SUMUT, TAPUT, JAKUT, SULUT, MALUT, DAN KALUT (?)
Pengantar
Hari Kamis, 6 Maret 2014, di dalam ruang
sidang Nawangwulan, Hotel Purnama, Selekta, Kota Batu.
Tim Pembina Bimtek Akreditasi Pusat, sejak
pagi, lewat pukul delapan, sudah berada di dalam ruangan. Hampir seluruhnya
sudah hadir. Panitia pelaksana workshop tentu saja sudah lebih dahulu hadir.
Mereka adalah Suci Heruwati yang pendiam namun serius bekerja, Rr. Endang
Retno, Ine Rahmawati, dan terakhir Erni Malik si pembeda yang suka sharing cerita konyol dan suka ngocol.
Penulis sendiri, di samping terdaftar sebagai anggota panitia, ternyata juga
merangkap fungsi sebagai anggota Tim Pembina. Kami semua bekerja bak saudara
dalam sebuah keluarga besar.
Pembahasan tentang Bimtek Akreditasi dan
sosialisasinya meluas dan tiba kepada sasaran
seluruh provinsi yang ada, termasuk di dalamnya adalah Provinsi
Kalimantan Utara yang sudah resmi dibentuk.
Nama atau istilah geografis yang baru lahir
oleh Undang-undang tentu saja pasti terbentuk dan pasti secepatnya masuk ke
dalam kamus geografi dan bisa pula masuk menjadi sebuah lema baru dalam kamus
bahasa Indonesia. Begitu juga dengan nama Kalimantan Utara sebagai provinsi
termuda.
Teman-teman peserta workshop tentu takkan
berpusing-pusing kepala memikirkan nama dan istilah baru, dan memang tak
penting-penting amat. Tetapi tentu saja tidak begitu bagi penulis. Sebagai
seorang praktisi dan pengamat bahasa Indonesia kelas amatiran, ketika ada nama
provinsi baru diperkenalkan, penulis langsung memikirkan singkatan dari nama
Kalimantan Utara. Apa singkatannya? Kalut?
Sukiono dan Sri Rejeki membantu penulis yang
sedang memikirkan singkatannya Kata mereka berdua hamper serempak, bahwa
singkatan yang benar dari Kalimantan Utara itu adalah Kaltara. Loh! Kok
Kaltara?
Sri Rejeki dan Sukiono tidak akan memikirkan
jauh-jauh sebabnya, mengapa Kalimanatan Utara disingkat menjadi Kaltara.
Penulis bersikap sebaliknya, singkatan Kaltara itu dipikirkan lama, akhirnya
menginspirasi penulis pada malam harinya di kamar. Penulis pun akhirnya
memutuskan untuk menulis dan memulainya pada pukul 22.30 sampai mata mengantuk
dan ilham mulai luput seiring meredupnya pandangan mata. Entah pukul berapa
penulis menghentikan kegiatan yang indah dan enjoyed itu. Yang jelas, tulisan tidak bisa rampung dalam dua atau
tiga jam. Mungkin kalau penulis selevel atau sekelas penulis top Arswendo
Atmowiloto, Gus Dur, atau Karni Ilyas, tulisan seperti ini bisa rampung dalam
dua jam saja.
Inilah tulisan tentang singkatan nama geografis
Kalimantan Utara dalam ulasan Bahasa Indonesia yang telah menginspirasi
penulis.
Selamat mengikuti.
Membentuk kata singkatan dengan merujuk
kepada analogi
Para pembaca pasti tahu arti kata-kata yang
ada dalam judul di atas. Kata-kata itu adalah istilah geografis yang ada di
dalam khasanah perbendaharaan kosa kata dalam bahasa Indonesia. Semua kata itu
merupakan nama-nama sebagian provinsi dan kota di Indonesia dalam bentuk
singkatan dari dua kata sebagai representasi nama provinsi dan kabupaten/kota,
kecuali kata Kalut.
Perhatikan dua kata yang disingkat dan
singkatannya seperti di bawah ini.
Sumut singkatan dari Sumatera Utara.
Taput singkatan dari Tapanuli Utara.
Jakut singkatan dari Jakarta utara.
Sulut singkatan dari Sulawesi Utara.
Malut singkatan dari Maluku utara.
Kita lihat singkatan kata /utara/ adalah /-ut/. Kata /utara/ adalah salah satu dari delapan
nama arah mata angin. Nama arah mata angin yang kita kenal adalah utara,
selatan, barat, timur, timur laut, barat daya, barat laut, dan tenggara,
Akan tetapi, apakah semua kata /utara/ dari sebuah nama mata angin dapat
dengan serta-merta disingkat /-ut/
untuk nama geografis yang terus berkembang?
Ternyata singkatan /-ut/ dari kata utara
tidak selamanya bisa diperlakukan sama karena arti singkatannya bisa negatif,
buruk, dan tidak senonoh.
Mari kita lihat analoginya seperti kata
singkatan berikut ini.
Ada provinsi yang baru saja terbentuk,
namanya provinsi Kalimantan Utara. Bisa saja /Kalimantan Utara/, berkaitan
dengan analogi dan contoh yang ada, tentu saja disingkat dengan /Kalut/. Tetapi, tunggu dulu. Kita harus
tahu arti kata /kalut/ lebih dahulu. Kata /kalut/ adalah kelas kata
adjektiva/kata sifat, menurut KBBI artinya adalah: 1) kusut tidak karuan; 2)
kacau pikiran dan berkata tidak karuan. Padanan kata /kalut/ yang menjadi kata
ulang berubah bunyi adalah /kalut-marut/ dan /kalut-malut/.
Jadi, tidak layak nama provinsi Kalimantan
Utara disingkat menjadi provinsi Kalut karena mengandung arti negatif dan
terdengar tidak nyaman. Singkatan dari Kalimantan Utara yang pantas adalah
Kaltara.
“Kalau pikiran Anda sedang kalut, ada baiknya
Anda bertamasya ke Kaltara untuk menghilangkan pikiran Anda yang kalut.”
Mari kita lihat contoh-contoh lain.
Bali Utara disingkat Balut. Kata balut tidak
nyaman terdengar di telinga karena arti kata /balut/ sebagai nomina itu adalah
kain pengikat atau pembebat luka; barut; pembungkus.
Kalau Bali Utara disingkat Baliut? Tentu lebih tidak nyaman
didengar. Jadi, /Bali Utara/ itu lebih bagus disingkat Baltara, atau BU saja,
atau tidak usah disingkat.
Surabaya Utara disingkat Surabut tentu tidak pantas, tidak pantas pula jika disingkat
dengan Surut, dan lebih tidak pantas
jika disingkat Suraut. Kalau perlu
tidak usah dipaksakan menyingkat.
Jambi Utara bisa disingkat menjadi Jambut.
Bagaimana kalau kata Jember Utara disingkat berdasarkan analogi dan contoh yang sudah
ada? Jembut? Wah, hindari singkatan
itu! Secara ilmu kebahasa-Indonesia-an, tak ada yang salah mengucapkan atau
menulis kata jembut, tetapi kata jembut itu bermakna tidak senonoh untuk
khalayak. Analogi di atas, untuk
menyingkat wilayah yang bernama Jember Utara tidak berlaku.
Begitu pun nama wilayah Banten Utara.
Singkatannya buruk artinya, Bantut.
Lalu, untuk wilayah Buton Utara, tentu
singkatannya menjadi Butut. Takengon
Utara menjadi Takut.
Bahasa dan singkatan adalah fenomena
kehidupan manusia. Keberadaan kata, singkatan, frasa, atau inisial adalah hasil
dari kreasi/kreativitas manusia.
Kita tidak boleh menafikan atau melupakan
bahwa Bahasa menjunjung tinggi etika, estetika, dan passion/hasrat manusia.
Oleh karena itu, ketika kata, singkatan,
inisial, atau frasa tercipta oleh dan
lahir di tengah masyarakat yang kreatif berbahasa harus mengindahkan etika,
estetika, tradisi, dan agama/keyakinan masyarakat setempat sampai kepada lingkungan
pergaulan masyarakat bangsa.
Pembaca, mari kita berbahasa Indonesia yang
baik dan benar agar kita menjadi subjek penting dalam membangun bahasa
Indonesia yang lebih bermutu dan bermartabat.
Semoga.
Hotel Purnama, Selekta, Kota Batu, Jumat
malam, 8 Maret 2014
Tuan bapak Abdul Mailik
BalasHapusKecewa dan kesal dgn kritik tuan bapak tentang ustaz berbusana games dan bersarban.
Asal tuan bapak tahu, Pakistan ustaz di Indonesia berbusana gamis itu adalah kerana mengikuti SUNNAH NABI MUHAMMAD saw. Islam sangat mengesurkn kta mengikuti jejak Rasul.
Kalau bapak ngefen)berminat sama Michael Jackson, bpk ikut cara busana Michael Jackson. Kalo bapak senang sama pendita amaranth Hindu bpk ikut busana Hindu Begitu juga padri Kristen mereka ikut berbusana orang yg beragama nya
Kenapa sich para ustaz di Indonesia yg berbusana gamis dan bersarban jadi d bahasa? Salah kalo para pak ustaz mengikuti ajara NABI nya?
Pak ustaz saying kpda NABI nya, wajar koq dia ikut apa aja di di senangi NABI nya.
Masbuloh?
Tuan bapak Abdul Mailik
BalasHapusKecewa dan kesal dgn kritik tuan bapak tentang ustaz berbusana gamis dan bersarban.
Asal tuan bapak tahu, Pak ustaz di Indonesia berbusana gamis itu adalah kerana mengikuti SUNNAH NABI MUHAMMAD saw. Islam sangat mengesurkn kta mengikuti jejak Rasul.
Kalau bapak ngefen/berminat sama Michael Jackson, bpk ikut cara busana Michael Jackson. Kalo bapak senang sama pendita ajaran Hindu bpk ikut busana Hindu Begitu juga padri Kristen mereka ikut berbusana orang yg beragama nya
Kenapa sich para ustaz di Indonesia yg berbusana gamis dan bersarban jadi d bahasa? Salah kalo para pak ustaz mengikuti ajara NABI nya?
Pak ustaz sayang kpda NABI nya, wajar koq dia ikut apa aja di di senangi NABI nya.
Masbuloh?
Tuan bapak Abdul Mailik
BalasHapusKecewa dan kesal dgn kritik tuan bapak tentang ustaz berbusana gamis dan bersarban.
Asal tuan bapak tahu, Pak ustaz di Indonesia berbusana gamis itu adalah kerana mengikuti SUNNAH NABI MUHAMMAD saw. Islam sangat mengesurkn kta mengikuti jejak Rasul.
Kalau bapak ngefen/berminat sama Michael Jackson, bpk ikut cara busana Michael Jackson. Kalo bapak senang sama pendita ajaran Hindu bpk ikut busana Hindu Begitu juga padri Kristen mereka ikut berbusana orang yg beragama nya
Kenapa sich para ustaz di Indonesia yg berbusana gamis dan bersarban jadi d bahasa? Salah kalo para pak ustaz mengikuti ajara NABI nya?
Pak ustaz sayang kpda NABI nya, wajar koq dia ikut apa aja di di senangi NABI nya.
Masbuloh?