MEMPERLAKUKAN QURAN YANG SEHARUSNYA
Lembaran
Suci dan Shuhuf
Rujukan: QS 62: 5.
“Matsalul ladziina hummilut tauraata tsumma
lam yahmiluuhaa kamatsalil himaari yahmilu asfaaraa. Bi’sa matsalul qaumil
ladziina kadzdzabuu bi aayaatillaahu wallaahu laa yahdil qaumizhzhaalimiin.”
Artinya:
Perumpamaan
orang-orang yang diberi tugas membawa Taurat,
mereka tidak membawanya (mengamalkannya) adalah seperti keledai yang
membawa kitab-kita yang tebal.
Sangat
buruk perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah, Dan Allah tidak
memberi petunjuk kepada orang-oroang yang dzalim.
Taurat atau kitab Taurat adalah nama sebuah
kitab suci. Semua kitab yang berisi wahyu Allah, tulisan-tulisan dari semua
firman Allah kita menyebutnya kitab suci. Sebelum ada penemuan manusia tentang
teknologi percetakan dan penjilidan, tulisan-tulisan manusia menggunakan media
sederhana seperti pelepah kurma, kulit kayu, kulit hewan, batang kayu, atau
bahkan batu-batu.
Firman-firman Allah yang diterima oleh para
rasul terdahulu, oleh Nabi Idris, Nabi Nuh, Nabi Hud, atau Nabi Shalih
dituliskan di atas permukaan batu, kulit hewan, atau pelepah kurma. Media yang
sederhana sekali.
Namanya juga media tulis amat sederhana,
hasil-hasil tulisan itu tentu saja sudah hilang dari peredaraan. Peristiwa alam
seperti bencana alam telah memusnahkan semua peradaban manusia zaman dahulu.
Contoh:
Bencana banjir besar pada zaman Nabi Nuh.
Adapun penggunaan lembaran-lembaran kertas
untuk alat tulis baru muncul kemudian setelah manusia menemukan teknologi cetak
kertas. Lembaran-lembaran kertas yang berisi firman-firman Allah disebut mushaf
(lembaran suci). Lagi-lagi sisa-sisa peradaban itu musnah oleh peristiwa alam.
Contoh:
Hasil tulisan berupa lembaran-lembaran suci
pada zaman Nabi Ibrahim, Nabi Ismail, Nabi Ishaq, dan Nabi Luth musnah pada
waktu terjadinya peristiwa gempa dan menghancurkan negeri Sadum (Sodom) pada
era Nabi Luth dan bencana alam lainnya.
Semua rasul pasti menerima wahyu dari Allah.
Tetapi tidak semua wahyu Allah itu ditulis. Mengapa?
Pertama, sedikit sekali manusia pada zaman
dahulu pandai/bisa menulis.
Langka
manungso sing iso maca iso nulis.
Kedua, media tulis masih sangat sederhana.
Boro-boro kertas atau kitab.
Ketiga, hasil tulis-menulis itu cepat
hilang/tidak tahan lama.
Jadi, jangan tanya ada tidaknya kitab suci
pada zaman atau masa kerasulan Nabi Idris, Nabi Nuh, Nabi Shalih, Ibrahim,
Ismail, Ishaq, Ya’kub, sampai Su’aib.
Kitab suci pada zaman itu sama sekali tidak
ada.
Shuhuf, Kitab
Suci, Laptop Suci, Notebook Suci, Ipad Suci
Zaman kerasulan Nabi Musa, peradaban manusia
makin maju. Manusia sudah mengenal dan menggunakan teknologi pembuatan kertas.
Manusia sudah pandai mencetak kertas sebagai media tulis-menulis. Umat Nabi
Musa, Bani Israil (keturunan Nabi Ya’kub) sudah pandai menggunakan media tulis-menulis
kertas dengan baik, termasuk menuliskan wahyu-wahyu Allah yang disampaikan
kepada Nabi Musa. Lembaran-lembaran
tulisan (disebut mushaf) dari semua
wahyu Allah itu dikumpulkan dalam bundelan/kumpulan mushaf. Dalam Al Quran disebut sebagai shuhuf. Ada shuhuf Ibrahim dan ada shuhuf Musa (QS 87: 18,19). Shuhuf Musa dikenal dengan nama Kitab
Taurat (setelah shuhuf dijadikan kitab atau buku; dilakukan kemudian setelah
teknologi pencetakan dan penjilidan sudah dipraktikkan).
Jelaslah, bahwa peradaban manusia dapat
menjelaskan dengan gamblang kepada kita, mengapa wahyu-wahyu Allah yang
dituliskan oleh manusia itu berbeda nama. Peradaban zaman batu, zaman kulit
hewan, zaman kertas, zaman buku, dan zaman elektronik adalah hasil akal dan
budi daya manusia. Entah peradaban apa lagi pada dua puluh atau seratus tahun
yang akan datang.
Ada tulisan di kulit hewan, tulisan di atas lembaran kertas dengan nama
mushaf (lembaran suci), ada shuhuf, dan ada pula kitab, dan nanti namanya apa,
kita belum tahu.
Kitab Taurat, Kitab Zabur, Injil, dan Quran,
semuanya berisi (content:konten) wahyu Allah, lalu ditampilkan dalam bentuk
fisik buku atau kitab. Kita memberinya nama sebagai Kitab Suci.
Mengapa dinamakan Kitab Suci?
Semua itu berfungsi untuk membedakan kitab
biasa yang berisi bukan wahyu Allah dan kitab yang berisi wahyu Allah.
Anak-anak sekolah dasar (SD), sekolah
menengah (SMP, SMA, SMK) pada era tahun 60-an ke belakang pergi ke sekolah
menenteng sebuah batu tulis sebagai media belajar menulis. Mengapa?
Kertas dan buku tulis masih sangat langka.
Anak-anak sekolah pada zaman tahun 70-an
sampai tahun 2000-an (akhir abad ke-20) pergi
ke sekolah membawa buku-buku dan alat tulis lain sebagai media
pembelajaran.
Memasuki abad ke-21, sekarang ini, zaman
modern dengan teknologi canggih, diktat,
buku-buku/kitab tebal, dan alat-alat tulis itu sudah mulai ditinggalkan oleh
anak-anak sekolah. Mereka pergi ke sekolah, ke tempat-tempat lain untuk
belajar, membawa HP, laptop, ipad, compact disk (CD; disket), dan flash disk
(FD) sebagai media pembelajaran yang amat memberi kemudahan dan efisiensi.
Buku, HP, laptop, ipad, CD, FD itu disebut sebagai hardware. Isi (content;
konten) dari hardware itu disebut sebagai software.
Jika kitab-kita tebal berisi berbagai konten
itu digantikan oleh laptop, ipad, CD, atau eksternal disk (disket), maka
istilah dan nama pun pasti berubah. Buku “Cara Mengaji Cepat” berubah nama
menjadi CD “Cara Mengaji Cepat”. Kitab Hadist Bukhari-Muslim yang di-CD-kan
menjadi CD Hadist Bukhari-Muslim. Kitab Quran Suci yang diubah bentuk dalam
bentuk CD, tentu berubah nama menjadi CD Quran Suci atau CD Suci. Kitab Quran dimasukkan dalam laptop tentu namanya menjadi Laptop
Quran Suci atau Laptop Suci.
“Apa yang sedang dilihat, Pak Haji?” tanya
seorang teman mengobrol.
“Ini laptop suci. Saya sedang mengaji Quran.”
Jangan bingung! Tidak ada yang aneh. Tidak
perlu terkaget-kaget!
Manusia adalah makhluk ciptaan Allah terbaik.
Manusia berderajat lebih tinggi dari para malaikat, jin, dan iblis. Malaikat
saja diperintahkan Allah untuk menghormati Adam dan harus angkat topi kepada
Adam. Apa sebabnya?
Manusia itu adalah makhluk berakal, berbudi,
berdaya (berbudaya), sementara malaikat dan jin hanya berakal saja.
Zaman batu, zaman ribuan tahun sebelum Masehi
(SM) pesawat sederhana peradaban manusia dalam kehidupan menggunakan batu.
Zaman 2.000 SM, manusia menggunakan besi dan
perunggu sebagai sebagai bahan baku pesawat sederhana, untuk memotong, menebang
pohon, membuka ladang, hidup di atas pohon, dan masih nomaden.
Zaman 1.000 SM, manusia sudah memulai
peradaban menulis. Mereka menulis atau menggambar di atas batu, kayu, pelepah
daun, dan kulit hewan.
Zaman 400 SM, manusia sudah mengenal kertas
dan teknologi membuat kertas. Mereka menulis di atas lembaran kertas. Termasuk
menulis wahyu. Kita memberi nama hasil tulisan itu sebagai lembaran suci.
Zaman permulaan tahun Masehi (M), teknologi
percetakan dan penjilidan sudah dikenal dan dikembangkan. Wahyu-wahyu Allah
ditulis dan dikitabkan/dibukukan. Hasilnya adalah kitab-kitab suci. Maka
lahirlah nama Kitab Suci Taurat, Kitab Suci ZAbur, Kitab Suci Injil, dan Kitab
Suci Al Quran.
Abad ke-21 ke depan, teknologi canggih
menghasilkan Ipad Suci Al Quran, CD Suci Al Quran, Notebook Suci Al Quran,
Eksternal Suci Al Quran, atau E-Learning
Suci Al Quran.
Lho,kok bukan Kitab Suci Al Quran?
Kitab tebal dan berat itu bukan lagi zamannya
karena nyata-nyata tidak praktis, memberatkan, unportable, dan inefficient.
Muslim
terkungkung dengan istilah Kitab Suci: Sakralisasi Kitab
Wahyu Allah melalui firman-firman-Nya adalah wahyu yang bernilai agung dan kita
memberi istilah wahyu-wahyu suci. Wahyu-wahyu suci itu ditulis di atas
lembaran-lembaran kertas, dijadikan buku/kitab, dicetak, digandakan, dan
dipublikasikan untuk bahan bacaan (bahasa Arabnya Al-Quran) dan wajib dibaca.
Kemudian buku/kitab yang berisi Quran itu kita beri istilah, yakni Kitab Suci
Al Quran (dalam Bahasa Qurannya, salah satu atributnya yang langsung dari
Allah, yakni Al Qur’anul Kariim).
Bagaimana sikap muslim terhadap Kitab Suci?
Muslim, sebagian besar keliru menyikapi
keberadaan sebuah Kitab Suci. Kita tidak paham membedakan antara wahyu Allah
dengan kitab sebagai media. Kitab yang berisi wahyu Allah itu diperlakukan
secara sakral. Kitab Quran sebagai wahyu Allah yang bernilai agung tidak bisa
sembarangan disentuh.
Era pra-60-an, era cetakan kitab Quran
langka.
Anak-anak usia SD dan SMP pada tahun 60-an
sampai 70-an ketika pergi ke sekolah/madrasah atau ke rumah guru mengaji,
membawa Kitab Quran dengan sangat hati-hati dan bersikap takzim. Quran dibawa
di atas kepala/dijunjung. Mereka tidak akan pernah berani menyentuh kitab Quran
sebelum berwudu. Anak-anak perempuan membawa kitab Quran ditempatkan di depan
dada dan dipeluk/didekap. Ustaz atau guru mengaji akan marah dan menegur mereka
jika bertindak sembrono terhadap Quran.
Tidak ada seorang siswa pun yang
berani-beranian menenteng Kitab Quran seperti mereka menenteng buku-buku.
Tidak ada siswa yang berani membuka Kitab
Quran secara sembrono. Siswa membuka helai per helai kitab Quran dengan
hati-hati.
Sedikit siswa yang berani membaca Quran tanpa
kemampuan bertajwid. Sedikit saja remaja atau pemuda berani-beranian ikut
mengaji tadarrusan dengan modal tajwid pas-pasan.
Lebih dari itu, tidak ada satu pun siswa atau
siapa pun yang belajar mengaji itu berani bertanya tentang makna bacaan
berbahasa Arab yang mereka baca.
Orang tua sangat bangga jika anaknya sudah
bisa baca (melisankan) ayat-ayat Quran. Orang tua akan lebih bangga lagi jika
anaknya sudah bisa baca sampai khatam (tamat) 30 juz.
Terminal akhir belajar Quran adalah bisa
membaca huruf Quran, bukan memahami isi (konten) pesan-pesan Allah dalam Kitab
Quran.
Orang tua pun tidak sayang merogoh kocek
untuk mengupacarakan tradisi khatam Quran dengan pesta. Tradisi khatam Quran
itu ditradisikan membaca surat-surat terakhir dari Quran, dari QS 102 s.d. QS
114.
Kondisi penyakralan (sakralisasi) seperti itu
diperparah lagi oleh ulah oknum-oknum ustaz jahat. Mereka yang pandai
baca-tulis bahasa Arab, menulis satu dua ayat Quran di atas kertas. Kertas bertuliskan
ayat-ayat Quran itu dijadikan rapalan mantra sebagai jimat: untuk obat, penawar
racun, dan penangkal santet/tenung.
Maka jangan terheran-heran, keawaman sebagian
muslim yang empunya Al Quran, dampaknya tertipu. Tulisan ayat-ayat Quran
dianggap bisa melindunginya dari marabahaya.
Ayat-ayat
Quran yang telah dibaca sampai khatam segala (bahkan balapan khataman
berkali-kali) berpesan, percaya hanya kepada Allah, bersandar dan berlindung
kepada Allah yang Empunya wahyu, eh eh, malah lebih percaya dukun, kiai, atau
dukun! Mosok dia sedang sakit maag lebih percaya kepada si Guntur Bumi, Ustaz
Haryono, Eyang Subur, atau kuncen kuburan daripada percaya kepada dokter yang
ahli.
Ya, itulah tindak jahil (bodoh) yang berujung
tindak kemusyrikan.
Kemampuan
membaca Quran tidak bersinergi dengan pengamalan
Mengaji lancar boleh, mengaji berlomba adu
cepat khatam, adu frekuensi khataman boleh, mengaji dengan lantunan suara merdu
boleh, dianjurkan, dilatih, bahkan dikompetisikan/di-MTQ-kan. Juara MTQ adalah
peserta yang bersuara paling merdu dan/atau banyak menghafal Quran. Juara MTQ
yang bersuara indah, mahir sab’ah qiraat,
dan hafal 30 juz Quran, diberi hadiah umroh atau ibadah haji.
Kampiun MTQ ini adalah kampiun lomba tilawah
(membaca) Quran, bukan kampiun pemahaman Quran, apa lagi disebut kampiun
praktik pengamalan Quran yang berkualitas.
“Saya hanya juara MTQ. Saya tidak paham makna
Quran.” kata seorang kampiun MTQ tingkat dewasa.
“Jangan tanyakan kepada saya paham isi Quran
atau tidak!. Saya hanya menjadi Juara Hafal Quran 30 juz.” kata seorang kampiun
jenis hafalan Quran dalam MTQ yang diwawancarai seorang kuli media pers.
Belajar Quran, ya, tidak jauh dari mengaji
lisan. Bisa membaca Quran adalah kebanggaan. Mahir membaca Quran dengan suara
merdu (melantunkan ayat-ayat ), akan lebih bangga lagi.
Bertanya tentang makna Quran kepada ustaz
atau kiai adalah sebuah tabu/pantangan. Siswa tinggal terima saja semua ajaran,
kata, ujaran, apa lagi fatwa guru, ustaz, atau kiai. Apa kata ustaz atau kiai
adalah dogma.
Guru mengaji, guru agama Islam di sekolah,
ustaz di madrasah, atau Kiai di ponpes menjadi orang-orang yang sangat
dihormati karena ilmunya, dan mereka mempraktikkan kondisi status quo seperti
itu. Mereka harus didengar, diikuti, dan wajib ditaati. Bahwa mereka itu adalah ulama yang menjadi
pewaris Nabi.
Pembelajaran yang cerdas oleh muslim yang
cerdas terhadap ayat-ayat suci berkendala dengan sikap kehati-hatian dan kekhawtiran
yang berlebihan.
Muslim yang ingin belajar Quran, minimal
belajar mengaji, karena tidak berwudu, belum berwudu, tidak jadi belajar Quran.
Menyentuhnya saja menjadi takut berdosa kalau tidak berwudu.
Maka lihatlah muslim yang tinggal di daerah
yang tandus, di perdesaan, atau pedalaman. Air bersih terbatas, untuk keperluan
berwudu air tidak ada, dan mau mengaji pun urung. Tinggallah Kitab Suci Al Quran tergeletak di
rak-rak masjid atau menjadi pajangan di lemari, atau menjadi hiasan rumah
muslim.
Jadilah muslim yang empunya Quran, yang
mestinya memahami Quran, dan yang semestinya mengamalkan Quran, malah menjauh
dari Quran.
Tamsil
umat Bani Israil sama dengan hewan keledai
Maka, tak usah heran, kalau ada orang Islam
yang pandai mengaji Quran, indah pula melantunkan ayat-ayat Quran, sudah khatam
Quran berkali-kali, antara kemampuan mengaji Quran dengan pengamalan
pesan-pesan Quran sering tidak berhubungan/berkorelasi. Antara kehebatan
melantunkan ayat-ayat dengan merdu dengan kualitas pemahaman tidak bersinergi.
Allah Swt. Pemilik wahyu, melalui ayat Quran
yang ditulis sebagai rujukan di atas, menyamakan umat Bani Israil yang telah
diberi Kitab Taurat untuk dijadikan pedoman, tetapi tidak dipedomani, apatah
lagi diamalkan, dipersamakan dengan hewan keledai yang membawa beban Kitab
Taurat di punggungnya. Hewan keledai itu hanya bisa membawa beban Kitab Suci
Taurat, tetapi hewan itu tidak pandai mengamalkan pesan Taurat. Namanya juga
hewan! Namanya juga keledai!
Muslim punya Kitab Quran seperti Bani Israil
punya Kitab Taurat. Kalau kelakuan kita memperlakukan Quran sama dengan kaum
Bani Israil memperlakukan Taurat, kelakuan kita sama saja dengan keledai.
Kita yang hanya fasih merapal-rapal ayat-ayat
Quran yang membawa pesan yang agung itu setara dengan keledai melenguh!
Manusia
bukan hewan keledai
Jangan gusar apa lagi marah! Tamsil/ibarat kelakuan umat pemilik Kitab Suci terhadap
kitab sucinya seperti keledai ini langsung dari Allah Swt.
Amit-amit kita setara keledai!
“Banyak-banyaklah mengaji supaya memperoleh
pahala yang berlipat ganda!” begitu petuah ustaz atau kiai.
Ustaz atau kiai itu dipandang sebagai orang takbiasa
yang berderajat lebih tinggi. Cerita fiksi tentang sosok kiai sering
bermunculan. Ya, cerita tentang sosok ustaz atau kiai yang hebat yang sering
melampaui batas metafisika.
“Memang kiai Umar Al Habsyi itu punya
kehebatan, kok! Bayangkan, beliau itu sedang pergi ke Mekkah dan berada di sana,
pada saat yang sama beliau terlihat memimpin Salat Jumat di masjid kami !” kata
seorang jemaah setia Kiai Umar Al Habsyi bersemangat.
Kondisi kepercayaan yang berlebihan seperti
itu mirip pandangan umat Nasrani terhadap sosok Santo. Mirip pandangan umat
Hindu terhadap sosok Pedanda dan pandangan umat Buddha terhadap sosok Bhiksu.
The
Kiai can do no wrong.
Janganlah kita memelihara kondisi
pembelajaran terhadap Quran seperti sakralisasi kitab suci, sakralisasi
ayat-ayat Quran, dan sakralisasi sosok atau figur ustaz, kiai, habib, atau
syeh. Jauhkan perbuatan/sakralisasi benda-benda, hewan, tulisan, gambar, atau lambang!
Sakralisasi itu menghambat pembelajaran dan
menyumbat proses intelektualitas, menghambat produktifitas, dan membuang waktu
maupun energi.
Muslim yang hebat dan cerdas adalah muslim
yang berkarya, bergiat, beramal, berproduksi yang bermanfaat untuk kemaslahatan
umat.
Muslim yang hebat itu memperlakukan Quran
dengan semestinya: memedomani Quran, memahaminya, dan mengamalkan
pesan-pesannya.
Insya Allah muslim bisa berkompetisi dengan
umat lain.
Amin.
Jakarta, 1 Juni 2013
Bet365 Casino Review & Bonus Code for NJ | 2022
BalasHapusBet365 Casino is one of the most popular UK online gaming 광명 출장안마 sites and you 순천 출장안마 can enjoy the fantastic casino games 밀양 출장샵 and fantastic bonuses on 포천 출장샵 all platforms.Bet365 Casino Welcome Bonus: Up to £100 in bet creditsBet365 Casino Bonus Code: Click To Claim PromoBet365 Bonus: New Player 수원 출장안마 Bonus At Bet365 Casino Casino Casino Signup Bonus: Deposit Up To £100 Rating: 3 · Review by TJ H