Minggu, 26 Januari 2014

NIAT DAN AMALIAH YANG SINERGIS



NIAT DAN AMALIAH YANG SINERGIS
Niat dan amaliah
Niat atau nawaitu itu artinya sama dengan maksud, keinginan (dalam bahasa Betawi dikatakan kepingin; mau). Niat itu datang dari hati. Yang paling tahu tentang niat itu adalah orang empunya niat. Orang lain tidak akan tahu. Niat itu baru diketahui orang lain kalau empunya niat mengatakan atau mewujudkan dalam amaliah. Sering dikatakan, amal itu tergantung dari niat.
Contoh 1:
Saya mau makan. (di dalam hati)
Orang lain sama sekali tak tahu bahwa saya berniat mau makan. Tetapi ketika saya ucapkan dengan jelas dan didengar orang lain, atau saya bergegas mengambil piring, sendok makan, dan garpu, barulah orang lain paham, bahwa saya mau makan.
Bagaimana kalau saya berniat mau makan (karena perut lapar), lalu saya ucapkan dengan jelas kalimat itu dan didengar oleh orang lain, tetapi saya mengambil sapu lidi dan kain pel?
Benarkah amaliah (tindakan) saya mengambil sapu lidi dan kain pel itu?
Tentu tindakan saya adalah tindakan bodoh. Akibat dari tindakan bodoh itu, perut saya tetap terasa lapar, dan saya pun tambah menderita jadinya.

Niat yang benar amaliah benar
Contoh 2.
Saya secara pribadi ingin (berniat) menyantuni anak yatim di lingkungan tempat tinggal saya. Santunannya dalam bentuk uang kas yang nilai nominalnya lima ratus ribu rupiah per kepala.
Apa (amaliah) yang semestinya saya lakukan?
Pertama, menghubungi kepala lingkungan untuk mendapatkan data yang akurat banyaknya anak yatim yang berhak mendapatkan santunan.
Kedua, menginventarisasi nama-nama anak yatim dalam satu daftar.
Ketiga, menyampaikan surat undangan kepada anak-anak yatim yang disantuni.
Keempat, menyerahkan uang santunan kepada anak-anak yatim.
Kelima, selesai.
Sederhana sekali, bukan?
Niat saya menyantuni anak yatim diwujudkan dengan pemberian santunan (amaliah; tindakan nyata) terpenuhi. Antara niat dengan amaliah nyambung (sinergis). Dampaknya adalah bermanfaat. Anak-anak yatim itu bisa memanfaatkan uang santunan untuk membeli barang-barang kebutuhan mereka yang mungkin amat mendesak. Amaliah yang lebih berkualitas mewujudkan ajaran kasih-sayang sesama terpampang dalam wujud dampak positif: membawa manfaat.
Tetapi, yang sering kita lakukan selama ini tidak seperti itu. Seperti apa rupanya?

Niat yang benar amaliah tidak benar
Kegiatan pemborosan dan miskin prestasi
Niat ingin menyantuni anak-anak yatim saja saya sudah bikin kegiatan heboh duluan.
Saya minta kepada pengurus masjid supaya kegiatan itu diumumkan. Senyampang itu, saya minta didoakan (titip doa) dan dibacakan Surat Al Fatihah. Saya minta diumumkan bahwa santunan itu atas nama kedua orang tua saya yang sudah meninggal dan pahalanya untuk kedua almarhum. (muncul sikap dan perilaku riya’un nass; riya’)
Saya perlu menunggu bulan Muharram tanggal 10 karena tanggal dan bulan itu milik anak yatim supaya pahalanya berlipat ganda (???).
Saya mengundang grup kasidahan atau marawis atau hadrah.
Saya pun tak lupa mengundang seorang ustaz tukang ceramah agar berceramah dalam acara itu pada hari H pemberian santunan.
Saya juga perlu mengundang seorang ustaz tukang doa untuk berdoa agar doanya lebih afdol dan cepat terkabul. Katanya, kalau bukan ustaz tukang doa yang memimpin doa, maka doanya tersendat-sendat menuju Allah dan sulit/tidak sampai ke langit (???).
Menjelang hari H saya dan keluarga sudah sibuk luar biasa. Saudara-saudara juga sibuk dan para tetangga dekat pun terimbas sibuk pula.
Pada hari H-nya kesibukan luar biasa di rumah saya. Fisik saya dan keluarga sudah agak loyo karena kurang tidur. Tetapi saya harus tetap kuat meskipun agak memaksakan diri.
Susunan acara yang sebenarnya amat sederhana (menyantuni anak yatim), saya buat semiformal atau kaku tetapi masih tetap tradisional.
Susunan acaranya:
Pembukaan
Pembacaan kalam Ilahi dan sari tilawah
Sambutan saya sebagai empunya hajat
Menyanyikan lagu-lagu
Ceramah
Penyerahan santunan
Pembacaan doa, dan
Ramah-tamah
Acara pemberian santunan selesai.
Niat saya adalah ingin menyantuni anak-anak yatim (amat sederhana sebenarnya).  Tujuannya, santunan itu sampai ke tangan yang berhak. Akan tetapi saya melakukan amaliyah bermacam-macam (tradisi yang tradisional; kuno; pemborosan; yang sama sekali tidak terkait dengan kegiatan pemberian santunan. Bahkan mengadakan kegiatan yang tak bernilai/bermanfaat. Dampak negatif bagi saya adalah: letih, fisik tidak bugar, mata merah, dan wajah kuyu. Begitu juga saudara-saudara dan para tetangga yang ikut berpartisipasi. Waktu efektif banyak terbuang. Dana ekstra pun harus dikeluarkan untuk hal-hal yang tidak perlu.Dll.
Inilah bentuk kegiatan (amaliyah) yang banyak macamnya, tidak selaras dengan niat semula, dan miskin prestasi.
Berlanjut ….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar