BOTAK YANG FENOMENAL
Berbicara botak pasti asal-muasalnya adalah membicarakan
bagian tubuh yang bernama kepala. Kaidah bahasa Indonesia,
diterangkan-menerangkan (hukum D-M) atau kaidah gramatika bahasa Inggris,
menerangkan-diterangkan (hukum M-D) tentang topik botak adalah seperti pada frasa kepala botak, kata kepala berfungsi sebagai D dan kata botak berfungsi sebagai M. atau dalam bahasa Inggrisnya
bald head; bald sebagai M dan head sebagai D.
Rupanya kata botak tidak banyak punya variasi arti
menyempit atau meluas seperti kata-kata lain. Misalnya kata tumpul tidak saja
untuk pisau, seperti pisau tumpul, tetapi juga mempunyai makna lain, misalnya
pada agresifitas permainan sepakbola. Serangan tumpul, striker tumpul, atau
klub tumpul bermakna striker atau serangan yang tak menghasilkan gol untuk
mencetak angka.
Begitu juga dengan kata tajam, mandul, hujan, dll. yang
maknanya meluas. Kata botak masih saja berhubungan dengan kepala atau yang ada
di kepala, yakni rambut. Kepala botak pasti kepala tak berambut. Maling ayam
dibotaki artinya rambutnya dicukur habis sehingga plontos. Zaman dulu, era
dekade 60-an ke belakang, kata botak itu konotasinya minus, tuna, atau bahan
olokan/ejekan. Orang tua yang punya bayi atau anak balita akan berkecil hati
kalau anaknya berambut tipis/jarang apa lagi sampai tak punya rambut alias
botak. Orang dewasa yang rambutnya jarang akan merasa risih karena diejek
sebagai orang yang menderita kurang gizi. Orang yang usianya tua tetapi botak
akan diejek dengan ibarat botak kayak profesor, karena profesor itu identik
dengan kepala botak.
Botak adalah sunnatullah dan manusiawi. Makin tua usia
manusia, peluang untuk botak akan terbuka. Botak itu bisa saja secara alamiah
bisa dimulai dari kepala bagian depan, bisa dari tengah kepala, dari samping
kanan-kiri, dan bisa juga diawali dari belakang.
Namun, botak ternyata bisa menjadi kebanggaan dan
trade-mark bagi seseorang. Telly Savalas, sang aktor Hollywood, sangat bangga
dengan botaknya (disengaja) dan ketenarannya diperoleh karena dia tetap ajeg
dengan penampilan botak. Botak itu bagi Telly Savalas adalah trade-mark dan
malahan membawa hoki dan ketenaran.
Ada fenomena yang menarik di tempat saya bekerja. Ada
banyak staf biasa yang sudah lama dan berpengalaman bekerja sebagai sebagai
staf dengan jabatan pembantu pimpinan. Sebagian dari staf/pembantu pimpinan
yang rambutnya sudah mulai berkurang dan menunjukkan kecenderungan kepada
botak. Pada awal tahun 2012, seorang staf dengan jabatan pembantu pimpinan
diangkat dalam jabatan setara eselon !V. Dia ini, sudah punya gejala botak dan
tampak berawal dari bagian depan. Medio 2012, ada promosi untuk eselon !V lagi.
Dia ini juga botak, bagian botak sudah tampak jelas bagian atas membentuk
lingkaran dan juga bagian belakang sebagiannya. Menjelang kuartal akhir 2013,
ada lagi pejabat baru eselon IV diangkat dan dilantik. Pembaca tentu belum tahu
dan ingin tahu, apa dia tidak botak, setengah botak, atau botak abis!
Pembaca yang budiman,
Pejabat baru kita ini, botak tuntas di bagian atas
kepala seperti peci haji yang menutupi bagian atas kepala, dan rambutnya
tersisa pada bagian bawah. Pemandangan yang menarik. Botak yang indah bak
ditata.
Ngomongin botak, bicara pejabat yang diangkat bernuansa
botak, alih-alih botak ditakuti, sekarang malah dicintai dan digadang-gadang.
Para staf yang berpeluang promosi eselon IV pun berkaca-kaca di depan cermin
mematut-matut kepala, botak atau tidak. Kalau memang botak, tentu hati riang
gembira. Pejabat berikutnya, dengan mengacu kepada pejabat yang botak
sebelumnya, tentu lebih berpeluang staf yang botak yang diangkat. Staf di
tempat saja bekerja bangga dengan kebotakan yang alamiah.
Botak memang fenomenal!
Fave Aston, Braga, Bandung, 21 Nov. 2013
Gondrong yang Stagnan
Kata gondrong dan
kata botak sama-sama kelas kata
adjektiva tetapi kedua kata ini jelas berbeda arti. Gondrong selalu dihubungkan dengan nomina rambut panjang pria dan botak
dihubungkan dengan kepala yang
tak berambut. Nasib kata gondrong
juga berbeda dengan nasib kata botak.
Zaman dahulu, masyarakat tak pernah memasalahkan pria berambut gondrong. Para
raja yang berkuasa: Raja Henry atau Raja George di Kerajaan Britania Raya
berambut gondrong. Jesus Christus dari Nazareth berambut gondrong. Kaisar
Romulus dari Romawi atau Julius Caesar juga berambut gondrong. Hercules, Benhur,
dan sahabat Jesus pub berambut gondrong. Begitu juga para panglima perang atau
komandan tempur jaman kerajaan termasyhur tempo dulu. Rambut gondrong para pria
bukan sesuatu yang luar biasa pada zaman dahulu. Tetapi meskipun mereka
berambut gondrong, mereka tampil rapih dan gagah.
Dalam ajaran agama (Islam) tidak dipersoalkan apa lagi
dilarang seorang muslim berambut gondrong. Nabi saw dan para sahabat tidak pernah meributkan apa lagi melarang
muslim berambut gondrong. Rambut adalah karunia Allah. Urusan dakwah Nabi saw
dalam menanamkan pemahaman dan amaliah Islam jauh lebih penting dari “ngurusi”
rambut gondrong. Tetapi yang jelas, Nabi saw dan para sahabat tidak pernah
berambut gondrong apa lagi panjang tak terurus. Rambut beliau dan para sahabat
selalu rapi. Titik.
Itulah
yang dicontoh oleh para kaum pria yang muslim. Mereka merasa risih jika punya
rambut panjang/gondrong. Tetapi sekali lagi, tak ada anjuran bagi pria berambut
panjang (sunnah dan berfadilah), dan tak ada larangan pula bagi pria yang
berambut gondrong (makruh apa lagi haram). Sama halnya dengan soal
jenggot/janggut. Tak ada sangksi dosa bagi orang yang tak berjanggut dan tak
ada pahala bagi orang yang berjanggut (wong
sunnatullah, manusiawi banget!
Ada orang yang dikaruniai bulu-bulu yang lebat di mana tempat sementara ada
pula orang yang jarang bulunya di mana tempat). Kalau ada saudara kita yang
mengatakan memelihara janggut berpahala dan tidak berjanggut itu berdosa, perkataannya
tak usah didengar dan tak usah dipakai karena tak ada nilainya, “Maksud elu? Saya tak berjanggut, emang masalah
buat elu!”
Gondrong
atau tidak gondrong adalah soal selera. Para anggota Polri atau TNI dan PNS
tidak boleh berambung gondrong adalah soal ada aturan institusi yang mengikat.
Gondrong atau tidak gondrong tak ada kaitannya dengan hablum-minallah sepert
beribadah salat, berpuasa, berzakat, atau berhaji.
Secara agama, rambut gondrong bagi pria itu tak ada
masalah. Mau rambut pendek atau mau rambut gondrong tak perlu dipermasalahkan.Secara
kepantasan dan tradisi, kaum pria akan lebih pantas berambut pendek dan tidak
berambut panjang/gondrong. Lalu apakah rambut wanita harus panjang? Tak perlu
dijawab pertanyaan ini. Wanita muslim berhijab, rambutnya tak terlihat, apakah
panjang atau pendek. Yang tahu tentang panjang pendeknya rambut wanita adalah
dia sendiri, keluarga di rumah, atau suami romantis yang suka mengelus rambut
istrinya.
Zaman
Orde Lama, tepatnya RI di bawah rezim Soekarno, soal rambut gondrong adalah
soal tabu, tidak disukai, bahkan bisa diterjemahkan sebagai perilaku haram.
Kita masih ingat akan grup band anak muda yang kondang tahun 60-an, Koes
Bersaudara/Koes Plus. Nomo Koeswoyo bersaudara itu, tampil bermusik dengan
rambut gondrong, lagu-lagunya ala The Beatles. Bung Karno kebetulan sedang
galak-galaknya mencanangkan Ganyang Nekolim:
Amerika kita setrika dan Inggris kita
linggis. Kepada Koes bersaudara, Bung Karno menohok dengan kata-kata
julukan lagu Ngak Ngik Ngok!
Penampilan Nomo Koeswoyo bersaudara yang gondrong dan lagu-lagu Ngak Ngik Ngok membuat Bung Karno murka.
Koes Bersaudara/Koes Plus ditangkap dan ditahan. Padahal banyak penyanyi dan pemusik
yang meniru Koes Bersaudara.
Zaman
Orde Baru, orang berambut gondrong masih tetap dipandang sinis meskipun rambut
gondrongnya tertata rapih. Katanya orang-orang, tak pantas lelaki berambut
panjang. Mungkin orang-orang ini melihat mereka yang punya rambut gondrong
kerap sering tampil kumel dan dekil,
itu sebabnya dibenci. Padahal banyak kaum pria berambut gondrong yang tidak kumel dan dekil. Arbi Sanit dan Mulyana
W. Kusuma, dosen Fisipol dan Kriminologi UI, Arswendo Atmowiloto, Romo Mudji
Soetrisno, dan Ngkong Ridwan Saidi
adalah tokoh-tokoh kondang berambut gondrong.
Meskipun
ada beberapa tokoh beken dan pemusik kondang yang berambut gondrong, tetapi tak
banyak orang yang mengidolakan mereka dan ikut-ikutan berambut gondrong.
Staf
senior yang bekerja di kantor atau kementerian pemerintah yang ingin dan
berhasrat promosi jabatan takkan punya nyali memelihara rambut gondrong karena
peluang promosi akan terkendala karena rambut gondrongnya. Salah satu staf di
kantor dinas pendidikan Provinsi X, senior, kompeten, dan berpendidikan S-2
malah dicoret dari daftar nama calon pejabat Eselon IV karena berambut gondrong
dan dia emoh dipotong rambutnya.
Berambut
gondrong kalah pengaruh dengan kepala botak. Jadilah orang yang berambut
gondrong menjadi kaum inferior di
negeri tercinta ini.
Hotel
Fave Braga, Bandung, 22 November 2013