a. elit
dan elite;
Kata
dasar serapan aslinya dari bahasa Latin /elite/
yang artinya orang atau kelompok pilihan dalam masyarakat (status sosialnya
tinggi atau terpandang). Pengucapan sama dengan bahasa tulisnya /elite/ dan bukan /elit/ (tanpa huruf e).
Kasus yang sama dengan kata ini adalah /bonafide/
bukan /bonafid/; /faksimile/ dan bukan /faksimil/; /defile/ bukan /defil/
1. Kata
dasar
a. sudah
dan telah
sudah
dan telah adalah dua kata yang sinonim tetapi tidak serta-merta satu
sama lain dapat saling menggantikan di dalam menempatkannya ke dalam
kalimat. Untuk jelasnya perhatikan
kalimat-kalimat berikut ini.
(i)
Persamaan
keduanya dan dapat saling menggantikan
Ali sudah tidur; Ali telah tidur.
Mereka
sudah berangkat; Mereka telah berangkat.
Kakek
sudah meninggal; Kakek telah
meninggal.
(ii)
Keduanya
tidak bisa saling menggantikan
a.
Sudahlah, tak usah diratapi
lagi! Nasi sudah jadi bubur. (benar)
Telahlah,
tak usaha diratapi lagi! Nasi telah jadi bubur. (salah)
b.
Sudahkah kamu mendaftar
ulang? (benar)
Telahkah kamu
mendaftar ulang? (salah)
c.
Sudah jatuh, tertimpa
tangga pula. (benar)
Telah jatuh,
tertimpa tangga pula. (salah)
Apa
yang dapat diambil simpulan perbedaan dari kata sudah dan telah?
Perbedaan pokok adalah, kata sudah dapat
digunakan dalam bentuk kalimat tanya dengan membubuhi partikel –kah seperti sudahkah …?; dan dalam kalimat sertu dapat dibubuhi partikel –lah seperti pada kata sudahlah, …!; sedangkan kata telah
tidak dapat dibubuhi partikel –kah
dan juga partikel –lah.
b. esok
dan besok
esok dan
besok adalah dua kata yang sinonim
dan pemakaian keduanya dalam kalimat bisa saling menggantikan dan bisa juga
tidak bisa saling menggantikan, tergantung kepada konteks kalimatnya.
Perhatikan
contoh berikut ini.
(i)
saling menggantikan
Saya
akan datang hari esok. ; Saya akan
datang hari besok.
Esoknya
dia muncul.; Besoknya dia muncul.
Esok
atau lusa mereka akan tiba di sini.;
Besok atau lusa mereka akan tiba di sini.
Apa
yang terjadi esok lusa, kita tak
tahu.; Apa yang terjadi besok lusa,
kita tak tahu.
(ii)
Tidak bisa saling
menggantikan
Hari
ini adalah hari yang suram, hari esok
semoga lebih cerah. (benar);
Pengertian
kalimat ini adalah sebagai berikut:
Frasa
/Hari ini/ diterjemahkan sebagai masa
kini/zaman sekarang, sementara frasa /hari
esok/ diterjemahkan sebagai mana nanti/masa yang akan datang.
Hari
ini adalah hari yang suram, hari besok
semoga lebih cerah.
(salah).
Frasa /hari besok/ dalam kalimat
dengan konteks seperti ini tidak ada dan karenanya tidak tepat. Sebabnya
adalah, kata /besok/ artinya adalah hari setelah hari ini dan tidak ada arti
lain.
(iii) Perbedaan
karena imbuhan ke-an
Kata
/esok/ diberi imbuhan ke-an menjadi /keesokan/ seperti keesokan hari (benar); imbuhan ke-an untuk kata
/besok/ menjadi kebesokan hari
(salah) dan tidak lazim.
c. atas nama
dan selaku/sebagai
Perhatikan
kalimat berikut ini.
(i)
Atas nama Bupati Dompu dan atas nama pribadi, saya, H.
Abubakar Ahmad, menyampaikan ucapan Selamat Idul Fitri 1430 H.
(ii)
Atas nama Mendikbud dan atas nama pribadi, Saya, Daoed
Joesoef, menyampaikan ucapan Selamat Merayakan Hardiknas, 2 Mei 1979.
Kalimat
(i) dan (ii) salah dan mubazir. H. Abubakar Ahmad berbicara kapasitasnya adalah
Bupati Dompu, berbicara sendiri dan tidak mewakili orang lain. Begitu pun Daoed
Joesoef yang Mendikbud. Jadi kedua orang itu tidak perlu menggunakan frasa /atas nama/. Kalimat-kalimat itu
seharusnya ditulis seperti berikut ini.
(i)
Saya pribadi, H. Abubakar Ahmad, dan selaku Bupati Dompu,
menyampaikan ucapan Selamat Idul Fitri 1430 H.
(ii)
Saya, Daoed Joesoef, sebagai pribadi dan selaku
Mendikbud, menyampaikan ucapan Selamat Merayakan Hardiknas, 2 Mei 1979.
d. setengah
dan separo
Kata
setengah dan separo adalah sinonim. Akan tetapi meskipun mempunyai arti yang
sama, keduanya tidak serta-merta dapat saling menggantikan penempatannya dalam
kalimat.
Perhatikan
contoh pada kalimat –kalimat berikut ini.
(i)
Dari hasil keuntungan itu, kita berdua masing-masing
mendapatkan setengahnya.
Dari hasil keuntungan
itu, kita berdua masing-masing mendapatkan separonya
(ii)
Uang satu juta ini dibagi dua ya, kamu dapat setengah dan
Ali dapat separo!
Uang
satu juta ini dibagi dua ya, kamu dapat separo dan Ali dapat separo!
(to be
continued)
Jakarta, 19 Agustus
2013
Setengah
dan separo (lanjutan)
Akan
tetapi, pada sisi lain, kedua kata ini, Setengah
dan separo, tidak bisa sama artinya/tidak bisa saling
menggantikan jika ditempatkan dalam kalimat (sesuai dengan konteks).
Contoh
pada kalimat-kalimat berikut ini.
(i)
Kita harapkan rombongan duta negara dapat segera tiba
pada pukul setengah tiga dini hari.
(benar)
Kita harapkan
rombongan duta negara dapat segera tiba pada pukul separo tiga dini hari.
(salah)
(ii)
Jangan laksanakan tugas dengan setengah hati, tetapi
harus dengan sungguh-sungguh. (benar)
Jangan laksanakan
tugas dengan separo hati, tetapi harus dengan sungguh-sungguh.
(salah)
(iii) Kalau kamu sudah
punya tekad yang kuat, maju terus, jangan setengah-setengah!
(benar)
Kalau kamu sudah
punya tekad yang kuat, maju terus, jangan separo-separo!
(salah)
2. Kata
berimbuhan
a. menemui dan
menemukan;
Kedua
kata ini berasal dari kata dasar yang sama, yakni kata /temu/ sebagai kelas kata verba. Kata /menemui/ dari kata dasar temu/ yang berimbuhan /me-i/ dan kata /menemukan/ berimbuhan /me-kan/.
Kedua
kata ini memberi arti yang berbeda ketika ditempatkan dalam kalimat.
Perhatikan
kalimat-kalimat berikut ini.
(i)
a) Saya menemui Kepala Biro Kepegawaian, Pak
Sukino, di
lantai 10.
b) Presiden Barrack
Obama menemui Presiden SBY di Istana
Negara kemarin.
c) Septi Sanustika
menemui suaminya, Ahmad Fathanah, di
Rutan Guntur.
d) Kesebelasan
Barcelona tidak menemui kesulitan sama sekali
ketika berhadapan dengan Levante.
Kata
/menemui/ bisa berarti mendatangi,
mengunjungi, menjeguk. atau menghadapi. Objek dari verba /menemui/ adalah manusia atau pronomina/kata ganti orang atau
benda.
(ii)
a) Christophorus Columbus, sang penjelajah dunia,
menemukan
benua Amerika pada tahun 1492 M.
b) Pasangan
suami-istri itu telah menemukan kembali barang-
barang mereka yang hilang.
c) Tim SAR menemukan
jasad dua orang korban banjir yang
kondisinya sudah membusuk.
Objek
verba /menemukan/ adalah orang/benda
yang sudah ada dan bukan barang baru.
b. memanjati
dan memanjatkan;
Kedua
kata berimbuhan ini berasal dari kata dasar yang sama yaitu kata /panjat/.
Penggunaan
kedua kata berimbuhan tersebut seperti ditunjukkan pada kalimat-kalimat berikut
ini.
(i)
a) Anak-anak peserta
lomba panjat pinang berlomba /memanjati/
pohon pinang yang telah dilumuri dengan
minyak pelumas.
b)
Anggota tim pemanjat tebing itu berhasil memanjati tebing yang
curam itu.
Subjek pada kalimat (i) a), yakni peserta
lomba dan subjek (i) b), yakni
anggota tim pemanjat, bergerak/berpindah
dari satu titik ke titik yang lain (dari
bawah ke atas) sedangkan objek (i)
a), yakni pohon pinang dan objek (i) b)
tebing tidak bergerak (diam).
(ii)
Semua jemaah salat
Idul Fitri memanjatkan doa kepada
Allah.
Kata
/memanjatkan/ mengusung makna khusus
tentang pengharapan, permintaan, dan/atau doa yang ditujukan (hanya) kepada
Allah. Subjek kalimat dari verba /memanjatkan/ tetap di tempat, sementara Objeknya,
yakni permintaan, pengharapan, dan/atau doa seakan-akan digerakkan ke atas.
c. relawan
dan sukarelawan
Bahasa
Indonesia mengenal akhiran /–wan/
yang berasal dari bahasa Sansekerta. Misalnya ada kata sastrawan, bangsawan, wartawan,
dan hartawan.
Kata
/sastrawan/, /bangsawan/, /wartawan/,
dan /hartawan/ berasal dari kata
dasar kelas kata nomina /sastra/,
/bangsa/, /warta/ dan /harta/
yang diberi imbuhan berupa akhiran –wan.
Kata-kata
baru pun muncul yang mengacu kepada kata-kata yang sudah ada, seperti: fisikawan, dari nomina /fisika/; pustakawan dari nomina /pustaka/, dan juga ilmuwan dari nomina /ilmu/.
Sekarang
muncul dua kata yang berasal dari rela dan atau sukarela yang kemudian muncul
kata /relawan/ dan /sukarelawan/. Mana yang benar dari kedua
kata ini? Relawan atau sukarelawan?
Untuk
menjawabnya, mari kita beranalogi dengan kata-kata yang lain yang juga
berakhiran /-wan/ yang sudah ada
seperti di atas.
Kata
/relawan/ berasal dari kata dasar kelas verba /rela/, sementara kata /sukarelawan/ berasal dari kata dasar kelas
nomina /sukarela/.
Kalau
begitu, yang benar adalah sukarelawan,
bukan relawan.
d. menanyakan
dan mempertanyakan
Kata
berimbuhan menanyakan dan mempertanyakan berasal dari kata dasar
verba /tanya/. Kedua kata ini
meskipun mempunyai arti yang sama, namun akan berbeda penempatannya dalam
kalimat.
Contoh:
Ali
menanyakan persamaan dan perbedaan arti antara dalil dengan teorema (kepada
dosen) dalam sesi tanya jawab.
Ali
bertanya karena tidak tahu dan minta dijawab oleh dosen. Penanya (Ali) dan dosen
yang ditanya berkomunikasi langsung berada dalam satu tempat dan pada waktu
yang sama.
Orang-orang
dari LSM mempertanyakan kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM pada saat daya
beli rakyat rendah.
Pada
kalimat ini, orang-orang LSM dan pemerintah tidak berada di tempat yang sama
dan tidak juga pada waktu yang sama, Tak ada komunikasi langsung. Pemerintah
mungkin tahu, mungkin juga tidak tahu, dan oleh karena itu pemerintah tak perlu
menjawab.
e. menyilakan
dan mempersilakan
Kedua
kata ini, menyilakan dan mempersilakan, berasal dari kata dasar
verba /sila/. Apakah kedua kata ini
sama artinya, berbeda arti, dan bisa saling menggantikan, dan/atau berbeda dan
tidak bisa saling menggantikan?
Rani
sang pembawa acara menyilakan para
tamu untuk duduk di kursi yang tersedia.
(Rani
berbicara langsung/berhadapan langsung dengan para tamu yang ada di hadapannya;
Rani tampak tersenyum ramah, menjabat tangan para tamu, dan menyilakan tamu
duduk).
Bowo
dengan suara yang khas mempersilakan para tamu untuk duduk di kursi yang tersedia.
(1. Bowo
berbicara melalui mikrofon, memegang secarik kertas berisi teks bacaan, dan
tidak harus melihat wajah para tamu.);
(2. Bowo
berkomunikasi tidak secara langsung berhadapan muka dengan para tamu. Para
panitia yang menindaklanjuti pembicaraan Bowo.)
Kita,
orang di luar Rani atau Bowo, melihat Rani atau Bowo beraktivitas, bercerita
kepada orang lain pada waktu lain/dapat mengatakan aktivitas keduanya dengan
kalimat sebagai berikut ini.
Rani/Bowo
mempersilakan para tamunya untuk duduk
di kursi yang tersedia.
f.
kebohongan publik
Saya
beberapa kali mendengar pembicaraan dalam acara yang ditayang di layar tv atau
membaca berita di media tentang frasa kebohongan
publik yang salah ditempatkan dalam kalimat.
Contoh:
“Saudara
X, seorang anggota DPR mengatakan bahwa, kasus Bank Century bukanlah extraordinary-crime. Di sini, saya
nyatakan dengan tegas, Saudara X telah melakukan kebohongan publik!” kata Neto Pano berapi-api.
Neto
Pano mungkin maksudnya benar, Saudara X sebenarnya yang berbohong, tetapi
pemilihan frasa yang dia pakai, kebohongan
publik, adalah salah dalam konteks kalimat di atas.
Mari
kita lihat di mana letak kesalahannya.
Contoh
analogi dalam frasa di bawah ini:
kehebatan
Muhammad Ali, artinya Muhammad Ali yang hebat.
keseriusan
KPK, artinya KPK serius.
keteledoran
pilot, artinya pilot yang teledor.
kebobrokan
koruptor, artinya koruptor yang bobrok.
Kalau
begitu:
kebohongan
publik, artinya publik berbohong.
(weleh weleh weleh! Salah besar dong!)
Jadi,
frasa kebohongan publik semestinya
diganti dengan frasa kebohongan terhadap
publik atau pembohongan terhadap
publik.
Jakarta, 30 Agustus 2013