DJOKO SUSILO YANG GLAMOUR DJOKO SUSILO TAKABUR DJOKO DJOKO SUSILO LAMUR SUSILO DIGEMPUR
DJOKO SUSILO BERENANG DALAM LUMPUR DJOKO SUSILO KEJEMUR
Djoko Susilo yang Glamour
Rujukan: QS At-Takatsur (102): 1 – 2
(1) “Alhakumut takatsuur” artinya Bermegah-megahan telah melalaikan
kamu.
(2) “Hatta zurtumul maqaabir” artinya sampai kamu menziarahi kubur/masuk
ke liang kubur.
Djoko Susilo, jenderal polisi berbintang dua
(Irjenpol) adalah satu dari sedikit perwira tinggi (pati) polisi yang memang
berbintang terang di era reformasi. Jabatan-jabatan yang dia duduki adalah
jabatan “basah” dan “lebih lama” dari orang lain yang duduk di kursi yang sama.
Konon dari rumor yang berkembang di lingkungan internal Mabes Polri, Djoko
Susilo adalah pati yang dekat sekali dengan mantan Kapolri Bambang Hendarso
Danuri (BHD) dan Wakapolri Komjenpol Nanan Sukarna. Boleh jadi jabatan-jabatan
dan kursi basah yang dia duduki itu karena berkah kedekatan dengan BHD. Jabatan
terakhir Djoko Susilo sebelum KPK menggempur hingga dia menjadi penghuni Rutan
Guntur adalah Gubernur Akpol. Jabatan itu harus ditinggalkannya, bintang yang
begitu terang meneranginya pun pudar cahayanya menghilang dan justru muncul
menyinari jenderal lain yang sedang antre menunggu restu Kapolri Jenderal
Timur.
Jauh sebelum Djoko Susilo ditempatkan di “kawah”
Rutan Guntur, tidak banyak orang tahu sosok Djoko Susilo di luar lingkungan
kepolisian. Orang-orang sebagiannya hanya tahu rumor ada segelintir pati
kepolisian yang punya rekening gendut, dan mungkin saja Djoko Susilo ada di
dalam daftar pati Polri berekening gendut. Tak ada wartawan mewartakan sosok
Djoko Susilo sekerap dan segencar seperti dalam dua minggu terakhir ini (minggu
pertama dan kedua Maret 2013).
Usai perang kepentingan antara dua lembaga
penyidik, KPK dan Polri, yang tadinya berebut kue kardus-kardus bukti kasus
korupsi simulator SIM, kemudian “berdamai” setelah SBY turun tangan
melerai. KPK jelas-jelas menetapkan
status Djoko Susilo sebagai tersangka sementara Polri tidak. Pada akhirya Polri
yang ingin memeriksa internal Djoko Susilo
sama-sama menempatkan status Djoko Susilo sebagai tersangka, mengalah. KPK
berada di pihak yang menang dan meneruskan pemeriksaan terhadap tersangka Djoko
Susilo dan banyak saksi secara maraton.
Para saksi pun secara jujur mengungkapkan
semua yang mereka ketahui atau alami terkait dengan status tersangka Djoko
Susilo dalam kasus korupsi simulator SIM dengan nilai nominal di atas seratus
milyar rupiah. Kesaksian demi kesaksian, konfirmasi dan verifikasi, serta uji
kebenaran kesaksian dilakukan dengan cermat.
Kesimpulan pertama dari orang-orang yang peduli dengan kasus korupsi,
Djoko Susilo itu adalah salah satu dari jenderal Polri yang punya rekening
gendut, bukan satu dua saja rekening gendutnya, melainkan juga banyaknya
rekening gendut berbilang-bilang. Jadi sangat pas sekali kalau Djoko Susilo
hidup glamour karena punya banyak properti bertabur.
Djoko Susilo “at-takatsur” dan matanya pun
lamur
Djoko Susilo muda dulunya mungkin punya
semboyan hidup bagus, makanya dia masuk Akpol, menjadi taruna bhayangkara,
menjadi polisi aktif lebih dari dua puluh tahun, yakni semboyan luhur fastabiqul khairat (berlomba dalam
meraih kebaikan). Buktinya dia dalam
pengabdiannya selalu disinari bintang terang melebihi teman-teman seangkatannya
di Akpol. Dia lulusan Akpol Angkatan 1984 yang pertama mendapatkan pangkat
Brigjen dan Irjen dibandingkan rekan-rekan seangkatannya. Usianya belum
mencapai lima puluh tahun dan karirnya melesat cepat memegang posisi elit
sebagai Gubernur Akpol. Pangkat Brigjen didapatnya saat menjadi Dirlantas Mabes
Polri pada akhir 2008. Pangkatnya naik lagi menjadi Irjen saat Ditlantas Polri
di-upgrade menjadi Korps Lantas Polri
pada tahun 2010.
Dalam dinamika kehidupan manusia, faktor
untung atau buntung, Dewi Fortuna atau Dewa Mabok, bisikan suci para malaikat
atau bisikan keji iblis bisa hadir bersamaan. Begitu pun yang terjadi terhadap
sosok Djoko Susilo. Ada jabatan basah dalam genggamannya, ada peluang nan
lebar, dan kuatnya bisikan keji iblis memengaruhi karakter seorang Djoko
Susilo. Mata hatinya yang jernih berubah menjadi lamur. Apa lagi sistem yang
dibangun di dalam lingkungan kerja ikut berkontribusi melebarkan hasratnya
menjadi Pati Polri yang At-takaatsuur,
tambah menjadi-jadi sampai lupa daratan, hanya belum sampai ke liang kubur karena
keburu KPK datang menggempur. Djoko Susilo sekarang sedang sesak nafas ibarat
sedang berenang di dalam lumpur.
Orang-orang pun menggeleng-gelengkan kepala
dengan ulah Djoko Susilo melakukan korupsi uang negara puluhan milyar rupiah.
Uang hasil korupsi dalam nilai yang sangat besar itu digunakan olehnya untuk
membeli barbagai aset mewah bernilai milyaran rupiah hampir dua puluhan item:
rumah-rumah mewah dan tanah luas di lima kota: Semarang, Jakarta, Solo, Depok,
dan Madiun. Djoko Susilo tentu tidak bodoh membeli semua aset itu atas namanya
sendiri karena beresiko tinggi alias menelanjangi diri atau bahkan “bunuh
diri”. Dia mendustai sebagian dari kita
untuk sekian lama saja, tetapi dia tidak dapat mendustai kita semua
untuk selama-lamanya. Harta berupa properti puluhan item yang dibelinya dengan
uang yang belum jelas asal-usulnya diatasnamakan isteri, anak, atau sanak
sedulur. Di sinilah opera lakon sosok Djoko Susilo yang asli dari sisi lain mulai
terkuak. Djoko Susilo selain doyan mengoleksi properti mewah, rupanya dia bisa
seperti sosok Raden Arjuna yang doyan koleksi isteri yang didapat dari hasil
menang sayembara kesaktian luhur. Rupanya Djoko Susilo doyan wanita muda cantik
yang beraroma harum mewangi menyembur dan wajah berpoles pupur.
Djoko Susilo yang anggota aktif Polri
mempunyai isteri pertama, Suwarsih, yang tinggal di Madiun, dan empat orang
anak. Lalu dia menikahi wanita bernama Masdiana, beralamat di Pasar Minggu,
Jakarta Selatan, tahun 2001. Lalu, dia menikahi si cantik dan ayu, Dipta, mantan
Miss Solo 2008, pada bulan Desember 2008. Waw! Ajib, Brur! Tetapi saya yakin 100% resepsi pernikahannya tidak diiringi
oleh musisi Polri yang tergabung dalam Korps Musik yang para awaknya biasa
menggendong tambur.
Tak ada yang aneh sebenarnya dengan
pernikahaan Djoko Susilo dengan Masdiana maupun dengan Dipta. Dia itu adil
(indikatornya dia adil itu karena tak ada isteri-isteri mengadu ke Komnas
Perempuan karena KDRT; tidak juga isteri pertama melakukan delik aduan dengan
merujuk pasal-pasal dalam UU No. 1 Tahun 1975 tentang Perkawinan).Yang
jelas-jelas aneh adalah nekatnya Djoko Susilo memalsukan identitasnya dengan
status “jejoko” alias tidak beristri/perjaka dan wiraswasta murni ketika
menikahi kedua wanita tersebut.
Konon, demi cita-cita menyabet Dipta nan ayu teunan kuwi, Djoko Susilo
mendiskon/merabat usianya 10% - 20% dari usia pokok sesuai dengan akta
lahirnya. Mengubah status “kawin” yang asli menjadi status “tidak kawin” paten
jokolelono. Berikutnya memalsukan identitas profesi dari polisi berubah sebagai
seorang wiraswasta tajir. Itulah anehnya! Kok
yo iso to? Supaya tidak ketahuan, identitas asli dibuang dulu ke dalam
sumur.
Masdiana dan keluarga, Dipta dan keluarga,
mungkin tahu itu hanya akal-akalan, mungkin juga sama sekali tak tahu bahwa itu
akal-akalan, mungkin saja baru tahu setelah belangnya Djoko Susilo ketahuan
pada waktu akhir-akhir ini. Yang jelas mata dan hati mereka telah ikut lamur
karena ikutan “at-takatsuur” sang
suami mereka. Buktinya mereka enjoy
banget menikmati gelontoran uang, harta, benda, bunga-bunga deposito, jewelry, sertifikat tanah dan rumah,
yang oleh sang suami begitu gampang dihambur-hambur.
Dipta dan keluarga besarnya merasa sedih.
Pertama sedihnya hati karena Djoko Susilo telah menjadi tahanan rutan KPK. Tentu
saja dapat dipastikan pasokan financial, material, dan onderdil tidak lagi
dapat dinikmati karena keran air rezeki telah dipampat oleh KPK, menetes saja
tidak, boro-boro memancur, paling-paling hanya bisa untuk berkumur-kumur.
Akan tetapi kesedihan bukan saja dirasakan
oleh hati. Pikiran bertambah berat beban dari hari ke hari. Masdiana dan Dipta
harus memenuhi panggilan KPK dan diperiksa dengan status saksi. Penat sudah
awak, luntur pula pupur, hati lara tanpa pelipur, Harrier dan Camry tak bisa
lagi diluncur, rumah mewah tak nyaman lagi buat tidur karena ada plang segel
sitaan KPK terpampang di gerbang rumah mewah bak istana membujur.
Semoga mereka tidak menyesal menikah dengan
Djoko Susilo setelah mengalami kepahitan pengalaman pada beberapa hari terakhir
belakangan ini, entah sampai kapan berakhir. Toh yang jelas mereka telah
menikmati bertahun-tahun masa-masa kejayaan ketika sang suami sedang menangguk
rezeki halal dan haram sedemikian subur. Mau menutup malu cadar belum sempat
beli, lalu kena cekal pula mereka punya paspor, boro-boro bisa lari kabur.
Djoko Susilo berenang dalam kubangan harta
penuh lumpur
Dulu, zaman Djoko Susilo kanak-kanak, tentu
dia tidak asing dengan aliran sungai, parit, pematang sawah, hamparan sawah,
dan bermandian di aliran sungai yang mengalir di kota Madiun, Jawa Timur. Mungkin saja dia pernah berasyik-asyik
bermain lumpur dengan teman-teman sesama kecil dengan penuh keriangan hati.
Tetapi tentu saja dia dan teman-teman tidak berenang di dalam kubangan
kerbau yang penuh lumpur karena kotor
dan menjijikkan. Terlebih lagi di situ kerbau berkubang, di situ kerbau mandi,
di situ pula kerbau mengeluarkan kotorannya bercampur-baur.
Itu dulu, kubangan kerbau berlumpur memang
menjijikkan, bukan begitu, Jenderal? Ya,
iyalah! Kalau kemarin-kemarin? Ya, kubangan uang proyek Simulator SIM yang
bikin giur.
Seorang anggota TNI atau Polisi yang telah
menyandang pangkat Pati (Bintang 1 s.d. Bintang 4) maka promosi jabatan baginya
lebih licin dan lebih lancar berselancar di atas es meluncur. Lihat saja contoh
Kapolri Timur Pradopo. Timur Pradopo yang masih jadi Kapolda Metro Jaya dengan
pangkat Irjenpol menyalip para Pati yang sudah lebih dahulu Bintang 3,
Komjenpol, semisal Nanan Sukarna dan Gorys Mere, dan kemudian menjadi Kapolri
menggantikan BHD.
Begitu pun yang dialami Djoko Susilo. Teman-teman
seangkatan di Akpol disalipnya dan jabatan prestisius diraihnya, sampai kepada
jabatan prestisius Kakorlantas Polri yang berlahan gembur dan sarat dengan
proyek subur.
Kerja keras dengan fasilitas gemerlap dan
kekuasaan besar di tangan membuat Djoko Susilo lupa diri lupa daratan. Uang
halal atau haram yang masuk ke kantong atau rekening pribadinya ditampungnya
menjadi pundi-pundi kekayaan yang fantastis nilainya. Ya, nilai yang fantastis
untuk ukuran seorang Pati dengan pangkat Irjenpol yang bergaji/berpenghasilan
bulanan bersihnya mencapai angka 23 jutaan rupiah per bulan. Tak ada satu pun
rumus matematika yang dapat menjawab dengan tepat bahwa masa kerja aktif
sebagai pati Polri l5 tahun (bintang 1 s.d. bintang 4) dengan gaji sekian bisa
memiliki harta bernilai puluhan milyar rupiah! Kecuali jawaban di atas kertas
dengan menggunakan logika deret ukur.
Kini, Djoko Susilo dan keluarga,
isteri-isteri dan anak-anaknya harus memendam perasaan gundah galau yang
berkecamuk di dalam dada. Satu per satu harta dan aset miliknya disita karena
Djoko Susilo selama ini berkubang lumpur rezeki kotor dan harta halal dan haram
bercampur-baur. Djoko Susilo berada di rutan Guntur dan banyak terjadi perubahan
padanya, perubahan fisik pada wajah dan postur. Dia mungkin hanya bisa
mengusap dada, mengusap kening dan wajah yang tak pernah lagi disentuh air
mandi spa dan minyak lulur. Hari-hari yang sulit sampai datangnya status
pesakitan dan duduk di depan para hakim Pengadilan Tipikor dan mendengarkan
tuntutan jaksa penuntut bertutur tengang prestasi, biodata, dan daftar dosanya
yang menghablur. Hukuman pidana antara 4 tahun sampai 20 tahun dan ganti rugi
mengembalikan uang negara akan ditanggungnya setelah divonis bersalah. Ide yang
diusung oleh pengadilan tipikor adalah memiskinkan Djoko Susilo dan para
koruptor dengan harapan berefek jera, bukan sekedar hukuman badan di tengah
terik sengatan sinar matahari menjalani hukuman badan dijemur.
Inilah pembelajaran penting dan amat berharga
bagi Djoko Susilo dan siapa saja koruptor pencuri uang rakyat di negeri ini.
Para kolega, Orang-orang di sekelilingnya, serta orang-orang terdekat, bisa
jadi memetik hikmah dari balik kisah hidup seorang Djoko Susilo. Dia datang dari
sebuah desa di Madiun Jawa Timur, menapak hidup sebagai anggota polisi bergaris
tangan selalu baik dan mujur, memperoleh fasilitas negara bak air mancur,
kemudian lupa diri kepada gaya hidup glamour
mengoleksi harta berupa properti dari barat sampai ke timur, dan menikahi wanita muda nan ayu dengan mahar
hampir tak terukur.
Masih lebih bagus buat dia dengan cara ini.
Dia “at-takaatsuur” tidak sampai ke liang kubur. Usianya baru lima puluh kurang
lebih. Selepas dari penjara dan menjadi mantan napi, mungkin dia akan banyak
merefleksi diri, muhasabah, menata, menapak, dan menatap hidup murni makmur dan
senantiasa dihiasi tadabbur.
Mudah-mudahan “Polisi Hugeng” selalu
mengilhami setiap anggota Polri untuk memberikan pengabdian terbaik seperti
sosok Hugeng Iman Santoso. Mudah-mudahan “Polisi Patung” mengilhami para
anggota Polri untuk cuek bebek tidak memedulikan segala asongan suap sogok
semir. Mudah-mudahan “Polisi Tidur” mengilhami setiap isyarat akan adanya
bahaya di depan mata dan siap menghindar atau antisipatif meminimalkan resiko
bertugas agar terhindar dari derita
karena jatuh tersungkur.
Semoga.
Jakarta, 18 Maret 2013