Kamis, 29 Agustus 2013

BAGAIMANA MENGETAHUI BENAR TIDAKNYA PENEMPATAN KATA



Kegembiraan hati pada peringatan HUT RI Ke-68, 17 Agustus 2013
Tulisan sebagai wujud rasa cinta dan apresiasi terhadap bahasa persatuan

BAGAIMANA MENGETAHUI BENAR TIDAKNYA PENEMPATAN KATA

Ketika kita membaca tulisan, misalnya kolom di media cetak, kita tidak begitu menggubris benar tidaknya suatu kata ditempatkan dalam kalimat yang tersaji. Tetapi tentu saja tidak akan terjadi bagi para pemerhati bahasa Indonesia.  Para pemerhati bahasa Indonesia, terlebih para pakar bahasa Indonesia, ketika membaca tulisan, kolom, editorial, atau berita yang tersaji, punya kepedulian, dan ada yang jeli menemukan ketidakakuratan dalam penempatan kata (dan memang jelas tidak akurat) dalam tulisan yang digunakan oleh penulisnya.
Pada kesempatan ini, penulis ingin berbagi dengan para pembaca, yang memiliki hobi membaca, punya hobi menuliskan pengetahuan yang dimiliki dalam bentuk bahasa tulis, dan mencintai bahasa Indonesia. Bahan tulisan ini penulis sajikan karena terinspirasi setelah membaca Buku Praktis Bahasa Indonesia 2 (Depdiknas: 2006). Ada beberapa simpulan penulis setelah membaca tulisan-tulisan yang ada, misalnya dalam hal penempatan kata dalam kalimat, yakni terjadinya ketidakakuratan penulis banyak ditemukan di sana.
Ternyata, ketidakakuratan dalam penempatan kata dalam kalimat/tulisan itu terjadi tidak saja karena kurang/tidak jeli, malas mencari pilihan kata, atau ketidakmampuan penulis semata (faktor dominan), tetapi juga karena terjadinya kesalahan karena sudah kadung/salah kaprah. Beberapa kasus terjadinya kesalahan menempatkan kata itu dapat ditemukan antara lain sebagai berikut:
1.  Kata dasar serapan
a.  anarkistis dan anarkis
Kedua kata ini adalah hasil dari serapan kata asing anarchist (kelas kata nomina/kata benda) yang artinya “penganut/penganjur paham anarkhisme”. Kata ini diserap dan ditulis dalama bahasa Indonesia menjadi anarkis sebagai kata benda, dan anarkistis untuk adjektiva/kata sifat.
Contoh kalimat yang benar menjadi:
Perilaku pedemo itu seperti perilaku anarkis.
Seharusnya mereka berdemo tidak anarkistis seperti itu
b.  real estate dan realestat; coup d’ etat dan kudeta;
Podomoro real estate dibangun di sini dan Puri Lido real estate dibangun di sana.
Kalimat di atas tidak konsisten. Separo kalimat menggunakan kaidah/tata kata bahasa Inggris dan separonya lagi menggunakan kaidah bahasa Indonesia. Kata real estate sudah di-Indonesiakan menjadi realestat (satu kata baru). Seharusnya Podomoro real estate dan Puri Lido real estate dapat diubah menjadi realestat Podomoro dan realestat Puri Lido.
Jadi kalimatnya tidak kalah keren jika seperti berikut ini.
Realestat Podomoro dibangun di sini dan realestat Puri Lido dibangun di sana.
Lihat juga contoh yang sudah ada: kata asing coup d’etat (bahasa Prancis; dua kata) diubah menjadi kudeta (cukup satu kata)
c.  asas dan azas;
Kata asas adalah kata hasil serapan dari kata dalam bahasa Arab. Huruf sin (s) dan bukan huruf zal (z).Dengan demikian yang benar adalah asas bukan azasi; hak asasi bukan hak azasi.
Izin dan ijin;
Kata izin aslinya dari bahasa Arab menggunakan huruf zal (z) bukan ja (j). Jadi yang benar izin bukan ijin.
Izinkan saya untuk pergi; bukan
Ijinkan saya untuk pergi.
 Ridha, ridho, ridla, dan rela;
Ketiga kata di atas berasal dari satu kata, yakni ridha/ridho (huruf ganda dh, awalnya diubah menjadi dl,  dan rupanya dl sulit diucapkan sehingga dimudahkan dengan mengganti dl menjadi l) memiliki makna yang sama (sinonim) yakni rela atau merestui. Akkan tetapi tidak berarti bisa saling menggantikan dalam kalimat, melainkan berbeda penempatannya sesuai dengan konteks kalimat. Perhatikan contoh penggunaannya pada kalimat berikut ini.
Semoga Allah rida dengan langkah yang kuambil ini.
Ridonya kedua orang tua tentu rido Allah juga. (rido artinya merestui)
Apakah engkau rela jika separo dari upahmu diambil orang lain?
Aku rela tinggal di gubuk tua, aku rela makan sepiring berdua, asalkan bisa hidup bersamamu.
Tulisan baku yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia adalah rida bukan rido. Ada pun kata rela tumbuh menjadi kata yang mandiri
Bandingkan jika kata rela ditempatkan untuk pronomina Tuhan/Allah. Tentu tidak tepat. Perhatikan contohnya pada kalimat berikut ini.
Relanya kedua orang tua tentu rela Allah juga. (kalimat menjadi janggal)
Kasus yang sama dengan kata-kata di atas terjadi juga pada kata-kata:
romadhon, ramadhan, ramadan, dan ramelan
Penulisan yang diperbolehkan adalah ramadan.Oang tua di Jawa yang tidak biasa dengan kata romadhon atau ramadhan memberi nama anaknya menjadi Ramelan.
d.  korban dan kurban
Kata korban dan kurban berasal dari kata dasar yang sama yakni qurban. Huruf q diubah menjadi huruf k. Manakah dari kedua kata ini yang baku, korban atau kurban?
Kedua kata ini adalah bentuk baku dan keduanya dibenarkan, namun penempatannya dalam kalimat harus sesuai dengan konteksnya. Perhatikan kalimat berikut ini.
Bus Pariwisata remnya blong, bus menyeruduk dua minibus dan tiga unit sepeda motor di depannya, akibatnya lima orang korban tewas di tempat.
Rezim militer berkuasa di Mesir setelah menangkap dan menahan mantan Presiden Mohammad Mursi. Rezim militer membunuhi para pedemo di lapangan At Tahrir, ratusan pedemo menjadi korban tewas dan luka-luka.
Pada bulan Zulhijjah 1434 H. yang akan datang, ribuan hewan kurban didatangkan ke Jakarta sebagai persiapan menyediakan hewan kurban untuk keperluan hari raya Idul Adha 1434 H.

(lanjutan) Bagaimana ....




a.   elit dan elite;
Kata dasar serapan aslinya dari bahasa Latin /elite/ yang artinya orang atau kelompok pilihan dalam masyarakat (status sosialnya tinggi atau terpandang). Pengucapan sama dengan bahasa tulisnya /elite/ dan bukan /elit/ (tanpa huruf e). Kasus yang sama dengan kata ini adalah /bonafide/ bukan /bonafid/; /faksimile/ dan bukan /faksimil/; /defile/ bukan /defil/
1.  Kata dasar
a.  sudah dan telah
sudah dan telah adalah dua kata yang sinonim tetapi tidak serta-merta satu sama lain dapat saling menggantikan di dalam menempatkannya ke dalam kalimat.  Untuk jelasnya perhatikan kalimat-kalimat berikut ini.
(i)          Persamaan keduanya dan dapat saling menggantikan
Ali sudah tidur; Ali telah tidur.
Mereka sudah berangkat; Mereka telah berangkat.
           Kakek sudah meninggal; Kakek telah meninggal.
(ii)        Keduanya tidak bisa saling menggantikan
a.  Sudahlah, tak usah diratapi lagi! Nasi sudah jadi bubur. (benar)
     Telahlah, tak usaha diratapi lagi! Nasi telah jadi bubur. (salah)
b.  Sudahkah kamu mendaftar ulang? (benar)
Telahkah kamu mendaftar ulang? (salah)
c.  Sudah jatuh, tertimpa tangga pula. (benar)
Telah jatuh, tertimpa tangga pula. (salah)
      Apa yang dapat diambil simpulan perbedaan dari kata sudah dan telah?  
Perbedaan pokok adalah, kata sudah dapat digunakan dalam bentuk kalimat tanya dengan membubuhi partikel –kah seperti sudahkah …?; dan dalam kalimat sertu dapat dibubuhi partikel –lah seperti pada kata sudahlah, …!; sedangkan kata telah tidak dapat dibubuhi partikel –kah dan juga partikel –lah.
b.  esok dan besok
esok dan besok adalah dua kata yang sinonim dan pemakaian keduanya dalam kalimat bisa saling menggantikan dan bisa juga tidak bisa saling menggantikan, tergantung kepada konteks kalimatnya.
Perhatikan contoh berikut ini.
(i)          saling menggantikan
Saya akan datang hari esok. ; Saya akan datang hari besok.
Esoknya dia muncul.; Besoknya dia muncul.
Esok atau lusa mereka akan tiba di sini.; Besok atau lusa mereka akan tiba di sini.
Apa yang terjadi esok lusa, kita tak tahu.; Apa yang terjadi besok lusa, kita tak tahu.
(ii)        Tidak bisa saling menggantikan
Hari ini adalah hari yang suram, hari esok semoga lebih cerah. (benar);
Pengertian kalimat ini adalah sebagai berikut:
Frasa /Hari ini/ diterjemahkan sebagai masa kini/zaman sekarang, sementara frasa /hari esok/ diterjemahkan sebagai mana nanti/masa yang akan datang.
Hari ini adalah hari yang suram, hari besok semoga lebih cerah.
(salah). Frasa /hari besok/ dalam kalimat dengan konteks seperti ini tidak ada dan karenanya tidak tepat. Sebabnya adalah, kata /besok/ artinya adalah hari setelah hari ini dan tidak ada arti lain.
(iii)       Perbedaan karena imbuhan ke-an
Kata /esok/ diberi imbuhan ke-an menjadi /keesokan/ seperti keesokan hari (benar); imbuhan ke-an  untuk kata /besok/ menjadi kebesokan hari (salah) dan tidak lazim.
     
c.  atas nama dan selaku/sebagai
Perhatikan kalimat berikut ini.
(i)          Atas nama Bupati Dompu dan atas nama pribadi, saya, H. Abubakar Ahmad, menyampaikan ucapan Selamat Idul Fitri 1430 H.
(ii)        Atas nama Mendikbud dan atas nama pribadi, Saya, Daoed Joesoef, menyampaikan ucapan Selamat Merayakan Hardiknas, 2 Mei 1979.
Kalimat (i) dan (ii) salah dan mubazir. H. Abubakar Ahmad berbicara kapasitasnya adalah Bupati Dompu, berbicara sendiri dan tidak mewakili orang lain. Begitu pun Daoed Joesoef yang Mendikbud. Jadi kedua orang itu tidak perlu menggunakan frasa /atas nama/. Kalimat-kalimat itu seharusnya ditulis seperti berikut ini.
(i)          Saya pribadi, H. Abubakar Ahmad, dan selaku Bupati Dompu, menyampaikan ucapan Selamat Idul Fitri 1430 H.
(ii)        Saya, Daoed Joesoef, sebagai pribadi dan selaku Mendikbud, menyampaikan ucapan Selamat Merayakan Hardiknas, 2 Mei 1979.
d.  setengah dan separo
Kata setengah dan separo adalah sinonim. Akan tetapi meskipun mempunyai arti yang sama, keduanya tidak serta-merta dapat saling menggantikan penempatannya dalam kalimat.
Perhatikan contoh pada kalimat –kalimat berikut ini.
(i)          Dari hasil keuntungan itu, kita berdua masing-masing mendapatkan setengahnya.
Dari hasil keuntungan itu, kita berdua masing-masing mendapatkan separonya
(ii)        Uang satu juta ini dibagi dua ya, kamu dapat setengah dan Ali dapat separo!
Uang satu juta ini dibagi dua ya, kamu dapat separo dan Ali dapat separo!
(to be continued)
Jakarta, 19 Agustus 2013
      Setengah dan separo (lanjutan)
Akan tetapi, pada sisi lain, kedua kata ini, Setengah dan separo,  tidak bisa sama artinya/tidak bisa saling menggantikan jika ditempatkan dalam kalimat (sesuai dengan konteks).
Contoh pada kalimat-kalimat berikut ini.
(i)          Kita harapkan rombongan duta negara dapat segera tiba pada pukul setengah tiga dini hari. (benar)
Kita harapkan rombongan duta negara dapat segera tiba pada pukul separo tiga dini hari. (salah)
(ii)        Jangan laksanakan tugas dengan setengah hati, tetapi harus dengan sungguh-sungguh. (benar)
Jangan laksanakan tugas dengan separo hati, tetapi harus dengan sungguh-sungguh. (salah)
(iii)       Kalau kamu sudah punya tekad yang kuat, maju terus, jangan setengah-setengah! (benar)
Kalau kamu sudah punya tekad yang kuat, maju terus, jangan separo-separo! (salah)

2.  Kata berimbuhan
a.  menemui dan menemukan;
Kedua kata ini berasal dari kata dasar yang sama, yakni kata /temu/ sebagai kelas kata verba. Kata /menemui/  dari kata dasar temu/ yang berimbuhan /me-i/ dan kata /menemukan/ berimbuhan /me-kan/.
Kedua kata ini memberi arti yang berbeda ketika ditempatkan dalam kalimat.
Perhatikan kalimat-kalimat berikut ini.
(i)          a) Saya menemui Kepala Biro Kepegawaian, Pak Sukino, di
     lantai   10.
b) Presiden Barrack Obama menemui Presiden SBY di Istana
    Negara kemarin.
c) Septi Sanustika menemui suaminya, Ahmad Fathanah, di
    Rutan Guntur.
d) Kesebelasan Barcelona tidak menemui kesulitan sama sekali
    ketika berhadapan dengan Levante.
Kata /menemui/ bisa berarti mendatangi, mengunjungi, menjeguk. atau menghadapi. Objek dari verba /menemui/ adalah manusia atau pronomina/kata ganti orang atau benda.
(ii)        a) Christophorus Columbus, sang penjelajah dunia, menemukan
    benua Amerika pada tahun 1492 M.
b) Pasangan suami-istri itu telah menemukan kembali barang-
    barang mereka yang hilang.
c) Tim SAR menemukan jasad dua orang korban  banjir yang
    kondisinya sudah membusuk.
Objek verba /menemukan/ adalah orang/benda yang sudah ada dan bukan barang baru.
b.  memanjati dan memanjatkan;
Kedua kata berimbuhan ini berasal dari kata dasar yang sama yaitu kata /panjat/.
Penggunaan kedua kata berimbuhan tersebut seperti ditunjukkan pada kalimat-kalimat berikut ini.
(i)          a) Anak-anak peserta lomba panjat pinang berlomba /memanjati/ 
     pohon pinang yang telah dilumuri dengan minyak pelumas.
b) Anggota tim pemanjat tebing itu berhasil memanjati tebing yang
    curam itu.
      Subjek pada kalimat (i) a), yakni peserta lomba dan subjek (i) b), yakni
           anggota tim pemanjat, bergerak/berpindah dari satu titik ke titik yang lain (dari
           bawah ke atas) sedangkan objek (i) a), yakni pohon pinang dan objek (i) b)
           tebing tidak bergerak (diam).
(ii)        Semua jemaah salat Idul Fitri memanjatkan doa kepada Allah.
Kata /memanjatkan/ mengusung makna khusus tentang pengharapan, permintaan, dan/atau doa yang ditujukan (hanya) kepada Allah. Subjek kalimat dari verba /memanjatkan/ tetap di tempat, sementara Objeknya, yakni permintaan, pengharapan, dan/atau doa seakan-akan digerakkan ke atas.
                 
c.  relawan dan sukarelawan
Bahasa Indonesia mengenal akhiran /–wan/ yang berasal dari bahasa Sansekerta. Misalnya ada kata sastrawan, bangsawan, wartawan, dan hartawan.
Kata /sastrawan/, /bangsawan/, /wartawan/, dan /hartawan/ berasal dari kata dasar kelas kata nomina /sastra/, /bangsa/, /warta/ dan /harta/ yang diberi imbuhan berupa akhiran –wan.
Kata-kata baru pun muncul yang mengacu kepada kata-kata yang sudah ada, seperti: fisikawan, dari nomina /fisika/; pustakawan dari nomina /pustaka/, dan juga ilmuwan dari nomina /ilmu/.
Sekarang muncul dua kata yang berasal dari rela dan atau sukarela yang kemudian muncul kata /relawan/ dan /sukarelawan/. Mana yang benar dari kedua kata ini? Relawan atau sukarelawan?
Untuk menjawabnya, mari kita beranalogi dengan kata-kata yang lain yang juga berakhiran /-wan/ yang sudah ada seperti di atas.
Kata /relawan/ berasal dari kata dasar kelas verba /rela/, sementara kata /sukarelawan/ berasal dari kata dasar kelas nomina /sukarela/.
Kalau begitu, yang benar adalah sukarelawan, bukan relawan.
d.  menanyakan dan mempertanyakan
Kata berimbuhan menanyakan dan mempertanyakan berasal dari kata dasar verba /tanya/. Kedua kata ini meskipun mempunyai arti yang sama, namun akan berbeda penempatannya dalam kalimat.
Contoh:
Ali menanyakan persamaan dan perbedaan arti antara dalil dengan teorema (kepada dosen) dalam sesi tanya jawab.
Ali bertanya karena tidak tahu dan minta dijawab oleh dosen. Penanya (Ali) dan dosen yang ditanya berkomunikasi langsung berada dalam satu tempat dan pada waktu yang sama.
Orang-orang dari LSM mempertanyakan kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM pada saat daya beli rakyat rendah.
Pada kalimat ini, orang-orang LSM dan pemerintah tidak berada di tempat yang sama dan tidak juga pada waktu yang sama, Tak ada komunikasi langsung. Pemerintah mungkin tahu, mungkin juga tidak tahu, dan oleh karena itu pemerintah tak perlu menjawab.

e.   menyilakan dan mempersilakan
Kedua kata ini, menyilakan dan mempersilakan, berasal dari kata dasar verba /sila/. Apakah kedua kata ini sama artinya, berbeda arti, dan bisa saling menggantikan, dan/atau berbeda dan tidak bisa saling menggantikan?
Rani sang pembawa acara menyilakan para tamu untuk duduk di kursi yang tersedia.
(Rani berbicara langsung/berhadapan langsung dengan para tamu yang ada di hadapannya; Rani tampak tersenyum ramah, menjabat tangan para tamu, dan menyilakan tamu duduk).
Bowo dengan suara yang khas mempersilakan  para tamu untuk duduk di kursi yang tersedia.
(1.  Bowo berbicara melalui mikrofon, memegang secarik kertas berisi teks bacaan, dan tidak harus melihat wajah para tamu.);
(2.  Bowo berkomunikasi tidak secara langsung berhadapan muka dengan para tamu. Para panitia yang menindaklanjuti pembicaraan Bowo.)
Kita, orang di luar Rani atau Bowo, melihat Rani atau Bowo beraktivitas, bercerita kepada orang lain pada waktu lain/dapat mengatakan aktivitas keduanya dengan kalimat sebagai berikut ini.
Rani/Bowo mempersilakan para tamunya untuk duduk di kursi yang tersedia.

f.    kebohongan publik
Saya beberapa kali mendengar pembicaraan dalam acara yang ditayang di layar tv atau membaca berita di media tentang frasa kebohongan publik yang salah ditempatkan dalam kalimat.
Contoh:
“Saudara X, seorang anggota DPR mengatakan bahwa, kasus Bank Century bukanlah extraordinary-crime. Di sini, saya nyatakan dengan tegas, Saudara X telah melakukan kebohongan publik!” kata Neto Pano berapi-api.
Neto Pano mungkin maksudnya benar, Saudara X sebenarnya yang berbohong, tetapi pemilihan frasa yang dia pakai, kebohongan publik, adalah salah dalam konteks kalimat di atas.
Mari kita lihat di mana letak kesalahannya.
Contoh analogi dalam frasa di bawah ini:
kehebatan Muhammad Ali, artinya Muhammad Ali yang hebat.
keseriusan KPK, artinya KPK serius.
keteledoran pilot, artinya pilot yang teledor.
kebobrokan koruptor, artinya koruptor yang bobrok.
Kalau begitu:
kebohongan publik, artinya publik berbohong.
(weleh weleh weleh! Salah besar dong!)
Jadi, frasa kebohongan publik semestinya diganti dengan frasa kebohongan terhadap publik atau pembohongan terhadap publik.

 Jakarta, 30 Agustus 2013