Selasa, 07 Mei 2013

PABRIK PANCI, BURUH JADI KELINCI, APARAT BANCI




Bisnisnya pabrik panci dan kuali. Lokasinya di Desa Lebakwangi, Kecamatan Sepatan, Kabupaten Tangerang. Nama pengusahanya (bos dan pemilik pabrik) Yuki Irawan, 41 tahun. Selasa, 7 Mei 2013, pabrik itu diserbu para buruh dari organisasi serikat buruh SPSI, FPS-TSK, dan GSBI. Ruangan pabrik yang pengap itu diluluhlantakkan oleh para buruh penyerbu puluhan orang. Bukan hanya pabrik panci saja yang dirusak, rumah mewah milik Yuki Irawan yang berada di lokasi bersebelahan dengan pabrik pun dirusak massa. Bahkan para penyerbu belum berhenti sampai di situ saja. Mereka pun bergerak menuju rumah Mursan, Kepala Desa Lebakwangi, yang letaknya tak berjauhan dengan lokasi pabrik. Pagar rumah Mursan dirusak diobrak-abrik.

Ada apa gerangan para penyerbu itu sedemikian murkanya terhadap pabrik panci itu?

Mereka, para buruh penyerbu itu pantas murka dan darah menggelegak naik ke ubun-ubun. Rekan mereka sesama buruh, ada 36 orang (dari Cianjur, Bandung, dan Lampung) yang dipekerjakan oleh Yuki Irawan di pabriknya, diperlakukan seperti hewan kelinci. Mereka dijadikan pekerja ala romusha zaman Nippon, kerja berat tanpa istirahat, 18 jam minimal, tanpa gaji atau upah yang layak, disekap pula. Mereka “disiksa” berbulan-bulan (delapan bulan). Mereka diancam dan disiksa jika output tak sesuai dengan target. Tak ada satu pun yang luput dari siksaan itu. Bukti siksaan masih bersisa di bagian tubuh mereka yang bernasib malang itu.

Kok bisa ya, si Yuki Irawan itu berlaku kejam terhadap buruh yang sudah berjasa membuat dirinya kaya-raya sampai berbulan-bulan? Si Yuki itu manusia, tikus, atau manusia berhati srigala?

Fakta-fakta yang terungkap mungkin dapat menyingkap pertanyaan-pertanyaan di atas.

Pertama, para buruh itu orang yang tak terpelajar/berpendidikan rendah yang berkeinginan mendapatkan pekerjaan. Karena itu wajarlah mereka itu begitu polos, berterima kasih bisa diterima bekerja, dan pasrah mengerjakan pekerjaan kasar sebagai kuli di pabrik kuali/panci.

Kedua, kepolosan mereka beriringan dengan ketidaktahuan tentang seluk-beluk hak dan kewajiban sebagai tenaga kerja, hal-ikhwal peraturan/regulasi, UMR, bonus, sanksi/hukuman, buta hukum, dan tentu saja sangat awam karakter manusia.

Ketiga, perasaan dan kondisi pihak yang inferior/dikalahkan/direndahkan akan memberi peluang mudah untuk diintimidasi, diancam, dihukum, dan juga disiksa serta diperlakukan sewenang-wenang oleh majikan bengis kayak si Yuki Irawan. Sulit bagi mereka untuk melakukan perlawanan fisik, kecuali memikirkan satu-satunya jalan, yakni cara melarikan diri.

Mereka, para buruh yang malang di pabrik panci itu, dijadikan budak dan hewan kelinci yang siap dipotong untuk hidangan makan malam atau sebagai kelinci percobaan di laboratorium si Yuki berhati serigala berotak panci. Si Yuki itu mungkin hatinya hitam berkarat, akal pikirannya singkat sehingga dia menyamakan kuali punya pantat dengan dia punya jidat dengan cara bengis nan laknat.

Ke mana saja aparat desa dan aparat kepolisian?

Aparat itu idealnya jabatan mulia. Kepala Desa itu orang mulia jika bekerja dengan hati dan menggunakan akal. Tak ada kemulian di atas kemulian orang yang bekerja dengan hati dan akal. Itulah ibadah yang berdimensi dua, dimensi dunia dan dimensi akhirat. Betapa mulianya si aparat!

Si Mursan, Kepala Desa (Kades) Lebakwangi, Sepatan, adalah aparat desa dan orang nomor satu di desa Lebakwangi. Konon, berkat jasa si Yuki Irawan si Mursan nasibnya terangkat, dari orang biasa menjadi kepala desa berpangkat. Kok mau-maunya si Yuki Irawan berkorban menggelontorkan uang berjuta-juta demi memenangkan Mursan sebagai Kades. Rupanya, antara Mursan dan Yuki ada hubungan beripar asli bukan saudara angkat.

Mursan berkeliling desanya adalah wajar dan mulia.  Mau siang, sore, malam, atau tengah malam boleh-boleh saja. Model blusukanlah! Jokowi yang Gubernur DKI Jakarta saja suka blusukan, agar tahu perut rakyatnya, apa sudah kenyang atau lapar. Begitulah yang semestinya seorang aparat yang mulia berderajat.

Mursan sang Kades suka berkeliling, tetapi mungkin waktunya amat singkat. Boleh jadi benar apa yang dia utarakan dalam wawancara dengan reporter tv, dia suka datang ke rumah Yuki. Wong masih ada hubungan ipar dan saudara dekat! Tetapi dia hanya sampai di ruang tamu saja. Ngobrol ngalor ngidul dengan Yuki, sekedar basa-basi sambil minum teh atau kopi kental hangat. Lalu dia salaman dan berpamitan dan kemudian angkat pantat berangkat.

Ya, pantas saja dia nggak tau kalau ada 36 orang buruh di pabrik panci yang berbulan-bulan sedang sekarat!

Lalu aparat kepolisian sedang berada di mana?

Aparat kepolisian itu idealnya jabatan mulia. Aparat kepolisian menjaga kamtibmas itu merupakan kewajiban mulia. Aparat kepolisian melakukan patroli berkeliling dengan berjalan kaki, bersepeda, bermotor, atau bermobil itu adalah tugas mulia dan sebuah bentuk ibadah yang sangat besar pahalanya. Para pembaca tak perlu bertanya-tanya berapa ribu butir pahala yang mereka dapat dengan ibadah berpatroli, karena urusan memberi pahala hak mutlak Allah. Polisi tak perlu bawa-bawa tasbeh atau pencet biji-biji tasbeh untuk menghitung frekuensi patroli berkeliling. Tanpa kesalahan yang mencatat yakni Malaikat dan Allah Yang Maha Mengganjar pahala berlipat-lipat.

Tetapi kalau berpatroli hanya tertuju ke suatu rumah suatu tempat, tentu ada terkandung niat dan maksud tersirat. Ada satu dua anggota Polisi berpatroli dan kemudian beranjangsana ke rumah Yuki, ada satu dua anggota TNI juga suka mampir dan merapat, tetapi sebegitu seringnya merapat, tidak tahu secuil pun nasib buruk para buruh pabrik panci yang sekarat, itu juga dalam rangka PatRoLi, yakni kegiatan merapat (Pat), dapat uang rokok (Ro) dan uang beli oli (Li).

Apakah ada aparat yang seperti itu? Ada. Karena ada satu atau dua, namanya oknum aparat. Nama inisialnya HS (polisi) dan S (TNI). Konon kedua oknum itu teman baiknya si Yuki Irawan. Keduanya sering merapat ke rumah si Yuki, sering merapat ke ruang pengap nan kumuh pabrik panci dan melihat yang bening kuali-kuali punya pantat. Hanya sampai di ruang tamukah keduanya duduk dengan kaki berlipat?

Ternyata tidak juga.  Keduanya juga melihat dan menyaksikan wajah-wajah kuyu dan kucel para buruh yang tubuhnya semakin luruh dengan pakaian nan lusuh. Bahkan yang paling membuat jantung berguruh, kedua oknum aparat  ini dengan sukarela mau diperalat oleh si Yuki untuk mengancam, menempeleng, menendang, menyundut, dan memperlakukan buruh seperti musuh. Jangankan terdengar mengeluh, jangankan bisa menegakkan salat Subuh, badan nan luruh pun tak boleh mereka basuh! Hati kedua oknum itu sama sekali tak tersentuh!

Untungnya Polisi dan TNI tetap menjaga kamtibmas selaku aparat yang mulia berderajat berharkat bermartabat. Akan halnya HS dan S, keduanya hanyalah oknum yang menodai kemulian aparat, pantasnya keduanya disebut si oknum keparat!

Untunglah para buruh yang selalu disuruh-suruh yang upahnya dibayar cuma separuh itu bisa dibebaskan lebih cepat berkat ikhtiar dan perjuangan dan jihad yang sungguh-sungguh.

Oh, berakhirlah riwayat pabrik kuali atau panci, ditinggalkan oleh para buruh bak kelinci, dihancurkan oleh sebagian orang yang merasa amat kadung benci, karena oknum aparat berlaku bagai banci.

Sunnatullah manusia itu homo socius. Laknatullah kalau manusia itu homo homeni lupus karena lupus itu bellium omium contra ommes (manusia adalah serigala bagi sesamanya dan akan saling memangsa serigala-serigala itu sampai ada yang mampus). Si Yuki Irawan dan begundalnya adalah idem dengan lupus, sifat suka merampas karena rakus. Hobi mengerat menggerogot bak tikus. Rezeki orang atas nama hak pribadi pun dia rampas bahkan kalau perlu sampai ke lobang kakus.

Jakarta, 7 Mei 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar