JUMAT, 22 FEBRUARI 2013
JUMAT KERAMAT KPK TRENGGINAS, JUMAT NAAS BUAT
ANAS
Jumat Keramat KPK
Sebagian kecil orang Islam (orang intelek
atau awam; lebih khusus lagi orang Islam yang mengklaim dirinya sebagai aswaja) memandang hari Jumat sebagai sayyidul ayyam (hari yang paling
istimewa) dari hari-hari yang lain dalam seminggu. Sering disebut sebagai hari
keramat/Jumat keramat.Tentu juga kecipratan keramat/istimewa pada malam
Jumatnya. Misalnya acara gelar Yasinan dan sunnah rasul dilakukan pada malam
Jumat dan hari Jumat. Katanya mereka dijanjikan mendapat pahala berlipat ganda
(mungkin ada hadis yang dijadikan rujukan karena dalam Quran tak ada
diketemukan ayat-ayat Quran yang menjanjikan pahala seperti itu).
KPK menjadikan hari Jumat sebagai hari istimewa. KPK itu sering digelari lembaga superbody dan sangat ditakuti melebihi ketakutan para
koruptor terhadap Polri atau Kejaksaan. KPK era Abraham Samad dkk tetap
ditakuti oleh para koruptor apa lagi hari Jumat tiba. Tentu KPK bukan
ikut-ikutan gelar acara tradisional Yasinan atau salawatan. Rupanya pada hari
Jumat KPK punya acara asah kuku cengkeram, cuci taring, dan uji ketajaman
taring miliknya.
KPK jilid III di bawah kendali Abraham Samad
benar-benar menunjukkan taringnya kepada para koruptor. Mohammad Nazaruddin,
Angelina Sondakh, Miranda S. Gultom, Djoko Susilo, Dedi Kusdinar, Andi
Mallarangeng merasakan perihnya taring KPK
yang tajam dan berbisa setiap hari Jumat. Mereka ditetapkan sebagai
tersangka korupsi (memang mereka koruptor) oleh penyidik dan jaksa KPK pada
hari Jumat. Tajamnya taring yang berbisa KPK kembali ditunjukkan kepada seorang
Anas Urbaningrum (Anas) pada hari Jumat, 22 Februari 2013.
Jumat Naas buat Anas
Hingar-bingar berita tentang peran seorang
Anas dalam kasus proyek Hambalang selama satu tahun terakhir mencapai
klimaksnya pada hari Jumat. Anas telah dijadikan tersangka oleh KPK bukan siang
hari usai salat Jumat seperti biasanya, melainkan malam hari. Pasal yang
disangkakan kepada Anas adalah pasal 12 huruf a dan huruf b dan pasal 11 UU
Nomor 31 tahun 1999 yang diperbarui menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Tindak Pidana Korupsi (tentang gratifikasi: mobil mewah Toyota Harrier senilai
RP 700.000.000,- dari PT Adhi Karya yang dihadiahkan untuk Anas sebagai anggota
DPR).
Memandang hari Jumat, lain KPK, lain pula
bagi para koruptor. Bagi KPK, hari Jumat menjadi hari keramat. Sementara hari
Jumat akhir-akhir ini bagi segelintir orang yang patut diduga melakukan
kejahatan korupsi/koruptor justru berkebalikan. Hari Jumat menjadi hari pembawa
naas/apes bagi mereka.
Mungkin tambah naas lagi buat Anas pada hari suatu
hari Jumat kelak. Anas yang minta sendiri disaksikan jutaan pemirsa tv bahwa
dia siap digantung di Monas. Rakyat akan menggantung (leher) Anas di Monas pada
hari Jumat pula (Imajiner). Kok imajiner, sih? Ya, iyalah! Hukum positif di
negara RI tentang hukuman gantung kan belum ada. Anas itu politisi yang cerdas
dan berpengalaman dalam hal berorganisasi. Kalau mau memenuhi kaul ingin
menggantung Anas di Monas, DPR dan Presiden harus menandatangani UU tentang
Hukum Acara Pidana hukuman gantung terlebih dahulu.
Bagaimana tanggapan setiap individu rakyat
Indonesia setelah Anas ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK?
Kita mulai dari seorang SBY dulu. SBY sebagai
Ketua Dewan Pembina PD dan juga Ketua Majelis Tinggi PD mungkin tidak terlalu
kaget. Sepertinya SBY sudah membaca dan sudah tahu gelagat. SBY dan Ibu Negara
Ani Yudhoyono sedang berada di Mekkah dalam rangka berumrah sudah ber-sms
dengan para petinggi PD. Buktinya SBY usai pulang umrah langsung mengundang
para petinggi PD ke rumahnya di Puri Cikeas untuk menyampaikan pengumuman
penting sebanyak delapan butir: salah satu butir penting arahan SBY adalah
bahwa urusan PD diambil alih olehnya. Anas diberi kesempatan untuk berkonsentrasi
kepada masalah hukum yang melilitnya. Berikutnya SBY memanggil seluruh Ketua
DPD seluruh Indonesia ke rumahnya untuk diberi arahan dan sekaligus
diinstruksikan untuk menandatangani kode etik pakta integritas sepuluh butir
demi kelangsungan dan kejayaan PD. Dapat disimpulkan sementara bahwa SBY
bersikap biasa-biasa saja (mungkin 99% SBY sudah tahu. SBY seorang presiden
yang sedang berkuasa, yang memiliki para pembantu orang-orang terbaik di negeri
ini).
Para konco, bolo, dan loyalis Anas di DPP dan
DPD tentu terkaget-kaget dan bisa juga blingsatan alias panik berat! Ada di
antara mereka yang langsung datang ke rumah Anas di Jln. Teluk Semangka, Duren
Sawit, Jakarta Timur. Para wartawan atau kuli tinta/kuli disket yang memiliki
insting tajam ternyata sudah lebih dulu menyambangi rumah Anas. Mereka memotret
atau mengambil gambar semua orang yang menyambangi rumah Anas, terutama para
loyalis atau konco akrab Anas. Wajah Firman Wijaya, kuasa hukum Anas, Made
Pasek, dan Rahmat, kemudian muncul wajah Saan Mustafa yang kuyu dengan mata
merah sedang diwawancarai oleh wartawan pada dinihari sepulang dari mengunjungi
Anas. Kilatan blitz dan cahaya kamera
hape berkali-kali menerpa wajahnya.
Para kolega dan simpatisan bingung bercampur
sedih dan berdoa semoga Anas dan keluarga tabah dengan status tersangka dari
KPK yang menerpanya. Wajah Saan dan para loyalis Anas seperti memaksakan diri
tampil pede dengan jawaban pede pula. Mungkin juga benar memang pada pede,
mungkin juga untuk menutupi kegalauan dan kegundah-gulanaan hati. Terkadang
tampilan tutur kata dan wajah pede tak mampu menutupi hati yang galau. Mereka
mengevaluasi atau merefleksi fakta yang faktual dan aktual karena beritanya
menasional. Kalau kemudian ada seorang Akbar Tanjung yang juga datang menyambangi
Anas di rumahnya, semata-mata karena mereka berdua sesama mantan Ketua Umum HMI
zaman dulu (Akbar pada era ‘60-an dan Anas era ’80-an; beda generasi).
Ulil Abshar Abdalla, Ruhut Sitompul, Jero
Wacik, dan para Ketua DPD PD yang berseberangan dengan Anas mungkin bisa
manggut-manggut sambil mengelus janggut karena memang maklum.
Fajrul Rahman, aktivis sebuah LSM, amat
kritis terhadap kasus korupsi, tentu amat gembira dengan telah ditetapkannya
Anas sebagai tersangka kasus korupsi. Kok gembira? Fajrul amat berharap kasus
korupsi besar, misalnya kasus proyek Hambalang dapat diungkap dengan gamblang
oleh KPK. Bukankah segmen pertama,
Nazaruddin sudah meniup terompet bahwa Anas itu terlibat korupsi proyek
Hambalang dan proyek PLTS. Kotak Pandora sudah ada kuncinya, tinggal KPK saja
yang dituntut kesigapannya untuk
membuka. KPK sudah punya banyak pengalaman dan lebih sigap disertai
profesionalitas dalam bekerja. Harapan Fajrul dan kinerja KPK sudah bersinergi
walaupun butuh waktu hampir satu tahun.
Tentu amat banyak orang yang kritis seperti
Fajrul. Tentu mereka bisa seirama dengan Fajrul dalam sikap pandang terhadap
kasus Anas yang telah resmi menjadi tersangka. Mereka bukanlah loyalitas
fanatik Anas atau simpatisannya, atau bukan pula pembenci Anas, melainkan
pecinta clean government, good governance, partai yang bersih dari korupsi, dan
benci kepada para birokrat munafik dan politisi busuk yang korup.
Bagaiman dengan sikap Mohammad Nazaruddin
usai mengetahui Anas resmi menjadi tersangka KPK?
Nazaruddin makin pede aje lagi! Pertama, dia yang tadinya dianggap meracau,
mengigau, ngaco, dan berhalusinasi dengan ocehan-ocehan yang diledek oleh Anas
dengan EGP, ternyata dia benar dengan ucapannya dan waktu satu tahun berjalan
yang membuktikannya. Lihat gaya Nazaruddin ketika diwawancarai oleh wartawan
pada hari Jumat, 22 Februari 2013 malam. Begitu gamblang dan ada nuansa makin pede dalam gaya yang sedikit humorous dengan penuh keceriaan dan
kegembiraan.
“Apa yang sering dikatakan oleh Anas soal
mobil Harrier itu, bukan tipu, tetapi tipu-tipu! Hasil tipu sana tipu
sini!...”, tutur Nazaruddin sambil mengumbar senyum dan kemudian naik ke mobil
tahanan KPK.
Maksud Nazaruddin mungkin begini, Anas
berbohong di sisi sebelah sini, lalu kebohongan pertama ditutupi lagi dengan
kebohongan kedua. Kebohongan kedua ditutupi lagi dengan kehohongan ketiga,
keempat, dan seterusnya.
Teori ilmu hukum mengatakan, seseorang bisa
membohongi orang per orang pada suatu masa tetapi tidak bisa membohongi semua
orang untuk selama-lamanya!
Kuasa Hukum Nazaruddin, Rufinus Hutauruk,
Elza Syarif, dan OC Kaligis and associates
pastilah tak kurang-kurang gembiranya. Kerja keras tak kenal lelah mereka
membuahkan hasil manis dalam meringankan penderitaan Nazaruddin kliennya. Saya
pribadi angkat topi dan angkat jempol sembari berujar, good luck!
Mungkin berkebalikan dengan kuasa hukum Anas,
misalnya Firman Wijaya dan rekan. Kata-kata pembelaannya selama ini yang
membela Anas terpatahkan satu persatu dengan lebih dari dua alat bukti di
tangan KPK. Benarlah KPK, benarlah Johan Budi sang jubir KPK. Belum pernah
penulis melihat wajah Johan Budi yang begitu sumringah seperti yang ditunjukkan
pada Jumat petang usai membacakan surat perintah penyidikan (sprindik) yang
ditandatangani oleh Wakil Ketua KPK, Bambang Wijoyanto, yang mencantumkan nama
AU sebagai tersangka baru. Teka-teki tentang misteri tersebarnya sprindik
seminggu sebelumnya, yang menyebutkan bahwa Anas sebagai tersangka itu asli
atau palsu terjawablah sudah.
Benar-benar Anas menjadi tersangka! Nah lo!
SABTU, 23 FEBRUARI 2013
ANAS SECARA JANTAN MUNDUR DARI JABATAN KETUM
PD
Teka-teki dalam Benak Banyak Orang di Gedung
DPP PD
Sehari setelah Jumat naas, 22 Februari 2013,
Anas yang pernah menyatakan dirinya siap digantung di Monas jika terbukti
korupsi satu rupiah sekalipun uang proyek Hambalang, mengadakan konperensi pers
di gedung DPP PD, Jl. Kramat Raya, Jakarta Pusat, Sabtu, 23 Februari 2013 siang
hari.
Suasana ramai sekali. Para pengurus DPP PD
sebagian besar hadir pada siang hari itu. Mereka ini sudah lebih dahulu tahu
apa yang bakal terjadi dalam acara konperensi pers dengan acara tunggal: Anas’ press release! Mereka secara
normatif semua tahu makna konperensi pers dan berita penting Anas bakal
mengatakan mundur dari jabatan Ketum PD, namun substansi secara ditel apa yang
bakal disampaikan oleh sang Ketum PD tentu saja mereka tidak paham.
Wartawan dari berbagai media massa malah
datang paling awal. Mereka tentu lebih dahulu tahu informasi dan sejak Jumat
malam. Sementara banyak pula orang yang ikut meramaikan suasana. Tentu dari
mereka yang hadir sebagian besar adalah para loyalis, pendukung, dan simpatisan
Anas. Sebagian orang lagi yang hadir mungkin sifatnya spontanitas saja.
Bagaimanapun, berita tentang Anas yang telah ditetapkan sebagai tersangka
pelaku korupsi oleh KPK diketahui dari media massa yang cukup gencar
memberitakannya. Kehadiran sang Ketum PD di Kantor DPP PD pada hari Sabtu itu
mengundang rasa ingin tahu dan penasaran orang banyak apa yang akan terjadi
selanjutnya setelah Anas menjadi tersangka. Ulah wartawan yang bertanya dan
mengorek isi hati satu dua orang yang hadir di tempat adalah bagian yang tak
kalah menarik. Misalnya ulah seorang wartawan yang bertanya tentang hukuman
yang semestinya bagi Anas jika terbukti bersalah melakukan korupsi di
Pengadilan Tipikor kelak ketika perkara digelar.
“Setujukah Anda jika Anas digantung di
Monas?” tanya wartawan.
“Ya, setuju saja. Kan Anas sendiri yang
mengatakan siap digantung. Dia harus konsekuen dengan perkataannya sendiri”, jawab
seorang wanita sambil tertawa.
“Tidak digantunglah! Kan tidak ada hukuman
gantung di negeri kita. Janganlah, Monas itu kan tempat rekreasi. Nanti orang
tak berani lagi datang ke Monas karena takut, serem begitu!” jawab seorang
lelaki muda dengan mimik serius.
Anas memenuhi janjinya. Dia masuk ke ruang
tempat konperensi pers dengan tenang dengan perlindungan petugas keamanan dan
para loyalisnya yang siap sedia menjadi tameng dari desakan massa. Anas berdiri
dengan sikap yang tenang dan meminta para hadirin agar tenang supaya dia dapat
melangsungkan konperensi pers.
Konperensi Pers Anas: Antara Persepsi
Subyektif dan Fakta Obyektif
Kalau Benar Katakan Benar Kalau Salah Katakan
Salah
Menanggapi salah satu dari butir-butir
pernyataan SBY di Cikeas di depan para petinggi PD yang menyatakan agar Anas
berkonsentrasi kepada masalah hukum yang sedang dihadapinya (menurut Anas,
pernyataan itu adalah sinyal bahwa dia akan segera ditetapkan sebagai
tersangka).
SBY secara implisit meminta KPK menegakkan
hukum terhadap para kadernya yang ditengarai terjerat masalah hukum (Anas
tentunya dan namanya jelas banget
dilafal). SBY amat galau, gara-gara tersandera persoalan hukum selama hampir
satu tahun (2012 – 2013), terlebih lagi nama Ketum PD, Anas Urbaningrum, selalu
menjadi buah bibir masyarakat, yang lebih banyak mencibir PD yang kadernya
tersandung korupsi ketimbang mengumbar pujian lantaran raihan prestasi.
Elektabilitas PD yang meluncur turun deras dari 21% ke 8,3% hasil survei
SMRC-nya Syaiful Mujani menjadikan SBY bertambah-tambah galaunya. PD itu aset
negara. PD itu dibangun dengan susah payah, bukan dengan leha-leha, sejak
09-09-1999. PD sudah lumayan tumbuh dewasa (bongsor dan montok) memesona pada
tahun 2005 ketika Anas masuk ke sana. SBY bisa menjadi Presiden RI Periode 2004
-2009 pasti pesona PD juga. SBY dan PD itu tak bisa dipisahkan.
Jadi, sah-sah saja SBY meminta dan mendorong
KPK agar bertindak lebih sigap. PD jauh lebih berharga dari seorang meskipun
dia adalah tokoh pintar dan ulung. KPK kan yang punya dalil, menyelidik dan
menyidik. KPK itu bertindak hati-hati dan so
pasti profesional. Para penyidik menyidik bukan berdasarkan pesanan siapa pun!
Hatta seorang RI-1 sekalipun! Jaksa Tipikor akan menuntut secara profesional
dalam koridor hukum pastinya. Pengadilan Tipikor pun berlaku sama. Para hakim
itu lebih takut kepada Tuhan dan rakyat daripada kepada RI-1. Setelah semua
proses hukum dilalui, barulah ditunjukkan secara gamblang kepada publik, bukan
sekedar perkataan, “yang benar katakan benar, yang salah katakan salah” tetapi
dibuktikan langsung dengan action.
Kita tunggu saja, Bung Anas.
Inilah potret fakta obyektif. KPK itu bukan
lembaga robot dan para komisioner KPK itu bukan boneka atau wayang yang bisa diunyeng-unyeng lalu ditancap atau
melayang. Jadi, sebuah pertanyaan lagi buat Anas, adakah rekayasa seseorang
yang sedang berkuasa atau intervensi penguasa terhadap status tersangka Anda?
Janganlah membangun persepsi sebagai pihak yang terzalimi atau dikuyo-kuyo
untuk meraih simpati.
Mundur ya mundur aja, ngapaian repot-repot! Status tersangka itu resmi dengan sprindik loh, bukan ocehan Cikeas! (saya teringat
kalimat Anas menangkis kicauan Nazaruddin ketika namanya kerap dikicaukan oleh
Nazaruddin).
Anas, Bayi yang Tidak Diharapkan (katanya)
Tragis banget
ya! Ada bayi lahir tetapi tidak diharapkan. Anas meng-qiyas-kan dirinya yang menjadi Ketum PD (2010 – 2015 melalui
kongres yang fair dan demokratis)
sebagai seorang bayi yang sebenarnya tidak diharapkan. Frasa multimakna yang
lontarkan Anas ini di satu sisi menimbulkan kekaguman orang terhadap sosok
seorang Anas, tetapi di sisi lain, mengundang cibiran orang. “Kacian deh lo!”
Biasanya, bayi lahir yang tidak diharapkan
itu sering dizalimi oleh orang tuanya, tak jarang diasuh asal-asalan, dikuyo-kuyo, atau dibawa dan diserahkan
ke panti asuhan, dan bahkan ada juga yang dibunuh.
Kok faktanya yang
terlihat adalah kebalikan. Anas yang Ketum PD enjoy banget ketika masih “satu rumah besar” dengan Muhammad
Nazaruddin sang Bendum PD yang penurut. Lalu selama dua setengah tahun sebagai
Ketum PD, dia berkunjung melakukan tugas kepartaian (silaturahim mengunjungi
konstituen dan akar rumput) ke mana-mana dan di mana-mana lebih banyak
dielu-elukan orang banyak ketimbang “dielu-eluin”
alias ditolak. Lho, kok baru sekarang
bisa-bisanya ngomong sebagai “bayi
yang tidak diharapkan kelahirannya”?
Silakan publik menilai, Anas itu politikus
ulung atau politikus cengeng!
Ini baru Permulaan, Ini Halaman Pertama
Frasa-frasa ini dengan sangat jelas ditutur
Anas dengan hati-hati dan diulangnya. Orang awam politik pun tahu akan makna
frasa-frasa bersayap ini dan ke mana arah bidikan yang menjadi sasarannya. Saya
kebetulan menyimak pembahasan sang pakar komunikasi politik Bang Efendi Gazali pagi
menjelang tengah hari. Sembari menunggu Anas hadir di Kantor DPP PD di kawasan
Kramat Raya, Bang Efendi menjelaskan ketahuannya tentang Anas yang hobi bermain
kartu sejak kecil. Dalam permainan kartu bridge/remi,
ada dikenal isitilah “kartu truf”.
Permainan permulaan, hampir dua setengah
tahun lamanya, Anas “kalah” menyengaja
dan dijalani saja walau terzalimi, atau mungkin juga karena kartunya yang
dimainkan kartu jelek alias kartu jeblok.
Kartu bagus “kartu truf” dia simpan rapi dan pada waktunya yang tepat
akan dikeluarkan.
Frasa “ini halaman pertama” sebagai qiyas dari sebuah buku mengisyaratkan
sekaligus mengajak agar semua orang membaca dan mencermati halaman-halaman
selanjutnya. Rupanya dia memberitahu bahwa kita baru membaca bagian pengantar, preface, daftar isi, atau bab
pendahuluan. Bukunya ada di tangan dia, dia yang punya, otoritas membaca ada
pada dia seorang, ia seorang yang paling tahu, dan tentunya dialah yang akan
membacakan untuk kita. Semua orang hanya bisa menduga-duga dan berprediksi ngalor-ngidul. Itulah bagian dari
strategi Anas agar orang terus bersimpati dalam kepenasaran dan berharap
persepsi yang bagus untuk dia, “Anas ternyata terzalimi”. Orang awam sekalipun
tak bodoh-bodoh amat, kalau Anas terzalimi, pasti ada yang menzalimi,
maksudnya, orang/pihak yang menzalimi Anas itu zalim benar. Arah bidikan Anas
sebagai pihak zalim tidak eksplisit lugas diungkapkan dalam tuturnya, namun
secara implisit jelas, orang-orang Cikeas!
Sekali lagi, KPK punya dalil hukum, yakni
menyelidik dan menyidik. KPK tidak butuh persepsi siapa pun. Walau langit
runtuh, keadilan harus ditegakkan! Anas dizalimi atau tidak, pengadilanlah
nanti yang membuktikan. Orang-orang Cikeas itu zalim atau rahim, pengadilan
pula yang membuktikan!
Keadilan Lebih Tinggi dari Fitnah dan
Rekayasa
Frasa ini adalah normatif dan semua orang
juga tahu. Yang menarik adalah tutur Anas yang mengomparasi/membandingkan dua
hal yang berlawanan, yakni: “keadilan” lebih tinggi dari “fitnah dan rekayasa”.
“Fitnah dan rekayasa” yang dimaksudkan oleh
Anas dengan menutur dua kata ini pastilah perkara buruk dan jahat. Padahal
kalau Anas mau sedikit mempelajari makna harfiah kata “rekayasa” artinya bagus
dan positif yang berarti terambil dari terjemahan kata engineering (English). Sayangnya kata yang bagus ini disalahgunakan
dan disalahartikan (salah kaprah berbahasa) menjadi arti yang buruk, lebih
parahnya lagi disejajarkan dengan kata fitnah (keji dan kejam).
Anas menuduh bahwa status tersangka atas
dirinya adalah akibat adanya fitnah dan kemudian direkayasa oleh orang/pihak
tertentu. Bang Efendi Gazali menerjemahkan tutur Anas ini dengan bahasa “adanya
konspirasi”.
Lalu kita pun bertanya balik kepada Anas,
siapa yang melakukan fitnah keji terhadap Anas? Siapa yang melakukan rekayasa
fitnah sehingga begitu cepat Anas dijadikan status tersangka usai peristiwa
bocornya sprindik KPK? Tak mungkinlah KPK direkayasa atau dipolitisasi demi
sebuah gengsi.
Partai yang Santun atau Partai yang Sadis
Partai/parpol yang santun adalah dambaan kita
semua. Negeri kita ini menganut sistem multipartai atau banyak parpol. PD
adalah salah satu dari parpol besar dan yang sedang berkuasa pula (the ruling party). Wajar saja punya
banyak konstituen dan diidamkan para politisi, baik politisi kelas pemula,
kelas kader, kelas janggut, atau kawakan. Ruhut Sitompul loncat pagar dari
Golkar dan bergabung meramaikan PD partai besutan “Bapak” yang lebih kekar.
Dede Yusuf loncat dari rumah kontrakan berdinding papan PAN ikut ngontrak ke
rumah kontrakan PD yang berdinding beton dan lebih mapan. Kalau Anas? Usai
tugas sebagai komisioner di KPU era Nazaruddin Syamsudin yang korup
(terpidana), usai memulangkan kendaraan dinas sebagai komisioner KPU yang jujur
dan bersih (Kijang kapsul), tahun 2005, Anas pun bergabung dalam kapal besar PD
yang sedang bersih-bersih lambung dan membuka pintu lebar-lebar bagi siapa pun
yang berhasrat ingin bergabung (entah Anas melamar karena lagi nanggung belum
punya partai atau entah dilamar karena dia dikenal sebagai seorang organisator
ulung). Gayung bersambut, Jabatan agung pun disodorkan untuknya, salah satu
jabatan ketua. Tidak tanggung-tanggung! Belum genap lima tahun menduduki kursi
salah satu ketua, jabatan adi luhung sebuah partai, yakni Ketua Umum (Ketum)
berhasil direngkuhnya tanpa harus berlama-lama menyelam dalam palung.
Mustahillah Anas yang bersih dan jujur serta
santun bisa betah berlama-lama di PD kalau PD itu tidak santun dan rahim.
Mustahillah Anas yang cerdas dan kritis bisa betah sampai hampir delapan tahun
kalau PD itu partai sadis yang zalim.
Kita husnuz-zon
aja. Maksudnya dia mengajak agar kita berpolitik dan berpartai yang selalu
santun dan menghindari kelakuan sadis dalam berpolitik. Tujuan berpolitik
adalah mencari kekuasaan dan apabila kekuasaan telah berada dalam genggaman
hendaknya dimanfaatkan untuk kemaslahatan rakyat, bukan sebaliknya, kemelaratan
rakyat.
Contoh praktik berpolitik yang sadis: dana
proyek mulia pembangunan pusat olah raga Hambalang di Bogor itu, sebagian
dikorup oleh para tikus berdasi. Akibatnya, beberapa lokasi bangunan proyek
roboh duluan padahal dipakai saja belum. Ini fakta kelam sejarah bangsa kita
yang ternyata punya putra bangsa segelintir yang berkarakter sadis, yang
birokrat, yang politikus, dan yang pengusaha.
Anas Mengundurkan Diri dari Jabatan Ketum PD
Anas dan juga para pengurus DPP maupun DPD
sudah menandatangani pakta integritas secara sukarela. Butir esensial dari
butir-butir pakta integritas adalah, apabila ada kader PD yang telah
mendapatkan status tersangka tindak pidana korupsi, maka kader yang
bersangkutan harus rela mengundurkan diri dari jabatannya. Kalau ada kader PD
yang merasa sudah tidak nyaman dipersilakan hengkang dari PD.
Anas pun bersikap jantan karena dia adalah
seorang kesatria. Dia pun berorasi dalam durasi kurang lebih setengah jam di
kantor DPP PD di kawasan Kramat Raya, Jakarta Pusat, yang intinya mengundurkan
diri. Peristiwa “mundur” dari jabatan petinggi parpol itu adalah lumrah saja.
Di Jepang, Thailand, atau Italia pernah terjadi. Mereka mundur dengan legowo
dan muka tetap tegak atau tertunduk malu.Akan tetapi mereka tidak berorasi atau
mendramatisasi bak bermain opera dengan lakon “saya dizalimi!”
Drama opera dengan lakon “saya dizalimi”
dengan durasi kurang lebih setengah jama di Kantor DPP PD di kawasan Kramat
Raya, Jakarta Pusat, dengan adegan orasi full Anas seorang dengan cepat
ditanggapi dengan reaksi oleh para kolega kental, kolega biasa, loyalis, dan
orang-orang biasa, yang reaksi mereka terbelah dua, pro dan kontra. Mereka para
loyalis Anas, semisal Rahmat yang Wakil Direktur Komunikasi dan “Tukang Bakso” (saya
hanya mengutip ucapan Ruhut Sitompul dalam telewawancara dengan TV-One, Minggu
malam, 24 Februari 2013) wong Cilacap yang Ketua DPD PD langsung mengundurkan
diri mengikuti jejak “sang idola yang terzalimi”.
Kita tunggu, lembaran-lembaran buku mana yang
paling cepat kita bisa baca, bukunya KPK atau bukunya Anas?
Ngomong-ngomong, ada berapa halaman
lagi sisa halaman buku yang ingin dibacakan, Bung Anas?
Jakarta, 24 Februari 2013