, menelungkupkan tubuh di lapangan lebih lama sambil memandangi bola
yang berada di dalam gawangnya. Ada pula yang menendang bola di dalam
gawangnya.
Penonton yang tim kesayangannya kalah meluapkan
kesedihan dengan berbagai gaya: menutup wajah, menyeka air mata, tertunduk
lesu, melangkah gontai, atau saling memeluk berbagi kesedihan.
Inteligensi
Matematika
Apa hubungan Piala Dunia sepak bola dengan
inteligensi Matematika?
Kita pasti banyak menyaksikan tayangan di tv
tentang strategi yang akan diterapkan oleh masing-masing pelatih di tim
asuhannya. Strategi itu sudah diperhitungkan oleh pelatih sejak jauh-jauh hari.
Kejeniusan pelatih menetapkan strategi sangat menentukan proses dan hasil akhir
pertandingan. Ada strategi menyerang (attacking), bertahan (defensif), atau
superdefensif.
Strategi yang telah dirancang akan diterapkan
dengan berbagai pola dan gaya yang harus diimplementasikan oleh para pemain di
lapangan. Kita kenal pola 4-4-2, pola 4-3-2-1, dan ada pula pola 4-3-3. Pola
itu menentukan gaya bermain di lapangan. Penetapan pola yang sesuai terkadang
berubah-ubah yang terlihat implementasinya oleh pemain di lapangan (disesuaikan
dengan level dan gaya tim lawan yang akan dihadapi.
Maka kita menjadi akrab dengan gaya total football
ala Rinus Michels, gaya tiki-taka ala Pep Guardiola, serangan balik, cattenacio
atau grendel, bus parkir ala Jose Mourinho, jogo bonito samba milik Brazil,
dll.
Inteligensi
Seni
Sepak bola bukan sekedar keterampilan
mengolah si kulit bundar, bukan sekedar menciptakan gol, menahan tendangan,
men-drible, atau mengecoh lawan, melainkan keterampilan yang dikawinkan dengan
inteligensi seni dan punya nilai seni yang menghibur.
Kita akan terhibur sembari berdecak kagum
menyaksikan bola yang melayang bak lengkungan pisang karena hasil tendangan
pisang ala Pele.
Kita berdecak kagum menyaksikan dribbling
maut dalam “menggoreng” bola seorang Neymar ala Edilson atau Robinho yang
semuanya adalah pemain nasional Brazil.
Kita masih bisa menyaksikan kelincahan dan
kecepatan menggiring bola seorang Ronaldo atau seorang Messi menggiring bola ala
Maradona yang meliuk-liuk melewati beberapa pemain lawan dan kemudian menceploskan
bola ke gawang lawan.
Kita menyaksikan gaya pemain bergoyang, berdansa,
berpelukan dengan sesama pemain, mengelus kepala, mengadu kepala, atau berlari
melompati pagar pembatas menuju penonton.
Semua itu ekspresi dari performa keterampilan
dengan inteligensi seni yang indah dan menghibur.
Jangan lupa untuk mengamati tampilan fisik
dan kulit para pemain?
Potongan rambut modis para pemain, atau
kepala yang plontos, dan beraneka tato yang menghias tubuh. Sebagian besar
pemain bertato indah di tubuhnya.
Inteligensi
Linguistik
Apa jadinya kalau seorang pemain bola yang
bisu dan tuli?
Keterampilan seorang pemain menerjemahkan
diskusi, menangkap instruksi pelatih sebelum bertanding atau tatkala di kamar
ganti. Pemain mampu memberi masukan atau saran kepada pelatih, menangkap
isyarat, teriakan, bahasa tubuh pelatih, dan bahasa atau isyarat teman ketika
sedang bertanding.
Inteligensi
Motorik
Piala Dunia 2014 itu adalah ajang
internasional pertandingan sepak bola untuk meraih piala yang sangat bergengsi
itu. Hanya ada 32 negara kontestan yang berhak ikut berkontes karena mereka
telah mampu menunjukkan hegemonitas
sepak bola di wilayah masing-masing.
Sepak bola adalah tampilan olah raga fisik
dalam pertandingan. Keterampilan fisik motorik tampak secara kasat mata dalam
sebuah pertandingan sepak bola adalah ketahanan fisik untuk mampu bermain
selama 90 menit (2 x 45 menit), keterampilan menggiring/dribbling bola, mengoper
dengan jitu, mengecoh lawan, menciptakan peluang, menciptakan gol, membayangi
gerakan lawan, menghambat gerakan lawan, merebut bola, menghalau bola, menahan
serangan lawan, menangkap bola, men-tackle,
dan/atau menahan bola tendangan lawan khusus bagi penjaga gawang. Semua
gerakan yang dipertontonkan oleh para pemain dari dua tim, kerja sama satu tim,
atau saling mengungguli lawan selama 90 menit itu bagaikan sebuah orchestra.
Inteligensi
Personal
Bermain sepak bola tidak sekedar memiliki
kemampuan teknik bermain yang tinggi, tetapi harus dibarengi dengan karakter mental
yang mumpuni. Kontrol emosi yang bagus sangat penting. Well
motivated, ingin selalu meningkatkan keterampilan, dan rajin berlatih
adalah modalitas personal. Seorang pemain sepak bola tidak mudah kehilangan
kontrol emosi karena di-tackle secara kasar oleh lawan, tidak mudah putus asa
karena kegagalan mencetak gol, dan siap dikritik oleh teman, pelatih, maupun
oleh media massa. Sportifitas ditunjukkan: siap ditegur wasit, siap menerima
kartu kuning atau kartu merah, siap diumpat pemain lawan, dan siap dicaci-maki
oleh penonton.
Inteligensi personal seorang pemain sepak
bola dapat dilihat performanya atau aksi individualnya yang membedakan dengan
performa pemain lain.
Pemain yang sanggup mempertahankan
konsistensi bermain akan menjadi sorotan semua orang, semua pelatih, pimpinan
klub, dan media massa. Dia adalah seorang pejuang. Dia akan mendapatkan
perhatian, perlakuan yang istimewa, dan menaikkan pamornya, yang pada akhirnya
diburu oleh juragan klub sepakbola usai pesta Piala Dunia.
Inteligensi
Antarpersonal
Pemain sepak bola, terlebih mereka yang
sedang bertanding di level atau ajang internasional seperti Piala Dunia 2014,
harus mengedepankan kebersamaan sebagai bagian dari sebuan tim (togetherness). Pertandingan
sepak bola adalah permainan tim. Sikap co-coperative, saling pengertian, saling
memahami, bersepakat kepada satu tujuan. Egoisme, manja, selfish, club-minded,
tertutup, temperamental, dan menyendiri seorang pemain dalam sebuah tim sepak
bola harus dihindari atau dieliminasi.
Inteligensi
Ruang
Lapangan sepak bola adalah ruang gerak pemain
sepak bola yang paling utama. Pengetahuan yang baik tentang lapangan bagi
seorang pemain akan memberi kemudahan baginya untuk bergerak ke segala arah,
terutama wilayah domain posisinya. Latihan fisik dan keterampilan yang kerap di
lapangan, kemampuan mengukur jarak tembak, ruang gerak dalam penguasaan sendiri
yang wajib diamankan dan ruang gerak lawan yang harus dikuasai, adalah
keharusan.
Penjaga gawang punya ruang yang harus dikuasi
dan berada selalu di bawah kontrolnya adalah gawangnya, garis gawang, dan daerah pinalti.
Soerang stopper harus sigap menjaga ruang
yang menjadi tanggung jawabnya dan sedapat mungkin berjuang mempertahankan ruang
itu, menahan laju serangan lawan, atau menghalau bola dari ruang penguasaannya sejauh mungkin.
Seorang play maker yang menguasai ruang akan
lebih mudah mengatur arah serangan, kawan yang tidak terjaga oleh lawan, atau
ruang yang bisa diterobos dengan pemberian umpan matang kepada striker.
Ajang perhelatan Pesta Piala Dunia, seperti
Piala Dunia 2014, adalah sebuah panggung tempat kontes keterampilan bermain
sepak bola seorang individu, sebuah tim, kontes kerja sama, kontes persaingan
yang ketat, dan juga lahan industri bisnis, politik, iklan, penggalangan
persahabatan, kebanggaan, dan kehormatan sebuah negara.
Semua yang telah ditulis tentang Piala Dunia
2014, perencanaannya, pelaksanaannya, dan pengendaliannya adalah performa dari mempraktikkan
secara nyata pesan-pesan yang tertulis sebagai ayat Quran.
Kefasihan praktik beragama dan mempraktikkan secara
nyata pesan-pesan Quran melalui perhelatan Pesta Piala Dunia 2014 jauh lebih
bergema dan sarat dengan prestasi.
Quran berpesan agar muslim itu berprestasi
melalui unjuk performa kualitas pengabdian, baik kualitas individual maupun
kualitas tim atau kelompok.
Kalau saudaraku berprofesi sebagai pemain
sepak bola, apa lagi beratribut pemain professional, maka rajin dan tekun berlatih,
sering bermain dan bertanding, artinya saudaraku fasih menjabarkan pesan-pesan
Quran, walaupun membaca ayat-ayat Quran terbata-bata atau bahkan tidak bisa
membaca sama sekali.
Percayalah, Allah lebih suka kepada hamba-Nya
yang lebih banyak amaliahnya yang bermanfaat bagi semua.
Insya Allah, pemain sepak bola Indonesia, melalui
pembelajaran Piala Dunia 2014, bisa menjadi sebuah negara dari 32 negara kontestan Piala Dunia kelak pada
perhelatan Piala Dunia 2022 di Qatar.
Uruguay, sebuah negara di Amerika Latin,
punya penduduk sekitar tiga juta jiwa kurang lebih, adalah langganan kontestan
Piala Dunia, dan bahkan hebatnya lagi, pernah dua kali menjadi juara dunia,
tahun 1930 dan 1950.
Kosta Rica, Negara kecil di Kep. Pacifik,
penduduknya pun sekitar satu atau dua juta jiwa, sudah mampu bertengger sebagai
kontestan yang lolos ke babak KO 16 besar.
Nigeria, Pantai Gading, dan Ghana dari Afrika
bukanlah negara kaya dan berpenduduk banyak, tetapi mereka sudah bisa
menancapkan bendera nasional di ajang Piala Dunia 2014.
Bosnia Herzegovina, Negara yang pernah
porak-poranda karena perang antaretnis, baru merdeka tahun 1996, mampu bersaing
bersama 31 negara kontestan Piala Dunia 2014.
Berkaca kepada eksistensi Negara-negara
tersebut, kita harus yakin dan optimis bahwa pada tahun 2022 yang akan datang,
Indonesia, tim Merah-Putih, hadir bersama 31 kontestan Piala Dunia 2022.
Amin.
Mengapa tidak?
Jakarta, 23 Juni 2014