Selasa, 28 Januari 2014

KEIMANAN




 Lanjutan Keimanan ....
Keimanan terhadap tuntunan keteladanan Nabi saw
Rujukan: QS 2: 119; QS 33: 21; QS 68: 4
Fondasi keimanan yang berikutnya adalah keimanan terhadap Muhammad saw dan kerasulannya.
Perintah Allah untuk Muhammad adalah menegakkan ketauhidan
Muhammad, adalah bagian dari masyarakat Quraisy bangsa Arab dari bani Abdul Manaf. Dia asli suku Quraisy.Dia dilahirkan di Mekkah sebagai mana bayi pada umumnya. Dia tumbuh menjadi anak-anak, remaja, dewasa, menikah, mempunya keturunan, dan hidup bermasyarakat di  Mekkah, sama seperti orang-orang di sana. Tidak ada sesuatu yang luar biasa pada diri Muhammad sampai datang wahyu Allah, sekaligus dipilih sebagai seorang rasul, ketika dia menginjak usia 40 tahun, ditandai dengan turunnya wahyu Allah melalui malaikat Jibril di gua Hira’, lima ayat pertama dalam QS Al Alaq (96; artinya segumpal darah).
Lima ayat itu adalah materi pembelajaran pertama dari Allah kepada Muhammad di bawah bimbingan malaikat Jibril: dia wajib belajar, wajib tahu bahwa Allah Yang Maha Mulia, wajib tahu bahwa Allah Maha Pencipta manusia yang berasal dari segumpal darah, dan wajib tahu bahwa Allah Yang Maha berilmu dan juga mengajarkan manusia dari tidak tahu menjadi tahu.
Itulah pengalaman pertama dan luar biasa bagi Muhammad. Hari-hari setelah peristiwa menerima wahyu, Muhammad masih bingung, gelisah, dan dilanda rasa takut. Muhammad adalah manusia biasa. Ada sukacita dan dukacita, gembira dan sedih, optimis dan pesimis, kuat dan lemah, adalah biasa pada diri manusia, juga pada diri Muhammad.
Wahyu Allah berikutnya pun diturunkan via malaikat Jibril agar menindaklanjuti tugas kerasulannya dengan menyeru manusia/berdakwah. Ayat-ayat dalam QS Al Muzammil (73: 20 ayat ) dan QS Al Mudatstsir (74: 56 ayat) adalah perintah sekaligus teguran untuknya (segera bangkit dari tidur meringkuk dan lilitan selimut), membersihkan diri dan menyucikan jiwa, dan keluar mendatangi masyarakat untuk mengajak kepada ketauhidan, sekaligus membuang paganisma/berhalaisme karatan yang sudah mendarah-daging).
Tugas sebagai rasul dan pendakwah itu bukanlah beban, tetapi tugas mulia, Allah akan selalu melindungi, tidak akan membiarkan Muhammad bersedih, dan Jibril akan menemani. Simak QS Ad-Duha (93): 1 s.d. 11 dan QS Ash-Sharh (94): 1 s.d. 8.
Allah takkan membiarkan Muhammad bersedih hati dan lemah dalam berdakwah tauhid. Allah memberinya karunia kekuatan fisik, mental, emosi untuk melanjutkan dakwahnya. Muhammad mengalami banyak kendala dalam berdakwah, terutama dia harus berhadapan dengan masyarakat yang sudah kadung kepada berhalaisme, berhadapan dengan keluarga sendiri, yang justru lebih kuat menentang dakwah tauhidnya itu. Namun, pengalaman berdakwah dari awal perintah dakwah yang dita terima membuatnya tambah kuat. Dia tetap sabar, tabah, dan tawakal.
Kesabaran, keteguhan, keberanian, dan siap mental, fisik, dan emosinya berhadapan dengan kaumnya sendiri, sanak keluarga, dan orang-orang terdekatnya, yang menentangnya, memusuhi, dan bahkan ingin membunuhnya dihadapi dengan keagungan akhlak yang tiada tara. Maka pantaslah kemudian, Allah memberinya atribut: manusia berakhlak agung (khuluqin adziim), suri teladan terbaik bagi manusia (uswatun hasanah), dan siraajam muniira (pelita yang menerangi) yang berjuang mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya yang terang benderang (litukhrijun naasa minadz dzuluumaati ilan nuur).
Tugas kerasulan seorang Muhammad saw itu kurang lebih 23 tahun (22 tahun, 10 bulan, 22 hari; semenjak wahyu pertama diterima di gua Hira’: QS 96: 1.s.d. 5, sampai dengan wahyu terakhir peristiwa Haji Wada. di Padang Arafah: QS 5: 3; berdakwah di Mekkah selama 13 tahun dan di Madinah 10 tahun. Tugas kerasulannya selesai dan dia rasul terakhir (khataman nabiy). Semua wahyu Allah yang termaktub dalam Quran: 6.236 ayat telah disampaikan seluruhnya.Titik). Lalu Allah mewafatkan dia dalam usia 63 tahun di Madinah.
Akhlaknya yang agung itu bisa ditangkap oleh umatnya dalam segala ucapan, sikap perilaku (attitude; behavior), dan tindakan terpuji (amaliah; action).
Muhammad itu bersifat shiddiq (benar). Mustahil (impossible) Muhammad berbohong, berdusta, membual, dan berdongeng.
Muhammad itu bersifat amanah (dapat dipercaya; terpercaya). Tidak mungkin Muhammad berkhianat terhadap perintah dan larangan Allah.
Muhammad menyampaikan (tabligh) semua wahyu, tak mungkin Muhammad mengurangi, melebihkan, menambah-nambah, atau mengganti teks ayat-ayat Quran. Muhammad
Allah menyuruh Muhammad membawa kabar berita gembira akan janji Allah tentang sorga, bukan berwenang mengganjar pahala atau memberi syafaat.
Allah menyuruh Muhammad membawa dan memberi peringatan tentang azab untuk orang yang berdosa, bukan berwenang mengampuni/menebus dosa atau kewenangan menghapus dosa umatnya.
Muhammad itu bersifat fathanah (cerdas; smart; excellent). Tidak mungkin Muhammad bodoh, jahil, crazy, dan bebal yang pasti bertentangan dengan akhlaknya yang agung.
Akhlaknya yang agung itu bukan karena lahir pada hari Senin dan bulan Rabiul Awal. Kalau kita mengatakan hari Senin dan bulan Rabiul Awal itu hari agung bulan agung, berarti hari di luar hari Senin dan bulan di luar bulan Rabiul Awal hari dan bulan yang tidak agung (hari apes?). Kalau demikian, semua orang tua berlomba-lomba menikahkan anaknya pada hari dan bulan itu, ingin melahirkan pada hari dan bulan itu, dan ingin diwafatkan pada bulan itu. Mungkinkah begitu?
Memang mental kultus-kultusan itu mengakar merembet ke mana-mana: kultus individu orang suci, kultus hari kudus, kultus bulan agung, kultus tempat angker, kultus sungai suci, kultus letak hoki, kultus bintang, kultus angka keberuntungan, kultus makam/kuburan wali, dll. segala macam kultus. Dampaknya yang dapat kita saksikan adalah tumbuh suburnya praktik peramal, ahli nujum, paranormal, fengshui, hongshui, ahli pelet, dan lain-lain yang terlararang dalam ajaran agama Islam.
Muhammad diutus untuk membasmi kultus berhala, kultus syair-syair perang, kultus suku, kultus ras, kultus individu.
Tidak pernah Muhammad mengajarkan dalam ucapan, sikap perilaku, dan perbuatannya membesar-besarkan hari Senin sebagai hari kelahiran, bulan Rabiul Awal sebagai bulan yang harus diakbarkan, apa lagi sampai menjanjikan pahala sekian-sekian bagi orang yang memperingatinya, karena semua itu amat bertentangan dengan akhlaknya yang agung (khuluqin azhiim: pernyataan Allah langsung kepadanya; QS 68: 4).
Apa iya, Muhammad yang khuluqin adziim menyuruh umatnya selalu berpuasa  hari Senin untuk menghormati hari kelahirannya, menyuruh umatnya memperingati dan mengagungkan bulan Rabiul Awal untuk mengenangnya?
Apa iya, Muhammad yang berakhlak agung menyuruh umatnya menziarahi kuburannya dan menjanjikan pahala sekian-sekian?
Apa iya, Muhammad rasul Allah yang akhlaknya agung itu menyatakan bahwa anak keturunannya pasti menjadi ahli sorga karena steril dari dosa?
Mana konsistensi kita yang mengakui keagungan akhlak seorang Muhammad dengan praktik-praktik kita seperti di atas? Kita mengatakan di mulut kita berlisan Muhammad itu berakhlak agung, tetapi dalam praktiknya kita menihilkan/melecehkan keagungan akhlaknya dengan lontaran dongeng dan bualan dusta pendongeng dan pembual. Lain di bibir lain di hati, lain pula dalam praktik amaliah (munafik namanya).
Sekedar untuk kita ketahui, dongeng dan bualan dusta itu bisa disampaikan oleh oknum perorangan, kelompok, para mazhabis, kaum, atau golongan, baik yang datang dari lingkungan internal muslim maupun eksternal muslim.
Muhammad diutus untuk memerangi diskriminasi sosial (kasta-kasta dan feodalisme) dan ras dengan ajaran agung tentang persamaan derajat manusia, bahwa manusia di mata Allah itu sama derajatnya, yang membedakan Antara manusia satu dengan yang lain adalah takwanya. Simak QS 49: 13.
Ajaran Islam yang agung tentu dipercayakan penyampaiannya kepada seorang manusia yang berakhlak agung pula. Wahyu Allah yang semuanya termaktub dalam Al Quran hanya pantas disampaikan kepada umat manusia oleh rasul utusan Allah yang berakhlak agung, yakni Muhammad saw.
Itulah sebabnya, ajaran dan doktrin Islam yang agung mengusung kebenaran itu tetap terawat, bertumbuhkembang, dan akan Berjaya terus sampai kiamat, karena pendakwahnya, Muhammad saw, berakhlak agung, dengan ciri khas: uswatun hasanah (teladan terbaik).
“Sungguh, telah ada pada diri rasulullah (Muhammad), suri teladan terbaik bagimu, ….” (QS 33: 21)
Berlanjut

Tidak ada komentar:

Posting Komentar