Lanjutan Pandai-pandailah ….
Busana muslim dan ustaz berbusana
Busana muslim (dan muslimah) itu intinya
menutup aurat. Tiada satu pun aturan lain yang khusus muslim berbusana selain
dari menutup rapat aurat. Muslim yang berdomisli di segala penjuru dan belahan
dunia mana pun berlaku kewajiban menutup aurat. Kata pepatah, “Di mana bumi
dipijak di situ langit dijunjung”. Begitu juga dengan muslim berbusana.
Berbusana dengan menutup aurat itu universal.
Itulah wujud menaati perintah Allah dan mengikuti teladan Nabi saw.
Tidak ada kiblat berbusana. Orang Batak yang
muslim tentu berbusana dengan aksesori kain ulos dan sarun tenun khas Tapanuli.
Orang Minang berbusana dengan busana khas Minang. Orang Bima berbusana kain tenun
khas tembe nggoli. Orang Jawa
berbusana motif batik dan kebaya (untuk muslimah). Orang Eropa dan Amerika
berbusana pantalon dan celana panjang. Kalau busana orang Arab?
Orang Arab bergamis dan bersorban. Nabi
Muhammad bergamis dan bersorban karena Nabi saw itu orang Arab. Abu Jahal dan
Abu Lahab (musuh besar Nabi saw dan musuh Allah) juga bergamis dan bersorban.
Mereka pergi ke masjid busananya gamis dan
sorban. Mereka pergi ke pasar atau ke mol busananya juga gamis dan sorban.
Mereka ke hotel pun begitu. Mereka masuk kafe, bioskop, night club, dan panti
pijat juga berbusana seperti itu.
Busana bergamis dan bersorban itu busananya
orang Arab, bukanlah busana wajib bagi muslim, bukanlah busana yang wajib
dicontoh. Kita bersarung, berbaju batik,
bercelana panjang, atau bercelana pangsi pun, asalkan menutup aurat, tidak
kalah gengsi dengan busana lain.
Lihatlah tokoh nasional kita H. Agus Salim atau
Buya Hamka yang bersarung dan berkopiah penuh percaya diri tampil di depan
forum internasional. Lihatlah tokoh besar India, Mahatma Gandhi, yang moh berbusana Eropa. Lihat juga
orang-orang Sikh dengan busana ciri khasnya.
Loh, kok para ustaz di Indonesia tampilannya
kok dalam busana Arab?
Oh, mereka itu, para ustaz itu, mungkin
berdarah keturunan Arab! Gelar mereka itu habib atau syekh. Jadi, biarkan saja!
Bukan mereka saja, kok! Para ustaz asli
pribumi, kayaknya mereka tampil berbusana gamis dan selalu bersorban!
Oh, para ustaz itu toh? Mereka, para ustaz
itu, mungkin berdarah campuran Arab-Indonesia.
Kalau para ustaz itu asli tulen pribumi, tetapi tampil dengan busana
gamis dan sorban yang panjang menyentuh betis, tentulah para ustaz itu
Arab-centris atau ke-Arab-arab-an. Mungkin juga para ustaz itu ingin
ber-Arab-isasi. Mungkin ustaz itu kurang pede dan menutupi ketidak-pede-an
mereka (perilaku psikologis sebagai bentuk kompensasi). Sangkaan mereka, ustaz
yang berbusana gamis dan sorban itu adalah keharusan untuk membedakan ustaz
dengan muslim awam.
Mereka kurang memahami, bahwa bergomis dan bersorban itu sekedar budaya lokal
bangsa Arab. Bagi muslim yang awam, mungkin ustaz harus tampil berbusana
seperti itu. Akan tetapi bagi masyarakat muslim yang cerdas, penampilan
bersorban dan bergamis seseorang sama sekali tidak akan memengaruhi persepsi.
Berlanjut ….
Sekali lagi tentang profesi Ustaz dan Dukun
PANDAI-PANDAILAH MEMBEDAKAN USTAZ DENGAN DUKUN
Ustaz
Kita tak perlu membuka buku kamus untuk
mengetahui arti kata ustaz. Arti kata ustaz (berasal dari kata dasar bahasa
Arab) itu sinonim dengan kata guru. Arti yang umum, pekerjaan seorang ustaz itu
mengajar bidang studi atau mata pelajaran apa saja, baik mengajar di kelas
formal maupun majelis taklim yang nonformal.
Kata ustaz di Indonesia, maknanya dipersempit
menjadi pengajar yang khusus mengajar ilmu pengetahuan agama Islam atau
seluk-beluk pengetahuan dan praktik dalam agama Islam. Semua orang yang
pekerjaan sehari-harinya mengajar mengaji, ilmu Al Quran, ilmu Tajwid, Nahwu
Sharaf, Akhlak, Tarikh Islam, Fiqih, dll, lazim digelari ustaz. Kita mengenal
Ustaz Hidayat Nurwahid, Ustaz Quraish Shihab, Ustaz Hassan, dll. Gelar untuk
mereka yang berjenis kelamin wanita disebut ustazah. Kita mengenal Ustazah Mama
Dedeh, Ustazah Irene Handono, Ustazah Luthfiah Sungkar, Ustazah Tuty Alawiyyah,
dan Ustazah Zakiah Darajat.
Berkenaan dengan profesi ustaz yang mengajar
ilmu keislaman ini, melekatlah pandangan masyarakat umum yang sudah
mendarah-daging, bahwa seorang ustaz itu identik dengan orang yang berakhlak
mulia atau lebih mulia dari anggota masyarakat yang lain. Tambahan pula,
seorang ustaz itu bukan dikenal sekedar sebagai pengajar ilmu keislaman, tetapi
praktisi akhlak mulia.Pandangan seperti ini masih melekat erat sampai sekarang.
Ustaz itu mulia, ilmunya tinggi dan akhlaknya terpuji.
Oleh karena itu kata-kata dan nasehat seorang
ustaz itu didengar dan dihargai, bahkan ditaati lebih dari ketaatan kita kepada
nasehat kedua orang tua. Ada pameo yang sering didengungkan dalam bahasa vokal,
“taat kepada ustaz, selamat. Membantah ustaz akan kualat.”
Pandangan positif dari masyarakat terhadap
ustaz akan semakin meninggi jika seorang ustaz itu seorang orator dan mahir
berceramah, apa lagi mampu menyihir jemaah dengan bahasa verbal yang memukau,
fasih melontarkan kutipan hadis atau ayat-ayat Quran. Masyarakat Islam di
Indonesia akan sangat bermurah hati menambah gelar baru di depan namanya, yakni
gelar kiai. Belum lengkap pula gelar itu dengan tambahan atribut yang konon untuk
memuliakannya. Perhatikanlah jika namanya diumumkan oleh pembawa acara atau
siapa pun yang pandai meniru: Al Allamah,
Al Mukarram, Asy-Syekh, dan Al Ustaz Kiai X yang sebenarnya sekedar
basa-basi (dalam bahasa Arab supaya kedengarannya keren). Jika sang ustaz kita
ini sudah berhaji, maka gelarnya dilengkapi lagi dalam kalimat verbalnya: Al Allamah Al Mukarram Asy-Syeh Al Hajj Al
Ustaz Kiai X. Makin banyak kata sebagai gelar disebut, sang MC makin pede
saja. (Keren gitu, loh!)
Al ‘allamah artinya orang yang
mengetahui (berilmu). Al mukarram
artinya orang yang mulia. Asy-syekh
itu nama gelar untuk guru/pengajar. Al
hajj artinya Pak Haji.
Terjemahan pkata pengantar MC seperti frasa
di atas kurang lebih sebagai berikut, “Hadirin sekalian, penceramah kita pada malam
ini adalah, beliau yang berilmu, yang mulia, Tuan Guru, Tuan (Pak) Haji, Guru, Kiai X.”
Lebay
banget tuh MC!
Sang MC (pembawa acara) yang menyebut begitu
fasih predikat-predikat berbahasa Arab itu, belum tentu tahu arti kata-kata
yang disebutnya. Dalam benaknya, ada perhelatan keagamaan itu harus bernuansa
Arab.
Berlanjut ….
Lanjutan Pandai-pandailah ….
Pandangan, sikap, perilaku, dan ulah
masyarakat terhadap ustaz
Muslim yang awam memandang, bahwa ustaz-ustaz
bergamis dan bersorban (apa lagi berdarah Arab) pasti bermutu karena mereka dianggap
seasal dengan Nabi Saw. Mereka lebih yakin lagi apa bila ustaznya bergelar
habib karena mereka percaya gelar habib itu masih keturunan Nabi saw. Mereka
tercekoki (karena ada oknum ustaz mencekoki) ajaran bahwa keturunan Nabi saw (gelar
habib) lebih mulia dari keturunan orang tua mereka sendiri yang pribumi, atau
keturunan yang bukan berasal dari Nabi saw.
Muslim yang awam masih percaya, walaupun
ustaz bukan keturunan Nabi saw, tetapi berdarah Arab, apa lagi berbahasa
Arabnya fasih, pasti memiliki kelebihan dibandingkan dengan ustaz berdarah
pribumi.
Mereka, muslim yang awam ini juga masih
percaya, bahwa yang berbusana gamis dan sorban itu pastilah seorang ustaz, apa
lagi pergi ke mana-mana kelihatan memencet-mencet biji tasbeh dan diiringi
dengan bibirnya berkomat-kamit, walaupun mengucap bacaan Al Fatihah saja
terbata-bata.
Bagaimana sikap perilaku muslim yang awam
terhadap ustaz?
Kepercayaan yang terbangun tanpa ilmu
pengetahuan yang memadai akan berdampak kepada sikap perilaku.
Kepercayaan yang keliru akan berdampak kepada
sikap perilaku keliru. Kepercayaan dan perilaku keliru akan membangun praktik
beragama yang keliru pula.
Dukun
Orang Islam yang berwatak jahat mengakali
orang lain selalu ada di mana-mana di muka bumi ini, termasuk di bumi
Indonesia. Apa lagi, penduduk negara dengan populasi muslim terbesar itu adalah
penduduk Indonesia. Orang Islam yang berwatak jahat ini memahami bahwa
mayoritas muslim di Indonesia ini awam terhadap keislaman. Seperti yang telah
diulas terdahulu, salah satu bentuk nyata keawaman itu adalah pandangan dan
sikap perilaku yang keliru terhadap sosok seseorang yang tampil berbusana gamis
dan sorban, ditambah aksesori kopiah putih dan untaian tasbeh yang setia di
tangan. Sosok yang tampil seperti itu, kesan pertama bahwa sosok itu adalah sosok seorang ustaz.
Tidak percaya?
Penulis ajak pembaca berkunjung ke
kantong-kantong perkampungan yang penduduknya mayoritas muslim, baik di kota
besar seperti Jakarta maupun di luar kota besar di sekitar Jakarta. Kita akan
melihat fakta seperti berikut ini.
Seseorang yang biasa memimpin salat berjamaah
(imam) dan memiliki sedikit kelebihan yakni kefasihan membaca ayat-ayat dalam
surah-surah pendek di samping surah Al Fatihah, langsung diberi gelar ustaz.
Seseorang yang biasa memimpin doa dan wiridan
usai salat berjamaah di masjid, atau memimpin acara tahlilan dalam acara
syukuran/selamatan dan kenduren, apa lagi sedikit fasih berdoa dalam bahasa
Arab, dengan mudahnya diberi gelar ustaz.
Berlanjut ….
Lanjutan Pandai-pandailah ….
Seseorang yang telah digelari ustaz, mau
bicara lurus lempeng atau ngawur ngelantur, bahkan berfatwa, didengar, diamini,
dan diikuti kata-katanya.
Ketika dia punya proyek tradisi haulan,
mengaji tiga malam atau tujuh malam yang katanya untuk si mayit, ziarah kubur,
orang Islam yang awam, dengan suka hati mengamini dan mengikuti kegiatan proyek
abal-abalnya.
Sosok yang biasa melakukan kegiatan seperti
itu secara rutin, mudah mendapat gelar ustaz dari masyarakat, atau mendapat
gelar kiai bahkan, seperti yang banyak kita temui di tengah masyarakat di desa
atau kecamatan di Bogor, Bekasi, atau Karawang.
Bagaimana kalau kondisi keawaman ini
dimanfaatkan oleh orang berwatak culas dan jahat?
Itulah kondisi yang dimanfaatkan oleh para
dukun dan paranormal yang sekarang kasusnya marak terjadi di mana-mana, tak
terkecuali di kota besar seperti Jakarta.
Lihat sepak terjang seorang Guntur Bumi
misalnya. Orang Islam yang awam dengan mudah terkecoh dengan penampilan sosok
Guntur Bumi. Gelar ustaz begitu mudah didapatnya. Begitu mudah orang Islam
terpukau dengan tampilan fisiknya, termasuk di dalamnya kalangan kaum
selebritas. Kalau tidak salah, istrinya adalah seorang artis cantik, Puput
Melati.
Guntur Bumi bersorban, bergamis, dan
menenteng tasbeh untuk lebih meyakinkan orang Islam yang awam. Dia digelari
Ucil (ustaz kecil) selagi usianya remaja. Usia remaja saja sudah dipanggil
ustaz.
Penulis pernah menyaksikan tayangan keagamaan
di salah satu stasiun tv swasta sekitan tahun 2013 awal. Dia diminta sang Host acara untuk memimpin doa berjamaah.
Namanya pun disebut, Ustaz Guntur Bumi. Dia pun tampil memimpin doa.
Para Jemaah pun beramin-amin dengan khusuk (?). Yang penting beramin-amin saja meskipun sebagian tidak paham apakah kata-kata
dan kalimat yang terucap oleh Guntur Bumi benar atau tidak, dimengerti atau
tidak.
Alamaaakkkk!
Mbok
iyao,
kalau memimpin doa dalam Bahasa Arab tidak fasih dan tak tahu pula artinya,
mestinya menggunakan Bahasa Indonesia saja, Jang!
Guntur Bumi membuka praktik perdukunan
(istilahnya diganti dengan istilah pengobatan alternatif
Pesona muslim awam terhadap sosok Guntur Bumi
diikuti dengan keyakinan, sikap perilaku, dan tindakan. Guntur Bumi itu dipercaya
bukan sekedar ustaz, melainkan dipercaya sebagai orang pintar dan pandai
menyembuhkan penyakit fisik dan mental. Mereka berdukun (berobat) kepada Guntur
Bumi. Tindakan keliru ini bukan sekedar berdukun saja, tetapi mereka yang awam
ini sudi merogoh kocek puluhan juta rupiah sebagai biaya pengobatan. Mereka
yakin, seorang Guntur Bumi adalah sosok ahli pengobatan alternatif (jelasnya
seorang dukun!)
Apa hasilnya?
Berlanjut ….
Lanjutan Pandai-pandailah ….
Mereka yang menjadi pasien ini tidak
sembuh-sembuh padahal mereka sudah bolak-balik berkonsultasi dan berobat. Mereka
juga didatangi ke rumah oleh orang suruhan/kacung (bersorban dan bergamis pula
supaya lebih meyakinkan) Guntur Bumi. Kacung
itu membawa buah kelapa yang sudah dilubangi, diiris, dan diisi dengan aneka
benda metal seperti peniti, jarum, kawat, atau gunting (yang dibeli di Alfamart,
Giant, atau di material).
Justru mereka harus membuang uang
berjuta-juta rupiah, bahkan sampai puluhan juta rupiah untuk membayar jasa si kacung
dan Guntur Bumi, serta uang pembayar harga kelapa, jarum, gunting, dan kawat.
Apes
banget
nasib mereka yang menjadi pasien Guntur Bumi. Mereka, para pasien yang menjadi
korban praktik perdukunan Guntur Bumi ini sudah puluhan orang. Tak rela ditipu,
mereka pun melaporkan Guntur Bumi kepada aparat kepolisian dengan tuduhan pasal
penipuan.
Sosok Guntur Bumi itu bukanlah ustaz! Disebut
dukun pun tidak pantas. Masih lebih mulia dukun urut atau dukun pijat atau
dukun beranak yang bekerja dengan ikhlas. Mungkin gelar ustaz palsu bagi dia lebih
pantas! Jangan cepat percaya kepada tampilan fisik ala busana Arab dan predikat
ustaz padahal di dalam nawaitunya nawaitu culas!
Penulis berpesan, jika setiap muslim itu
mempelajari dan mendalami pesan-pesan Quran, tentu perintah dan larangan Allah
itu akan dipahami dengan lebih jelas. Tentu kualitas keimanan akan lebih
berkelas.
Marilah kita cermati makna pertanyaan Allah
kepada manusia dalam puluhan ayat di ujung kalimat Firman-Nya: afalaa
ta’qiluun? Afalaa ta’lamuun? Afalaa tatafakkaruun? Afalaa tadzakkaruun?
Tetapi harap kata-kata/kalimat-kalimat yang
ditulis ini bukan untuk dirapal-rapal karena semua yang ditulis ini bagian dari
ayat-ayat Quran.
Haram merapal-rapal ayat-ayat Quran untuk
digunakan dalam praktik klenik dan perdukunan.
Haram menggunakan ayat-ayat Quran untuk
jampi-jampi atau mantra-mantra dengan dalih untuk pengobatan atau ayat-ayat asy-syifa’.
Kita sakit?
Kita pergi berobat ke dokter saja dan memohonlah
kepada Allah agar disembuhkan. Jangan merapal-rapal ayat-ayat Al Quran atau Al Fatihah atau ayat-ayat asy-syifa, sebab ayat-ayat Quran itu
tidak konek (not connected) dengan
penyakit fisik.
Kita sakit kulit dan kelamin?
Kita pergi berobat langsung ke dokter ahli
atau spesialis kulit dan kelamin! Jangan pergi berobat ke dokter umum sebab
kita akan lelah saja dan penyakit takkan kunjung sembuh. Nah, ke dokter umum
saja dilarang, apa lagi pergi berobat ke dukun atau ustaz dukun!
Bisnis kita sedang collaps?
Jangan lari dan berdukun atau berustaz atau
berziarah ke makam leluhur atau para wali! Itu perbuatan dungu! Jangan merapal
ayat-ayat Qursyi dan Surah Yasin atau ayat-ayat asy-syifa’ 99 x berulang-ulang. Itu perbuatan orang Islam yang
kehilangan akal sehat!
Pergi saja ke bank dan bawa proposal
permohonan kredit diiringi selalu dengan bermohon kepada Allah. Lampirkan semua
persyaratan kredit yang telah ditentukan oleh bank kreditor. Sekali lagi,
bermohonlah kepada Allah agar ujian segera berakhir. Sesungguhnya Allah Maha
Pengabul Doa.
Itulah jihad yang sesungguhnya sebagai muslim
yang beriman beristiqamah kepada
Allah Swt.
Mudah-mudahan kasus penipuan yang disangkakan
kepada Guntur Bumi tidak akan terulang lagi kepada saudara-saudara kita yang
lain.
Amin, ya Allahu Rabbul ‘aalamiin.
Jakarta, 11 Maret 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar