Lanjutatan
Niat ….
Niat benar, kegiatan tidak benar, hasilnya tidak jelas
Contoh:
1. Haji (kewajiban berhaji,
rukun, wajib, dan sunnah)
Kondisi:
Kedua orang tua saya
sudah tua tetapi belum menunaikan ibadah haji.Keduanya sudah tua dan
sakit-sakitan
Saya punya dana untuk
biaya ONH kedua orang tua saya.
Niat:
Saya berniat
menghajikan keduanya (niatnya benar dan bernilai).
Kegiatan:
Mewakilkan kepada orang lain dengan membayar imbalan. Saya
pun menugaskan dan sekaligus membayar orang lain untuk mengerjakan rukun,
wajib, dan sunnah haji (membadalkan haji) untuk kedua orang tua saya.
(kegiatan tidak
benar; tidak bernilai; tidak ada dalil naqli satu ayat pun dari wahyu Allah
yang memerintahkan ibadah khas dan individual/nafsi-nafsi seperti berhaji dapat
digantikan oleh orang lain. Simak QS 3: 97)
Output:
Tidak jelas (nihil,
bahkan sia-sia; dana besar terbuang
percuma)
Outcome:
Mudarat, wanprestasi, menjurus kepada
perbuatan kufur, setara dengan saudara setan;
2. Berdoa
Kondisi:
Doa tidak membutuhkan kondisi atau
prasyarat. Siapa saja, waktu kapan saja,
tempat di mana saja. Berdoa diperbolehkan dan dianjurkan. Simak QS 40: 60; QS
2: 186. Doa itu ibadah individual dari seorang hamba kepada Allah.
Niat:
Ingin mendapatkan keturunan seorang anak
laki-laki.
Kegiatan:
Titip doa melalui saudara yang sedang
berhaji, agar saudara itu mendoakannya. Bisa digratiskan, bisa juga memberi
imbalan: doa-doa pendek Rp 10.000,00 dan doa-doa yang agak panjang dimbalannya
Rp 100.000,00 atau lebih.
(kegiatan tidak benar, tak layak, dan
menyesatkan; ada pihak yang ditipu dan ada pihak yang menipu dengan dalih
ajaran agama Islam membolehkan. Kegiatan model ini adalah imbas dari praktik
badal haji, badal thawaf, badal sa’I, dan badal jumrah. Bukan tidak mungkin
kelak ada kegiatan tipu-menipu dengan badal salat wajib dan badal puasa wajib).
Output:
Tidak jelas.
Outcome:
Tidak jelas. Kebodohan (kejahilan)
berlangsung terus. Orang yang menitip doa bodoh yang dititipi doa juga bodoh
(atau boleh jadi membodohi/ngapusi.
Menggunakan jasa jejaring sosial di internet bikin akun/website, bikin
rekening, dan bikin iklan, “Memperoleh
keberkahan melalui titip doa di Tanah Suci, tarif doa panjang-pendek
Rp100.000,00.”
Celaka tiga belas titip-menitip doa dengan
tarif. Doa pendek lebih murah, dan doa yang panjang dan lama lebih mahal
tarifnya.
Pernah melihat saudara kita orang Kristen
mendatangi Romo di ruang doanya?
Mereka mengadu kepada Romo (pengakuan berdosa
sejujurnya dari lubuk hati yang dalam dan Romo mendengarkan dengan khusuk) agar
Tuhan berkenan mengampuni semua dosanya.
Itu cara mereka, keyakinan mereka, dan ibadat
mereka. Jangan ditiru.
Orang Islam punya cara ibadat sendiri.
Pastinya doa dan ibadat yang sesuai dengan perintah Allah dan tuntunan keteladanan
Nabi saw.
Orang Islam diperintahkan oleh Allah agar
berdoa (memanjatkan doa) hanya kepada Allah langsung oleh muslim yang
bersangkutan tanpa menggunakan jasa perantara (calo atau makelar) doa, artinya apa?
Allahush shamad, Allah tempat meminta/berdoa (baca: hanya kepada Allah). Iyyahu
na’budu wa iyyahu nasta’iin, Kepada-Nya kita menyembah, dan kepada-Nya
kita memohon/meminta. Ketika kita melangkahkan kaki menuju tempat kerja,
katakanlah kalimat sederhana dari wahyu-Nya ini, “Iyyaaka na’budu
wa iyyaaka nasta’iin””Kepada-Mu (Ya Allah) aku menyembah, dan kepada-Mu
(juga) aku memohon pertolongan.”
Allah yang memerintahkan hamba-Nya berdoa
langsung kepada-Nya, pasti Allah pula yang mengabulkan.
Analogi
niat dan amal yang sinergis
Juragan Saleh yang kaya-raya memanggil
Dianto, sopir pribadinya. Dia tidak memanggil sopir yang lainnya. Ada Sugeng,
sopir istrinya, dan ada Kirno, sopir anak-anaknya yang khusus antar-jemput
mereka pergi dan pulang dari sekolah.
“Dianto, kalau kamu butuh uang untuk sesuatu keperluan
yang penting, minta saja langsung kepada saya, ya. Saya langsung yang akan
kasih uang itu. Jangan minta uang kepada istri saya, atau kepada Sugeng, atau
kepada kirno. Mengerti?” ujar Juragan Saleh tertuju kepada Dianto yang duduk di
mukanya.
Cerdaslah Dianto kalau menuruti kata-kata
juragannya. Beruntunglah dia karena pengertian uang kepada Sugeng, atau kepada
Kirno.
Jika dia melanggar perintah juragannya,
Dianto akan merugi berlapis-lapis: pertama, pasti kena teguran,
“disemprot”, atau dimarahi; kedua, dia
dicap keras kepala; ketiga, berkurangnya kepercayaan dari juragan dan
keluarganya; keempat, nasib apes atau fatal, Dianto dirumahkan/dipecat.
Jadi, setiap muslim tidak perlu mendatangi
ulama, kiai, ustaz, habib, orang pinter, atau tukang/spesialis doa jika ingin
berdoa. Muslim tidak membutuhkan/pakai biro jasa titip doa Tidoki (titip doa kibul).
Jika kita ingin tahu muslim berdoa dan
praktik berdoa, apakah dia muslim cerdas atau muslim bodoh, simaklah analogi di
atas.
3. Syukuran, aqiqah,
dan potong rambut bayi
Kondisi:
Bayi yang diharapkan, bayi laki-laki, telah
lahir. Bayi belum di-aqiqah.
Niat:
Syukuran, aqiqah, dan sekaligus mengajak
tetangga makan-makan
Kegiatan:
Membaca Quran Surah Yusuf (12), membaca rawi,
tahlilan, asrakal, potong rambut bayi, salawatan, berdoa, dan makan-makan.
Kegiatan campur-aduk antara nyambung dan
tidak nyambung; setengahnya jelas dan cocok dengan niat awal, dan setengahnya
tidak jelas. Niatnya mau ke Tangjung Priok di belahan utara Jakarta, tindak
kegiatan mengarah ke selatan, lalu ke arah barat atau ke timur, terakhir baru
ke arah utara. (buang waktu, buang tenaga, buang uang, letih)
Output:
Rambut bayi beberapa helai telah dipotong.
Para tetangga yang diundang bisa makan-makan. Para tetangga bisa melanjutkan
acara ngobrol-ngobrol menyambung silaturahim antarwarga.
Tidak ada output lain karena kegiatan yang
lainnya sama sekali tidak relevan.
Berlanjut ….
dan kepatuhannya kepada juragannya.
Keberuntungan pertama, hatinya sudah terhibur
duluan dengan kata-kata dan janji juragannya. Keberuntungan kedua, Dianto lebih
disayang lagi oleh juragannya. Keberuntungan ketiga, Dianto akan mendapatkan
uang ketika dia meminta uang pada saat kebutuhannya menuntut. Keberuntungan
keempat, hubungan Antara dia dengan juragannya bertambah erat dan berkualitas.
Bodohlah Dianto kalau dia minta uang kepada
istri juragannya, atau meminta uang kepada Sugeng, atau kepada Kirno.
Jika dia melanggar perintah juragannya,
Dianto akan merugi berlapis-lapis: pertama, pasti kena teguran,
“disemprot”, atau dimarahi; kedua, dia
dicap keras kepala; ketiga, berkurangnya kepercayaan dari juragan dan
keluarganya; keempat, nasib apes atau fatal, Dianto dirumahkan/dipecat.
Jadi, setiap muslim tidak perlu mendatangi
ulama, kiai, ustaz, habib, orang pinter, atau tukang/spesialis doa jika ingin
berdoa. Muslim tidak membutuhkan/pakai biro jasa titip doa Tidoki (titip doa kibul).
Jika kita ingin tahu muslim berdoa dan
praktik berdoa, apakah dia muslim cerdas atau muslim bodoh, simaklah analogi di
atas.
4. Syukuran, aqiqah,
dan potong rambut bayi
Kondisi:
Bayi yang diharapkan, bayi laki-laki, telah
lahir. Bayi belum di-aqiqah.
Niat:
Syukuran, aqiqah, dan sekaligus mengajak
tetangga makan-makan
Kegiatan:
Membaca Quran Surah Yusuf (12), membaca rawi,
tahlilan, asrakal, potong rambut bayi, salawatan, berdoa, dan makan-makan.
Kegiatan campur-aduk antara nyambung dan
tidak nyambung; setengahnya jelas dan cocok dengan niat awal, dan setengahnya
tidak jelas. Niatnya mau ke Tangjung Priok di belahan utara Jakarta, tindak
kegiatan mengarah ke selatan, lalu ke arah barat atau ke timur, terakhir baru
ke arah utara. (buang waktu, buang tenaga, buang uang, letih)
Output:
Rambut bayi beberapa helai telah dipotong.
Para tetangga yang diundang bisa makan-makan. Para tetangga bisa melanjutkan
acara ngobrol-ngobrol menyambung silaturahim antarwarga.
Tidak ada output lain karena kegiatan yang
lainnya sama sekali tidak relevan.
Berlanjut ….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar