Senin, 18 Maret 2013

DJOKO SUSILO YANG GLAMOUR DJOKO SUSILO KEJEMUR




DJOKO SUSILO YANG GLAMOUR DJOKO SUSILO TAKABUR DJOKO DJOKO SUSILO LAMUR SUSILO DIGEMPUR DJOKO SUSILO BERENANG DALAM LUMPUR DJOKO SUSILO KEJEMUR

Djoko Susilo yang Glamour

Rujukan: QS At-Takatsur (102): 1 – 2
(1)  Alhakumut takatsuur” artinya Bermegah-megahan telah melalaikan kamu.
(2)  Hatta zurtumul maqaabir” artinya sampai kamu menziarahi kubur/masuk ke liang kubur.

Djoko Susilo, jenderal polisi berbintang dua (Irjenpol) adalah satu dari sedikit perwira tinggi (pati) polisi yang memang berbintang terang di era reformasi. Jabatan-jabatan yang dia duduki adalah jabatan “basah” dan “lebih lama” dari orang lain yang duduk di kursi yang sama. Konon dari rumor yang berkembang di lingkungan internal Mabes Polri, Djoko Susilo adalah pati yang dekat sekali dengan mantan Kapolri Bambang Hendarso Danuri (BHD) dan Wakapolri Komjenpol Nanan Sukarna. Boleh jadi jabatan-jabatan dan kursi basah yang dia duduki itu karena berkah kedekatan dengan BHD. Jabatan terakhir Djoko Susilo sebelum KPK menggempur hingga dia menjadi penghuni Rutan Guntur adalah Gubernur Akpol. Jabatan itu harus ditinggalkannya, bintang yang begitu terang meneranginya pun pudar cahayanya menghilang dan justru muncul menyinari jenderal lain yang sedang antre menunggu restu Kapolri Jenderal Timur.

Jauh sebelum Djoko Susilo ditempatkan di “kawah” Rutan Guntur, tidak banyak orang tahu sosok Djoko Susilo di luar lingkungan kepolisian. Orang-orang sebagiannya hanya tahu rumor ada segelintir pati kepolisian yang punya rekening gendut, dan mungkin saja Djoko Susilo ada di dalam daftar pati Polri berekening gendut. Tak ada wartawan mewartakan sosok Djoko Susilo sekerap dan segencar seperti dalam dua minggu terakhir ini (minggu pertama dan kedua Maret 2013).

Usai perang kepentingan antara dua lembaga penyidik, KPK dan Polri, yang tadinya berebut kue kardus-kardus bukti kasus korupsi simulator SIM, kemudian “berdamai” setelah SBY turun tangan melerai.  KPK jelas-jelas menetapkan status Djoko Susilo sebagai tersangka sementara Polri tidak. Pada akhirya Polri yang  ingin memeriksa internal Djoko Susilo sama-sama menempatkan status Djoko Susilo sebagai tersangka, mengalah. KPK berada di pihak yang menang dan meneruskan pemeriksaan terhadap tersangka Djoko Susilo dan banyak saksi secara maraton.

Para saksi pun secara jujur mengungkapkan semua yang mereka ketahui atau alami terkait dengan status tersangka Djoko Susilo dalam kasus korupsi simulator SIM dengan nilai nominal di atas seratus milyar rupiah. Kesaksian demi kesaksian, konfirmasi dan verifikasi, serta uji kebenaran kesaksian dilakukan dengan cermat.  Kesimpulan pertama dari orang-orang yang peduli dengan kasus korupsi, Djoko Susilo itu adalah salah satu dari jenderal Polri yang punya rekening gendut, bukan satu dua saja rekening gendutnya, melainkan juga banyaknya rekening gendut berbilang-bilang. Jadi sangat pas sekali kalau Djoko Susilo hidup glamour  karena punya banyak properti bertabur.

Djoko Susilo “at-takatsur”  dan matanya pun lamur
Djoko Susilo muda dulunya mungkin punya semboyan hidup bagus, makanya dia masuk Akpol, menjadi taruna bhayangkara, menjadi polisi aktif lebih dari dua puluh tahun, yakni semboyan luhur fastabiqul khairat (berlomba dalam meraih kebaikan).  Buktinya dia dalam pengabdiannya selalu disinari bintang terang melebihi teman-teman seangkatannya di Akpol. Dia lulusan Akpol Angkatan 1984 yang pertama mendapatkan pangkat Brigjen dan Irjen dibandingkan rekan-rekan seangkatannya. Usianya belum mencapai lima puluh tahun dan karirnya melesat cepat memegang posisi elit sebagai Gubernur Akpol. Pangkat Brigjen didapatnya saat menjadi Dirlantas Mabes Polri pada akhir 2008. Pangkatnya naik lagi menjadi Irjen saat Ditlantas Polri di-upgrade menjadi Korps Lantas Polri pada tahun 2010.

Dalam dinamika kehidupan manusia, faktor untung atau buntung, Dewi Fortuna atau Dewa Mabok, bisikan suci para malaikat atau bisikan keji iblis bisa hadir bersamaan. Begitu pun yang terjadi terhadap sosok Djoko Susilo. Ada jabatan basah dalam genggamannya, ada peluang nan lebar, dan kuatnya bisikan keji iblis memengaruhi karakter seorang Djoko Susilo. Mata hatinya yang jernih berubah menjadi lamur. Apa lagi sistem yang dibangun di dalam lingkungan kerja ikut berkontribusi melebarkan hasratnya menjadi Pati Polri yang At-takaatsuur, tambah menjadi-jadi sampai lupa daratan, hanya belum sampai ke liang kubur karena keburu KPK datang menggempur. Djoko Susilo sekarang sedang sesak nafas ibarat sedang berenang di dalam lumpur.

Orang-orang pun menggeleng-gelengkan kepala dengan ulah Djoko Susilo melakukan korupsi uang negara puluhan milyar rupiah. Uang hasil korupsi dalam nilai yang sangat besar itu digunakan olehnya untuk membeli barbagai aset mewah bernilai milyaran rupiah hampir dua puluhan item: rumah-rumah mewah dan tanah luas di lima kota: Semarang, Jakarta, Solo, Depok, dan Madiun. Djoko Susilo tentu tidak bodoh membeli semua aset itu atas namanya sendiri karena beresiko tinggi alias menelanjangi diri atau bahkan “bunuh diri”. Dia mendustai sebagian dari kita  untuk sekian lama saja, tetapi dia tidak dapat mendustai kita semua untuk selama-lamanya. Harta berupa properti puluhan item yang dibelinya dengan uang yang belum jelas asal-usulnya diatasnamakan isteri, anak, atau sanak sedulur. Di sinilah opera lakon sosok Djoko Susilo yang asli dari sisi lain mulai terkuak. Djoko Susilo selain doyan mengoleksi properti mewah, rupanya dia bisa seperti sosok Raden Arjuna yang doyan koleksi isteri yang didapat dari hasil menang sayembara kesaktian luhur. Rupanya Djoko Susilo doyan wanita muda cantik yang beraroma harum mewangi menyembur dan wajah berpoles pupur.

Djoko Susilo yang anggota aktif Polri mempunyai isteri pertama, Suwarsih, yang tinggal di Madiun, dan empat orang anak. Lalu dia menikahi wanita bernama Masdiana, beralamat di Pasar Minggu, Jakarta Selatan, tahun 2001. Lalu, dia menikahi si cantik dan ayu, Dipta, mantan Miss Solo 2008, pada bulan Desember 2008. Waw! Ajib, Brur! Tetapi saya yakin 100% resepsi pernikahannya tidak diiringi oleh musisi Polri yang tergabung dalam Korps Musik yang para awaknya biasa menggendong tambur.

Tak ada yang aneh sebenarnya dengan pernikahaan Djoko Susilo dengan Masdiana maupun dengan Dipta. Dia itu adil (indikatornya dia adil itu karena tak ada isteri-isteri mengadu ke Komnas Perempuan karena KDRT; tidak juga isteri pertama melakukan delik aduan dengan merujuk pasal-pasal dalam UU No. 1 Tahun 1975 tentang Perkawinan).Yang jelas-jelas aneh adalah nekatnya Djoko Susilo memalsukan identitasnya dengan status “jejoko” alias tidak beristri/perjaka dan wiraswasta murni ketika menikahi kedua wanita tersebut.

Konon, demi cita-cita menyabet Dipta nan ayu teunan kuwi, Djoko Susilo mendiskon/merabat usianya 10% - 20% dari usia pokok sesuai dengan akta lahirnya. Mengubah status “kawin” yang asli menjadi status “tidak kawin” paten jokolelono. Berikutnya memalsukan identitas profesi dari polisi berubah sebagai seorang wiraswasta tajir. Itulah anehnya! Kok yo iso to? Supaya tidak ketahuan, identitas asli dibuang dulu ke dalam sumur.

Masdiana dan keluarga, Dipta dan keluarga, mungkin tahu itu hanya akal-akalan, mungkin juga sama sekali tak tahu bahwa itu akal-akalan, mungkin saja baru tahu setelah belangnya Djoko Susilo ketahuan pada waktu akhir-akhir ini. Yang jelas mata dan hati mereka telah ikut lamur karena ikutan “at-takatsuur” sang suami mereka. Buktinya mereka enjoy banget menikmati gelontoran uang, harta, benda, bunga-bunga deposito, jewelry, sertifikat tanah dan rumah, yang oleh sang suami begitu gampang dihambur-hambur.

Dipta dan keluarga besarnya merasa sedih. Pertama sedihnya hati karena Djoko Susilo telah menjadi tahanan rutan KPK. Tentu saja dapat dipastikan pasokan financial, material, dan onderdil tidak lagi dapat dinikmati karena keran air rezeki telah dipampat oleh KPK, menetes saja tidak, boro-boro memancur, paling-paling hanya bisa untuk berkumur-kumur.

Akan tetapi kesedihan bukan saja dirasakan oleh hati. Pikiran bertambah berat beban dari hari ke hari. Masdiana dan Dipta harus memenuhi panggilan KPK dan diperiksa dengan status saksi. Penat sudah awak, luntur pula pupur, hati lara tanpa pelipur, Harrier dan Camry tak bisa lagi diluncur, rumah mewah tak nyaman lagi buat tidur karena ada plang segel sitaan KPK terpampang di gerbang rumah mewah bak istana membujur.

Semoga mereka tidak menyesal menikah dengan Djoko Susilo setelah mengalami kepahitan pengalaman pada beberapa hari terakhir belakangan ini, entah sampai kapan berakhir. Toh yang jelas mereka telah menikmati bertahun-tahun masa-masa kejayaan ketika sang suami sedang menangguk rezeki halal dan haram sedemikian subur. Mau menutup malu cadar belum sempat beli, lalu kena cekal pula mereka punya paspor, boro-boro bisa lari kabur.

Djoko Susilo berenang dalam kubangan harta penuh lumpur
Dulu, zaman Djoko Susilo kanak-kanak, tentu dia tidak asing dengan aliran sungai, parit, pematang sawah, hamparan sawah, dan bermandian di aliran sungai yang mengalir di kota Madiun, Jawa Timur.  Mungkin saja dia pernah berasyik-asyik bermain lumpur dengan teman-teman sesama kecil dengan penuh keriangan hati. Tetapi tentu saja dia dan teman-teman tidak berenang di dalam kubangan kerbau  yang penuh lumpur karena kotor dan menjijikkan. Terlebih lagi di situ kerbau berkubang, di situ kerbau mandi, di situ pula kerbau mengeluarkan kotorannya bercampur-baur.

Itu dulu, kubangan kerbau berlumpur memang menjijikkan, bukan begitu, Jenderal?  Ya, iyalah! Kalau kemarin-kemarin? Ya, kubangan uang proyek Simulator SIM yang bikin giur.

Seorang anggota TNI atau Polisi yang telah menyandang pangkat Pati (Bintang 1 s.d. Bintang 4) maka promosi jabatan baginya lebih licin dan lebih lancar berselancar di atas es meluncur. Lihat saja contoh Kapolri Timur Pradopo. Timur Pradopo yang masih jadi Kapolda Metro Jaya dengan pangkat Irjenpol menyalip para Pati yang sudah lebih dahulu Bintang 3, Komjenpol, semisal Nanan Sukarna dan Gorys Mere, dan kemudian menjadi Kapolri menggantikan BHD.

Begitu pun yang dialami Djoko Susilo. Teman-teman seangkatan di Akpol disalipnya dan jabatan prestisius diraihnya, sampai kepada jabatan prestisius Kakorlantas Polri yang berlahan gembur dan sarat dengan proyek  subur.
Kerja keras dengan fasilitas gemerlap dan kekuasaan besar di tangan membuat Djoko Susilo lupa diri lupa daratan. Uang halal atau haram yang masuk ke kantong atau rekening pribadinya ditampungnya menjadi pundi-pundi kekayaan yang fantastis nilainya. Ya, nilai yang fantastis untuk ukuran seorang Pati dengan pangkat Irjenpol yang bergaji/berpenghasilan bulanan bersihnya mencapai angka 23 jutaan rupiah per bulan. Tak ada satu pun rumus matematika yang dapat menjawab dengan tepat bahwa masa kerja aktif sebagai pati Polri l5 tahun (bintang 1 s.d. bintang 4) dengan gaji sekian bisa memiliki harta bernilai puluhan milyar rupiah! Kecuali jawaban di atas kertas dengan menggunakan logika deret ukur.

Kini, Djoko Susilo dan keluarga, isteri-isteri dan anak-anaknya harus memendam perasaan gundah galau yang berkecamuk di dalam dada. Satu per satu harta dan aset miliknya disita karena Djoko Susilo selama ini berkubang lumpur rezeki kotor dan harta halal dan haram bercampur-baur. Djoko Susilo berada di rutan Guntur dan banyak terjadi perubahan padanya,  perubahan fisik pada  wajah dan postur. Dia mungkin hanya bisa mengusap dada, mengusap kening dan wajah yang tak pernah lagi disentuh air mandi spa dan minyak lulur. Hari-hari yang sulit sampai datangnya status pesakitan dan duduk di depan para hakim Pengadilan Tipikor dan mendengarkan tuntutan jaksa penuntut bertutur tengang prestasi, biodata, dan daftar dosanya yang menghablur. Hukuman pidana antara 4 tahun sampai 20 tahun dan ganti rugi mengembalikan uang negara akan ditanggungnya setelah divonis bersalah. Ide yang diusung oleh pengadilan tipikor adalah memiskinkan Djoko Susilo dan para koruptor dengan harapan berefek jera, bukan sekedar hukuman badan di tengah terik sengatan sinar matahari menjalani hukuman badan dijemur.

Inilah pembelajaran penting dan amat berharga bagi Djoko Susilo dan siapa saja koruptor pencuri uang rakyat di negeri ini. Para kolega, Orang-orang di sekelilingnya, serta orang-orang terdekat, bisa jadi memetik hikmah dari balik kisah hidup seorang Djoko Susilo. Dia datang dari sebuah desa di Madiun Jawa Timur, menapak hidup sebagai anggota polisi bergaris tangan selalu baik dan mujur, memperoleh fasilitas negara bak air mancur, kemudian lupa diri kepada gaya hidup glamour mengoleksi harta berupa properti dari barat sampai ke timur,  dan menikahi wanita muda nan ayu dengan mahar hampir tak terukur.
Masih lebih bagus buat dia dengan cara ini. Dia “at-takaatsuur” tidak sampai ke liang kubur. Usianya baru lima puluh kurang lebih. Selepas dari penjara dan menjadi mantan napi, mungkin dia akan banyak merefleksi diri, muhasabah, menata, menapak, dan menatap hidup murni makmur dan senantiasa dihiasi tadabbur.

Mudah-mudahan “Polisi Hugeng” selalu mengilhami setiap anggota Polri untuk memberikan pengabdian terbaik seperti sosok Hugeng Iman Santoso. Mudah-mudahan “Polisi Patung” mengilhami para anggota Polri untuk cuek bebek tidak memedulikan segala asongan suap sogok semir. Mudah-mudahan “Polisi Tidur” mengilhami setiap isyarat akan adanya bahaya di depan mata dan siap menghindar atau antisipatif meminimalkan resiko bertugas agar terhindar dari  derita karena jatuh tersungkur.

Semoga.

Jakarta, 18 Maret 2013


Minggu, 10 Maret 2013

BUSYET! SI BENGET SADIS BANGET!



BUSYET!  SI BENGET SADIS BANGET!

Si Benget yang Pandir

Sabtu, 9 Maret 2013, Darna Sri Astuti (Tuti) yang tewas karena dibunuh dengan cara mutilasi dimakamkan di pemakaman umum Tegal Alur, Kalideres, Jakarta Barat. Para anggota keluarga terdekat dan mantan tetangga ikut pula hadir. Dengan hati duka dan perasaan sedih mereka mengantar Tuti ke tempat peristirahannya yang terakhir. Tak pelak, pipi-pipi pun basah karena hati yang berduka, air mata pun mengalir. Pembunuh Tuti itu adalah si Benget, suaminya (?), seorang lelaki nyinyir berotak pandir.

Kronologi Tewasnya Tuti

Selasa, 5 Maret 2013, pagi hari, masyarakat Jakarta kembali dibikin kaget dengan adanya penemuan beberapa kardus berisi potongan daging. Lokasi penemuannya di jalan tol jurusan Cikampek. Aparat kepolisian yang dilapori pun datang ke TKP. Polisi memastikan bahwa potongan-potongan daging dalam lima kardus itu adalah tubuh manusia korban mutilasi. Mayat ditemukan dalam lima potongan yang dibungkus dalam kardus. Bagian tubuh bahkan ada yang tercecer di jalan karena kemungkinan pembungkusannya tidak sempurna.
Usai mengumpulkan  kardus berisi potongan mayat itu untuk keperluan identifikasi, polisi pun langsung bertindak mencari pelaku.

Kerja keras aparat kepolisian untuk mengungkap tabir pembunuhan sadis dengan cara mutilasi menuai hasil. Seorang sopir taksi memberikan kesaksian penting kepada polisi perihal kendaraan yang dipakai si pelaku. Sopir taksi yang curiga melihat dua orang penumpang angkot membuang beberapa kardus di jalan tol, dia peduli dan mencatat nomor polisi angkot yang mencurigakan itu. Si sopir taksi itu pun memberitahu aparat kepolisian. Angkot KWK-03 yang dicurigai itu bernomor polisi B 2312 PG. Atas dasar informasi berharga itu, polisi pun bergerak mencari angkot tersebut. Polisi tidak butuh waktu yang lama untuk itu. Sopir batangan angkot itu, berinisial T, pun diamankan dan diinterogasi. Pengakuan T mengarah kepada seseorang yang menyewa angkotnya. Polisi mengungkapkan identitas pelaku mutilasi, Rabu, 6 Maret 2013, polisi pun bergerak ke tempat tinggal pelaku dan menangkap BS (Benget Situmorang, 35 tahun), seorang pedagang soto ayam. 

Benget Bilang, Isterinya Punya Teman Deket (?)

Si Benget yang ditangkap itu mengaku dan berterus terang ketika diinterogasi oleh polisi. Dialah pelaku mutilasi dan pengemudi angkot sewaan B 2312 yang membuang potongan daging tubuh manusia yang dimutilasi. Mayat korban mutilasi yang berjenis kelamin perempuan itu adalah adalah Darna Sri Astuti (Tuti), seorang pedagang jamu warga Jln. Manunggal Dua, Kampung Rambutan, Ciracas, Jakarta Timur. isteri (?) dari si Benget Situmorang itu. Tuti dibunuh ala mutilasi pada dinihari Sabtu, 2 Maret 2013.Potongan tubuh Tuti diinapkan di rumahnya sampai kemudian dibuang, Selasa, 5 Maret 2013. Pengakuan si Benget  membuat orang terkaget-kaget. Ya, pantas saja banyak orang dibikin terkaget-kaget. Kok sebagai suami, si Benget bisa-bisanya, tega-teganya, memutilasi tubuh wanita pendampingnya, Tuti, dengan cara dikeset. Emangnye daging ayam buat soto ayam, bisa dibeset-beset?
Busyet! Si Benget kok bisa sadis banget!

Konon, si Benget dibakar api cemburu. Tuti, isteri yang kedua (?) yang telah dimutilasinya itu berselingkuh terkena pelet. Kerapkali keduanya bertengkar sengit dan berujung Si Benget menyiksa Tuti. Si Benget tidak bisa menjelaskan lelaki yang mana yang menjalin hubungan asmara dengan Tuti. Katanya lagi, Tuti telah mengakui berselingkuh tetapi tidak sudi memberitahu identitas lelaki teman selingkuhnya, ttm teman deketnya. Sayangnya, si Benget itu telmi berotak mampet. Dia cuma bisa menuduh Tuti tanpa dapat membuktikan siapa lelaki yang membuat Tuti menjadi lengket.
Otaknya  yang cupet dan dirasuki perasaan jengkel menjadi bertambah mampet. Mungkin dia kepingin cari aman menghilangkan nyawa Tuti dengan cara mencari orang pintar atau dukun agar Tuti disantet. Dia pernah baca iklan para dukun sering pasang iklan di koran atau di situs internet.
Kesel, mangkel, dan jengkel banget si Benget. Dia ingin tahu siapa lelaki yang bikin hati Tuti isterinya bisa nyantel. Namun Tuti melakukan gerakan tutup mulut (GTM) membandel.
Mbelgedes! Tuti ditanya malah cuek bebek jutek pasang muka judes. Si Benget pun berulang kali main STPDN. Tuti berteriak-teriak kesakitan  karena mukanya memar biru lebam, gigi dua tiga biji rontok, dan kulitnya pada ledes. Puncak kemarahan si Benget, ya, dinihari Sabtu kelabu, nyawa Tuti yang dituduhnya berselingkuh itu pun dibikin ludes tandes!

Kata tetangga deket, tiap hari si Benget dan Tuti berdua-duaan di warung soto selalu rapet selagi berdagang soto ayam panas yang bikin tubuh penimat soto ayam menjadi anget. Justru yang memicu pertengkaran menurut versi tetangga faktanya berkebalikan. Yang berselingkuh justru si Benget.  Si Benget cintanya lagi ngebet ke si Tini sang pembantu. Birahinya kebelet dan merapet ke Tini yang suka pake celemek sembari kedua kakinya menginjak-injak menyeret keset. Eh, si Tini juga maoan orangnya. Dia terang-terangan di depan hidung Tuti membalas cinta si Benget  tidak pakai ilmu petak umpet. Dasar si Tini juga pembantu bermental kampret!

TETANGGA DAN TEMAN DEKET NGGAK BEGITU KAGET

Lain persepsi umum lain pula persepsi teman-teman dekat dan tetangga deket. Teman-teman si Benget yang mengenal dan cukup dekat dengan dia, paham betul perangai dan karakter si Benget. Mereka tahuTuti dan si Benget di rumahnya sering ribut, jadi mereka maklum. Cuma si Benget ternyata sadis banget  mengeset  tubuh Tuti sang isteri sendiri itulah yang bikin terkaget-kaget.

Si Benget itu orangnya temperamental banget, cepat tersinggung, dan mudah marah. Kalau dia sudah marah, dia ringan tangan main sikut, tampar/tonjok, pukul, dan  nendang (STPDN, padahal si Benget bukan alumni STPDN Jatinangor, Sumedang, dan belum pernah menjadi camat). Teman-teman sopir angkot ada yang pernah merasakan keberingasan si Benget di kawasan terminal Kampung Rambutan yang manusianya padet.
Ada juga kesan-kesan dari beberapa wanita yang mengenal si Benget. Kata seorang wanita pedagang kopi bertubuh kecil kontet, Marti namanya, bukan saja tutur kata dan omongan yang kasar dan jorok/ngeres, tetapi juga tingkah laku si Benget yang kasar, genit, dan doyan colak-colek bokong cewek genit yang mengerlingkan mata memainkan pelet.

Orang-orang, para tetangga, dan siapa pun yang menyaksikan rekonstruksi pembunuhan ala mutilasi yang dilakukan oleh si Benget, berharap sangat kepada polisi dan institusi hukum, agar si Benget yang sadis banget itu diseret ke meja hijau, dihukum seberat-beratnya, kalau perlu divonis hukuman mati dengan hukuman tembak yang tidak pernah meleset.

Setuju banget!

Jakarta, 10 Maret 2013

B

Jumat, 08 Maret 2013

GURU KENCING BERDIRI, MURID KENCING BERLAR




PERIBAHASA


GURU KENCING BERDIRI, MURID KENCING BERLARI

Berbicara tentang guru kita takkan pernah kehabisan bahan. Kali ini saya mengajak para pembaca untuk membahas makna peribahasa, Guru kencing berdiri, murid kencing berlari yang terkait dengan makna etika atau kesopansantunan. Pada kesempatan tulisan saya yang berjudul, Guru, Guru Digugu dan Ditiru, Guru Saru Diburu, telah dibahas tentang guru, eksistensi guru, profesi guru, dan guru saru/tidak senonoh.

Guru sebagai Model

Guru itu seperti seorang model. Kita hampir semua paham tentang hadirnya seorang model dari suatu produk, baik untuk kepentingan bisnis ataupun nonbisnis. Untuk menjadi seorang model seseorang harus melalui pendidikan dan pelatihan/kursus yang intensif. Ada sekolah khusus namanya sekolah modeling. Seringkali produsen suatu produk tertentu mensyaratkan kriteria-kriteria khusus yang membuat seorang model terpilih itu benar-benar selektif.

Contoh:
Untuk menjadi duta lingkungan hidup atau duta budaya Indonesia, modelnya adalah peraih gelar Puteri Indonesia rangking I atau rangking II. Model untuk duta kesenian angklung dari Jawa Barat yang bertugas memperkenalkan musik angklung ke Eropa misalnya, terpilih Puteri Jawa Barat Rangking I.
Syarat utama untuk bisa masuk dan ikut kontes Puteri Indonesia adalah 3B (brain, beautiful, behaviour) yang artinya cerdas, cantik menawan, dan berkelakuan baik/berakhlak baik.
Angelina Sondakh (Angie) misalnya, durasi sebagai Duta Orang Utan cuma setahun saja (2001) selagi dia menyandang gelar Puteri Indonesia Tahun 2001.

Untuk menjadi model sebuah rumah butik atau kosmetik top seperti Etiene Eigner, Elle, Gucci, atau Yvest Saint Laurent misalnya, model yang ditampilkan adalah supermodel top Cyndy Crawford, Elle Marchperson, Claudia Schiffer, Adriana Lima, dll.
Syarat untuk menjadi seorang supermodel adalah memiliki agency, wajah cantik dan seksi, pandai berlenggak-lenggok, tubuh tinggi semampai di atas rata-rata, kurus, dan memiliki jam terbang tinggi dalam dunia modeling/tenar.

Memperhatikan contoh-contoh di atas, ada tiga hal yang dapat dimaknai tentang manusia sebagai model.
Pertama, model itu harus multiintelegencies/cerdas dalam banyak intelegensia. Misalnya menguasai bahasa Indonesia oral dan written (lebih dari satu bahasa asing lebih bagus) dan mampu berkomunikasi serta pandai bergaul; menguasai musik dan mampu memainkan lebih dari satu alat musik. Untuk ikhwal wajah cantik menawan itu relatif dan debatable. Ikhwal yang satu ini lebih tepatnya adalah penampilan fisik yang sehat, segar-bugar yang selalu terjaga dan penuh keramahan di mana pun dia berada.
Kedua, model itu haruslah memiliki akhlak dan perilaku yang baik, memelihara etika dan kesopansantunan dalam pergaulan di tengah kehidupan sehari-hari di mana pun dia berada.
Ketiga, seorang model profesional tetaplah punya durasi tertentu dalam dunianya yang serba glamour/gemerlap. Kecantikan, usia, dan dunianya secara alamiah akan memberhentikan profesinya, suka atau tidak suka, dunia model harus ditinggalkannya dengan sukarela.

Apakah guru bisa menjadi model?

Seharusnya bisa! Guru tidak dituntut harus berwajah tampan atau cantik. Guru tidak dituntut harus pandai bermain musik atau menyanyi. Guru tidak dituntut harus mampu menguasai bahasa asing/mampu berkomunikasi dalam bahasa asing. Guru tidak dituntut harus terkenal.

Guru itu tugas utamanya adalah mengajar dan mendidik para siswa di kelas. Guru itu berinteraksi utamanya dengan para siswa dengan durasi waktu lima s.d. 8 jam saja per hari selama hari sekolah. Para siswa itu adalah anak-anak yang berusia SD, SMP, dan SMA (6 tahun s.d. 18 tahun). Pada waktu itulah internalisasi iptek, imtak, dan karakter terjadi dalam proses pembelajaran yang sebenarnya dengan bahasa yang dipahami. Pada waktu-waktu itulah guru tampil sebagai model bagi para siswanya, disadari atau tidak oleh guru. Contohnya?
PIlihan kata yang digunakan guru, tutur kata, dan/atau sapa guru dalam berinteraksi akan menimbulkan kesan tersendiri bagi setiap diri siswanya. Kesan bisa saja sama, bisa mirip, dan bisa pula berbeda satu sama lain.
Sikap guru ketika berbicara, duduk, berdiri, berjalan, mengajar, memanggil nama siswa, bahkan cara guru makan akan membawa kesan bagi setiap siswa.
Kebiasaan atau sesuatu yang acapkali ditampilkan guru akan dikenang oleh para siswa dengan kenangan masing-masing sesuai dengan apa yang teringat di dalam memorinya. Kebiasaan yang baik maupun kebiasaan yang buruk.
Banyak variasi cerita tentang sosok model.

Seorang mantan napi dan mantan pecandu narkoba yang telah insyaf bisa menjadi model untuk iklan/propaganda perang melawan narkoba. Seorang juragan besi rongsokan yang sukses bisa menjadi model bagi program diklat pengembangan entrepreneurship/kewirausahaan. Begitu pun serang guru sebagai model bagi para siswanya?
Seorang guru Aljabar yang berjuluk “The Killer”, 65 tahun, tertawa terpingkal-pingkal dalam sebuah acara reuni yang digelar (2005; usianya masih 40 tahun) ketika mendengar kesan seorang mantan siswa yang lulus 27 tahun ke belakang (1978). Sang mantan siswa itu mengatakan dalam kesannya, bahwa dia amat terkesan dan selalu saja ingat dengan kebiasaan sang guru Aljabar yang selalu membuka halaman per halaman buku Aljabar dengan cara membasahkan jari telunjuknya dengan air ludah di lidahnya . Katanya lagi, tiada buka halaman buku tanpa jari telunjuk mampir ke permukaan lidah.

Pertanyaannya kemudian, apakah sang mantan siswa juga meniru kebiasaan sang mantan gurunya?

Ternyata tidak. Sang mantan guru adalah seorang model yang punya kebiasaan kurang baik yang tentu tak baik ditirunya. Artinya, kebiasaan guru sebagai model yang tidak patut ditiru.

Model itu tidak menuntut untuk ditiru. Model itu hadir/dihadirkan untuk memperkuat transformasi dan internalisasi agar lebih efisien dan berdayaguna. Menghadirkan model/kehadiran model jauh lebih efektif daya dobraknya ketimbang berceramah verbalistis.

Guru sebagai Teladan

Keberadaan guru sebagai model dan guru sebagai teladan berbeda. Guru sebagai model bersifat temporer seumur model profesi lain. Guru sebagai teladan itu bersifat permanen. Guru sebagai teladan menjadi teladan di mana pun dia berada: di kelas, di sekolah, di rumah, atau di tengah masyarakat. Guru yang demikian akan selalu diingat, dikenang, dan berkesan yang baik akan membekas lama dalam diri siswa atau mantan siswa, bahkan selama hayat dikandung badan. Guru idola itu ada karena keteladanan guru ditiru dan diteladankan lagi oleh siswa kepada generasi berikutnya, Karena itu, guru sebagai teladan itu selalu hidup dan keteladanannya akan terus hidup meskipun sang guru telah berpulang/tiada.

Masyarakat boleh saja berubah, gaya hidup masyarakat boleh saja berubah, rezim, sistem pemerintahan boleh saja berganti dengan rezim dan sistem pemerintahan yang baru. Tetapi guru sebagai teladan masih tetap relevan.

Guru bertutur kata penuh etika, siswa pun bertutur kata beretika karena meneladani gurunya. Guru bergaul dengan baik penuh keramahan, siswa pun akan meneladaninya. Guru makan dengan etika, siswa pun meniru. Guru meneladankan hidup bersih dan selalu berpakaian rapi, siswa pun akan meniru.
Kalau begitu, semua “yang ada” pada guru akan ditiru oleh siswa.

Guru merokok di kelas, alamat siswa akan meniru merokok. Guru merokok lima batang, siswa merokok berbatang-batang. Guru meludah sembarangan, tak salah siswa meludah sembarangan pula.  Guru berbicara tidak etis, siswa juga meniru-niru bahkan melebihi gurunya. Gueu bertelepon sambil mengemudi, siswa pun meniru bahkan melebihi dari itu. Guru sering terlambat, siswa pun akan meniru sering terlambat.

Guru suka berbicara dengan kata-kata jorok, siswa pun meniru bahkan belebihi gurunya. Guru berbuat asusila, siswa juga akan meniru, bahkan melebihi dari gurunya.
Jadi benar juga kata peribahasa, guru kencing berdiri, murid kencing berlari.

Memang menjadi guru sejak zaman dahulu bebannya berat. Namun, bagi saudara-saudaraku yang telah menjadi guru, tetap semangat. Menjadi guru di zaman sekarang jauh lebih berat namun derajat terangkat, naik pangkat lebih cepat, gaji dan tunjangan tak pernah telat dan nilainya jelas meningkat.

Sebagai bahan renungan, simaklah QS Al Mujadalah (58): 11.

Jakarta, 8 Maret 2013