Selasa, 08 Juli 2014

BERPUASA ADALAH BERJIHAD



BERPUASA ADALAH BERJIHAD
Berkah berpuasa bukan berkah Ramadan; Kritik untuk syair lagunya Opick
Pilihan kata dalam puisi dan syair bernuansa dakwah
Mari kita simak dan bandingkan frasa-frasa berikut ini. Manakah kelompok frasa yang sesuai dengan ajaran Quran, A atau B?
A.                                                                       B.
pahala berpuasa                                           pahala Ramadan
berpuasa berganjar pahala                           Ramadan berganjar pahala
berpuasa menghapus dosa                          Ramadan menghapus dosa
ibadah puasa adalah tamu agung                 Ramadan adalah tamu agung      
Ramadan bulan ibadah                                 Ramadan bulan suci
Berkah berpuasa luar biasa                          berkah Ramadan luar biasa
Kesalahan kita memilih kata, menyampaikan dakwah, dan memahami dakwah, akan berdampak kepada praktik yang salah.
Mari kita simak dampak dari memaknai frasa kelompok B.
pahala Ramadan dimaknai bahwa bulan Ramadan itu dihadirkan sekali setahun untuk mukmin meraih pahala. Mau berpuasa atau tidak bukan urusan.
Ramadan berganjar pahala dimaknai bahwa Ramadan hadir membawa pahala. Mau aktif beribadah atau bersikap pasif ganjaran pahala telah disediakan.
Ramadan menghapus dosa, maka mukmin pun lupa berpuasa, malas beribadah, malas bekerja, rajin I’tikaf, rajin berdoa, rajin tidur di masjid, membuang waktu, dan berbuat kontraproduktif.
Ramadan adalah tamu agung, maka tamu agung (nggak pernah melihat wujudnya) itu harus disambut sebagaimana mestinya: rumah dicet baru atau direnovasi, pakaian baru pun dibeli, karpet merah pun digelar.
Ramadan bulan suci, maka yang terjadi adalah mukmin pun mandi keramas pada sore hari sehari menjelang datangnya Ramadan; mandi berjamaah di sumur tujuh yang sumurnya ada tujuh, satu atau dua hari sebelum Ramadan tiba (meniru umat Hindu yang mandi dan menyucikan diri di Sungai Gangga).
Berkah Ramadan luar biasa dimaknai bahwa Ramadan itu membawa berkah, misalnya: penjual buah kolang-kaling omzetnya berlipat-lipat ganda besarnya selama Ramadan; para PKL diizinkan berdagang di tempat yang sebenarnya terlarang; pedagang bunga 7 rupa untuk keperluan ziarah kubur laris manis.
Mari kita renungkan pernyataan-pernyataan pengandaian (unreal condition) dan pertanyaan-pertanyaan berikut ini.
Andaikan perintah berhaji itu diundangkan oleh Allah pada bulan Muharram, bukan pada bulan Zulhijjah, masihkah kita mengatakan bahwa bulan suci adalah bulan Zulhijjah? Dapatkah kita mengatakan berkah bulan suci Muharram?
Andaikan perintah berpuasa itu diundangkan oleh Allah pada bulan Syawal, bukan pada bulan Ramadan, masihkah kita mengatakan berkah Ramadan sebagai bulan pengampunan dosa dan terbebas dari api neraka? Apakah kita bisa mengatakan berkah Syawal dan bulan Syawal bulan suci?
Andaikan Rasulullah Muhammad saw itu dilahirkan pada bulan Zulkaidah, bukan pada bulan Rabi’ul Awwal, masihkah Anda memuliakan dan mengagungkan Rabi’ul Awwal? Atau Anda berubah mengultuskan/menyucikan bulan Zulkaidah?
Kita, sampai detik ini, sampai kepada Ramadan 1435 H., masih saja mengatakan dan memberi atribut untuk Ramadan sebagai bulan penuh berkah, bulan perolehan pahala berlipat ganda, bulan pengampunan dosa, dan pembebasan mukmin dari siksa api neraka.
Apa dasar/dalil syar’i yang menjadi pegangan kita? Tercantum di surat apa dan ayat berapa di dalam kitab Al Quran?
Adanya undang-undang dan ketentuan Allah tentang perintah berpuasa (pada bulan Ramadan) dan melaksanakan kewajiban berpuasa itulah yang membawa kita kepada keberkahan, akhlak mulia, dan berdampak positif (tattaquun), bukan karena bulan Ramadan, kan?
Adanya undang-undang dan ketentuan Allah tentang perintah berhaji (pada bulan Zulhijjah) di Mekkah dan kita menunaikan haji itulah yang membawa kita kepada semangat  juang, rahmat, rida, dan ampunan Allah, bukan karena bulan Zulhijjah, kan?
Intisarinya, kita melaksanakan semua perintah Allah dengan sepenuh hati, atas dasar ketaatan, kita pasti mendapatkan keberkahan (manfaat) dan rahmah Allah yang luar biasa, bukan karena Ramadan, Zulhijjah, Rabi’ul Awwal, atau tanggal 17 Ramadan, tanggal 9 dan 10 Zulhijjah, atau hari Senin dan Jumat. Iya, bukan?

Setiap muslim itu adalah da’i
Setiap muslim adalah da’i (pendakwah). Muslim yang berprofesi penyanyi adalah juga pendakwah. Opick adalah seorang penyanyi dan juga penulis syair yang bernuansa islami. Opick juga seorang muslim pendakwah lewat syair dan lagu. Lagu yang dinyanyikan dengan merdu oleh penyanyi beken bersuara bagus dengan iringan musik bagus adalah bagus-bagus saja jika hanya sebagai media hiburan. Syair-syair dimengerti atau tidak dimengerti, tak masalah!
Akan tetapi, seorang Opick, atau siapa pun penyanyi yang sudah kadung dikenal sebagai penyanyi islami, berhati-hatilah dalam membuat syair lagu untuk dakwah. Syair-syair atau tausiah dari orang-orang beken, meskipun tak bernilai sama sekali, terkadang dianggap bernilai dan benar oleh orang-orang awam atau lemah agamanya.
Oleh karena itu, saya imbau kepada Opick, merujuklah syair-syair itu kepada kebenaran pesan-pesan Al Quran yang menjadi nyawa ajaran Islam.
Sesungguhnya, Bung Opick, Empunya keberkahan, kesucian, kemuliaan, atau keagungan itu adalah Allah Swt. Empunya Maha Pengampun, Penghapus dosa, Penguasa masa depan dan kehidupan manusia di dunia dan di akhirat, serta Maha Pembebas dari api neraka itu adalah Allah Swt., bukan Ramadan.
Ramadan tak berarti apa-apa jika perintah berpuasa itu tidak diturunkan pada bulan Ramadan. Ibadah puasa yang menyebabkan  Ramadan selalu disebut-sebut. Bukan Ramadan yang menyebabkan adanya ibadah puasa. Jangan proposisi dibolak-balik karena berdampak dimaknai terbolak-terbalik. Makna yang terbolak-terbalik kan berdampak jauh: kesesatan beragama!
Proposisi “Ramadan adalah bulan pembawa keberkahan” seperti syair lagu Opick atau penyanyi lain adalah bentuk pengultusan terhadap nama bulan. Umat Islam amat terlarang mengultuskan makhluk atau apa pun di luar Allah Swt. karena sama dan sebangun dengan bentuk menyerikatkan Allah dengan makhluk-Nya.
Ramadan sama sekali tak bermakna jika tidak ada ketentuan Allah tentan kewajiban berpuasa pada bulan itu.
Ramadan itu hanyalah nama ciptaan kita manusia belaka! Ramadan itu sama saja dengan bulan Safar, Rajab, Apit, Bakda Mulud, dll.
Ramadan, Safar, Rajab, Apit, Haji, dll. pasti datang dan pasti pergi seperti ditunjukkan oleh terbitnya matahari pada pagi hari dan lenyapnya matahari pada malam hari.
Berdosalah kita yang mengatakan Ramadan sebagai pemilik dan pembawa keberkahan.
Na’uudzubillaahi min dzaalik!

Berpuasa adalah berimsak atau menahan
Imsak artinya menahan. Menahan apa? Berimsak atau menahan dalam hal berpuasa arti sederhananya adalah menahan nafsu untuk makan dan minum selama beberapa jam saja dari 24 jam pada siang hari dalam sehari (antara durasi terpendek14 jam sampai durasi terpanjang 18 jam). Semua mukmin yang diseru oleh Allah Yang Maha Kuasa Empunya makhluk pasti mampu menahan untuk tidak makan dan tidak minum. Apa buktinya?
Sejak berpuasa diundangkan oleh Allah sebagai wujud perintah dan ketaatan semua mukmin lima belas abad lalu (QS2: 183 s.d. 187), sampai abad XXI sekarang ini, semua mukmin pelaku puasa (shaaimin) begitu enjoyed, merasa senang, merasa tetap sehat, dan tidak ada yang mengeluhkan ibadah puasa sebagai sesuatu yang berat dan merepotkan. Anak usia 6 - 7 tahun saja sudah mampu berpuasa, apatah lagi orang dewasa.
Berimsak atau menahan yang dimaksud lebih luas lagi maknanya adalah menahan atau mengendalikan hawa nafsu, dan menahan yang satu ini jauh lebih berat dari tidak makan dan tidak minum berjam-jam. Tidak banyak mukmin yang mampu melakukan (menahan hawa nafsu). Apa saja nafsu itu?
Inilah contoh nafsu-nafsu yang hinggap di dalam diri manusia: nafsu menguasai, nafsu berkuasa, nafsu amarah, balas dendam, nafsu seksual/birahi, berkata dusta, berbuat curang, berselingkuh, doyan berpura-pura, atau hobi menipu, serta berkhianat/tidak jujur.
Jika mukmin mampu mengendalikan hawa nafsu yang buruk-buruk selama belasan jam berpuasa, maka insya Allah akan pupus semua sifat atau kebiasaan atau hobi berdusta, tidak jujur, amarah, angkuh, perasaan dendam kesumat, pemalas, parasitis, pengumpat/pencela/pencaci, dll.
Artinya, pada diri setiap mukmin yang sedang berpuasa (proses) akan melahirkan, tumbuh, dan terpelihara sifat dan sikap positif yang terwujud dalam amaliah/tindakannya sebagai jihad (output): jujur, amanah, pemaaf, optimistis, pejuang, penyayang, suka berbagi, rela berkorban, sederhana bersahaja, rendah hati, dan memiliki kebesaran jiwa.
Kemudian, proses berpuasa selama sebulan pada tahun itu, lalu sebulan pada tahun berikutnya, dan berkesinambungan pada tahun-tahun selanjutnya, insya Allah akan tumbuh sosok mukmin yang taat dan istiqomah kepada Allah dan rasul-Nya (outcome).
Inilah yang dikehendaki oleh Allah untuk semua mukmin pelaku puasa, yakni mukmin yang tattaquun (bertakwa).
Jadi, mukmin yang berpuasa selama satu bulan penuh pada bulan Ramadan adalah menegakkan jihad. Mukmin memulai dengan keikhlasan, melaksanakan dengan keikhlasan sesuai dengan peraturan/ketentuan Allah, memperkaya dengan bukti ibadah lainnya, tidak meributkan pamrih pahala kecuali berharap rida Allah, itulah mukmin pelaku jihad.
Jakarta, 8 Juli 2014;10 Ramadan 1435 H.