Kegembiraan
hati pada peringatan HUT RI Ke-68, 17 Agustus 2013
Tulisan
sebagai wujud rasa cinta dan apresiasi terhadap bahasa persatuan
BAGAIMANA
MENGETAHUI BENAR TIDAKNYA PENEMPATAN KATA
Ketika
kita membaca tulisan, misalnya kolom di media cetak, kita tidak begitu
menggubris benar tidaknya suatu kata ditempatkan dalam kalimat yang tersaji.
Tetapi tentu saja tidak akan terjadi bagi para pemerhati bahasa Indonesia. Para pemerhati bahasa Indonesia, terlebih
para pakar bahasa Indonesia, ketika membaca tulisan, kolom, editorial, atau
berita yang tersaji, punya kepedulian, dan ada yang jeli menemukan
ketidakakuratan dalam penempatan kata (dan memang jelas tidak akurat) dalam
tulisan yang digunakan oleh penulisnya.
Pada
kesempatan ini, penulis ingin berbagi dengan para pembaca, yang memiliki hobi
membaca, punya hobi menuliskan pengetahuan yang dimiliki dalam bentuk bahasa
tulis, dan mencintai bahasa Indonesia. Bahan tulisan ini penulis sajikan karena
terinspirasi setelah membaca Buku Praktis Bahasa Indonesia 2 (Depdiknas: 2006).
Ada beberapa simpulan penulis setelah membaca tulisan-tulisan yang ada,
misalnya dalam hal penempatan kata dalam kalimat, yakni terjadinya
ketidakakuratan penulis banyak ditemukan di sana.
Ternyata,
ketidakakuratan dalam penempatan kata dalam kalimat/tulisan itu terjadi tidak
saja karena kurang/tidak jeli, malas mencari pilihan kata, atau ketidakmampuan
penulis semata (faktor dominan), tetapi juga karena terjadinya kesalahan karena
sudah kadung/salah kaprah. Beberapa kasus terjadinya kesalahan menempatkan kata
itu dapat ditemukan antara lain sebagai berikut:
1. Kata
dasar serapan
a. anarkistis dan
anarkis
Kedua
kata ini adalah hasil dari serapan kata asing anarchist (kelas kata nomina/kata benda) yang artinya
“penganut/penganjur paham anarkhisme”. Kata ini diserap dan ditulis dalama
bahasa Indonesia menjadi anarkis
sebagai kata benda, dan anarkistis untuk adjektiva/kata sifat.
Contoh
kalimat yang benar menjadi:
Perilaku pedemo itu
seperti perilaku anarkis.
Seharusnya mereka
berdemo tidak anarkistis seperti itu
b. real estate
dan realestat; coup d’ etat dan kudeta;
Podomoro real estate
dibangun di sini dan Puri Lido real estate dibangun di sana.
Kalimat
di atas tidak konsisten. Separo kalimat menggunakan kaidah/tata kata bahasa
Inggris dan separonya lagi menggunakan kaidah bahasa Indonesia. Kata real estate sudah di-Indonesiakan
menjadi realestat (satu kata baru). Seharusnya Podomoro real estate dan Puri Lido real
estate dapat diubah menjadi realestat Podomoro dan realestat Puri Lido.
Jadi
kalimatnya tidak kalah keren jika seperti berikut ini.
Realestat Podomoro
dibangun di sini dan realestat Puri Lido dibangun di sana.
Lihat
juga contoh yang sudah ada: kata asing coup
d’etat (bahasa Prancis; dua kata) diubah menjadi kudeta (cukup satu kata)
c. asas dan azas;
Kata
asas adalah kata hasil serapan dari kata dalam bahasa Arab. Huruf sin (s)
dan bukan huruf zal (z).Dengan
demikian yang benar adalah asas bukan azasi; hak asasi bukan hak azasi.
Izin dan ijin;
Kata izin aslinya dari bahasa Arab
menggunakan huruf zal (z) bukan ja (j). Jadi yang benar izin bukan ijin.
Izinkan saya untuk
pergi; bukan
Ijinkan saya untuk
pergi.
Ridha, ridho, ridla,
dan rela;
Ketiga
kata di atas berasal dari satu kata, yakni ridha/ridho
(huruf ganda dh, awalnya diubah
menjadi dl, dan rupanya dl sulit
diucapkan sehingga dimudahkan dengan mengganti dl menjadi l) memiliki makna yang sama (sinonim) yakni rela atau
merestui. Akkan tetapi tidak berarti bisa saling menggantikan dalam kalimat,
melainkan berbeda penempatannya sesuai dengan konteks kalimat. Perhatikan contoh
penggunaannya pada kalimat berikut ini.
Semoga Allah rida
dengan langkah yang kuambil ini.
Ridonya kedua orang
tua tentu rido Allah juga. (rido artinya merestui)
Apakah engkau rela
jika separo dari upahmu diambil orang lain?
Aku rela tinggal di
gubuk tua, aku rela makan sepiring berdua, asalkan bisa hidup bersamamu.
Tulisan
baku yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia adalah rida bukan rido. Ada pun
kata rela tumbuh menjadi kata yang
mandiri
Bandingkan
jika kata rela ditempatkan untuk pronomina Tuhan/Allah. Tentu tidak tepat.
Perhatikan contohnya pada kalimat berikut ini.
Relanya
kedua orang tua tentu rela Allah
juga. (kalimat menjadi janggal)
Kasus
yang sama dengan kata-kata di atas terjadi juga pada kata-kata:
romadhon, ramadhan, ramadan,
dan ramelan
Penulisan
yang diperbolehkan adalah ramadan.Oang
tua di Jawa yang tidak biasa dengan kata romadhon
atau ramadhan memberi nama anaknya menjadi Ramelan.
d. korban
dan kurban
Kata
korban dan kurban berasal dari kata dasar yang sama yakni qurban. Huruf q diubah
menjadi huruf k. Manakah dari kedua
kata ini yang baku, korban atau kurban?
Kedua
kata ini adalah bentuk baku dan keduanya dibenarkan, namun penempatannya dalam
kalimat harus sesuai dengan konteksnya. Perhatikan kalimat berikut ini.
Bus Pariwisata remnya
blong, bus menyeruduk dua minibus dan tiga unit sepeda motor di depannya,
akibatnya lima orang korban tewas di
tempat.
Rezim militer
berkuasa di Mesir setelah menangkap dan menahan mantan Presiden Mohammad Mursi.
Rezim militer membunuhi para pedemo di lapangan At Tahrir, ratusan pedemo
menjadi korban tewas dan luka-luka.
Pada bulan Zulhijjah
1434 H. yang akan datang, ribuan hewan kurban
didatangkan ke Jakarta sebagai persiapan menyediakan hewan kurban untuk
keperluan hari raya Idul Adha 1434 H.
sangat membantu,,,terimakasih :)
BalasHapus