Selasa, 18 Juni 2013

JENGKOL, TONGKOL, ONGOL-ONGOL, BENGGOL, DAN BONGGOL



Bahasa Indonesia, agama, dan sosial politik

JENGKOL, TONGKOL, ONGOL-ONGOL, BENGGOL, DAN BONGGOL
(Harga jengkol meroket bikin kaum ibu mendongkol)
jengkol
Kata jengkol untuk sebagian besar orang tentu sangat familiar tetapi tidak untuk sebagian yang lain. Jengkol adalah sejenis tanaman berakar tunggang dan berpokok batang dan dahan dengan tinggi bisa mencapai 25 meter dengan daun yang rimbun.
Pokok batangnya bisa dijadikan papan untuk dinding, dahannya untuk patok pembatas tanah, dan rantingnya untuk kayu bakar. Tentu saja jengkol tidak akan banyak dikenal orang jika tidak karena buahnya. Buah jengkol berbentuk polong dan pada setiap polong terdapat empat atau lima biji jengkol. Nama lain dari jengkol adalah jering. Kata jering ini hampir tidak dikenal orang dan mungkin akan menjadi kata yang punah karena tak pernah dipakai lagi. Pengguna bahasa lebih senang menggunakan kata jengkol saja dan karenanya menjadi lebih ngepop dan ngetop.
Topik bahasan jengkol pada tulisan ini adalah buahnya.
Bagi sebagian orang yang familiar dan pastinya doyan makan jengkol, kehadiran buah jengkol yang terhidang di atas meja makan sebagai lauk menemani nasi tentu menggirangkan hati dan menambah selera penikmatnya. Jengkol yang sudah tua bisa dijadikan lalapan mentah yang dilengkapi sambal dadakan di cobek. Jengkol bisa diolah dengan cara direbus sampai lunak, lalu disemur kecap dengan kuah kental dengan warna kuahnya yang hitam atau coklat tua, aroma khasnya menjadi daya tarik, dan dipastikan penikmatnya akan ketagihan karena makan semur jengkol rasa beefsteak. Bahkan buah jengkol bisa diolah untuk dijadikan keripik.
“Lupakan baunya yang menyengat! Lupakan dampak kejengkolan! Lupakan asam urat dan kolesterol! Yang penting selera makan tinggi rasanya legit  asli rasa jengkol” begitulah kalimat penikmat jengkol yang fanatik berkilah.
Kaum ibu yang selalu ingin memanjakan suami penikmat jengkol tentu setiap hari harus bisa menghadirkan jengkol sebagai bagian dari lauk teman nasi di rumah. Mereka akan mudah mendapatkan jengkol di pasar tradisional atau di pasar modern. Hampir tiada hari pasar tanpa hamparan buah jengkol di lapak-lapak pedagang sayur. Jengkol hadir seperti tidak bermusim.
Tapi, itu dulu!
Minggu awal Juni 2013 ini, buah jengkol sahabat kaum ibu tak tampak di lapak-lapak pedagang sayur di pasar-pasar tradisional, juga di pasar modern. Ibu-ibu rumah tangga pelanggan jengkol pun kelimpungan, bingung, dan menjadi resah.
Tetapi bukan ibu-ibu rumah tangga saja yang kelimpungan, para pedagang pun tak kalah bingung karena buah jengkol sulit didapat.
“Ke mana jengkolku?” tanya mereka sambil menggaruk kepala.
Mereka bukanlah spekulan pelaku pasar yang nakal dan ingin menimbun, menahan barang, dan bespekulasi melempar barang ke pasar dengan harga tinggi. Mereka memang tidak mendapatkan pasokan jengkol dari para pengumpul/grosir/tengkulak.
Hukum ekonomi pasar pun berlaku tentang hukum penawaran (supply) dan permintaan (demand). Jika penawaran turun atau persediaan berkurang dan permintaan naik, harga barang pasti naik. Jika penawaran naik dan permintaan tetap, apa lagi turun, maka harga pasti turun. Harga jengkol biasanya berkisar antara
Rp 5.000,00 – Rp 7.000,00 per kg. berubah meroket ke angka Rp 50.000,00 – Rp 60.000,00. Luar biasa! Kebaikan harganya sepuluh kali lipat.
Mengapa ini bisa terjadi?
Rumor pun berkembang. Argumentasi dari berbagai kalangan pebisnis dan penikmat jengkol pun terlontar. Argumentasi pertama misalnya, jengkol sulit didapat lantaran habitat jengkol sudah berkurang entah dengan sengaja atau tidak. Pohon-pohon jengkol sudah banyak ditebang untuk keperluan lain yang lebih besar ketimbang memanen buah jengkol yang sama sekali tidak menguntungkan. Bukti tak terbantahkan, di Jakarta misalnya, warga Jakarta yang doyan jengkol, menebang pohon jengkol dan pohon buah-buah lainnya, demi kepentingan membangun perumahan, apartemen, atau jalan raya. Begitu juga di daerah lain. Kepentingan akan papan jauh lebih penting dan menguntungkan ketimbang pangan buah jengkol. Selama ini ada anggapan, para penikmat jengkol itu orang kampung dan karenanya pangan jengkol itu pangan kampungan. Mereka , kebanyakan para penikmat jengkol ini ada di sudut-sudut kota atau di desa-desa. Buktinya buah jengkol cuma hadir di lapak-lapak tukang sayur tradisional dan seperti dibiarkan berserakan seperti tak memiliki nilai jual. Rakyat dari kalangan mana yang biasa bertransaksi di pasar-pasar tradisional? Rakyat dari kalangan masyarakat bawah, bukan?
Kalau ada buah jengkol sekarang-sekarang ini ada di mall-mall dan pujasera, sepertinya adalah keajaiban, atau boleh jadi proses coba-coba dari para pebisnis pangan, spekulatif, kali-kali aja menguntungkan.
Argumentasi kedua adalah, teknologi di bidang pangan yang semakin maju, buah jengkol bisa diolah variatif menjadi bahan pangan untuk manusia dari berbagai kalangan, bukan lagi untuk orang kampung saja, melainkan sudah merambah menggugah selera makan orang kota dari kalangan menengah ke atas, bahkan masuk ke dapur hotel berbintang dan dapur istana. Ibu Negara dan istri para menteri ternyata banyak yang doyan makan jengkol. Bahkan satu dua orang menteri dan beberapa anggota legislator, beberapa bupati, beberapa walikota, dan banyak orang kaya sudah tidak malu-malu lagi mengaku sebagai penikmat jengkol. Ada materi kampanye kandidat legislator mengampanyekan perlunya meningkatkan peran jengkol sebagai bahan pangan yang prestisius. Buktinya ketika mereka berpidato atau berkampanye, dari mulutnya  ada aroma bau jengkol. Aroma jengkol yang khas dan sebagian orang tidak menyukainya itu tidak mudah dihilangkan hanya dengan mengunyah permen karet ala Fergie (Alex Ferguson, mbahnya Manchester United).
Melihat peluang eksistensi jengkol yang cukup menjanjikan dan memiliki prospek bisnis yang mungkin cerah, bermunculan para spekulan jengkol yang bermain api memainkan harga ala kapitalis.  Boleh jadi mereka berlaku seperti pengijon yang pastilah merugikan pemilik pohon jengkol. Boleh jadi mereka menjadi pelaku grosir jengkol yang menimbun jengkol berton-ton, lalu melepaskan jengkol ke pasar dengan harga meroket, atau bersedia melepaskan jengkol dari timbunan gudang dengan imbalan fee ala fee daging sapi impor gawenya sang mantan Presiden PKS Lutfhi Hasan Ishaq dan makelar si don juan Ahmad Fathanah.
Kasus kelangkaan jengkol tentu membuat sebagian orang menjadi dongkol, terutama pedagang jengkol dan kaum ibu yang suaminya doyan jengkol. Kalaulah ada pengusaha, makelar, aparat Kementerian Negara Pertanian, atau satu dua legislator mengupayakan impor  dan  bermain fee dengan jengkol seperti bermain fee pada daging sapi impor, mari kita sumpahin biar para pelaku bisnis yang nakal pada kejengkolan, biar tau rasa sakitnya kejengkolan!
ongol-ongol
Ongol-ongol  adalah penganan yang dibuat dari campuran tepung sagu, kelapa, dan gula. Ongol-ongol itu lembek, warnanya dominan coklat, dan rasanya manis. Seperti halnya jengkol, ongol-ongol adalah makanan khas warga Jakarta. Pada era tahun enam puluhan sampai tujuh puluhan, warga Jakarta masih bisa menikmati rasa ongol-ongol. Hanya warga kalangan bawah yang doyan ongol-ongol dan suka jajan ongol-ongol karena harganya murah. Mereka tidak tahu kandungan gizi di dalamnya. Ongol-ongol tak pernah tampak dihidangkan untuk para tamu oleh empunya hajat di kampung-kampung karena memang pangan ongol-ongol tak bergengsi. Apatah lagi dihidangkan di meja hidangan hotel-hotel ketika warga Jakarta mengadakan perhelatan.
Pada awal abad XXI, penganan yang bernama ongol-ongol sudah tidak pernah muncul di depan publik, di pasar kue di pasar subuh di Perempatan Senen-Kramat, Jakarta Pusat, tidak juga di toko kue, tidak pula diproduksi oleh tukang kue, Ongol-ongol hampir punah, dan bahkan ongol-ongol hanya tinggal nama saja. Rasa ongol-ongol yang manis ternyata tidak semanis nasibnya. Nasib ongol-ongol yang empunya rasa manis tidak secerah nasib jengkol yang baunya menyengat yang bikin lubang hidung seperti terkena mimis.


tongkol
Tongkol  adalah sejenis ikan laut. Tongkol termasuk jenis cakalang. Ukurannya mencapai panjang 122 cm, berat mencapai 16,5 kg, dan umurnya bisa mencapai 10 tahun. Tongkol hidup dalam kelompok kecil antara seratusan ekor dan dalam kelompok besar sampai lima ribuan ekor.
Daging tongkol berkualitas baik, rasa daging tongkol lezat, dan dapat diolah dalam banyak variasi olahan, baik dalam bentuk ikan mentah maupun ketika dimasak. Daging tongkol dalam olahan mentah misalnya dengan cara dipindang/cue tongkol, ikan segar, diasap, dikeringkan, diasinkan, ikan beku, atau dikemas dalam ikan kalengan dari berbagai jenis tongkol. Dalam olahan masakan, aneka masakan ikan tongkol tampil dengan aneka jenis: gulai ikan tongkol, ikan tongkol bumbu kuning, ikan tongkol asam pedas, dan ikan tongkol balado.
Indonesia adalah negeri kepulauan dengan perairan yang lebih luas daripada luas daratan, rasio lautan dengan daratannya adalah 3 : 2. Lautan yang ada di wilayah negeri tercinta ini kaya raya dengan biodata laut. Perairan laut Indonesia cocok dengan kehidupan tongkol dan tongkol menjadi salah satu jenis kekayaan laut kita.. Potensi dan juga produksi tongkol amat besar dan cukup menggiurkan para nelayan dan pencari ikan. Beberapa pelabuhan pendaratan tongkol yang penting di Indonesia, di antaranya, adalah Manado, Padang, Cilacap, Tegal, dan Sumenep.
Musim tangkap tongkol di beberapa wilayah berbeda-beda. Di Indonesia, musim tangkap tongkol adalah pada bulan Agustus sampai Oktober. Ikan ini umumnya ditangkap bercampur dengan jenis lain. Alat tangkap yang digunakan terutama adalah jaring insang, dan juga pancing tonda. Kadang-kadang ikan ini didapat pula lewat pengoperasian pukat pantai atau pancing rawai. Lebih banyak atau sebagian besar nelayan kita masih menangkap ikan dengan cara tradisional karena ketiadaan modal.
Sedikit saja nelayan kita yang menggunakan peralatan modern mengeksploitasi kekayaan laut berupa ikan, termasuk tongkol. Lebih banyak nelayan asing yang menggunakan peralatan modern dalam mengeksploitasi ikan. Bahkan para pencari ikan dari mancanegara ikut mencari dengan cara mencuri tongkol kita.
benggol
Benggol, artinya: 1. benjol; 2) mata uang tembaga yang dipakai pada zaman penjajahan Belanda yang bernilai 2,5 sen; 3) kepala penjahat; 4) tokoh terkemuka (di partai); gembong.
Contoh penggunaan kata benggol dalam kalimat:
i.              Menjengkelkan! Rasa sakit di bokongku rupanya karena ada benggol sebesar biji jagung di sana.
ii.            Masih bagus nasib pekerja zaman kolonial Belanda daripada Jepang. Para pekerja zaman kolonial Belanda mereka bisa menerima upah sebenggol dua benggol setiap minggunya.
iii.           Jangan heran dengan banyaknya tato di sekujur tubuh Bang Joli. Dia itu mantan benggol kelompok bajing loncat.
iv.           Kartosuwiryo bisa disebut benggol DI/TII yang berambisi mendirikan NII.
bonggol
Bonggol, jenis kata kerja yang berasal dari bahasa Jawa kuno yang artinya pukul. Arti lain kata bonggol dari bahasa percakapan akat vital laki-laki.
Dalam kehidupan rumah tangga masyarakat Jawa, secara filosofis, keharmonisan hubungan suami-isteri salah satunya dengan kehadiran benggol dan bonggol. Bagaimana menjelaskan hal ini?
Benggol dan bonggol itu terkait dengan tanggung jawab suami terhadap istri. Suami berkewajiban menafkahi istri secara lahiriah dan batiniah. Nafkah lahiriah adalah memberikan benggol kepada istri dalam bentuk uang belanja untuk dibelanjakan. Suami juga menafkahi batiniah sebagai bukti laki-laki dengan memberikan bonggol (kebutuhan seksual) demi memanjakan istri. Isteri yang menerima benggol dan bonggol dijamin akan bahagia dan tidak akan mencari pria idaman lain (PIL) dengan menggalakkan selingkuh.
Agak menyimpang dari topik benggol dan bonggol berkaitan dengan kewajiban suami dan hak istri, ada istilah dari dua kata yang lain, yaitu mamah dan mlumah. Kata mamah artinya makan dan kata mlumah artinya tidur. Mamah dan mlumah itu ada pada istri (menyindir peran istri yang terlalu disederhanakan dan pelecehan terhadap istri). Mamah dimaknai secara sederhana, bahwa istri itu ada di rumah dan fungsinya sekedar cuma bisa makan, menyiapkan hidangan, dan menemani suami makan. Mlumah dimaknai, bahwa istri itu bisa tidur pulas, menemani suami tidur, dan siap sedia melayani suami beraktivitas di tempat tidur sampai suami capek dan lemas serta bisa tidur pulas.
Konon, dimaknai secara sederhana filosofi ini, istri yang bisa mamah dan mlumah akan dapat memelihara keharmonisan rumah tangga, serta berprospek menghindari kemungkinan suami memiliki wanita idaman lain (WIL) atau kecenderungan berbuat selingkuh.
Jakarta, 19 Juni 2013

Kamis,  Juni 2013
Bahasa Indonesia
Bentuk tunggal dan bentuk jamak kata-kata serapan dari bahasa Latin
DATA, KRITERIA, PROMOVENDUS, DAN ALUMNI
Data
Kata data termasuk kelas kata nomina yang artinya: 1. keterangan yang benar dan nyata; 2. Keterangan atau bahan nyata yang dapat dijadikan dasar kajian (analisis atau kesimpulan). Contoh penempatannya dalam kalimat:
i.              Data usia penduduk sangat diperlukan untuk keperluan pemilu.
ii.            Kami membutuhkan data banyaknya siswa miskin di kecamatan ini.
iii.           Sulit menentukan kebijakan pemberian bantuan sosial raskin tanpa adanya data penduduk miskin.
data adalah bentuk jamak (plural). Bentuk tunggal (singular) data adalah datum. Kata data lebih banyak dipakai dalam bahasa Indonesia dalam bentuk tunggal untuk mewakili bentuk tunggalnya, yakni kata datum. Bentuk jamaknya menjadi data-data. Kita tidak mengenal frasa beberapa datum, sebagian besar datum, atau datum-datum.
Kriteria
Kata kriteria termasuk kelas kata nomina yang artinya ukuran yang menjadi dasar penilaian atau penetapan.
kriteria adalah bentuk jamak. Bentuk tunggal kriteria adalah kriterium. Kata kriteria dalam bahasa Indonesia dipakai sebagai bentuk tunggal. Bentuk jamaknya menjadi kriteria-kriteria; beberapa kriteria; sebagian besar kriteria; dll.  Kita tidak mengenal frasa sepuluh kriterium, sebagian kecil kriterium, atau kriterium-kriterium.
alumni
Kata alumni termasuk kelas kata nomina yang artinya orang-orang yang telah mengikuti atau tamat dari suatu sekolah atau perguruan tinggi
alumni adalah bentuk jamak. Bentuk tunggal alumni adalah alumnus. Seperti halnya dengan kata data dan kriteria, kata alumni yang aslinya dalam bentuk jamak dipakai dalam bahasa Indonesia sebagai bentuk tunggal. Kata alumnus sebagai bentuk tunggal tidak dipakai. Seperti halnya datum dan kriterium, kita tidak mengenal frasa beberapa orang alumnus, tujuh orang alumnus, atau alumnus-alumnus.
Kata-kata data, kriteria, dan alumni merupakan kata serapan dari bahasa Latin itu lebih kerap dipakai dan lebih dikenal dalam bentuk jamaknya daripada kata itu dalam bentuk tunggalnya. Dalam pemakaian bahasa Indonesia kata-kata tersebut diberi arti sebagai bentuk tunggalnya. Untuk bentuk jamaknya ditulis data-data, kriteria-kriteria, dan alumni-alumni.
Sebagian kata yang diserap dari bahasa latin lebih dikenal dan lebih banyak dipakai dalam bentuk tunggal daripada bentuk jamaknya. Contohnya adalah beberapa kata yang ditampilkan di bawah ini.
promovendus
Kata promovendus termasuk kelas kata nomina yang artinya sarjana yang menyusun disertasi dan mempertahankannya untuk memperoleh gelar doktor di perguruan tinggi.
promovendus adalah bentuk tunggal. Bentuk jamak promovendus adalah promovendi. Dalam bahasa Indonesia kata promovendus dipakai dalam bentuk tunggal maupun bentuk jamak.
sanatorium
sanatorium termasuk kelas kata nomina yang artinya: 1. Rumah sakit yang juga berfungsi sebagai tempat merawat penderita penyakit paru-paru dengan kombinasi pnyembuhan, diet, dan senam yang ketat; 2. peristirahatan untuk menyembuhkan orang yang berpenyakit tertentu; 3. tempat penyembuhan orang yang berpenyakit kronis.
Kata sanatorium adalah bentuk tunggal. Bentuk jamaknya adalah sanatoria. Dalam bahasa Indonesia kata sanatorium dipakai dalam bentuk tunggal dan juga bentuk jamak dan tidak menggunakan kata sanatoria.
adendum
Kata adendum adalah kelas kata nomina bentuk tunggal yang artinya: 1. Jilid tambahan pada buku; lampiran; ketentuan atau pasal tambahan, misalnya pada akta atau surat perjanjian. Bentuk jamak adendum  adalah adenda. Dalam bahasa Indonesia kata adendum dipakai dalam bentuk tunggal dan bentuk jamak. Kata adenda tidak pernah dipakai.
Kata-kata lain yang diperlakukan sama adalah sebagai berikut:
stimulus dan bukan stimuli
kalkulus dan bukan kalkuli
silabus dan bukan silabi
radius dan bukan radi
modus dan bukan modi
Jakarta, 19 Juni 2013

Kamis, 06 Juni 2013

WALI SONGO, PENYEBAR AGAMA ISLAM DI TANAH JAWA





Bahasa Indonesia, Sejarah, dan Agama
WALI, WALI SONGO, WALI NEGERI, WALIKOTA, SAMPAI WALI MURID
Komunikasi
Komunikasi membangun silaturahim sebagai ejawantah taat kepada Allah dan Rasul
Apa kabar, para pembaca? Sebuah kalimat tanya dalam membangun komunikasi
Hari ini saya menyapa pembaca untuk memulai komunikasi dengan pertanyaan di atas. Ya, komunikasi dibangun dengan sesama manusia selagi masih hidup dan dikaruniai Tuhan berupa kesehatan dan kekuatan dengan mengggunakan bahasa tulis. Komunikasi lisan per telepon bisa saja, tetapi biayanya mahal banget. Mau beranjang sana untuk menemui para pembaca, saya tak memiliki waktu, tidak mudah karena tak tahu alamat rumah, kalaupun saya bisa datang berkunjung, belum tentu juga para pembaca punya waktu untuk mengobrol dengan saya.
Tetapi, ya itu! Komunikasi sesama manusia yang masih hidup itu amat bermanfaat.
Orang Betawi bilang, silaturahim itu penting banget.
“Silaturahim kudu dibela-belain, Bang Haji!” kate Cing Mawi sobat saya.
Emang kenape begitu, Cing?” tanya saya tak kalah siak berlogat Betawi pula.
Ente pure-pure aje, Bang! Ane rase Ente lebih paham dari ane. Hehehe ....”
Cing, kalo komunikasi ame orang yang udah mati atau ahli kubur, gimane?”
Ente kayak orang jaman jahiliah aje, Bang. Ente kayak nggak pernah ngaji aje!”
Tapi buktinye bangak orang Islam yang masih suke nengok kuburan, sampe-sampe die ngaji Quran di kuburan, sampe-sampe ade yang solat di kuburan, gimane kalo kayak begitu, Cing?”
Oh, kalo orang Islam yang kelakuannye kayak begitu, die orang, pade cuman bisa ngaji Quran di bibir doang. Die orang pade kagak pake nalar, kebanyakannye cuman ikut-ikutan. Ya, ikut-ikutan agama orang jahiliah, animisme, dinamisme, de el el, Bang!”
Begitulah bentuk komunikasi lisan yang terjadi antara dua anak manusia dalam bahasa yang dimengerti, sehingga keduanya paham, dan keduanya memetik manfaat dari kemunikasi itu. Kelihatannya peristiwa sederhana. Tetapi dampak positif dari komunikasi lisan itu menjadi luas. Apa saja dampak positifnya?
Pertama, komunikasi terjadi dengan sesama insan yang masih hidup dan itu perintah Allah dan teladan Rasul Allah. Komunikasi dengan Allah Yang Maha Gaib (Al Ghaaib) dan Menghidupkan (Al Hayyu) melalui salat dan berdoa. Tidak ada perintah Allah tanpa manfaat. Tidak ada larangan Allah tanpa manfaat. Begitu pun dengan perintah berkomunikasi. Komunikasi dengan manusia dengan berbicara, menulis, dan bahasa isyarat/bahasa tubuh. Komunikasi dengan hewan dan tumbuhan dengan unjuk kerja/perbuatan. Tanam benih padi agar kita bisa panen. Piara kambing atau sapi agar kita memetik manfaat.
Kedua, setiap komunikasi yang baik akan berdampak kebaikan. Ketiga, manfaat yang diperoleh dirasakan langsung. Bahasa agamanya, amal saleh (amalun shalihun).
Bandingkan jika kita berkomunikasi dengan malaikat, jin, atau memedi. Kita memanggil nama malaikat Jibril atau Mikail ribuan kali sampai bibir jontor kita tidak tahu manfaat yang kita dapat. Kita berkomunikasi dengan memedi berabra-kadabra bersim-salabim duit sepuluh ribu yang asli tidak bakalan dapat. Mungkin kalau uang palsu (upal) jutaan rupiah ada. Kita memanggil-manggil nama Nabi saw ribuah kali akan sia-sia belaka karena Nabi saw sudah wafat lima belas abad yang lampau. Kita memanggil nama ayah atau ibu yang sudah menghuni/ahli kubur, mengajak beromong-omong, ngomong sendiri kita akan digelari anak terkena stress atau kurang waras. Mau baca ayat Quran, kagak pantes banget, kok Quran buat pedoman orang hidup dibacakan di depan batu nisan, lebih parah lagi, namanya melecehkan Quran, melecehkan Rasul, dan yang paling pasti adalah melecehkan pemilik wahyu, yakni Allah!
Tahulah kita semua muslim akibatnya bagi orang yang melecehkan Allah.
Lihat dan simak beberapa ayat dari ratusan ayat yang ada dalam Quran tentang azab bagi manusia yang melecehkan Allah dan rasul-Nya.
QS An-Naba (78): 22 s.d. 30
Ketiga, manfaat  dapat kita peroleh dengan membangun komunikasi dengan sesama manusia selagi hidup pertanda kita adalah muslim yang cerdas. Allah menggelari kita dengan ulil albab.
Sebaliknya, mudarat yang kita dapat kalau membangun tradisi yang jauh melenceng dari ajaran Quran, tuntunan Rasul, dan perintah maupun larangan Allah. Beda banget, Bang!
Oke, para pembaca. Mari kita lanjutkan diskusi kita tentang komunikasi antarsesama manusia yang masih hidup. Kali ini kita membahas sebuah kata dasar yang sudah tidak asing lagi, yakni kata wali.
Kata wali adalah kata serapan dari bahasa Arab, waliyy. Kata waliyy ditampilkan dalam ayat-ayat Quran diterjemahkan oleh mufassir/penafsir dengan arti pelindung, misalnya pada frasa Allahu waliyyukum yang artinya Allah adalah pelindungmu. Kata waliyy juga berarti teman/sahabat. Misalnya malaikat Jibril adalah waliyy dari Nabi Muhammad saw.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI: 2008) menjelaskan kata wali ini dengan lima arti yang berbeda, yaitu:
1.    seseorang yang mengurus anak yatim dan hartanya,
2.    seseorang yang menjadi pemimpin urusan dan pengasuhan anak,
3.    seseorang pengasuh pengantin wanita pada waktu akad nikah,
4.    orang saleh (suci), dan
5.    kepala pemerintahan atau negeri, misalnya wali negeri atau walikota.
wali anak yatim dan orang miskin
Anak yang kehilangan/ditinggal mati oleh ayah/bapak disebut anak yatim. Anak yang ditinggal mati oleh kedua orang tuanya disebut anak yatim-piatu. Muhammad saw ketika usia masih dalam kandungan sudah kehilangan ayah. Ketika usianya baru enam tahun, ibundanya meninggal. Jadilah Muhammad kecil anak yatim-piatu. Kakeknya, Abdul Muththalib, menjadi walinya sampai berusia delapan tahun saja. Abdul Muththalib meninggal, perwalian Muhammad diserahkan kepada pamannya, Abu Thalib, sampai menginjak  usia remaja.
Orang dewasa wajib hukumnya menjadi wali bagi anak yatim. Wali di sini adalah bergungsi melindungi, merawat, mendidik, dan membiayai kehidupannya sampai anak itu beranjak dewasa dan bisa mandiri (ukuran usia adalah relatif). Wali itu bisa jadi adalah orang-orang terdekat, kerabat, sanak-famili, tetangga, atau siapa saja yang sering dikenal sekarang ini dengan sebutan orang tua asuh.
Perwalian bukan saja soal subyek wali dan obyek anak yatim, tetapi juga mengandung maksud perlindungan, artinya orang yang mampu melindungi orang yang miskin. Ajaran Islam menganjurkan setiap muslim menjadi wali bagi anak yatim dan orang miskin. Melindungi dalam hal perwalian adalah perwujudan menegakkan ajaran Islam. Lihat dan simak QS 2:177 QS 28: 77.
Orang yang tidak suka melindungi orang lain, membantu, misal dengan harta, maka orang itu disebut sebagai pendusta agama (Islam). Lihat dan simak QS Al Maa’uun (107): 1 s.d. 7
Lebih celaka lagi jika seorang muslim yang mengumpulkan harta dan menimbun kekayaan, tak sudi pula menjadi wali bagi orang lain dengan hartanya. Dia akan mendapat balasan setimpal berupa azab yang amat pedih. Lihat dan simak QS Al Humazah (104): 1 s.d. 4.
Ngeri deh!
Jadi, muslim itu harus berbagi dan siap menjadi wali bagi anak yatim dan orang tak berpunya.

wali nikah
Wali nikah menurut syariat agama Islam adalah orang bertanggung jawab dalam melakukan akad nikah dari pihak calon mempelai wanita sehingga menjadikan peristiwa akad nikah sah atau tidak sah. Wali nikah melakukan ikrar ijab (menyerahkan mempelai wanita) kepada mempelai pria, yang melakukan qabul (menerima).
Kalimat ijab yang diikrarkan oleh wali nikah, misalnya: “Anakda Ucil, saya kawinkan/nikahkan engkau dengan anak kandung saya yang bernama Cicilia binti Usep dengan mas kawin seuntai kalung emas sepuluh gram dibayar tunai.”
Kalimat qabul yang diikrarkan oleh calon mempelai pria adalah: “Saya terima nikahnya/kawinnya Cicilia binti Usep dengan mas kawin yang telah disebut dibayar tunai.”
 Pernikahan tanpa wali nikah tidak sah menurut agama Islam dan tidak sah pula menurut aturan negara sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Keberadaan wali nikah itu, juga kedua calon mempelai  merupakan rukun (wajib diadakan) pernikahan, baik nikah negara atau nikah siri. Tidak adanya wali nikah, kedua calon mempelai, dan ikrar ijab-qabul, akad nikah dinyatakan batal menurut syariat agama Islam.
Bagamana pernikahan antara wanita berstatus janda yang akan melangsungkan akad nikah, apakah memerlukan wali nikah? Ada dua pendapat yang valid tentang wajib tidaknya wali nikah bagi wanita berstatus janda.
Menurut  pendapat Imam Syafi’i dan penganut Mazhab Syafi’i (umumnya muslim di Indonesia), setiap wanita yang menikah wajib kehadiran wali nikah. Tidak sah pernikahan tanpa kehadiran wali nikah. Gadis atau janda yang ingin menikah, wali nikah wajib hadir untuk berikrar ijab.
Menurut pendapat Imam Hanafi atau Hambali, tidak wajib wali nikah bagi seorang wanita berstatus janda. Wanita itu bisa mewalikan dirinya. Misalnya kasus Dewi Wardah (janda alm. Amir Biqi) yang mewalikan dirinya ketika menikah semalam saja dengan seorang kiai kondang, Nur Iskandar, S.Q. (Durasinya sama dengan perjalanan KA Argo Lawu jurusan Jakarta-Semarang; Masih mendingan Aceng Fikri yang menikahi Fanny Oktora selama empat hari).
Soal kehadiran wali nikah, pendapat mana yang mau dipakai sehubungan dengan pernikahan wanita berstatus janda, Imam Syafi’i atau Imam Hanafi?
Jangan terlalu dipikir. Kedua-duanya benar, silakan saja. Kalau ada wali nikah (ayah kandung, kakek, kakak atau adik kandung, paman, dll.) lebih bagus pakai wali nikah. Kalau tidak ada ayah kandung, kakek, dan lain-lain, si wanita janda bisa mewalikan dirinya. Mudah saja, bukan? Agama Islam itu mudah dalam praktiknya. Yang tidak baik adalah masalah perbedaan dibikin runcing dan saling mencela.
Yang terlarang itu menggampang-gampangkan, memelintir ajaran Islam, dan menyembunyikan kebenaran karena ada interes pribadi.
Contoh:
Membohongi PPN (Petugas Pencatat Nikah) dengan data palsu (jika pernikahan tercatat/nikah negara; menghadirkan wali nikah palsu; mengaku-ngaku sebagai wali nikah padahal tidak berhak menjadi wali nikah.
Memelintir akidah dengan pelintiran mazhab (dalam pernikahan siri), terutama ketika menikahi wanita berstatus janda. Sang kiai fanatik terhadap mazhab Syafi’i yang selalu mewajibkan adanya wali nikah bagi wanita, gadis atau janda sebagai salah satu rukun nikah. Eh, begitu ada janda cantik mau dinikahi, wali nikah tidak ada, sang kiai gampang saja berkata, bahwa dia siap ubah dulu mazhabnya, dari Syafi’i ke Hanafi. Bisakah gonta-ganti mazhab seenaknya? Ajaran Islam itu bukan selevel praktik jurus silat atau menu makanan yang bisa diutak-utak gonta-ganti sesuai dengan kebutuhan.
Makanya jangan fanatik mazhab! Muslim yang fanatik terhadap mazhab tertentu itu menjadi sempit ruang geraknya.
Islam tidak menganjurkan fanatisme. Islam menganjurkan istikomah/konsisten. Begitu pula dengan perihal wali nikah. Yang penting, menikah itu sunnatullah!. Lihat dan simak QS 4: 1, QS 78: 8, QS 36: 36, dan QS 30: 21. Menikah itu nikmatnya sorga di dunia dan di akhirat.
Yang dilarang itu menikah pun tidak, tetapi samen leven, hidup bersama tanpa ikatan pernikahan, atau kumpul kebo.
Masih membahas tentang wali nikah. Wali nikah itu ada dua kategori, yaitu wali dekat (akrab) dan wali jauh (ab’ad).
Wali nikah yang tergolong wali akrab urutannya adalah sebagai berikut: 1). ayah kandung; 2). kakek (ayah dari ayah); 3). saudara kandung seayah seibu; 4). saudara kandung seayah (paman); 5). saudara kandung ayah seayah seibu;  6). saudara kandung ayah seayah; dan 7). anak paman yang datang dari ayah;
Wali nikah ab’ad adalah wali nikah yang tidak memiliki pertalian darah dengan calon mempelai wanita. Wali nikah ab’ad diperlukan karena tak ada satu pun wali nikah akrab, misalnya Hakim Pengadilan Agama, Kepala KUA, PPN, Lebai/Na’ib, atau Tokoh masyarakat (Ketua RW, Ketua RT, Imam Masjid Jami’, dll.)
Tak perlu cari tokoh agama yang pandai agama atau kiai atau bertitel haji. Wali nikah tidak membutuhkan persyaratan macam-macam.Tak perlu susah-susah cari wali nikah harus tokoh agama yang fasih melafal ijab dalam bahasa Arab. Gunakan saja bahasa Indonesia, semuanya afdol, kok! Kalau mau mengadakan acara aksesoris/tambahan khotbah nikah, tak perlu harus cari kiai yang harus fasih berkhotbah bi lughatil ‘Arabiyya (dalam bahasa Arab), sebab kedua mempelai dan  sebagian besar hadirin ora mudheng. Khotbah nikah bisa menggunakan bahasa Indonesia yang bisa dimengerti oleh semua hadirin. Kalau tak paham misi khotbah nikah yang disampaikan dalam bahasa Arab, gunakan istilah nasihat perkawinan dalam bahasa masyarakat setempat. Berikan nasihat kepada kedua mempelai dalam bahasa yang dimengerti supaya nasihat langsung dapat dipraktikkan oleh kedua mempelai dan hadirin. 
Itulah misi pernikahan sebagai salah satu dari sunnatullah. Semua yang dilakukan membumi karena mempelai dan kita semua hidup di bumi. Bahasa kerennya membumikan Quran dan sunnah Rasul dalam pernikahan. Mudah, bukan?
Gitu aja kok repot!
Wali Songo
Wali Songo adalah tokoh agama penyebar ajaran Islam di P. Jawa. Mereka ada songo (sembilan orang) yang diurutkan sesuai dengan masa perjuangan mereka menyebarkan agama Islam di tanah Jawa. Mereka adalah:
1.    Maulana Malik Ibrahim (Sunan Gresik)
2.    Raden Rahmat (Sunan Ampel)
3.    Makhdum Ibrahim (Sunan Bonang)
4.    Raden Qasim (Sunan Drajat)
5.    Ja'far Shadiq (Sunan Kudus)
6.    Raden Paku atau Ainul Yaqin (Sunan Giri)
7.    Raden Said (Sunan Kalijaga)
8.    Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati)
9.    Raden Umar Said (Sunan Muria)
Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim)
Maulana Malik Ibrahim aslinya adalah pendatang dari Samarkand (Asia Tengah; tempat kelahiran yang sama dengan Imam Bukhari). Tak ada seorang pun yang tahu kapan dia dilahirkan, sekitar pertengahan abad keempat belas. Masa kehidupannya  pada abad keempat belas sampai meninggal pada awal abad kelima belas. Dia seorang perantau/pengelana sekaligus penyebar agama Islam. Dia berkunjung ke negeri di Campa (Campuchea; Kamboja) dan bermukim di sana beberapa tahun, menikahi wanita putri Raja Campa, Siti Fatimah binti Nurul Ali. Maulana Malik Ibrahim memboyong isterinya ke Gresik, Jawa Timur, dan menetap di sana sampai akhir hayatnya. Dia mendidik masyarakat dan juga mengajarkan agama Islam dari pengaruh  Agama Hindu dan kekuasaan kerajaan  Majapahit masih tersisa.  Dia mendirikan pondok pendidikan yang kemudian dikenal sebagai pondok pesantren di Leran, Gresik. Itulah pokok pangkal orang-orang pun menggelarinya Sunan Gresik. Gelar lain untuknya adalah Maulana Maghribi dan Kakek Bantal.
Sunan Gresik berjuang mendidik masyarakat petani di Gresik sekaligus menyebarkan agama Islam sampai akhir hayatnya, 1419 M.
Sunan Ampel (Raden Rahmat)
Sunan Ampel bernama asli Raden Rahmat. Ia adalah putra Ibrahim Zainuddin Al-Akbar dan seorang putri Campa yang bernama Dewi Condro Wulan binti Raja Campa Terakhir Dari Dinasti Ming.
Sunan Ampel umumnya dianggap sebagai sesepuh oleh para wali lainnya. Pesantrennya bertempat di Ampel Denta, Surabaya, dan merupakan salah satu pusat penyebaran agama Islam tertua di Jawa. Ia menikah dengan Dewi Condrowati yang bergelar Nyai Ageng Manila, putri adipati Tuban bernama Arya Teja, berputera: Sunan Bonang,Siti Syari’ah,Sunan Drajat, Sunan Sedayu, Siti Muthmainnah, dan Siti Hafsah. Sunan Ampel  menikah juga dengan Dewi Karimah binti Ki Kembang Kuning, berputera: Dewi Murtasiyah,Asyiqah,Raden Hisamuddin, Raden Zainal Abidin, Pangeran Tumapel, dan Raden Faqih.
Sunan Ampel turut membidani lahirnya kerajaan Islam pertama di Jawa itu, yakni Kesultanan Demak. Ia pula yang menunjuk muridnya Raden Patah, putra dari Prabu Brawijaya V raja Majapahit, untuk menjadi Sultan Demak tahun 1475 M. Raden Patah kemudian menghadiahinya  lahan untuk membangun pusat pengajaran agama Islam. Daerah itu adalah Ampel Denta, Surabaya.
Di Ampel Denta yang berawa-rawa itu, ia membangun mengembangkan pondok pesantren. Mula-mula ia merangkul masyarakat sekitarnya yang masih memeluk agama Hindu. Pada pertengahan Abad 15, pesantren tersebut menjadi sentra pendidikan yang sangat berpengaruh di wilayah nusantara bahkan mancanegara. Di antara para santrinya adalah Sunan Giri dan Raden Patah. Para santri tersebut kemudian disebarnya untuk berdakwah ke berbagai pelosok Jawa dan Madura. 
Sunan Ampel menganut fikih mahzab Hanafi (berbeda dengan Sunan Gresik yang bermazhab Syafi’i). Namun, pada para santrinya, ia hanya memberikan pengajaran sederhana yang menekankan pada penanaman akidah dan ibadah. Dialah yang mengenalkan istilah "Mo Limo" (moh main, moh ngombe, moh maling, moh madat, moh madon), yakni seruan untuk "tidak berjudi, tidak minum minuman keras, tidak mencuri, tidak menggunakan madat/candu atau narkotik, dan tidak berzina."  Sunan Ampel diperkirakan wafat pada tahun 1481 M. dan dimakamkan di sebelah barat Masjid Ampel, Surabaya.
Sunan Bonang (Makhdum Ibrahim)
Sunan Bonang adalah anak Sunan Ampel dari isterinya Nyai Ageng Manila, putri dari Arya Teja, Bupati Tuban. Sunan Bonang belajar agama dari pesantren ayahnya di Ampel Denta. Setelah cukup dewasa, ia berkelana untuk berdakwah di berbagai pelosok Pulau Jawa. Mula-mula ia berdakwah di Kediri,  yang mayoritas masyarakatnya beragama Hindu. Di sana ia mendirikan Masjid Sangkal Daha. Ia kemudian menetap di Bonang, sebuah desa kecil di Lasem, Rembang, Jawa Tengah, sekitar 15 kilometer timur kota Rembang (perbatasan dengan Kota Tuban).
Di desa itu ia membangun pesantren yang kini dikenal dengan nama Watu Layar. Ia kemudian dikenal pula sebagai imam resmi pertama Kesultanan Demak, dan bahkan sempat menjadi panglima tertinggi. Meskipun demikian, Sunan Bonang tak pernah menghentikan kebiasaannya untuk berkelana ke daerah-daerah yang sangat sulit.
Ia acap kali berkunjung ke daerah-daerah terpencil di Tuban, Pati, Madura, maupun Pulau Bawean. Di Pulau inilah, pada 1525 M ia meninggal. Jenazahnya dimakamkan di Tuban, di sebelah barat Masjid Agung Tuban.
Ajaran Sunan Bonang memadukan ajaran ahlussunnah bergaya tasawuf dan garis salaf ortodoks. Ia menguasai ilmu fikih, usuludin, tasawuf, seni, sastra, dan arsitektur. Masyarakat juga mengenal Sunan Bonang sebagai seorang yang piawai mencari sumber air di tempat-tempat gersang.
Menurut Bonang, cinta sama dengan iman, pengetahuan intuitif (makrifat) dan kepatuhan kepada Allah Swt. atau haq al yaqqin. Ajaran tersebut disampaikannya secara populer melalui media kesenian yang disukai masyarakat. Dalam hal ini, Sunan Bonang bahu-membahu dengan murid utamanya, Sunan Kalijaga.  Sunan Bonang banyak melahirkan karya sastra berupa suluk, atau tembang tamsil. Salah satunya adalah "Suluk Wijil" Suluknya banyak menggunakan tamsil cermin, bangau, atau burung laut. Sunan Bonang juga menggubah gamelan Jawa yang saat itu kental dengan estetika Hindu, dengan memberi nuansa baru. Dialah yang menjadi kreator gamelan Jawa seperti sekarang, dengan menambahkan instrumen rebab dan bonang.
Gubahannya ketika itu memiliki nuansa dzikir yang mendorong kecintaan pada kehidupan transedental (alam malakut). Tembang "Tombo Ati" adalah salah satu karya Sunan Bonang.  Dalam pentas pewayangan, Sunan Bonang adalah dalang yang piawai membius penontonnya.
Kegemarannya adalah menggubah lakon dan memasukkan tafsir-tafsir khas Islam. Kisah perseteruan Pandawa-Kurawa ditafsirkan Sunan Bonang sebagai peperangan antara nafi (peniadaan) dan 'isbah (peneguhan).

Sunan Bonang berdakwah Islam dan mengombinasikan dakwah menggunakan media kesenian gamelan melengkapinya dengan aksesoris rebab dan bonang. Dia juga menggubah suluk Wijil dan sebuah tembang yang terkenal, Tombo Ati. Pusat dakwahnya adalah wilayah Tuban. Dia meninggal pada tahun 1525 M. dan dimakamkan di kota Tuban, Jawa Timur.
Sunan Drajat (Raden Qasim)
Sunan Drajat adalah anak Sunan Ampel dari isterinya, Nyai Ageng Manila. Sunan Drajat adalah saudara kandung Sunan Bonang.  Dia berdakwah Islam di tengah masyarakat melalui pengamalan kerja keras dan kedermawanan. Dia juga mengombinasikan dakwah Islam dengan kesenian gamelan dan tembang. Gamelan Singomengkok dan macapat Pangkur merupakan kreasi seni hasil karyanya. Perdikan pusat dakwahnya adalah di Paciran, Lamongan. Sunan Drajat meninggal pada tahun 1522 M.
Sunan Kudus (Ja'far Shadiq)
Sunan Kudus adalah adalah anak dari Sunan Ngudung dengan Syarifah Ruhil anak perempuan Sunan Ampel. Jadi Sunan Kudus adalah cucu dari Sunan Ampel. Sunan Kudus, di samping sebagai pendakwah Islam, dia pun diangkat sebagai panglima perang Kesultanan Demak di bawah Sunan Prawoto yang juga menjadi muridnya. Muridnya yang lain adalah Aryo Penangsang, adipati Jipang.
Sunan Kudus berdakwah Islam dengan pusat dakwahnya kota Kudus, Jawa Tengah. Salah satu karyanya yang monumental adalah Masjid Menara Kudus yang arsitekturnya adalah campuran Hindu dan Islam. Sunan Kudus wafat pada tahun 1550 M.
Sunan Giri (Raden Paku; Ainul Yaqin;Joko Samudra)
Sunan Giri adalah putra dari Maulana Ishaq (pendakwah Islam di Samudera Pasai; seangkatan dengan Sunan Gresik dan Sunan Ampel) dari isterinya, Dewi Sekardadu, putri tunggal Prabu Sembuyu, raja Blambangan. Tempat dan tahun kelahirannya, Blambangan, 1442 M. Nama kecil antara lain adalah Joko Samudra yang artinya anak bayi yang dimasukkan dalam peti, dilarung di laut karena kelahirannya tidak dikehendaki, dan diselamatkan oleh dua anak buah juragan kapal Nyai Gede Pinatih. Bayi itu dirawat dan dibesarkannya, lalu diberi nama Joko Samudra.
Sunan Giri sebelum menjadi seorang pendakwah, lebih dahulu berguru menimba ilmu kepada Sunan Ampel. Dia saudara seperguruan dengan Sunan Bonang yang merupakan putra Sunan Ampel. Kemudian keduanya berguru pula kepada Maulana Ishaq selama tiga tahun. Pada saat itulah Joko Samudra alias Sunan Giri mengetahui bahwa Maulana Ishaq adalah ayah kandungnya.
Sunan Giri kemudian memulai dakwahnya dan dipusatkan di Giri Kedaton, Gresik. Dia mendirikan pusat kekuasaan di Gresik dan meneruskan perjuangan para pendahulunya dalam dakwah Islam sampai akhir hayatnya. Salah seorang putranya, Sunan Prapen memperluas dakwahnya sampai ke wilayah Indonesia Timur, ke NTB, dengan P. Lombok dan Bima, P. Sumbawa, serta ke wilayah Maluku.




Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah)
Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah diperkirakan lahir sekitar tahun 1448 M. Ibunya adalah Nyai Rara Santang, putri dari raja Pajajaran Raden Manah Rarasa. Sedangkan ayahnya adalah Sultan Syarif Abdullah Maulana Huda, pembesar Mesir keturunan Bani Hasyim dari Palestina.
Syarif Hidayatullah mendalami ilmu agama sejak berusia 14 tahun dari para ulama Mesir. Ia sempat berkelana ke berbagai negara. Menyusul berdirinya Kesultanan Bintoro Demak, dan atas restu kalangan ulama lain, ia mendirikan Kasultanan Cirebon yang juga dikenal sebagai Kasultanan Pakungwati.
Syarif Hidayatullah menikahi Ratu Kawunganten. Dari pernikahan ini, dia dikarunia dua putra, Ratu Winahon dan Pangeran Sabangkingking. Pangeran Sabangkingking kemudian dikenal sebagai Sultan Hasanudin, dan diangkat jadi Sultan Banten. Ratu Winahon, yang lebih dikenal dengan sebutan Ratu Ayu, dinikahkah dengan Fachrulllah Khan atau lebih dikenal dengan nama Faletehan atau Fatahillah, sang penakluk Portugis di Sundakelapa.
Dengan demikian, Sunan Gunung Jati adalah satu-satunya "wali songo" yang memimpin pemerintahan. Sunan Gunung Jati memanfaatkan pengaruhnya sebagai putra Raja Pajajaran untuk menyebarkan Islam dari pesisir Cirebon ke pedalaman Pasundan atau Priangan.
Dalam berdakwah, ia menganut kecenderungan Timur Tengah yang lugas. Namun ia juga mendekati rakyat dengan membangun infrastruktur berupa jalan-jalan yang menghubungkan antar wilayah. Bersama putranya, Maulana Hasanuddin, Sunan Gunung Jati juga melakukan ekspedisi ke Banten. Penguasa setempat, Pucuk Umum, menyerahkan secara sukarela penguasaan wilayah Banten tersebut yang kemudian menjadi cikal bakal Kesultanan Banten.
Pada usia 89 tahun, Sunan Gunung Jati mundur dari jabatannya untuk hanya menekuni dakwah. Kekuasaan itu diserahkannya kepada Pangeran Pasarean (nama lain Pangeran Sabangkingking). Pada tahun 1568 M, Sunan Gunung Jati wafat dalam usia 120 tahun, di Cirebon (dulu Carbon). Ia dimakamkan di daerah Gunung Sembung, Gunung Jati, sekitar 15 kilometer sebelum kota Cirebon dari arah barat.
Sunan Kalijaga(Raden Said)
Sunan Kalijaga adalah wali yang paling terkenal dan namanya paling banyak disebut masyarakat Jawa. Ia lahir sekitar tahun 1450 M. Ayahnya adalah Arya Wilatikta, Adipati Tuban, keturunan dari tokoh bangsawan pemberontak Majapahit, Ronggolawe. Masa itu, Arya Wilatikta diperkirakan telah menganut Islam. Nama kecil Sunan Kalijaga adalah Raden Said.
Dalam Babad Tanah Jawi  dinukilkan bahwa Sunan Kalijaga dilukiskan hidup dalam empat era pemerintahan. Yakni masa Majapahit (sebelum 1478), Kesultanan Demak (1481-1546), Kesultanan Pajang (1546-1568), dan awal pemerintahan Mataram (1580-an). Kisah Sunan Kalijaga memang tak pernah padam di kalangan masyarakat pesisir utara Jawa Tengah, hingga Cirebon. Sering kali kisah hidupnya dibumbui dengan cerita takhayul. Terutama caranya berdakwah, yang dianggap berbeda dengan metode para wali yang lain.
Ia sangat toleran pada budaya lokal. Ia berpendapat bahwa masyarakat akan menjauh jika diserang pendiriannya. Maka mereka harus didekati secara bertahap: mengikuti sambil mempengaruhi. Sunan Kalijaga berkeyakinan jika Islam sudah dipahami, dengan sendirinya kebiasaan lama hilang. Maka ajaran Sunan Kalijaga terkesan sinkretis dalam mengenalkan Islam.
Ia memadukan dakwah dengan seni budaya yang mengakar di masyarakat. Misalnya lewat wayang, gamelan, tembang, ukir, dan batik, yang sangat populer pada masa itu. Babad dan serat mencatat Sunan Kalijaga sebagai penggubah beberapa tembang, di antaranya Dandanggula Semarangan ,paduan melodi Arab dan Jawa.
Tembang lainnya adalah Ilir-Ilir. Lariknya punya tafsir yang sarat dengan dakwah. Misalnya tak ijo royo-royo dak sengguh penganten anyar. Ungkapan ijo royo-royo bermakna hijau, lambang Islam. Sedangkan Islam, sebagai agama baru, diibaratkan penganten anyar, alias pengantin baru.
Peninggalan Sunan Kalijaga lainnya adalah gamelan, yang diberi nama Kanjeng Kyai Nagawilaga dan Kanjeng Kyai Guntur Madu. Gamelan itu kini disimpan di Keraton Yogyakarta dan Keraton Surakarta, seiring dengan berpindahnya kekuasan Islam ke Mataram. Pasangan gamelan itu kini dikenal sebagai gamelan Sekaten.
Karya Sunan Kalijaga yang juga menonjol adalah wayang kulit. Ahli sejarah mencatat, wayang yang digemari masyarakat sebelum kehadiran Sunan Kalijaga adalah wayang beber. Wayang jenis ini sebatas kertas yang bergambar kisah pewayangan. Sunan Kalijaga diyakini sebagai penggubah wayang kulit.
Tiap tokoh wayang dibuat gambarnya dan disungging di atas kulit lembu. Bentuknya berkembang dan disempurnakan pada era kejayaan Kerajaan Demak, 1480-an. Kalijaga juga piawai mendalang. Di wilayah Pajajaran, Sunan Kalijaga lebih dikenal sebagai Ki Dalang Sida Brangti.
Bila sedang mendalang di kawasan Tegal, Sunan Kalijaga bersalin nama menjadi Ki Dalang Bengkok. Ketika mendalang itulah Sunan Kalijaga menyisipkan dakwahnya. Lakon yang dimainkan tak lagi bersumber dari kisah Ramayana dan Mahabarata. Sunan Kalijaga mengangkat kisah-kisah carangan.
Beberapa di antara yang terkenal adalah lakon Dewa Ruci, Jimat Kalimasada, dan Petruk Dadi Ratu. Dewa Ruci ditafsirkan sebagai kisah Nabi Khidir. Sedangkan Jimat Kalimasada tak lain perlambang dari kalimat syahadat. Bahkan kebiasan kenduri/kenduren, selamatan pun jadi sarana syiarnya.
Sunan Kalijaga mengganti puja-puji dalam sesaji ala Hindu  dengan doa dan bacaan dari kitab suci Al-Quran. Di awal syiarnya, Kalijaga selalu berkeliling ke pelosok desa. Sejarahwan Prof. Husein Jayadiningrat mencatat, bahwa Kalijaga juga  berdakwah hingga ke Palembang, Sumatera Selatan, setelah dibaiat sebagai murid Sunan Bonang.
Di Palembang, ia sempat berguru pada Syekh Sutabaris. Kalijaga berpindah berdakwah kembali ke tanah Jawa dan daerah yang ditujunya adalah Cirebon.
Dalam Babad Cerbon tertulis, Sunan Kalijaga menetap beberapa tahun di Cirebon, persisnya di Desa Kalijaga, sekitar 2,5 kilometer arah selatan kota. Pada awal kedatangannya, Kalijaga menyamar dan bekerja sebagai pembersih masjid Keraton Kasepuhan.
Di sinilah Sunan Kalijaga bertemu dengan Sunan Gunung Jati pertama kali. Jadilah keduanya menjadi sahabat. Sunan Gunung Jati pun menikahkan adiknya, Siti Zaenah, untuk diperistri Sunan Kalijaga. Hanya beberapa tahun Sunan Kalijaga dikisahkan menetap di Cirebon. Oleh Sunan Gresik, Kalijaga diperintahkan kembali ke Jawa Timur dan berdakwah di sana.
Dakwahnya berlanjut ke arah timur tanah Jawa, lewat pesisir utara sampai ke Kadilangu, Demak. Di Kadilangu inilah diyakini Sunan Kalijaga menetap lama hingga akhir hayatnya. Kadilangu merupakan tempat Sunan Kalijaga membina kehidupan rumah tangga dan menjadikannya sebagai pusat dakwah didampingi. Istrinya, Dewi Sarah, putri Maulana Ishak.
Pernikahan dengan Dewi Sarah itu membuahkan tiga anak, satu di antaranya Raden Umar Said, yang kelak bergelar Sunan Muria. Sunan Muria dan Sunan Kudus tergolong satu aliran dalam berdakwah dengan Sunan Kalijaga. Metode dakwah aliran Kalijaga sealiran dengan Sunan Gresik, tetapi berbeda aliran dengan Sunan Ampel. Metode dakwahnya itu amat keras ditentang Sunan Ampel, mertuanya, dan Sunan Drajat, kakak iparnya.
Hingga kini para pengikut ajaran Sunan Kalijaga, Sunan Muria, dan Sunan Kudus dikenal dengan sebutan kelompok ''Islam abangan'' untuk membedakan dengan “Islam Santri”. Julukan ini hingga kini melekat pada masyarakat di sepanjang pesisir utara, dari Demak, Semarang, Tegal, hingga Cirebon.
Babad Demak menyebutkan, masjid itu berdiri pada 1477, berdasarkan candrasengkala ''Lawang Trus Gunaning Janma'', bermakna angka 1399 tahun Saka.
Dia juga adalah arsitek pembangunan Masjid Agung Demak. Dalam Babad Demak disebutkan bahwa, masjid itu berdiri pada 1477.
Tiang "tatal" (pecahan kayu) yang merupakan salah satu dari tiang utama masjid Agung Demak adalah kreasi Sunan Kalijaga. Dalam berdakwah, ia punya pola yang sama dengan mentor sekaligus sahabat dekatnya, Sunan Bonang. Ia juga memilih kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah.

Ia menggunakan seni ukir, wayang, gamelan, serta seni suara suluk sebagai sarana dakwah. Dialah pencipta Baju Takwa, perayaan sekatenan, grebeg maulud, Layang Kalimusada, lakon wayang Petruk Jadi Raja. Lanskap pusat kota berupa Kraton, alun-alun dengan dua beringin, serta masjid diyakini sebagai karya Sunan Kalijaga.
Metode dakwah tersebut sangat efektif. Sebagian besar adipati di Jawa memeluk Islam melalui Sunan Kalijaga. Di antaranya adalah Adipati Pandanaran, Kartasura, Kebumen, Banyumas, serta Pajang (sekarang Kotagede - Yogya). Sunan Kalijaga dimakamkan di Kadilangu selatan, Demak.
Sunan Muria(Raden Umar Said)
Ia putra Dewi Saroh, adik kandung Sunan Giri sekaligus anak Syekh Maulana Ishak, yang menikah dengan Sunan Kalijaga. Nama kecilnya adalah Raden Prawoto. Sunan Muria adalah putra Sunan Kalijaga. Sunan Muria berpaman kepada Sunan Giri dan berkakek kepada Syeh Maulana Ishak.
Nama Muria diambil dari tempat tinggal terakhirnya di lereng Gunung Muria, 18 kilometer ke utara kota Kudus. Gaya berdakwahnya banyak mengambil cara ayahnya, Sunan Kalijaga. Namun berbeda dengan sang ayah, Sunan Muria lebih suka tinggal di daerah sangat terpencil dan jauh dari pusat kota untuk menyebarkan agama Islam. Bergaul dengan rakyat jelata, sambil mengajarkan keterampilan-keterampilan bercocok tanam, berdagang, dan melaut adalah kesukaannya.
Sunan Muria seringkali dijadikan pula sebagai penengah dalam konflik internal di Kesultanan Demak (1518-1530), Ia dikenal sebagai pribadi yang mampu memecahkan berbagai masalah betapa pun rumitnya masalah itu. Solusi pemecahannya pun selalu dapat diterima oleh semua pihak yang berseteru. Sunan Muria berdakwah dari Jepara, Tayu, Juana, hingga sekitar Kudus dan Pati. Salah satu hasil dakwahnya lewat seni adalah lagu Sinom dan Kinanti.
Simpulan:
Para walisongo adalah penyebar agama Islam di Tanah Jawa dan beberapa daerah lain di Indonesia bagian barat maupun di Indonesia bagian timur.
Walisongo berdakwah Islam dengan metode yang tidak persis sama tetapi dakwah mereka berdampak positif bagi penyebaran dan bertumbuhkembangnya agama Islam di tanah Jawa khususnya.
Dampak lain adalah pemuliaan yang sering berlebihan terhadap sosok wali dan banyak dibumbui dengan kisah dan dongeng yang tidak masuk akal.
Para Wali Songo ini satu sama lain memiliki hubungan saudara. Asal-muasal nenek moyang mereka dari Tanah Arab yang berkelana meneruskan dakwah ke seluruh penjuru dunia, sampai ke Indonesia. Beberapa orang dari walisongo menikahi wanita bangsawan dan putra mereka menjadi keturunan bangsawan, yang mendapat gelar bangsawan pula. Misalnya Maulana Ishak menikahi putri raja Blambangan, putranya, Raden Paku yang menjadi wali dengan nama gelar Sunan Giri. Sunan Ampel menikahi putri bangsawan mendapat gelar Raden Rahmat. Begitu pun Sunan Kalijaga, nama kecilnya adalah Raden Said. Putranya, Sunan Kudus, nama kecilnya adalah Raden Umar Said. Gelar sunan adalah gelar untuk para pemuka agama dan juga berdarah bangsawan yang ada di tanah Jawa saja.
Amatlah wajar jika nenek moyang para walisongo ini, walaupun dari tanah Arab, karena menikahi wanita setempat tempat mereka berdakwah, di Campa, Kamboja, Vietnam, atau di Cina. Jadi kalau ada seorang dari walisongo memiliki darah Campa, Kamboja, Cina, apa lagi Indonesia tentu sangatlah wajar. Itulah wujud dari persaudaraan antarmanusia antarbangsa yang diajarkan oleh Islam.
http://kisah-kisahwalisongo.blogspot.com/2012/01/sunan-gunung-jati.html