Bahasa, Agama, dan Hukum
Eeeh, akhirnya Ratu Atut nongol juga!
Media massa nasional dalam beberapa hari ini
gencar memberitakan seputar “menghilangnya” Ratu Atut Choisyiah semenjak dia
dicekal usai ditetapkannya sang adik kandung, Tubagus Chaery Wardhana (Wawan;
suami dari Airin Rachmi Diani, Bupati Tangsel) oleh KPK, Kamis, 3 Oktober 2013.
Namanya juga orang beken, punya jabatan
tinggi, seorang gubernur (jabatan politis bawahan langsung Presiden di
provinsi; jelas lebih prestisius dari jabatan Menteri) yang berkuasa atas
wilayah provinsi, Ratu Atut yang Gubernur Banten, tentu selalu diburu oleh para
wartawan dan dijadikan narasumber berita dan juga objek berita, baik dia berada
di kursi jabatannya, di rumahnya, di lapangan ketika meninjau/turba, atau
ketika dia tak tampak di depan publik. Meskipun dia menghilang tak tahu
rimbanya selama beberapa hari, namun berita tentang Ratu Atut selalu katut tak
pernah surut dari layar tv dan halaman koran/media cetak. Bukan wartawan
namanya kalau seorang narasumber penting yang menghilang tidak ada kabar
beritanya terus tidak diberitakan pula. Justru posisi sosok Ratu Atut yang
sedang tersudut terus diberitakan selama berita tentang Wawan sang adik
dimunculkan. Nama Ratu Atut tetap ramai diberitakan dan menjadi pembicaraan
hangat. Berita yang dianggap “keramat” dan mudah memancing Ratu Atut keluar
dari “tempat persembunyiannya” adalah pembatalan keberangkatannya ke Mekkah
untuk menunaikan ibadah haji. Bagi sosok muslim/muslimah, apa lagi warga Banten
yang kental dengan keislaman, pembatalan berhaji itu sebagai musibah yang
sedapat-dapatnya dihindari, meskipun sudah pernah berhaji.
(Padahal sudah tahu bahwa perintah/wajib
berhaji itu sekali saja seumur hidup. Tetapi bagi muslim yang awam, walaupun sudah
tahu, walaupun dia bergelar doktor atau punya jabatan politis tinggi, berhaji
lebih dari satu kali itu seperti perintah dan sebole-bolenye dikerjain biar dapat pahale gede. Bahkan berumroh
berkali-kali sepertinya dijadikan ajaran agama padahal berumroh itu ibadah
sunnah. Ngajinye pade belon tamat sih!)
Mungkin Ratu Atut gerah dan pengap juga
berada di sebuah tempat persembunyiannya. Selang empat hari kemudian, Senin, 7
Oktober 2013, Ratu Atut nongol di depan publik dalam acara perhelatan
pengajian. Dia muncul bersama anak dan menantunya. Ada yang aneh dengan
kemunculannya di depan publik. Ratu Atut tampil seperti jemaah biasa, sama
sekali tidak menampakkan bahwa dia adalah orang nomor 1 di Banten. Suara
pidatonya datar dan hampir tanpa ekspresi. Suara yang terdengar adalah suara
jemaah yang melafalkan amin karena merespon pidatonya. Dia pasti minta doa dan
dukungan rakyat Banten agar dia tabah. Boleh jadi memang psikisnya masih
terguncang akibat dicekal oleh KPK. Boleh jadi juga perasaan prihatin karena
tak bisa berhaji.
(Ratu Atut sudah pernah berhaji; bagi
muslimah, baik lajang maupun bersuami, muslimah biasa atau muslimah pejabat,
tak layak/pantas berhaji lebih dari satu kali. Silakan terka resiko yang
diterima dari Allah sebagai dampak tak patuh kepada aturan Allah dan teladan
rasulullah).
Ratu Atut telah terseret dalam pusaran kasus
korupsi suap dan bukti awal adalah pencekalannya bepergian ke luar negeri oleh
KPK. Dia pasti sedang pasang ancang-ancang upaya pembelaan diri, bahkan
pembenaran diri, dan pembersihan nama dengan penyodoran bukti-bukti miliknya,
bahwa dia benar-benar bersih dan sama sekali tak terkait dengan kasus korupsi
suap-menyuap hakim MK Akil Mukhtar sang Ketua MK. Tetapi sangkaan/dugaan itu
sedang didalami melalui penyidikan oleh para penyidik KPK. Ratu Atut masih
tetap sebagai Gubernur Banten sampai periode kekuasaannya yang kedua berakhir
pada tahun 2018.
(Kekuasaannya akan berjalan mulus kalau tidak
ada proses politik berupa pemakzulan atau impeachment seperti yang dialami dan menimpa mantan
Bupati Garut Aceng Fikri yang terjungkal dari kursi Bupati Garut. Akan tetapi
nasib Aceng Fikri tidak sampai masuk ke dalam jeruji sel karena kasusnya cuma
pelanggaran UUPA dan UU Pernikahan. Jika Ratu Atut terbukti ikut arisan
suap-menyuap, lalu statusnya dinaikkan dari saksi menjadi tersangka oleh KPK,
maka very impossible-lah seorang Ratu
Atut bebas dari jeruji sel KPK. Rumus hukum yang ada adalah: Tersangka KPK
pasti dibui).
Tetapi ini baru berandai-andai saja, kok!
Yang bagus bagi seorang Ratu Atut sekarang ini adalah, membangun Banten dengan
segala daya dan upaya, bersemangat, dan hati yang tulus, bukan dengan akal
bulus sedikit-sedikit fulus.
Semoga!
Jakarta, 9 Oktober 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar