Kamis, 29 Mei 2014

ANTARA MUSLIM DAN MUKMIN, MANA YANG LEBIH DAHULU HADIR?



Sebuah diskusi
ANTARA MUSLIM DAN MUKMIN, MANA YANG LEBIH DAHULU HADIR?
Muslim
Muslim itu predikat untuk orang Islam. Muslim itu mudah dikenali. Lupakan tampilan fisik untuk mengenali seorang muslim atau bukan muslim! Jangan dulu melihat muslim secara fisik dari tampilan busananya. Nanti kita bisa tertipu. Apa lagi tampilan fisik busana zaman sekarang. Seseorang yang berjubah, bergomis, dan berselempang sorban yang kita lihat zaman sekarang belum tentu dia seorang muslim. Jangan-jangan dia cuma menyaru/menyamar (kamuflase) kayak bunglon. Kita wajib hati-hati dan waspada. Sudah banyak contoh penampilan merayu cantik kayak bunglon berwarna-warni tetapi kelakuan menipu kayak iblis.
Jadi, dari mana kita mengenali seorang muslim?
Lihat dan perhatikan saja amaliahnya (action; fi’il; perbuatan) sehari-hari. Orang Islam itu membangun, menegakkan, dan memelihara kedamaian, kenyamanan, kesejukan, kebaikan, kehalusan, kejujuran, rendah hati, berjiwa besar, toleran, dan lain sebagainya, di mana pun, dan kapan pun.
Bahasa Qurannya, rahmatan lil’aalamiin.
Orang/seseorang itu baru bisa dikatakan ada dan hadir di muka bumi ini tatkala dia dilahirkan sebagai bayi mungil oleh ibunya: detik, menit, jam, hari, dan tanggalnya jelas.
Bayi dan anak kecil itu muslim
Bayi yang lahir itu adalah seorang bayi muslim. Bayi itu tunduk kepada sunnatullah (ketentuan Allah). Apa buktinya bahwa seorang bayi itu tunduk kepada sunnatullah?
Allah menciptakan organ mulut dan suara. Bayi itu menangis dengan membuka mulutnya. Allah menciptakan tubuh, anggota tubuh, darah, dan energi/daya. Bayi itu bergerak, menggeliat, menggerakkan kedua tangannya. Baru sebatas itu sang bayi melakukan. Itulah naluri yang dikaruniakan Allah. Itulah fitrahnya. Sang bayi itu tunduk kepada Allah dengan karunia naluri. Akalnya sama sekali belum berfungsi. Bayi itu seorang muslim kecil.
Bagaimana jika sang bayi lahir dari rahim wanita nonmuslim?
Kita jangan melihat agama ibunya atau agama ayahnya. Mau ibu Yahudi, Nasrani, Hindu, Buddha, Konghucu, aliran kepercayaan, atau seorang atheis, bayi tetaplah muslim.
Bayi dari hari ke hari bertumbuh. Setelah naluri, sang bayi yang muslim itu memanfaatkan indra-indra yang telah dikaruniakan Allah: melihat karena punya mata; mendengar karena ada telinga; mencium karena punya hidung; meraba karena ada kulit; merasa/mengecap karena punya lidah. Semua itu kerja indra-indra (pancaindra) secara naluriah (intuitif).
Ketika sang bayi haus atau lapar, dia belum bisa mengucapkan kata-kata. Secara naluriah dia menangis.  Secara naluriah pula dia menyeruput puting susu ibunya dengan mulutnya karena tangannya belum bisa difungsikan.
Sang bayi yang memanfaatkan semua indra karunia Allah secara maksimal dan proporsional, dia secara naluriah tunduk kepada Allah, jadi dia, sang bayi itu adalah seorang muslim. Naluri dan pancaindra sudah dimanfaatkan.
Belajar dari contoh kehadiran bayi, maka akan lebih mudah bagi kita melihat sosok seseorang itu sebagai muslim.
Muslim itu tuntuk kepada ketentuan Allah. Muslim itu memanfaatkan karunia Allah secara maksimal. Seorang bayi kecil itu baru memanfaatkan karunia naluri (intuisi) dan pancaindra. Karunia Allah berikutnya yang belum difungsikan/belum berfungsi sebagaimana mestinya, adalah akal.

Anak kecil itu muslim
Kamis, 29 Mei 2014, pas hari libur nasional memperingati Kenaikan Isa Almasih, terjadi peristiwa kecelakaan yang menimpa seorang anak balita berusia kurang lebih 3 tahun, sebutlah namanya Adi. Kecelakaan terjadi di pusat perbelanjaan Cempaka Mas, Cempaka Putih, Jakarta Pusat.
Kaki si Adi kecil terjepit di tangga eskalator. Adi asik bermain dan melompat-lompat di tangga berjalan itu. Adi sama sekali tidak tahu bahwa perbuatannya itu akan membahayakan dirinya. Akal seorang anak usia 3 tahun memang belum sampai ke sana. Dia rupanya luput/lepas dari gandengan dan pengawasan sang ibu. Dia berteriak kesakitan dan mengaduh sambil memegangi kakinya yang terjepit tangga berjalan itu.
Adi berkomunikasi/mengomunikasikan penderitaannya kepada orang lain adalah dengan menjerit, menangis, mengaduh, dan menunjuk-nunjuk ke arah kakinya.
Adi bermain, meloncat, menjerit, menangis, mengaduh, meminta tolong, dan menunjuk-nunjuk ke arah kaki adalah bentuk memanfaatkan karunia Allah: naluri, pancaindra, dan akal.
Itulah contoh seorang muslim yang berusia 3 tahun. Ada miliaran muslim seusia Adi dan semua anak seusia itu adalah muslim.
Pak Mardi dan keluarga tinggal dan menghuni sebuah rumah sederhana di bantaran kali Ciliwung.
Mengapa Pak Mardi tinggal di tempat rawan banjir dan berbahaya? Mengapa dia tidak tinggal rumah gedung atau apartemen?
Pak Mardi orang miskin. Penghasilannya pas-pasan dan hanya cukup untuk keperluan makan sehari-hari. Dia seorang pekerja keras dan bukan pemalas. Dia bersama istri dan seorang anaknya sudah keluar dari rumah untuk bekerja sejak pukul 5 pagi hari dan pulang ke rumah menjelang waktu Magrib. Waktu selama 10 atau 11 jam itu dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Dia itu memang seorang pemulung.
Apakah Pak Mardi seorang muslim?
Ciri khas muslim itu bekerja. Muslim itu bekerja untuk mencari nafkah. Mencari nafkah bagi manusia itu demi mempertahankan hidup/berkehidupan yang pantas. Mempertahankan kehidupan itu adalah perintah Allah. Bekerja itu tanda dan wujud ketaatan kepada Allah. Menjadi seorang pemulung tidak masalah.
Jadi, Pak Mardi itu seorang muslim.
Kita tidak perlu menyaksikan atau mendengar dia mengucapkan dua kalimat syahadat (syahadatain). Kita tidak perlu mencari tahu dia mengaji, berdoa, bersalawat, salat, berpuasa, berzakat, atau berhaji.  Bersyahadat, mengaji, salat, berpuasa, berzakat, dan berhaji itu urusan masing-masing, nafsi-nafsi, individual, ane-ane ente-ente, elu-elu gue-gue.
Kalau pada suatu saat, suatu hari, atau suatu waktu kita melihat dia salat ke masjid, atau dia pergi menunaikan ibadah haji, kita bisa mengatakan, Pak Mardi memang benar seorang muslim.
Pak Mardi tidak perlu mengatakan lagi dengan kata-kata, dia tidak perlu berorasi mengumbar kata-kata. Cukuplah bagi kita dengan melihat amaliahnya.
Menjadi seorang muslim itu memang dengan mewujudkan amaliah nyata yang bermanfaat, bukan dengan sekedar mengumbar banyak kata yang sama sekali tidak bermakna, lebih-lebih lagi tidak membawa manfaat.
Kalau terjadi kebalikannya, Pak Mardi malas bekerja dan mencari nafkah, rajin pergi salat ke masjid, khusuk berdoa berlama-lama di masjid, ikut pengajian keliling kampung, rajin berziarah ke makam dan makam para pahlawan, rajin dan membuang waktu pergi ke tempat-tempat sepi untuk bersemedi, tentu kerugian besar bagi dirinya, kerugian bagi istri dan anaknya, dan kerugian bagi masyarakatnya. Dia ada tetapi tidak menggenapkan. Dll, dsb.
Kita dapat mengatakan, Pak Mardi itu identitas dan busananya saja yang muslim, tetapi amaliahnya jauh dari praktik muslim.
Ya pantas saja dia tetap miskin dan menjadi penghuni bantaran Kali Ciliwung.
Begitu pun dengan kita. Kalau kita malas bekerja padahal kita telah mendapat karunia kehidupan oleh Allah, artinya kita tidak taat kepada Allah, kita cuma mengaku, cuma ber-KTP Islam, tetapi amaliah nihil, minus, atau amaliah kita tidak membawa manfaat, maka sebenarnya kita telah menistakan/menghinakan diri sendiri. Di dunia hidup malang, di akhirat tentu lebih malang lagi.

Mukmin
Mukmin, arti sederhananya adalah orang yang beriman. Iman artinya percaya atau yakin. Iman itu milik hati atau kalbu. Oleh karena itu, iman itu tidak berwujud, tidak bisa dirasakan oleh alat-alat indra seperti halnya melihat muslim.
Orang boleh saja berkata percaya atau beriman kepada Allah, kepada malaikat, kepada kitab-kitab suci, para rasul, ketentuan, hari akhirat, dan kepada takdir Allah. Semua yang dikatakan itu hanya kesan sekelebat saja dan tidak bisa dibuktikan.
Bagaimana caranya mengetahui seseorang itu mukmin?
Bukti beriman kepada Allah kita awali dulu dengan dua sudut pandang, adanya perintah dan larangan Allah.
Nabi saw salat, berpuasa, berzakat, dan berhaji karena ada perintah Allah. Nabi saw sebelumnya tidak pernah salat, tidak berpuasa, tidak berzakat, dan tidak berhaji sebelumnya. Keluarganya pun tidak, juga masyarakat di sekelilingnya.
Nabi saw berdakwah Islam karena ada perintah Allah agar berdakwah Islam. Nabi saw tidak pernah berdakwah sebelum turunnya perintah berdakwah.
Karena Nabi saw adalah teladan umat Islam, kita pun melakukan semua yang dia teladankan. Kita tidak perlu cerewet bertanya-tanya ini itu lagi.
Allah melarang mengonsumsi daging babi, bangkai, darah, arak beralkohol; Allah melarang berjudi, berzina, mencuri, dan memakan riba.
Nabi saw paling dahulu menaati semua larangan Allah. Kita pun sebagai umat Muhammad saw taat dan meneladaninya. Kita pun menjauhi semua hal yang telah dilarang oleh Allah. Kita tidak perlu cerewet bertanya ini itu lagi.
Semua hal yang kita lakukan dan yang kita jauhi seperti yang telah disebutkan di atas sesungguhnya membuktikan bahwa kita beriman kepada Allah. Ya, kita adalah mukmin.
Beriman kepada Allah (Yang Maha Mencipta) adalah pokok utama keimanan. Keimanan kepada keberadaan yang lain (makhluk; ciptaan) adalah dahan dan ranting saja.
Kalau pokok pohon tidak ada, mustahil tumbuh dahan dan ranting, mustahil ada daun, bunga, dan buah.
Keimanan itu dimiliki seseorang karena dia memiliki pengetahuan dan pengalaman (mengalami). Makin tinggi pengetahuan, makin banyak pengalaman, makin kuat tingkat keimanannya (kualitas sikap; quality of attitude).
Contoh:
Maurice Buchaile, seorang gynecolog, seorang kristiani warga negara Prancis, banyak pengetahuan, banyak melakukan pekerjaan dan praktik yang berhubungan dengan profesinya sebagai ahli kandungan, memiliki hasrat ingin tahu, mempelajari dan memahami Bybel.
Keingintahuannya terhadap Islam membawanya kepada membaca dan mempelajari Quran. Sekali dua kali mempelajari Quran, sikapnya masih biasa-biasa saja. Tetapi tatkala dia membuka Quran Surat Al Mukminun (QS 23: 12, 13, 14), dia mempelajari berulang-ulang  untuk memahami lebih dalam. Kandungan ayat-ayat itu berkaitan erat dengan profesinya dan kegiatannya setiap hari.
Rasa penasaran membawanya kepada penggalian (eksplorasi) pesan-pesan Quran seutuhnya.
“Inilah ajaran agama yang sebenarnya!” ujarnya bersemangat.
Maurice Buchaile pun mantap bersyahadatain. “Wa kafaa billaahi syahiidaa”. Dan cukuplah Allah menjadi Penyaksi. Dia menjadi mukmin ketika usianya menginjak usia 40-an. He became a moslem in his fourties.
Simak juga riwayat hidup seorang Muhammad Ali, si Leher Beton Mike Tyson, dan penyanyi tenar Cat Steven Muhammad Yusuf.
Kalau begitu, sekarang baru kupahami, muslim duluan, baru mukmin. Itu baru benar!
Jakarta, 30 Mei 2014

Selasa, 27 Mei 2014

ISRA’ MI’RAJ DAN PILPRES 2014




ISRA’ MI’RAJ DAN PILPRES 2014
Isra’ Mi’raj
Rujukan: QS 17: 1
“Maha Suci (Allah), yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari, dari Masjidil Haram (Mekkah) ke Masjidil Aqsha (Palestina), yang telah Kami berkahi sekelilingnya, agar Kami perlihatkan kepadanya, sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Melihat.”
Peristiwa Isra’ Mi’raj adalah peristiwa bersejarah seorang Muhammad saw dan dia adalah pelaku sejarah yang mengalami langsung peristiwa Isra’ Mi’raj.
Kapan peristiwa Isra’ Mi’raj terjadi pada diri Muhammad saw?
Ahli Tarikh/Sejarah tidak sepakat dengan hari H- dan bulan B-nya peristiwa itu terjadi. Seorang ahli, Abul A’la Al Mauduudi mengatakan bahwa peristiwa itu terjadi Antara tahun 621-622 M. Al Allamah Al Mashfuri mengatakan bahwa peristiwa itu terjadi pada tahun ke-10 masa kerasulan.
Akan tetapi para ahli tarikh sepakat, bahwa peristiwa Isra’ Mi’raj terjadi pada tanggal 27 bulan Rajab tahun ke-12 masa kerasulan (622 M.)
(para ahli tarikh saja belum sepakat dan kompak menjelaskan tentang waktu terjadinya peristiwa yang hebat itu. Adanya tanggal 27 bulan Rajab itu adalah kesepakatan saja. Kate orang Betawi, udeh deh, sepakat aje!)
Ini adalah pembelajaran bagi kita semua (muslim) tentang Isra’ Mi’raj itu. Kejadian itu adalah peristiwa yang agung dan bersejarah.Tanggal 27 bulan Rajab itu muncul adalah tanggal dan bulan yang disepakati. Benar tidaknya, kita pulangkan kepada para ahli sejarah saja.
Artinya apa?
Peristiwa Isra’ Mi’raj benar-benar terjadi dan dialami langsung oleh Muhammad saw. Allah Swt. yang menjelaskan melalui firman-Nya dalam ayat yang dikutip di atas.
Allah memperjalankan Muhammad saw dari dua tempat (Mekkah di Saudi Arabia dan Jerusalem di Palestina) yang jarak kedua tempat itu amat berjauhan, lebih dari 1.000 km, hanya dalam waktu beberapa jam saja, pada tahun 622 M (?), atau 1.392 tahun yang lampau, ketika alat transportasi hanya onta atau berjalan kaki. Kendaraan bermotor roda dua, roda tiga, atau roda empat belum diciptakan orang, apatah lagi pesawat terbang.
Kok Nabi Muhammad saw yang berdomisili di Mekkah bisa sampai ke Palestina dan bisa kembali lagi ke Mekkah dalam waktu beberapa jam saja?
Itulah salah satu mukjizat yang diberikan oleh Allah kepada seorang rasul. Mukjizat itu hanya untuk para rasul saja. Tidak ada mukjizat untuk kita. Janganlah kita yang muslim membuang-buang waktu untuk memikirkan bakal mendapatkan mukjizat atau keajaiban.
Kalau ada kejadian luar biasa yang kita alami, misalnya kita pribadi, individual, itu namanya keajaiban. Harap diingat, keajaiban itu unik, sangat langka, Hanya satu atau dua manusia yang mengalami keajaiban.
Kita hidup berproses dan memakan durasi waktu.
Kalau kita sekarang ini, bisa pulang-pergi (PP) Arab Saudi-Palestina dalam beberapa jama saja, atau Jakarta-Mekkah dalam waktu kurang lebih 9 jam saja, itu karena kita menggunakan moda transportasi modern. Kita telah menciptakan pesawat canggih, namanya aircraft atau airplane atau pesawat terbang.
Pesawat terbang itu adalah hasil kerja akal manusia yang telah dikaruniakan kepada kita anak-cucu Adam. Akal itu harus dimanfaatkan untuk merekayasa, misalnya teknologi pesawat terbang sebagai contoh.
Inilah pembelajaran pertama bagi kita umat manusia, khususnya muslim, dari peristiwa Isra’ Mi’raj-nya Nabi saw.


Tanggal dan bulan terjadinya peristiwa Isra’ Mi’raj jangan dibesar-besarkan
Tanggal 27 bulan Rajab yang kita peringati sebagai peristiwa Isra’ Mi’raj adalah tanggal kesepakatan saja (sepakat aje deh!) yang diamini oleh para ahli tarikh dan di-makmum-I oleh kita umat Islam. Terima sajalah itu (terime aje deh, gitu aja kok repot!)
Ngapain kita membesarkan hari, tanggal, dan bulan? Ngapain kita mengistimewakan tanggal 27 dan bulan Rajab? Wong tanggal dan bulan itu pasti datang setiap tahun?
Ngapain kita berpuasa sunnah bulan Rajab dengan alasan kedatangan bulan Rajab?
Ngapain kita mengaji/mengadakan pengajian Rajab-an jika alasannya menghormati Isra’ Mi’raj?
Jadi sikap yang benar menyikapi peristiwa Isra’ Mi’raj itu seperti apa?
Pembelajaran pertama sudah diuraikan di atas, bahwa akal manusia harus digunakan secara optimal untuk berpikir dan merekayasa agar memudahkan kita mengelola kehidupan. Penciptaan pesawat terbang yang canggih dapat menjawab tantangan dari firman Allah tentang gerak dan kecepatan, “… Kami memperjalankan Muhammad pada suatu malam, dari Masjidil Haram ke Masjidl Aqsha ….”
Pembelajaran kedua sebagai berikut:
Perhatikan firman-nya yang kita kutip di atas, “… Kami pelihatkan kepadanya dan kami berkati sekelilingnya sebagian dari tanda-tanda kebesaran Kami ….”
Ilmu pengetahuan tentang atmosfir di atas permukaan bumi mengajarkan, bahwa atmosfir di atas permukaan bumi, awan, angin, dan benda-benda langit yang berbahaya amat banyak berseliweran. Cuaca dan tekanan udara pada malam hari tentu tidak bersahabat, terutama di negeri yang terletak di jazirah Arab. Tubuh manusia yang digerakkan, diterbangkan di udara, tanpa pelindung dalam waktu beberapa jam, akan mengakibatkan kematian.
Kita jangan mencoba-coba mencari keajaiban ingin meniru Nabi Muhammad ber-Isra’ Mi’raj. Allah Swt. menyuruh kita berbuat dan merekayasa, bukan sekedar berkata-kata atau berpuisi cinta kepada Allah dan Nabi saw dengan pujian dan kata-kata.
Satu dua bait syair, seratus dua ratus patah kata, selembar dua lembar cerita yang dibaca, letihlah kita, paraulah suara kita, terengah-engahlah napas kita.
Capek deh!
Kita semestinya membuktikan kata-kata cinta kepada Allah dan Nabi saw itu dengan melakukan amaliah/perbuatan nyata. Kita memaknai firman Allah yang dikutip di atas dengan melakukan rekayasa sehingga hidup kita menjadi lebih mudah.
Kita yang hidup pada zaman teknologi canggih seperti zaman sekarang, setelah mampu menciptakan pesawat terbang, telah menemukan teknologi canggih penangkal serangan benda-benda asing di atmosfir. Pesawat pun bisa terbang dengan nyaman.
Peristiwa Isra’ Mi’raj itu berkaitan erat dengan komitmen keimanan yang teguh kepada Allah, modelnya adalah Muhammad saw, peristiwanya adalah gerak dan kecepatan, korelasi linear antara keimanan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Isra’ Mi’raj dan Pilpres 2014
Kita diberi liburan (hari libur nasional keagamaan) sehari karena adanya peringatan Isra’ Mi’raj.
Kebetulan pula, kita sedang ber-euphoria dengan kepemilikan dua pasang Capres dan Cawapres 2014, Prabowo-Hatta dan Jokowi-JK, yang akan bertarung pada tanggal 9 Juli 2014, dalam pertarungan Pilpres 2014.
Kedua pasang Capres-Cawapres itu adalah putra-putra terbaik bangsa, milik kita, seluruh rakyat Indonesia. Hanya saja, kita diberi opsi satu pasangan saja dalam Pilpres 2014 kelak.
Adakah hubungan yang signifikan (korelasi linear) antara Isra’ MI’raj dengan Pilpres?
Kalau mau diada-adakan, ya ada.
Nyambi libur Isra’ Mi’raj, pas waktunya pra-kampanye Pilpres, ngomongin aja tentang salat, Walaupun sibuk mempersiapkan kampanye, salat lima waktu tetap ditegakkan. Muslim yang malas salat, karena sering bekerja sama dalam kampanye dengan muslim yang rajin salat, bisa berimbas menjadi muslim yang rajin salat.
Tetapi, jangan sampai salat kebablasan.
Maksudnya?
Saking kepingin Capres-Cawapres jagonya benar-benar menang, segala macam salat dikerjakan. Salat-salat baru diada-adakan.
“Salat apa yang kamu lakukan barusan?” tanya seorang rekannya sambil mengikat baliho jagoannya.
“Salat Hajat supaya jagoan kita menang! Salat Istikharah, salat Rajaban, dan salat Tobat!” jawab yang ditanya sambil nyengir.
Alamak!
Selagi libur Isra’ Mi’raj, nyambi bikin baliho, sesama tim sukses bisa saling menasehati.
“Kita kan bersaudara di bawah payung NKRI. Kita tidak boleh berpecah-belah, apa lagi bermusuhan. Jagoan yang kita usung boleh berbeda, tetapi kita tetap satu dalam kebhinneka tunggal ika-an. Kita kampanyenya yang elegan.”
Kalau mau dibilang tidak ada hubungan antara Isra’ MI’raj dengan Capres-Cawapres, ya, tidak ada. Memang konteksnya tidak sejalan antara Isra’ Mi’raj dengan kampanye Capres-Cawapres.
Selamat berkampanye!
Jakarta, 28 Mei 2014

SURYADHARMA ALI (SDA) DIJADIKAN TESANGKA DAN CHRISTIANO RONALDO (CR-7) DIBERI PENGHARGAAN



SURYADHARMA ALI (SDA) DIJADIKAN TESANGKA DAN
CHRISTIANO RONALDO (CR-7) DIBERI PENGHARGAAN
(Korelasi Ketua Umum Parpol Dan Pemain Sepak Bola)

Ketua Umum Parpol
Apa sih tujuan seseorang mendirikan partai politik (parpol) di negara demokrasi pada era kebebasan berdemokrasi?
Kekuasaan, itulah jawabannya. Kekuasaan yang tertinggi di sebuah negara, menjadi seorang Presiden atau Kepala Pemerintahan. Itulah klimaks ambisi mulia yang ingin diraih. Memegang tampuk kekuasaan itu adalah kebutuhan tertinggi bagi manusia. Meminjam teori Abraham G. Maslow, The Chierarchy of Needs, dia menyebutnya dengan Actualization need.
Kekuasaan pertama yang wajib diraih dan digenggam seseorang mendirikan parpol pastilah menjadi Ketua Umum (Ketum), Presiden Partai, atau sebagai Ketua Dewan Pembina parpol.
Sejak era reformasi yang ditandai dengan tumbangnya rezim otoriter Orde Baru di bawah kekuasaan Pak Harto (1967-1998), orang-orang bereforia (euphoria) dengan kebebasan. Mereka bebas berekspresi dengan kebebasan mengeluarkan pernyataan, pendapat, bersikap kritis, dan bertingkah-polah seperti berdemonstrasi atau berunjuk rasa. Eranya diberi julukan era reformasi.
Salah satu bentuk yang paling nyata adalah geliat berdemokrasi dalam kebebasan media massa berekspresi secara luas, terbuka, dan bertanggung jawab. Khususnya bersuara menggemakan kebebasan rakyat berpolitik. Para pemilik media atau Pemimpin Redaksi media massa bernapas lega. Mereka tidak lagi takut medianya dibredel, pemimpin redaksi ditangkap, diamankan, atau di-Petrus-kan.
Kita hidup berdemokrasi ala demokrasi Orde Baru hanya boleh terbatas tiga kekuatan politik parpol. Parpol yang boleh hidup hanya ada dua parpol, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI), ditambah dengan Golkar yang sangat kuat hegemonitasnya (Sekber Golkar; emoh disebut parpol). Undang-Undang dan peraturan perundang-undangan era Orde Baru hanya mengizinkan tiga parpol yang boleh hidup dan rakyat Indonesia yang 135 juta jiwa (menurut Rhoma Irama, 1977) harus dan wajib tunduk dan taat tanpa reserve. Lebih tepat lagi, rakyat harus mencoblos tanda gambar Pohon Beringin Rindang empunya Golkar (baca sejarah Pemilu 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997). PPP dan PDI harus puas dan bersyukur kepada Pak Harto karena masih diberikan kesempatan untuk hidup, paling tidak agar RI itu dipandang oleh dunia luar adalah tetap sebuah negara demokrasi.
Demokrasi yang sebenarnya tumbuh pada era reformasi dan demokrasi lipstick ala Orde Baru musnah sudah. Konstelasi jagat perpolitikan di Indonesia berubah drastis. PDI yang masih bergelimang darah pertarungan internal antara kubu Suryadi dengan Megawati (Peristiwa Kudatuli, 27 Juli 1996, di Jln. Diponegoro 27, Menteng, Jakpus; markas PDI), berubah wujud lambing dan nama menjadi PDI Perjuangan (PDIP). Megawati pun naik tahta menjadi petinggi pucuk pimpinan sebagai Ketum PDIP. Suryadi dengan PDI-nya pun tergusur dan terkubur.
Sekber Golkar yang paling kuat karena kuatnya Pak Harto, begitu Pak Harto mundur lengser keprabon, ikut tergusur, tersuruk, dan remuk-redam, diumpat dan dicaci-maki karena berdosa besar terhadap rakyat. Petinggi Sekber Golkar, walau harus mengurut dada menanggung duka, masih memiliki jiwa besar dan tetap kepala tegak. Mereka harus mereformasi diri seiring dengan dinamika reformasi rakyat. Mereka pun berubah wujud dari Sekber Golkar menjadi Partai Golkar. Pohon beringan rindang yang angker berubah indah menjadi pohon beringin rindang yang moncer.
Lihatlah catatan sejarah reformasi yang lahir pada pertengahan Mei 1998.
PPP pasca-Jailani Naro (John Naro) mulai berdandan sejak era Ketumnya Ismail Hasan Metareum.
Mohammad Amien Rais, Bapak Reformasi, mendirikan sebuah parpol bernama Partai Amanat Nasional (PAN) dan kemudian langsung menjadi Ketum PAN. Massa konstituennya kebanyakan adalah warga Muhammadiyah.
Abdurrahman Wahid (Gus Dur) mendirikan sebuah parpol Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan langsung menjadi pemimpin tertinggi setara Ketum. Massa konstituennya pasti kaum Nahdhiyyin (NU).
Adik kandung Gus Dur, Sholehuddin Wahid (Gus Sholah), bergandengan tangan dengan K.H. Yusuf Hasyim, membesut Partai Kebangkitan Nahdhatul Ummat (PKNU).
Yustil Ihza Mahendra pun tak ingin ketinggalan kereta. Dia mendirikan parpol yang diberi nama Partai Bulan Bintang (PBB) yang konon adalah reinkarnasi partai Masyumi.
Berikutnya, menyusul Nur Mahmudi Ismail dkk mendirikan parpol yang bernama Partai Keadilan (PK) yang berganti nama lagi menjadi Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), jenderal (teraniaya), tidak lantas kalah langkah dengan teman-teman yang lain. SBY yang Jenderal Purnawirawan pun mendirikan parpol, namanya Partai Demokrat (Demokrat).
Prabowo Subiyanto yang punya karien militer bagus, usai dicopot dari militer, menggeluti dunia bisnis, mengikuti jejak seniornya, SBY, untuk terjun ke panggung politik. Prabowo pun membesut Partai Gerindra.
Wiranto, mantan Pangab kesayangan Pak Harto, melihat keberhasilan SBY berpolitik karena punya kendaraan politik, usai diberhentikan oleh Gus Dur dari kursi Menhankam/Pangab, ikut-ikutan pula membesut  parpol, namanya Partai Hanura.
Eh, ehh, masih ada lagi mantan jenderal, mantan Gubernur DKI Jakarta, tak ingin pula ketinggalan kereta. Dialah Sutiyoso, yang membesut PKPI.
Masih banyak pula tokoh, setengah tokoh, atau badut-badut politik yang ingin pula membesut parpol demi meraih kekuasaan. Sebutlah misalnya Sri Bintang Pamungkas, Prof. Riyaas Rasyid, dan juga Mukhtar Pakpahan. Konstituennya hanya ratusan orang saja. Kacian deh!
Terakhir, Surya Paloh, setelah keok dari kompetisi merebut jabatan Ketum Partai Golkar dua kali berturut-turut, keluar dari Partai Gokar, membentuk sebuah Ormas Nasdem pada awalnya, kemudian mengubah ormas itu menjadi parpol dan membesut parpol baru, namanya Partai Nasdem.

Obsesi Ketum Parpol itu adalah meraih kekuasaan
Politikus membesut parpol ujung obsesinya adalah meraih kekuasaan. Itu sah-sah saja.
Ajaran agama (Islam), kekuasaan itu menjadi sangat dianjurkan karena memegang kekuasaan itu menjadi penting sekali untuk kemaslahatan umat manusia (dari unit terkecil keluarga dan unit terbesar adalah negara). Perintah Allah sangat terang-benderang dan contoh keteladanan Nabi saw benar-benar tampak wujudnya (silakan baca buku sejarah dan tarikh), bahwa kekuasaan itu adalah alat/media (tools) meraih kemaslahatan umat manusia. Kekuasaan itu menjadi indah di dalam pandangan mata Allah dan mata manusia.
Akan tetapi, janganlah kita lupa. Meraih kekuasaan, melaksanakan amanat kekuasaan, mengendalikan kekuasaan, dan mencapai terminal akhir, yakni kemaslahatan umat manusia itu haruslah dengan akhlak yang baik (berakhlak mulia). Metode/cara, strategi, dan taktik untuk mengimplementasi kekuasaan itu diwujudkan dengan berakhlak, berfatsun, dan elegan. Koridor regulasi perundang-undangan menjadi pegangan bagi para pelaku politik (politikus) agar kelak politikus tidak akan berubah menjadi tikus.

Terminal akhir seorang politikus adalah Presiden atau Perdana Menteri
Presiden adalah penguasa tertinggi yang berkuasa penuh di negara yang menganut demokrasi dengan sistem demokrasi presidensial.
Perdana Menteri adalah penguasa tertinggi yang berkuasa penuh di negara yang menganut demokrasi dengan sistem demokrasi parlementer.
Politikus di Inggris, Australia, Canada, India, atau Thailand pasti bercita-cita dan berambisi ingin menjadi Perdana Menteri.
Poltikus di AS, Mesir, Iran, atau Iraq cita-citanya pasti ingin menjadi Presiden.
NKRI, seperti juga AS, Mesir, atau Iraq, negara kita menganut sistem presidensial. Dengan demikian, cita-cita tertinggi yang ingin diraih seorang politikus di Indonesia ini adalah menjadi presiden, ya, Presiden RI atau RI-1.
Sebelum sampai ke jenjang politik tertinggi itu, sebagai Presiden RI, politikus harus punya parpol sebagai kendaraan politik. Akan tetapi punya parpol tetapi hanya sebagai kader biasa belumlah cukup. Politikus itu harus terlebih dahulu membesut parpol dan harus menjabat sebagai Ketum parpol itu, atau istilah lain yang mempunyai kekuasaan yang sama dengan Ketum. Misalnya jabatan sebagai Ketua Dewan Pembina atau Presiden parpol.
Maka dapatlah ditebak isi benak seorang Gus Dur, seorang M. Amien Rais, Megawati, SBY, Prabowo, Wiranto, Sutiyoso, atau Surya Paloh sang pembesut parpol.
Dapat ditebak juga isi benak para politikus generasi berikutnya yang menggantikan tokoh-tokoh politik sebelumnya sebagai Ketum parpol. Sorang Muhaimin Iskandar, Suryadharma Ali, MS Kaban, ARB, dan juga Anis Matta pasti sama saja obsesi besarnya, berambisi menjadi RI-1.
Keren dan prestisius banget gitu loh!


Pilpres 2014
Semua parpol pun punya jago yang akan digadang-gadang dan diusung sebagai Capres atau Cawapres. Pastilah capresnya adalah sang Ketum, kecuali Demokrat dan PDIP tentunya. Sang Ketum Demokrat, SBY, sudah menjadi RI-1 dua periode, dan pasti tidak boleh di-Presiden-kan untuk ketiga kalinya. Konstitusi mengharamkan.
Akan halnya Megawati yang Ketum PDIP, bukan tidak punya hasrat dan birahi politik untuk menjadi RI-1 yang kedua kali, melainkan karena beberapa faktor: sudah pernah menjadi orang nomor 1 di Indonesia (2001-2004); sudah cukup sepuh; elektabilitas rendah dan kurang laku lagi untuk dijual; negarawan yang tahu diri; menghilangkan kesan sumbang bahwa PDIP itu identik dengan trah Soekarno; memberdayakan kader potensial dan menjanjikan seperti yang ada pada sosok Jokowi.
PPP punya Capres SDA. PKB punya Capres Muhaimin, PKS punya Anis Matta, Golkar punya ARB, PBB punya Yusril, Hanura punya Wiranto, Nasdem punya Surya Paloh, PAN punya Hatta Rajasa, Gerindra tentu Prabowo, dan PKPI pastilah Sutiyoso.
Berhasilkah mereka?
Namanya juga  calon atau bakal atau kandidat.
Bisa iya, bisa juga tidak! Bisa berhasil bisa juga gagal!
Dari semua politikus petinggi parpol tersebut, Capres yang bakal jadi Presiden cuma seorang saja.
RI-1 cuma satu orang aja! Meski begitu, masih ada satu orang lagi untuk jabatan RI-2.
Ya, lagi-lagi cuma dua orang saja dari puluhan tokoh dan politikus moncer yang ada.
Cara elegan yang ditempuh adalah berkompetisi secara sehat. Politikus itu ada di rumah besar yang namanya parpol. Para politikus di dalam rumah besar parpol harus berkompetisi dalam adu hebat program yang merakyat. Maka lihatlah apa yang dilakukan oleh politikus atau birokrat yang kebelet menjadi politikus ikut konvensi Capres di Demokrat. Siapa tahu Dewi Fortuna dan nasib baik berpihak kepadanya.
Setelah hasil sah Pileg 2014 diketahui, ternyata tidak ada satu pun parpol dari 12 parpol peserta pileg yang mampu meraih suara yang signifikan yang kemudian bisa leluasa mendudukkan kader-kadernya di kursi DPR. Angka ambang presidential threshold 25% suara sah dan 20% dari kursi parlemen tak mampu dicapai.
Para politikus yang menjabat Ketum parpol masih bisa bersaing “menjual” parpolnya melalui ajang pileg dan pilpres. Rakyatlah, sang pemilik republik ini, menilai laik tidaknya politikus mendapat kepercayaan rakyat menduduki jabatan penting.
Pileg 2014 telah berlalu. Nasib parpol ada yang bagus, yang lumayan, kurang bagus, sampai nasib kartu jeblok pun sudah kita ketahui. Ada tiga parpol besar: PDIP, Golkar, dan Gerindra yang bernasib bagus. Ada empat parpol medioker: Demokrat, PKB, PAN, dan PKS. Ada tiga parpol lumayan: PPP, Nasdem, dan Hanura. Terakhir, ada dua parpol gurem yang bernasib jeblok: PKPI dan PBB. Tak satu pun kader dari kedua parpol ini yang bisa didudukkan di DPR.
Mimpi, obsesi, dan ambisi SDA, Muhaimin, Kampiun Konvensi Demokrat Dahlan Iskan, Anis Matta, Hatta Rajasa, Wiranto, dan Sutiyoso untuk diusung sebagai Capres harus dikubur dalam-dalam untuk periode 2014-2019. Yang dadanya agak sesak pastilah Dahlan Iskan. Dia adalah pemenang Konvensi Capres Demokrat, tetapi tidak ada satu pun pimpinan parpol meliriknya.
Mereka tidak perlu malu bersenandung lagu berirama melayu yang berjudul Kecewa. Lagu Kecewa ini dipopulerkan oleh Ratu Orkes Melayu tahun 60-an, Juhana Satar. Penggalan syairnya sebagai berikut:
            Hasrat di hati/
            Mencapai bintang yang tinggi/
            Sungguh kecewa/
            Tak tercapai cita-cita/
            …………………… dst.
Capres yang masih punya peluang untuk diusung tinggal tiga orang: Jokowi, Prabowo Subianto, dan ARB.
Ambisi berkuasa (sah-sah saja) para Ketum parpol meski gagal diusung sebagai Capres belum berhenti. Syahwat politik harus tetap disalurkan sesuai dengan amanat konstitusi dan mandat partai masing-masing. Masih ada jalan, yakni membangun koalisi. Petinggi ketiga parpol pemenang Pileg 2014: ARB, Megawati, dan Prabowo harus disambangi untuk diajak berkoalisi, baik koalisi di DPR maupun koalisi dalam pemerintahan.
Teman koalisi pun dicari yang memiliki visi, misi, platform, dan program yang searah. Kesepakatan yang masih dirahasiakan untuk publik adalah transaksi politik tentang jabatan strategis jika menang: parpol ini mendapat apa, kader parpol itu ditempatkan di kursi jabatan apa.
Usai pileg masih ada pilpres. Koalisi yang kuat dibangun dan disepakati untuk memenangkan pilpres. Kita semua telah sama-sama maklum, bahwa ada dua koalisi besar yang menghasilkan dua pasangan Capres-Cawapres dalam Pilpres 2014, yakni koalisi pimpinan PDIP yang mengusung Jokowi-JK, dan koalisi Merah-Putih pimpinan Gerindra yang mengusung Prabowo-Hatta Rajasa.
ARB, Muhaimin, Surya Paloh, SDA, Wiranto, Sutiyoso, dan Megawati memang tidak akan duduk di kursi RI-1 dan RI-2, tetapi bukan mustahil ambisi berkuasa masih bisa disalurkan melalui kekuasaan dengan menduduki jabatan strategis di bawahnya, seperti Menko, Menteri, Kepala BIN, Jaksa Agung, Gubernur BI, Wakil Menteri (Wamen), atau Kepala Badan yang berada langsung di bawah Presiden.
Bukan hanya sang Ketum parpol sendiri yang kebelet jabatan strategis setingkat Menteri, para kader pun diajak/diusulkan kepada pemimpin koalisi yang menjadi pemenang Pilpres agar diberi jabatan strategis pula.
Contoh:
Tengok saja sejarah pemerintahan SBY periode II dengan Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II-nya.
SBY sendiri menempatkan Andi Mallarangeng sebagai Menpora. Gamawan Fauzi sebagai Mendagri, dan Syarif Hassan sebagai Menhut. ARB direstui SBY mengajak konconya, Agung Laksono menjadi Menko Kesra, SDA yang dapat kursi Menag mengajak Suharso Monoarfa dan didudukkan menjadi Menteri Perumahan Rakyat, Tifatul Sembiring yang sudah dapat kapling Menkoinfo mengajak Suswono menjadi Mentan, Muhaimin masih kebagian untuk dirinya sendiri sebagai Menaker, Hatta Rajasa mengajak Zulkifli Helmi Hasan sebagai Menteri Daerah Tertinggal.
Begitulah berkah politik (kekuasaan tentunya) bagi Ketum parpol yang berkoalisi yang memenangkan pilpres dan mendudukkan Capresnya sebagai RI-1.


Politik itu memegang kekuasaan dan bagi-bagi kekuasaan
Dalam ajaran Islam, kekuasaan itu harus didapat karena kekuasaan itu adalah alat (bukan tujuan) untuk mencapai cita-cita, yakni kemaslahatan umat. istilah kemaslahatan umat itu tercantum jelas dalam Pancasila sebagai dasar negara sekaligus sebagai tujuan NKRI dibentuk dan UUD 1945 dan amandemennya.
Ambisi berkuasa dan memegang, melaksanakan, dan mengendalikan kekuasaan itu adalah sunnatullah bagi seluruh manusia tanpa kecuali. Hanya politikus idiot yang tidak punya ambisi berkuasa.
Analogi yang paling pas adalah permainan sepakbola.
Pemain (11 orang; starter eleven) yang boleh turun ke lapangan adalah pemain yang telah direstui dan ditunjuk oleh pelatih. Selebihnya harus menunggu di bench sambil berharap-harap disuruh turun untuk menggantikan pemain yang letih atau cedera.
Pemain berjuang keras agar mendapatkan bola, berlari ke depan, ke samping, atau bahkan mundur, atau merebut bola dari pemain lawan.
Mereka tentu letih, terengah-engah, beradu fisik, terjatuh, dan sering menderita cedera serius.
Ketika bola berhasil didapat dan dalam penguasaan kedua kaki, tetapi tidak berlama-lama menguasai bola, mereka berpikir keras bagaimana cara mempertahankan bola dari rebutan pemain lawan, cara mengecoh lawan, mengoper bola yang berada dalam penguasaan kepada teman lain, atau menendang ke arah jala lawan untuk menghasilkan gol. Tujuan akhir seorang pemain, khususnya striker, adalah mencetak gol dan lebih jelasnya mencetak tiga angka bagi tim.
Sungguh senang hati seorang pemain dapat mencetak gol. Bukan dia saja yang bergembira-ria, tetapi juga teman-temannya, pelatihnya, dan fansnya.
Makin bagus bermain, makin banyak memberi assist, dan apa lagi makin subur membuat gol, makin diminati oleh siapa pun, dibeli, dikontrak dengan bayaran mahal, dan tentu saja gaji bulanannya naik berlipat ganda banyaknya. Penghargaan sebagai pencetak gol terbanyak atau pemain terbaik bisa disabet.
Christiano Ronaldo (CR-7), Lionel Messy, Neymar Jr., dan Gareth Bale adalah contoh pemain sepak bola profesional dengan bayaran amat mahal.
Haram pemain sepak bola memainkan sepak bola gajah atau bermain sabun. Bagi pemain yang berani bermain sepak bola gajah atau bermain sabun, hukuman dari pelatih, klub, dan fans siap menanti. Belum lagi sanksi dari otoritas sepakbola.
Ketum parpol itu, dalam perpolitikan yang digelutinya, seharusnya bisa meniru akhlak pemain sepak bola  ketika bermain/bertanding di lapangan.
Ketum Parpol yang berpolitik dan punya kekuasaan, berakhlak mulia, akhlak agung, jujur, santun, dan elegan, maka dia adalah pengawal parpol sekaligus pengawal amanat rakyat.

Jika Ketum parpol lupa daratan = tragedi bagi partai
Pemain sepak bola yang unfair play, suka diving yang menipu, bermain sepak bola gajah, dan bermain sabun, maka resikonya adalah, dia tidak/jarang dipasang dalam pertandingan, tidak mendapat tempat dalam tim, dibangkucadangkan, dimandulkan kemampuan terbaiknya, dicaci-maki para fans, merugikan klub, kemudian dilego dengan harga murah, dan tamatlah kariernya.
Begitulah analogi pemain sepak bola untuk Ketum parpol.
Ketum parpol itu memang manusia biasa. Yang namanya manusia, sifat lupa dan khilaf adalah biasa. Lupa dan khilaf itu alamiah adanya. Apa lagi setan/iblis tidak pernah tidur sepicing pun demi menarik teman berkoalisi bermaksiat di dunia menuju neraka sebagai terminal akhir iblis dan teman-temannya dari golongan manusia. Akan tetapi kalau Ketum Parpol itu  bukan sekedar lupa, melainkan lupa daratan, maka tamatlah riwayat dan karier politiknya.
Memang ada ya, Ketum Parpol yang lupa daratan?
Luthfi Hasan Ishaq (LHI) adalah Presiden PKS, jabatan struktural tertinggi di tubuh PKS yang sebelumnya terkenal sebagai parpol bersih dan jujur. Para kader PKS di DPR dan pejabat tinggi di daerah (gubernur/wakil gubernur, Bupati/Wakil Bupati, Walikota/Wakil Walikota dari PKS) dan para Menteri atau pejabat kementerian terkait, sangat hormat dan sungkan kepada LHI karena kekuasaan yang ada dalam genggamannya.
Sayang sekali, syahwat politik yang kuat bertahta beriringan dengan nafsu syahwat terhadap harta (uang) dan wanita.
LHI bermain suap kuota daging sapi impor. Dia ketanggor menerima suap oleh OTT KPK. Suap-menyuap adalah bentuk kejahatan yang bernama korupsi, dan korupsi digolongkan sebagai extra-ordinary crime atau kejahatan keji. LHI sekarang sudah menjadi seorang napi.
PKS mengalami tragedi, elektabilitas PKS anjlog. Nila setitik rusak susu sebelanga.
Anas Urbaningrum adalah Ketum Partai Demokrat. Dia terlibat kasus Hambalang dan ditengarai melakukan praktik korupsi, penimbunan harta karun, dan pencucian uang. Dia pun harus menanggung perbuatannya. Dia dijadikan tersangka oleh KPK dan sedang diadili di Pengadilan Tipikor. Anas sang Ketum Demokrat yang muda dan kesohor kini berjalan tertatih-tatih laiknya orang yang berkaki pengkor.
Ulah Anas sebagai Ketum Demokrat adalah tragedi bagi Demokrat.
Terakhir, SDA, sang Ketum PPP, yang menjabat sebagai Menag,dalam beberapa hari terakhir, hatinya sangat galau dan pikirannya pasti kacau. Betapa tidak! SDA yang baru saja bereforia mengekspresikan rasa sukanya karena birahi politiknya bisa berkoalisi dengan Gerindra dengan Prabowo-nya sesuai dengan yang dia maui, harus menelan pil pahit yang dia tidak sangka sama sekali. Tubuhnya lemas bagaikan disambar geledek tatkala dirinya telah dijadikan status tersangka oleh KPK. Dugaan kuat, SDA menilep dana ONH tahun 2011/2012. Tidak sampai satu minggu usai ditetapkan sebagai tersangka korupsi, SDA pun harus mengembalikan mandat sebagai Menag, dan kepercayaan Presiden kepada pemberi mandat, Presiden RI.
SDA harus merelakan kehilangan jabatan prestisius sebagai Menag, dan dalam waktu yang tidak terlalu lama, dia harus rela pula bakal kehilangan jabatan tertinggi dalam parpol yang sekarang dipimpinnya, Ketum PPP. Dia tinggal menghitung hari.
Ulah SDA bakal berdampak kepada PPP pastinya.
Ironis memang!
Jakarta, 28 Mei 2014