Minggu, 26 Januari 2014

NIAT DAN AMALIAH YANG SINERGIS



Lanjutatan Niat ….
Niat benar, kegiatan tidak benar, hasilnya tidak jelas
Contoh:
1.    Haji (kewajiban berhaji, rukun, wajib, dan sunnah)
Kondisi:
Kedua orang tua saya sudah tua tetapi belum menunaikan ibadah haji.Keduanya sudah tua dan sakit-sakitan
Saya punya dana untuk biaya ONH kedua orang tua saya.
Niat:
Saya berniat menghajikan keduanya (niatnya benar dan bernilai).
Kegiatan:
Mewakilkan  kepada orang lain dengan membayar imbalan. Saya pun menugaskan dan sekaligus membayar orang lain untuk mengerjakan rukun, wajib, dan sunnah haji (membadalkan haji) untuk kedua orang tua saya.
(kegiatan tidak benar; tidak bernilai; tidak ada dalil naqli satu ayat pun dari wahyu Allah yang memerintahkan ibadah khas dan individual/nafsi-nafsi seperti berhaji dapat digantikan oleh orang lain. Simak QS 3: 97)
Output:
Tidak jelas (nihil, bahkan sia-sia; dana besar terbuang  percuma)
Outcome:
Mudarat, wanprestasi, menjurus kepada perbuatan kufur, setara dengan saudara setan;
2.    Berdoa
Kondisi:
Doa tidak membutuhkan kondisi atau prasyarat.  Siapa saja, waktu kapan saja, tempat di mana saja. Berdoa diperbolehkan dan dianjurkan. Simak QS 40: 60; QS 2: 186. Doa itu ibadah individual dari seorang hamba kepada Allah.
Niat:
Ingin mendapatkan keturunan seorang anak laki-laki.
Kegiatan:
Titip doa melalui saudara yang sedang berhaji, agar saudara itu mendoakannya. Bisa digratiskan, bisa juga memberi imbalan: doa-doa pendek Rp 10.000,00 dan doa-doa yang agak panjang dimbalannya Rp 100.000,00 atau lebih.
(kegiatan tidak benar, tak layak, dan menyesatkan; ada pihak yang ditipu dan ada pihak yang menipu dengan dalih ajaran agama Islam membolehkan. Kegiatan model ini adalah imbas dari praktik badal haji, badal thawaf, badal sa’I, dan badal jumrah. Bukan tidak mungkin kelak ada kegiatan tipu-menipu dengan badal salat wajib dan badal puasa wajib).
Output:
Tidak jelas.
Outcome:
Tidak jelas. Kebodohan (kejahilan) berlangsung terus. Orang yang menitip doa bodoh yang dititipi doa juga bodoh (atau boleh jadi membodohi/ngapusi. Menggunakan jasa jejaring sosial di internet bikin akun/website, bikin rekening, dan  bikin iklan, “Memperoleh keberkahan melalui titip doa di Tanah Suci, tarif doa panjang-pendek Rp100.000,00.”
Celaka tiga belas titip-menitip doa dengan tarif. Doa pendek lebih murah, dan doa yang panjang dan lama lebih mahal tarifnya.
Pernah melihat saudara kita orang Kristen mendatangi Romo di ruang doanya?
Mereka mengadu kepada Romo (pengakuan berdosa sejujurnya dari lubuk hati yang dalam dan Romo mendengarkan dengan khusuk) agar Tuhan berkenan mengampuni semua dosanya.
Itu cara mereka, keyakinan mereka, dan ibadat mereka. Jangan ditiru.
Orang Islam punya cara ibadat sendiri. Pastinya doa dan ibadat yang sesuai dengan perintah Allah dan tuntunan keteladanan Nabi saw.
Orang Islam diperintahkan oleh Allah agar berdoa (memanjatkan doa) hanya kepada Allah langsung oleh muslim yang bersangkutan tanpa menggunakan jasa perantara (calo atau makelar) doa, artinya  apa?
Allahush shamad, Allah tempat meminta/berdoa  (baca: hanya kepada Allah). Iyyahu na’budu wa iyyahu nasta’iin, Kepada-Nya kita menyembah, dan kepada-Nya kita memohon/meminta. Ketika kita melangkahkan kaki menuju tempat kerja, katakanlah kalimat sederhana dari wahyu-Nya ini, “Iyyaaka na’budu wa iyyaaka nasta’iin””Kepada-Mu (Ya Allah) aku menyembah, dan kepada-Mu (juga) aku memohon pertolongan.”
Allah yang memerintahkan hamba-Nya berdoa langsung kepada-Nya, pasti Allah pula yang mengabulkan.
Analogi niat dan amal yang sinergis
Juragan Saleh yang kaya-raya memanggil Dianto, sopir pribadinya. Dia tidak memanggil sopir yang lainnya. Ada Sugeng, sopir istrinya, dan ada Kirno, sopir anak-anaknya yang khusus antar-jemput mereka pergi dan pulang dari sekolah.
“Dianto, kalau kamu butuh uang untuk sesuatu keperluan yang penting, minta saja langsung kepada saya, ya. Saya langsung yang akan kasih uang itu. Jangan minta uang kepada istri saya, atau kepada Sugeng, atau kepada kirno. Mengerti?” ujar Juragan Saleh tertuju kepada Dianto yang duduk di mukanya.
Cerdaslah Dianto kalau menuruti kata-kata juragannya. Beruntunglah dia karena pengertian uang kepada Sugeng, atau kepada Kirno.
Jika dia melanggar perintah juragannya, Dianto akan merugi berlapis-lapis: pertama, pasti kena teguran, “disemprot”,  atau dimarahi; kedua, dia dicap keras kepala; ketiga, berkurangnya kepercayaan dari juragan dan keluarganya; keempat, nasib apes atau fatal, Dianto dirumahkan/dipecat.
Jadi, setiap muslim tidak perlu mendatangi ulama, kiai, ustaz, habib, orang pinter, atau tukang/spesialis doa jika ingin berdoa. Muslim tidak membutuhkan/pakai biro jasa titip doa Tidoki (titip doa kibul).
Jika kita ingin tahu muslim berdoa dan praktik berdoa, apakah dia muslim cerdas atau muslim bodoh, simaklah analogi di atas.

3.    Syukuran, aqiqah, dan potong rambut bayi
Kondisi:
Bayi yang diharapkan, bayi laki-laki, telah lahir. Bayi belum di-aqiqah.
Niat:
Syukuran, aqiqah, dan sekaligus mengajak tetangga makan-makan
Kegiatan:
Membaca Quran Surah Yusuf (12), membaca rawi, tahlilan, asrakal, potong rambut bayi, salawatan, berdoa, dan makan-makan.
Kegiatan campur-aduk antara nyambung dan tidak nyambung; setengahnya jelas dan cocok dengan niat awal, dan setengahnya tidak jelas. Niatnya mau ke Tangjung Priok di belahan utara Jakarta, tindak kegiatan mengarah ke selatan, lalu ke arah barat atau ke timur, terakhir baru ke arah utara. (buang waktu, buang tenaga, buang uang, letih)
Output:
Rambut bayi beberapa helai telah dipotong. Para tetangga yang diundang bisa makan-makan. Para tetangga bisa melanjutkan acara ngobrol-ngobrol menyambung silaturahim antarwarga.
Tidak ada output lain karena kegiatan yang lainnya sama sekali tidak relevan.
Berlanjut ….
dan kepatuhannya kepada juragannya.
Keberuntungan pertama, hatinya sudah terhibur duluan dengan kata-kata dan janji juragannya. Keberuntungan kedua, Dianto lebih disayang lagi oleh juragannya. Keberuntungan ketiga, Dianto akan mendapatkan uang ketika dia meminta uang pada saat kebutuhannya menuntut. Keberuntungan keempat, hubungan Antara dia dengan juragannya bertambah erat dan berkualitas.
Bodohlah Dianto kalau dia minta uang kepada istri juragannya, atau meminta uang kepada Sugeng, atau kepada Kirno.
Jika dia melanggar perintah juragannya, Dianto akan merugi berlapis-lapis: pertama, pasti kena teguran, “disemprot”,  atau dimarahi; kedua, dia dicap keras kepala; ketiga, berkurangnya kepercayaan dari juragan dan keluarganya; keempat, nasib apes atau fatal, Dianto dirumahkan/dipecat.
Jadi, setiap muslim tidak perlu mendatangi ulama, kiai, ustaz, habib, orang pinter, atau tukang/spesialis doa jika ingin berdoa. Muslim tidak membutuhkan/pakai biro jasa titip doa Tidoki (titip doa kibul).
Jika kita ingin tahu muslim berdoa dan praktik berdoa, apakah dia muslim cerdas atau muslim bodoh, simaklah analogi di atas.

4.    Syukuran, aqiqah, dan potong rambut bayi
Kondisi:
Bayi yang diharapkan, bayi laki-laki, telah lahir. Bayi belum di-aqiqah.
Niat:
Syukuran, aqiqah, dan sekaligus mengajak tetangga makan-makan
Kegiatan:
Membaca Quran Surah Yusuf (12), membaca rawi, tahlilan, asrakal, potong rambut bayi, salawatan, berdoa, dan makan-makan.
Kegiatan campur-aduk antara nyambung dan tidak nyambung; setengahnya jelas dan cocok dengan niat awal, dan setengahnya tidak jelas. Niatnya mau ke Tangjung Priok di belahan utara Jakarta, tindak kegiatan mengarah ke selatan, lalu ke arah barat atau ke timur, terakhir baru ke arah utara. (buang waktu, buang tenaga, buang uang, letih)
Output:
Rambut bayi beberapa helai telah dipotong. Para tetangga yang diundang bisa makan-makan. Para tetangga bisa melanjutkan acara ngobrol-ngobrol menyambung silaturahim antarwarga.
Tidak ada output lain karena kegiatan yang lainnya sama sekali tidak relevan.
Berlanjut ….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar