Bahasa
Indonesia, agama, dan sosial politik
JENGKOL, TONGKOL,
ONGOL-ONGOL, BENGGOL, DAN BONGGOL
(Harga jengkol meroket
bikin kaum ibu mendongkol)
jengkol
Kata jengkol untuk sebagian besar orang
tentu sangat familiar tetapi tidak
untuk sebagian yang lain. Jengkol adalah sejenis tanaman berakar tunggang dan
berpokok batang dan dahan dengan tinggi bisa mencapai 25 meter dengan daun yang
rimbun.
Pokok
batangnya bisa dijadikan papan untuk dinding, dahannya untuk patok pembatas
tanah, dan rantingnya untuk kayu bakar. Tentu saja jengkol tidak akan banyak dikenal orang jika tidak karena buahnya. Buah
jengkol berbentuk polong dan pada setiap polong terdapat empat atau lima biji
jengkol. Nama lain dari jengkol
adalah jering. Kata jering ini hampir tidak dikenal orang dan mungkin akan
menjadi kata yang punah karena tak pernah dipakai lagi. Pengguna bahasa lebih
senang menggunakan kata jengkol saja dan karenanya menjadi lebih ngepop dan ngetop.
Topik
bahasan jengkol pada tulisan ini
adalah buahnya.
Bagi
sebagian orang yang familiar dan pastinya doyan makan jengkol, kehadiran buah jengkol yang terhidang di atas meja
makan sebagai lauk menemani nasi tentu menggirangkan hati dan menambah selera penikmatnya.
Jengkol yang sudah tua bisa dijadikan lalapan mentah yang dilengkapi sambal
dadakan di cobek. Jengkol bisa diolah dengan cara direbus sampai lunak, lalu
disemur kecap dengan kuah kental dengan warna kuahnya yang hitam atau coklat
tua, aroma khasnya menjadi daya tarik, dan dipastikan penikmatnya akan
ketagihan karena makan semur jengkol rasa beefsteak.
Bahkan buah jengkol bisa diolah untuk dijadikan keripik.
“Lupakan
baunya yang menyengat! Lupakan dampak kejengkolan! Lupakan asam urat dan
kolesterol! Yang penting selera makan tinggi rasanya legit asli rasa jengkol” begitulah kalimat penikmat
jengkol yang fanatik berkilah.
Kaum
ibu yang selalu ingin memanjakan suami penikmat jengkol tentu setiap hari harus
bisa menghadirkan jengkol sebagai bagian dari lauk teman nasi di rumah. Mereka
akan mudah mendapatkan jengkol di pasar tradisional atau di pasar modern.
Hampir tiada hari pasar tanpa hamparan buah jengkol di lapak-lapak pedagang
sayur. Jengkol hadir seperti tidak bermusim.
Tapi,
itu dulu!
Minggu
awal Juni 2013 ini, buah jengkol sahabat kaum ibu tak tampak di lapak-lapak
pedagang sayur di pasar-pasar tradisional, juga di pasar modern. Ibu-ibu rumah
tangga pelanggan jengkol pun kelimpungan, bingung, dan menjadi resah.
Tetapi
bukan ibu-ibu rumah tangga saja yang kelimpungan, para pedagang pun tak kalah
bingung karena buah jengkol sulit didapat.
“Ke
mana jengkolku?” tanya mereka sambil menggaruk kepala.
Mereka
bukanlah spekulan pelaku pasar yang nakal dan ingin menimbun, menahan barang,
dan bespekulasi melempar barang ke pasar dengan harga tinggi. Mereka memang tidak
mendapatkan pasokan jengkol dari para pengumpul/grosir/tengkulak.
Hukum
ekonomi pasar pun berlaku tentang hukum penawaran (supply) dan permintaan (demand).
Jika penawaran turun atau persediaan berkurang dan permintaan naik, harga
barang pasti naik. Jika penawaran naik dan permintaan tetap, apa lagi turun,
maka harga pasti turun. Harga jengkol biasanya berkisar antara
Rp
5.000,00 – Rp 7.000,00 per kg. berubah meroket ke angka Rp 50.000,00 – Rp
60.000,00. Luar biasa! Kebaikan harganya sepuluh kali lipat.
Mengapa
ini bisa terjadi?
Rumor
pun berkembang. Argumentasi dari berbagai kalangan pebisnis dan penikmat
jengkol pun terlontar. Argumentasi pertama misalnya, jengkol sulit didapat
lantaran habitat jengkol sudah berkurang entah dengan sengaja atau tidak.
Pohon-pohon jengkol sudah banyak ditebang untuk keperluan lain yang lebih besar
ketimbang memanen buah jengkol yang sama sekali tidak menguntungkan. Bukti tak
terbantahkan, di Jakarta misalnya, warga Jakarta yang doyan jengkol, menebang
pohon jengkol dan pohon buah-buah lainnya, demi kepentingan membangun
perumahan, apartemen, atau jalan raya. Begitu juga di daerah lain. Kepentingan
akan papan jauh lebih penting dan menguntungkan ketimbang pangan buah jengkol.
Selama ini ada anggapan, para penikmat jengkol itu orang kampung dan karenanya
pangan jengkol itu pangan kampungan. Mereka , kebanyakan para penikmat jengkol
ini ada di sudut-sudut kota atau di desa-desa. Buktinya buah jengkol cuma hadir
di lapak-lapak tukang sayur tradisional dan seperti dibiarkan berserakan
seperti tak memiliki nilai jual. Rakyat dari kalangan mana yang biasa
bertransaksi di pasar-pasar tradisional? Rakyat dari kalangan masyarakat bawah,
bukan?
Kalau
ada buah jengkol sekarang-sekarang ini ada di mall-mall dan pujasera, sepertinya adalah keajaiban, atau boleh
jadi proses coba-coba dari para pebisnis pangan, spekulatif, kali-kali aja menguntungkan.
Argumentasi
kedua adalah, teknologi di bidang pangan yang semakin maju, buah jengkol bisa
diolah variatif menjadi bahan pangan untuk manusia dari berbagai kalangan,
bukan lagi untuk orang kampung saja, melainkan sudah merambah menggugah selera
makan orang kota dari kalangan menengah ke atas, bahkan masuk ke dapur hotel
berbintang dan dapur istana. Ibu Negara dan istri para menteri ternyata banyak
yang doyan makan jengkol. Bahkan satu dua orang menteri dan beberapa anggota
legislator, beberapa bupati, beberapa walikota, dan banyak orang kaya sudah
tidak malu-malu lagi mengaku sebagai penikmat jengkol. Ada materi kampanye
kandidat legislator mengampanyekan perlunya meningkatkan peran jengkol sebagai
bahan pangan yang prestisius. Buktinya ketika mereka berpidato atau berkampanye,
dari mulutnya ada aroma bau jengkol.
Aroma jengkol yang khas dan sebagian orang tidak menyukainya itu tidak mudah
dihilangkan hanya dengan mengunyah permen karet ala Fergie (Alex Ferguson, mbahnya Manchester United).
Melihat
peluang eksistensi jengkol yang cukup menjanjikan dan memiliki prospek bisnis
yang mungkin cerah, bermunculan para spekulan jengkol yang bermain api
memainkan harga ala kapitalis. Boleh
jadi mereka berlaku seperti pengijon yang pastilah merugikan pemilik pohon
jengkol. Boleh jadi mereka menjadi pelaku grosir jengkol yang menimbun jengkol
berton-ton, lalu melepaskan jengkol ke pasar dengan harga meroket, atau
bersedia melepaskan jengkol dari timbunan gudang dengan imbalan fee ala fee daging sapi impor gawenya sang mantan Presiden PKS Lutfhi
Hasan Ishaq dan makelar si don juan
Ahmad Fathanah.
Kasus
kelangkaan jengkol tentu membuat sebagian orang menjadi dongkol, terutama
pedagang jengkol dan kaum ibu yang suaminya doyan jengkol. Kalaulah ada
pengusaha, makelar, aparat Kementerian Negara Pertanian, atau satu dua
legislator mengupayakan impor dan bermain fee
dengan jengkol seperti bermain fee
pada daging sapi impor, mari kita sumpahin
biar para pelaku bisnis yang nakal pada
kejengkolan, biar tau rasa sakitnya
kejengkolan!
ongol-ongol
Ongol-ongol adalah penganan yang dibuat dari campuran
tepung sagu, kelapa, dan gula. Ongol-ongol itu lembek, warnanya dominan coklat,
dan rasanya manis. Seperti halnya jengkol, ongol-ongol adalah makanan khas
warga Jakarta. Pada era tahun enam puluhan sampai tujuh puluhan, warga Jakarta
masih bisa menikmati rasa ongol-ongol. Hanya warga kalangan bawah yang doyan
ongol-ongol dan suka jajan ongol-ongol karena harganya murah. Mereka tidak tahu
kandungan gizi di dalamnya. Ongol-ongol tak pernah tampak dihidangkan untuk
para tamu oleh empunya hajat di kampung-kampung karena memang pangan
ongol-ongol tak bergengsi. Apatah lagi dihidangkan di meja hidangan hotel-hotel
ketika warga Jakarta mengadakan perhelatan.
Pada
awal abad XXI, penganan yang bernama ongol-ongol sudah tidak pernah muncul di
depan publik, di pasar kue di pasar subuh di Perempatan Senen-Kramat, Jakarta
Pusat, tidak juga di toko kue, tidak pula diproduksi oleh tukang kue,
Ongol-ongol hampir punah, dan bahkan ongol-ongol hanya tinggal nama saja. Rasa
ongol-ongol yang manis ternyata tidak semanis nasibnya. Nasib ongol-ongol yang
empunya rasa manis tidak secerah nasib jengkol yang baunya menyengat yang bikin
lubang hidung seperti terkena mimis.
tongkol
Tongkol adalah sejenis ikan laut. Tongkol termasuk
jenis cakalang. Ukurannya mencapai panjang 122 cm, berat mencapai 16,5 kg, dan
umurnya bisa mencapai 10 tahun. Tongkol hidup dalam kelompok kecil antara
seratusan ekor dan dalam kelompok besar sampai lima ribuan ekor.
Daging
tongkol berkualitas baik, rasa daging tongkol lezat, dan dapat diolah dalam
banyak variasi olahan, baik dalam bentuk ikan mentah maupun ketika dimasak. Daging
tongkol dalam olahan mentah misalnya dengan cara dipindang/cue tongkol, ikan segar, diasap, dikeringkan, diasinkan, ikan beku,
atau dikemas dalam ikan kalengan dari berbagai jenis tongkol. Dalam olahan
masakan, aneka masakan ikan tongkol tampil dengan aneka jenis: gulai ikan
tongkol, ikan tongkol bumbu kuning, ikan tongkol asam pedas, dan ikan tongkol
balado.
Indonesia
adalah negeri kepulauan dengan perairan yang lebih luas daripada luas daratan,
rasio lautan dengan daratannya adalah 3 : 2. Lautan yang ada di wilayah negeri
tercinta ini kaya raya dengan biodata laut. Perairan laut Indonesia cocok
dengan kehidupan tongkol dan tongkol menjadi salah satu jenis kekayaan laut
kita.. Potensi dan juga produksi tongkol amat besar dan cukup menggiurkan para
nelayan dan pencari ikan. Beberapa pelabuhan pendaratan tongkol yang penting di
Indonesia,
di antaranya, adalah Manado, Padang, Cilacap, Tegal, dan Sumenep.
Musim tangkap
tongkol di beberapa wilayah berbeda-beda. Di Indonesia, musim tangkap tongkol
adalah pada bulan Agustus sampai Oktober. Ikan ini umumnya ditangkap bercampur
dengan jenis lain. Alat tangkap yang digunakan terutama adalah jaring insang,
dan juga pancing tonda. Kadang-kadang ikan ini didapat pula lewat pengoperasian
pukat pantai atau pancing rawai. Lebih banyak atau sebagian besar nelayan kita
masih menangkap ikan dengan cara tradisional karena ketiadaan modal.
Sedikit
saja nelayan kita yang menggunakan peralatan modern mengeksploitasi kekayaan
laut berupa ikan, termasuk tongkol. Lebih banyak nelayan asing yang menggunakan
peralatan modern dalam mengeksploitasi ikan. Bahkan para pencari ikan dari
mancanegara ikut mencari dengan cara mencuri tongkol kita.
benggol
Benggol, artinya: 1. benjol;
2) mata uang tembaga yang dipakai pada zaman penjajahan Belanda yang bernilai
2,5 sen; 3) kepala penjahat; 4) tokoh terkemuka (di partai); gembong.
Contoh
penggunaan kata benggol dalam
kalimat:
i.
Menjengkelkan!
Rasa sakit di bokongku rupanya karena ada
benggol sebesar biji jagung di sana.
ii.
Masih
bagus nasib pekerja zaman kolonial Belanda daripada Jepang. Para pekerja zaman
kolonial Belanda mereka bisa menerima upah sebenggol
dua benggol setiap minggunya.
iii.
Jangan
heran dengan banyaknya tato di sekujur tubuh Bang Joli. Dia itu mantan benggol kelompok bajing loncat.
iv.
Kartosuwiryo
bisa disebut benggol DI/TII yang
berambisi mendirikan NII.
bonggol
Bonggol, jenis kata kerja
yang berasal dari bahasa Jawa kuno yang artinya pukul. Arti lain kata bonggol
dari bahasa percakapan akat vital laki-laki.
Dalam
kehidupan rumah tangga masyarakat Jawa, secara filosofis, keharmonisan hubungan
suami-isteri salah satunya dengan kehadiran benggol
dan bonggol. Bagaimana menjelaskan
hal ini?
Benggol dan bonggol itu terkait dengan tanggung
jawab suami terhadap istri. Suami berkewajiban menafkahi istri secara lahiriah dan batiniah. Nafkah lahiriah adalah
memberikan benggol kepada istri dalam bentuk uang belanja untuk
dibelanjakan. Suami juga menafkahi batiniah sebagai bukti laki-laki dengan
memberikan bonggol (kebutuhan
seksual) demi memanjakan istri. Isteri yang menerima benggol dan bonggol
dijamin akan bahagia dan tidak akan mencari pria idaman lain (PIL) dengan
menggalakkan selingkuh.
Agak
menyimpang dari topik benggol dan bonggol berkaitan dengan kewajiban suami
dan hak istri, ada istilah dari dua kata yang lain, yaitu mamah dan mlumah. Kata mamah
artinya makan dan kata mlumah artinya
tidur. Mamah dan mlumah itu ada pada istri (menyindir peran istri yang terlalu
disederhanakan dan pelecehan terhadap istri). Mamah dimaknai secara sederhana, bahwa istri itu ada di rumah dan
fungsinya sekedar cuma bisa makan, menyiapkan hidangan, dan menemani suami
makan. Mlumah dimaknai, bahwa istri
itu bisa tidur pulas, menemani suami tidur, dan siap sedia melayani suami beraktivitas
di tempat tidur sampai suami capek dan lemas serta bisa tidur pulas.
Konon,
dimaknai secara sederhana filosofi ini, istri yang bisa mamah dan mlumah akan
dapat memelihara keharmonisan rumah tangga, serta berprospek menghindari
kemungkinan suami memiliki wanita idaman lain (WIL) atau kecenderungan berbuat
selingkuh.
Jakarta,
19 Juni 2013
Kamis, Juni 2013
Bahasa
Indonesia
Bentuk
tunggal dan bentuk jamak kata-kata serapan dari bahasa Latin
DATA, KRITERIA,
PROMOVENDUS, DAN ALUMNI
Data
Kata
data termasuk kelas kata nomina yang
artinya: 1. keterangan yang benar dan nyata; 2. Keterangan atau bahan nyata
yang dapat dijadikan dasar kajian (analisis atau kesimpulan). Contoh
penempatannya dalam kalimat:
i.
Data usia penduduk sangat
diperlukan untuk keperluan pemilu.
ii.
Kami
membutuhkan data banyaknya siswa
miskin di kecamatan ini.
iii.
Sulit
menentukan kebijakan pemberian bantuan sosial raskin tanpa adanya data penduduk miskin.
data adalah bentuk jamak
(plural). Bentuk tunggal (singular) data adalah datum. Kata data lebih banyak dipakai dalam bahasa Indonesia dalam bentuk
tunggal untuk mewakili bentuk tunggalnya, yakni kata datum. Bentuk jamaknya menjadi data-data.
Kita tidak mengenal frasa beberapa datum,
sebagian besar datum, atau datum-datum.
Kriteria
Kata kriteria termasuk kelas kata nomina
yang artinya ukuran yang menjadi dasar penilaian atau penetapan.
kriteria adalah bentuk jamak.
Bentuk tunggal kriteria adalah kriterium.
Kata kriteria dalam bahasa Indonesia
dipakai sebagai bentuk tunggal. Bentuk jamaknya menjadi kriteria-kriteria; beberapa
kriteria; sebagian besar kriteria; dll. Kita tidak mengenal frasa sepuluh kriterium,
sebagian kecil kriterium, atau kriterium-kriterium.
alumni
Kata
alumni termasuk kelas kata nomina
yang artinya orang-orang yang telah mengikuti atau tamat dari suatu sekolah
atau perguruan tinggi
alumni adalah bentuk jamak. Bentuk tunggal alumni adalah alumnus.
Seperti halnya dengan kata data dan kriteria, kata alumni yang aslinya dalam bentuk jamak dipakai dalam bahasa
Indonesia sebagai bentuk tunggal. Kata alumnus
sebagai bentuk tunggal tidak dipakai. Seperti halnya datum dan kriterium, kita
tidak mengenal frasa beberapa orang alumnus, tujuh orang alumnus, atau
alumnus-alumnus.
Kata-kata
data, kriteria, dan alumni merupakan kata serapan dari bahasa Latin itu lebih
kerap dipakai dan lebih dikenal dalam bentuk jamaknya daripada kata itu dalam
bentuk tunggalnya. Dalam pemakaian bahasa Indonesia kata-kata tersebut diberi
arti sebagai bentuk tunggalnya. Untuk bentuk jamaknya ditulis data-data,
kriteria-kriteria, dan alumni-alumni.
Sebagian
kata yang diserap dari bahasa latin lebih dikenal dan lebih banyak dipakai
dalam bentuk tunggal daripada bentuk jamaknya. Contohnya adalah beberapa kata
yang ditampilkan di bawah ini.
promovendus
Kata
promovendus termasuk kelas kata
nomina yang artinya sarjana yang menyusun disertasi dan mempertahankannya untuk
memperoleh gelar doktor di perguruan tinggi.
promovendus adalah bentuk tunggal. Bentuk jamak promovendus adalah promovendi.
Dalam bahasa Indonesia kata promovendus
dipakai dalam bentuk tunggal maupun bentuk jamak.
sanatorium
sanatorium termasuk
kelas kata nomina yang artinya: 1. Rumah sakit yang juga berfungsi sebagai
tempat merawat penderita penyakit paru-paru dengan kombinasi pnyembuhan, diet,
dan senam yang ketat; 2. peristirahatan untuk menyembuhkan orang yang
berpenyakit tertentu; 3. tempat penyembuhan orang yang berpenyakit kronis.
Kata sanatorium adalah bentuk tunggal. Bentuk jamaknya adalah sanatoria. Dalam bahasa Indonesia kata sanatorium
dipakai dalam bentuk tunggal dan juga bentuk jamak dan tidak menggunakan kata
sanatoria.
adendum
Kata
adendum adalah kelas kata nomina bentuk
tunggal yang artinya: 1. Jilid
tambahan pada buku; lampiran; ketentuan atau pasal tambahan, misalnya pada akta
atau surat perjanjian. Bentuk jamak adendum adalah adenda. Dalam bahasa Indonesia kata adendum dipakai dalam bentuk tunggal dan
bentuk jamak. Kata adenda tidak
pernah dipakai.
Kata-kata
lain yang diperlakukan sama adalah sebagai berikut:
stimulus dan bukan stimuli
kalkulus dan bukan kalkuli
silabus dan bukan silabi
radius dan bukan radi
modus dan bukan modi
Jakarta,
19 Juni 2013