Lanjutan Keimanan ....
Keimanan
terhadap tuntunan keteladanan Nabi saw
Rujukan: QS 2: 119; QS 33: 21; QS 68: 4
Fondasi keimanan yang berikutnya adalah
keimanan terhadap Muhammad saw dan kerasulannya.
Perintah Allah untuk Muhammad adalah
menegakkan ketauhidan
Muhammad, adalah bagian dari masyarakat
Quraisy bangsa Arab dari bani Abdul Manaf. Dia asli suku Quraisy.Dia dilahirkan
di Mekkah sebagai mana bayi pada umumnya. Dia tumbuh menjadi anak-anak, remaja,
dewasa, menikah, mempunya keturunan, dan hidup bermasyarakat di Mekkah, sama seperti orang-orang di sana.
Tidak ada sesuatu yang luar biasa pada diri Muhammad sampai datang wahyu Allah,
sekaligus dipilih sebagai seorang rasul, ketika dia menginjak usia 40 tahun,
ditandai dengan turunnya wahyu Allah melalui malaikat Jibril di gua Hira’, lima
ayat pertama dalam QS Al Alaq (96; artinya segumpal darah).
Lima ayat itu adalah materi pembelajaran
pertama dari Allah kepada Muhammad di bawah bimbingan malaikat Jibril: dia
wajib belajar, wajib tahu bahwa Allah Yang Maha Mulia, wajib tahu bahwa Allah
Maha Pencipta manusia yang berasal dari segumpal darah, dan wajib tahu bahwa
Allah Yang Maha berilmu dan juga mengajarkan manusia dari tidak tahu menjadi
tahu.
Itulah pengalaman pertama dan luar biasa bagi
Muhammad. Hari-hari setelah peristiwa menerima wahyu, Muhammad masih bingung,
gelisah, dan dilanda rasa takut. Muhammad adalah manusia biasa. Ada sukacita
dan dukacita, gembira dan sedih, optimis dan pesimis, kuat dan lemah, adalah
biasa pada diri manusia, juga pada diri Muhammad.
Wahyu Allah berikutnya pun diturunkan via
malaikat Jibril agar menindaklanjuti tugas kerasulannya dengan menyeru
manusia/berdakwah. Ayat-ayat dalam QS Al Muzammil (73: 20 ayat ) dan QS Al
Mudatstsir (74: 56 ayat) adalah perintah sekaligus teguran untuknya (segera
bangkit dari tidur meringkuk dan lilitan selimut), membersihkan diri dan
menyucikan jiwa, dan keluar mendatangi masyarakat untuk mengajak kepada
ketauhidan, sekaligus membuang paganisma/berhalaisme karatan yang sudah
mendarah-daging).
Tugas sebagai rasul dan pendakwah itu
bukanlah beban, tetapi tugas mulia, Allah akan selalu melindungi, tidak akan
membiarkan Muhammad bersedih, dan Jibril akan menemani. Simak QS Ad-Duha (93):
1 s.d. 11 dan QS Ash-Sharh (94): 1 s.d. 8.
Allah takkan membiarkan Muhammad bersedih
hati dan lemah dalam berdakwah tauhid. Allah memberinya karunia kekuatan fisik,
mental, emosi untuk melanjutkan dakwahnya. Muhammad mengalami banyak kendala
dalam berdakwah, terutama dia harus berhadapan dengan masyarakat yang sudah
kadung kepada berhalaisme, berhadapan dengan keluarga sendiri, yang justru
lebih kuat menentang dakwah tauhidnya itu. Namun, pengalaman berdakwah dari
awal perintah dakwah yang dita terima membuatnya tambah kuat. Dia tetap sabar,
tabah, dan tawakal.
Kesabaran, keteguhan, keberanian, dan siap
mental, fisik, dan emosinya berhadapan dengan kaumnya sendiri, sanak keluarga,
dan orang-orang terdekatnya, yang menentangnya, memusuhi, dan bahkan ingin
membunuhnya dihadapi dengan keagungan akhlak yang tiada tara. Maka pantaslah
kemudian, Allah memberinya atribut: manusia berakhlak agung (khuluqin adziim), suri teladan terbaik
bagi manusia (uswatun hasanah), dan siraajam muniira (pelita yang menerangi)
yang berjuang mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya yang terang
benderang (litukhrijun naasa minadz
dzuluumaati ilan nuur).
Tugas kerasulan seorang Muhammad saw itu
kurang lebih 23 tahun (22 tahun, 10 bulan, 22 hari; semenjak wahyu pertama
diterima di gua Hira’: QS 96: 1.s.d. 5, sampai dengan wahyu terakhir peristiwa
Haji Wada. di Padang Arafah: QS 5: 3; berdakwah di Mekkah selama 13 tahun dan
di Madinah 10 tahun. Tugas kerasulannya selesai dan dia rasul terakhir (khataman nabiy). Semua wahyu Allah yang
termaktub dalam Quran: 6.236 ayat telah disampaikan seluruhnya.Titik). Lalu
Allah mewafatkan dia dalam usia 63 tahun di Madinah.
Akhlaknya yang agung itu bisa ditangkap oleh
umatnya dalam segala ucapan, sikap perilaku (attitude; behavior), dan tindakan terpuji (amaliah; action).
Muhammad itu bersifat shiddiq (benar). Mustahil (impossible)
Muhammad berbohong, berdusta, membual, dan berdongeng.
Muhammad itu bersifat amanah (dapat
dipercaya; terpercaya). Tidak mungkin Muhammad berkhianat terhadap perintah dan
larangan Allah.
Muhammad menyampaikan (tabligh) semua wahyu, tak mungkin Muhammad mengurangi, melebihkan,
menambah-nambah, atau mengganti teks ayat-ayat Quran. Muhammad
Allah menyuruh Muhammad membawa kabar berita
gembira akan janji Allah tentang sorga, bukan berwenang mengganjar pahala atau
memberi syafaat.
Allah menyuruh Muhammad membawa dan memberi
peringatan tentang azab untuk orang yang berdosa, bukan berwenang
mengampuni/menebus dosa atau kewenangan menghapus dosa umatnya.
Muhammad itu bersifat fathanah (cerdas; smart;
excellent). Tidak mungkin Muhammad bodoh, jahil, crazy, dan bebal yang pasti bertentangan dengan akhlaknya yang
agung.
Akhlaknya yang agung itu bukan karena lahir
pada hari Senin dan bulan Rabiul Awal. Kalau kita mengatakan hari Senin dan
bulan Rabiul Awal itu hari agung bulan agung, berarti hari di luar hari Senin
dan bulan di luar bulan Rabiul Awal hari dan bulan yang tidak agung (hari
apes?). Kalau demikian, semua orang tua berlomba-lomba menikahkan anaknya pada
hari dan bulan itu, ingin melahirkan pada hari dan bulan itu, dan ingin
diwafatkan pada bulan itu. Mungkinkah begitu?
Memang mental kultus-kultusan itu mengakar
merembet ke mana-mana: kultus individu orang suci, kultus hari kudus, kultus
bulan agung, kultus tempat angker, kultus sungai suci, kultus letak hoki, kultus
bintang, kultus angka keberuntungan, kultus makam/kuburan wali, dll. segala
macam kultus. Dampaknya yang dapat kita saksikan adalah tumbuh suburnya praktik
peramal, ahli nujum, paranormal, fengshui, hongshui, ahli pelet, dan lain-lain
yang terlararang dalam ajaran agama Islam.
Muhammad diutus untuk membasmi kultus
berhala, kultus syair-syair perang, kultus suku, kultus ras, kultus individu.
Tidak pernah Muhammad
mengajarkan dalam ucapan, sikap perilaku, dan perbuatannya membesar-besarkan
hari Senin sebagai hari kelahiran, bulan Rabiul Awal sebagai bulan yang harus
diakbarkan, apa lagi sampai menjanjikan pahala sekian-sekian bagi orang yang
memperingatinya, karena semua itu amat bertentangan dengan akhlaknya yang agung
(khuluqin azhiim: pernyataan Allah
langsung kepadanya; QS 68: 4).
Apa iya, Muhammad
yang khuluqin adziim menyuruh umatnya
selalu berpuasa hari Senin untuk
menghormati hari kelahirannya, menyuruh umatnya memperingati dan mengagungkan
bulan Rabiul Awal untuk mengenangnya?
Apa iya, Muhammad
yang berakhlak agung menyuruh umatnya menziarahi kuburannya dan menjanjikan
pahala sekian-sekian?
Apa iya, Muhammad
rasul Allah yang akhlaknya agung itu menyatakan bahwa anak keturunannya pasti
menjadi ahli sorga karena steril dari dosa?
Mana konsistensi kita
yang mengakui keagungan akhlak seorang Muhammad dengan praktik-praktik kita
seperti di atas? Kita mengatakan di mulut kita berlisan Muhammad itu berakhlak
agung, tetapi dalam praktiknya kita menihilkan/melecehkan keagungan akhlaknya
dengan lontaran dongeng dan bualan dusta pendongeng dan pembual. Lain di bibir
lain di hati, lain pula dalam praktik amaliah (munafik namanya).
Sekedar untuk kita
ketahui, dongeng dan bualan dusta itu bisa disampaikan oleh oknum perorangan,
kelompok, para mazhabis, kaum, atau golongan, baik yang datang dari lingkungan
internal muslim maupun eksternal muslim.
Muhammad diutus untuk
memerangi diskriminasi sosial (kasta-kasta dan feodalisme) dan ras dengan
ajaran agung tentang persamaan derajat manusia, bahwa manusia di mata Allah itu
sama derajatnya, yang membedakan Antara manusia satu dengan yang lain adalah
takwanya. Simak QS 49: 13.
Ajaran Islam yang
agung tentu dipercayakan penyampaiannya kepada seorang manusia yang berakhlak
agung pula. Wahyu Allah yang semuanya termaktub dalam Al Quran hanya pantas
disampaikan kepada umat manusia oleh rasul utusan Allah yang berakhlak agung,
yakni Muhammad saw.
Itulah sebabnya,
ajaran dan doktrin Islam yang agung mengusung kebenaran itu tetap terawat,
bertumbuhkembang, dan akan Berjaya terus sampai kiamat, karena pendakwahnya,
Muhammad saw, berakhlak agung, dengan ciri khas: uswatun hasanah (teladan terbaik).
“Sungguh, telah ada
pada diri rasulullah (Muhammad), suri teladan terbaik bagimu, ….” (QS 33: 21)
Berlanjut