Minggu, 01 Juni 2014

MEMPERLAKUKAN QURAN YANG SEHARUSNYA



MEMPERLAKUKAN QURAN YANG SEHARUSNYA
Lembaran Suci dan Shuhuf
Rujukan: QS 62: 5.
“Matsalul ladziina hummilut tauraata tsumma lam yahmiluuhaa kamatsalil himaari yahmilu asfaaraa. Bi’sa matsalul qaumil ladziina kadzdzabuu bi aayaatillaahu wallaahu laa yahdil qaumizhzhaalimiin.”
  Artinya:
Perumpamaan orang-orang yang diberi tugas membawa Taurat,  mereka tidak membawanya (mengamalkannya) adalah seperti keledai yang membawa kitab-kita yang tebal.
Sangat buruk perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah, Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-oroang yang dzalim.
Taurat atau kitab Taurat adalah nama sebuah kitab suci. Semua kitab yang berisi wahyu Allah, tulisan-tulisan dari semua firman Allah kita menyebutnya kitab suci. Sebelum ada penemuan manusia tentang teknologi percetakan dan penjilidan, tulisan-tulisan manusia menggunakan media sederhana seperti pelepah kurma, kulit kayu, kulit hewan, batang kayu, atau bahkan batu-batu.
Firman-firman Allah yang diterima oleh para rasul terdahulu, oleh Nabi Idris, Nabi Nuh, Nabi Hud, atau Nabi Shalih dituliskan di atas permukaan batu, kulit hewan, atau pelepah kurma. Media yang sederhana sekali.
Namanya juga media tulis amat sederhana, hasil-hasil tulisan itu tentu saja sudah hilang dari peredaraan. Peristiwa alam seperti bencana alam telah memusnahkan semua peradaban manusia zaman dahulu.
Contoh:
Bencana banjir besar pada zaman Nabi Nuh.
Adapun penggunaan lembaran-lembaran kertas untuk alat tulis baru muncul kemudian setelah manusia menemukan teknologi cetak kertas. Lembaran-lembaran kertas yang berisi firman-firman Allah disebut mushaf (lembaran suci). Lagi-lagi sisa-sisa peradaban itu musnah oleh peristiwa alam.
Contoh:
Hasil tulisan berupa lembaran-lembaran suci pada zaman Nabi Ibrahim, Nabi Ismail, Nabi Ishaq, dan Nabi Luth musnah pada waktu terjadinya peristiwa gempa dan menghancurkan negeri Sadum (Sodom) pada era Nabi Luth dan bencana alam lainnya.
Semua rasul pasti menerima wahyu dari Allah. Tetapi tidak semua wahyu Allah itu ditulis. Mengapa?
Pertama, sedikit sekali manusia pada zaman dahulu pandai/bisa menulis.
Langka manungso sing iso maca iso nulis.
Kedua, media tulis masih sangat sederhana. Boro-boro kertas atau kitab.
Ketiga, hasil tulis-menulis itu cepat hilang/tidak tahan lama.
Jadi, jangan tanya ada tidaknya kitab suci pada zaman atau masa kerasulan Nabi Idris, Nabi Nuh, Nabi Shalih, Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya’kub, sampai Su’aib.
Kitab suci pada zaman itu sama sekali tidak ada.

Shuhuf, Kitab Suci, Laptop Suci, Notebook Suci, Ipad Suci
Zaman kerasulan Nabi Musa, peradaban manusia makin maju. Manusia sudah mengenal dan menggunakan teknologi pembuatan kertas. Manusia sudah pandai mencetak kertas sebagai media tulis-menulis. Umat Nabi Musa, Bani Israil (keturunan Nabi Ya’kub) sudah pandai menggunakan media tulis-menulis kertas dengan baik, termasuk menuliskan wahyu-wahyu Allah yang disampaikan kepada Nabi Musa.  Lembaran-lembaran tulisan (disebut mushaf) dari semua wahyu Allah itu dikumpulkan dalam bundelan/kumpulan mushaf. Dalam Al Quran disebut sebagai shuhuf.  Ada shuhuf Ibrahim dan ada shuhuf Musa (QS 87: 18,19). Shuhuf Musa dikenal dengan nama Kitab Taurat (setelah shuhuf dijadikan kitab atau buku; dilakukan kemudian setelah teknologi pencetakan dan penjilidan sudah dipraktikkan).
Jelaslah, bahwa peradaban manusia dapat menjelaskan dengan gamblang kepada kita, mengapa wahyu-wahyu Allah yang dituliskan oleh manusia itu berbeda nama. Peradaban zaman batu, zaman kulit hewan, zaman kertas, zaman buku, dan zaman elektronik adalah hasil akal dan budi daya manusia. Entah peradaban apa lagi pada dua puluh atau seratus tahun yang akan datang.
Ada tulisan di kulit hewan,  tulisan di atas lembaran kertas dengan nama mushaf (lembaran suci), ada shuhuf, dan ada pula kitab, dan nanti namanya apa, kita belum tahu.
Kitab Taurat, Kitab Zabur, Injil, dan Quran, semuanya berisi (content:konten) wahyu Allah, lalu ditampilkan dalam bentuk fisik buku atau kitab. Kita memberinya nama sebagai Kitab Suci.
Mengapa dinamakan Kitab Suci?
Semua itu berfungsi untuk membedakan kitab biasa yang berisi bukan wahyu Allah dan kitab yang berisi wahyu Allah.
Anak-anak sekolah dasar (SD), sekolah menengah (SMP, SMA, SMK) pada era tahun 60-an ke belakang pergi ke sekolah menenteng sebuah batu tulis sebagai media belajar menulis. Mengapa?
Kertas dan buku tulis masih sangat langka.
Anak-anak sekolah pada zaman tahun 70-an sampai tahun 2000-an (akhir abad ke-20) pergi  ke sekolah membawa buku-buku dan alat tulis lain sebagai media pembelajaran.
Memasuki abad ke-21, sekarang ini, zaman modern dengan teknologi canggih,  diktat, buku-buku/kitab tebal, dan alat-alat tulis itu sudah mulai ditinggalkan oleh anak-anak sekolah. Mereka pergi ke sekolah, ke tempat-tempat lain untuk belajar, membawa HP, laptop, ipad, compact disk (CD; disket), dan flash disk (FD) sebagai media pembelajaran yang amat memberi kemudahan dan efisiensi. Buku, HP, laptop, ipad, CD, FD itu disebut sebagai hardware. Isi (content; konten) dari hardware itu disebut sebagai software.
Jika kitab-kita tebal berisi berbagai konten itu digantikan oleh laptop, ipad, CD, atau eksternal disk (disket), maka istilah dan nama pun pasti berubah. Buku “Cara Mengaji Cepat” berubah nama menjadi CD “Cara Mengaji Cepat”. Kitab Hadist Bukhari-Muslim yang di-CD-kan menjadi CD Hadist Bukhari-Muslim. Kitab Quran Suci yang diubah bentuk dalam bentuk CD, tentu berubah nama menjadi CD Quran Suci atau CD Suci. Kitab Quran  dimasukkan dalam laptop tentu namanya menjadi Laptop Quran Suci atau Laptop Suci.
“Apa yang sedang dilihat, Pak Haji?” tanya seorang teman mengobrol.
“Ini laptop suci. Saya sedang mengaji Quran.”
Jangan bingung! Tidak ada yang aneh. Tidak perlu terkaget-kaget!
Manusia adalah makhluk ciptaan Allah terbaik. Manusia berderajat lebih tinggi dari para malaikat, jin, dan iblis. Malaikat saja diperintahkan Allah untuk menghormati Adam dan harus angkat topi kepada Adam. Apa sebabnya?
Manusia itu adalah makhluk berakal, berbudi, berdaya (berbudaya), sementara malaikat dan jin hanya berakal saja.
Zaman batu, zaman ribuan tahun sebelum Masehi (SM) pesawat sederhana peradaban manusia dalam kehidupan menggunakan batu.
Zaman 2.000 SM, manusia menggunakan besi dan perunggu sebagai sebagai bahan baku pesawat sederhana, untuk memotong, menebang pohon, membuka ladang, hidup di atas pohon, dan masih nomaden.
Zaman 1.000 SM, manusia sudah memulai peradaban menulis. Mereka menulis atau menggambar di atas batu, kayu, pelepah daun, dan kulit hewan.
Zaman 400 SM, manusia sudah mengenal kertas dan teknologi membuat kertas. Mereka menulis di atas lembaran kertas. Termasuk menulis wahyu. Kita memberi nama hasil tulisan itu sebagai lembaran suci.
Zaman permulaan tahun Masehi (M), teknologi percetakan dan penjilidan sudah dikenal dan dikembangkan. Wahyu-wahyu Allah ditulis dan dikitabkan/dibukukan. Hasilnya adalah kitab-kitab suci. Maka lahirlah nama Kitab Suci Taurat, Kitab Suci ZAbur, Kitab Suci Injil, dan Kitab Suci Al Quran.
Abad ke-21 ke depan, teknologi canggih menghasilkan Ipad Suci Al Quran, CD Suci Al Quran, Notebook Suci Al Quran, Eksternal Suci Al Quran, atau E-Learning Suci Al Quran.
Lho,kok bukan Kitab Suci Al Quran?
Kitab tebal dan berat itu bukan lagi zamannya karena nyata-nyata tidak praktis, memberatkan, unportable, dan inefficient.

Muslim terkungkung dengan istilah Kitab Suci: Sakralisasi Kitab
Wahyu Allah melalui firman-firman-Nya  adalah wahyu yang bernilai agung dan kita memberi istilah wahyu-wahyu suci. Wahyu-wahyu suci itu ditulis di atas lembaran-lembaran kertas, dijadikan buku/kitab, dicetak, digandakan, dan dipublikasikan untuk bahan bacaan (bahasa Arabnya Al-Quran) dan wajib dibaca. Kemudian buku/kitab yang berisi Quran itu kita beri istilah, yakni Kitab Suci Al Quran (dalam Bahasa Qurannya, salah satu atributnya yang langsung dari Allah, yakni Al Qur’anul Kariim).
Bagaimana sikap muslim terhadap Kitab Suci?
Muslim, sebagian besar keliru menyikapi keberadaan sebuah Kitab Suci. Kita tidak paham membedakan antara wahyu Allah dengan kitab sebagai media. Kitab yang berisi wahyu Allah itu diperlakukan secara sakral. Kitab Quran sebagai wahyu Allah yang bernilai agung tidak bisa sembarangan disentuh.
Era pra-60-an, era cetakan kitab Quran langka.
Anak-anak usia SD dan SMP pada tahun 60-an sampai 70-an ketika pergi ke sekolah/madrasah atau ke rumah guru mengaji, membawa Kitab Quran dengan sangat hati-hati dan bersikap takzim. Quran dibawa di atas kepala/dijunjung. Mereka tidak akan pernah berani menyentuh kitab Quran sebelum berwudu. Anak-anak perempuan membawa kitab Quran ditempatkan di depan dada dan dipeluk/didekap. Ustaz atau guru mengaji akan marah dan menegur mereka jika bertindak sembrono terhadap Quran.
Tidak ada seorang siswa pun yang berani-beranian menenteng Kitab Quran seperti mereka menenteng buku-buku.
Tidak ada siswa yang berani membuka Kitab Quran secara sembrono. Siswa membuka helai per helai kitab Quran dengan hati-hati.
Sedikit siswa yang berani membaca Quran tanpa kemampuan bertajwid. Sedikit saja remaja atau pemuda berani-beranian ikut mengaji tadarrusan dengan modal tajwid pas-pasan.
Lebih dari itu, tidak ada satu pun siswa atau siapa pun yang belajar mengaji itu berani bertanya tentang makna bacaan berbahasa Arab yang mereka baca.
Orang tua sangat bangga jika anaknya sudah bisa baca (melisankan) ayat-ayat Quran. Orang tua akan lebih bangga lagi jika anaknya sudah bisa baca sampai khatam (tamat) 30 juz.
Terminal akhir belajar Quran adalah bisa membaca huruf Quran, bukan memahami isi (konten) pesan-pesan Allah dalam Kitab Quran.
Orang tua pun tidak sayang merogoh kocek untuk mengupacarakan tradisi khatam Quran dengan pesta. Tradisi khatam Quran itu ditradisikan membaca surat-surat terakhir dari Quran, dari QS 102 s.d. QS 114.
Kondisi penyakralan (sakralisasi) seperti itu diperparah lagi oleh ulah oknum-oknum ustaz jahat. Mereka yang pandai baca-tulis bahasa Arab, menulis satu dua ayat Quran di atas kertas. Kertas bertuliskan ayat-ayat Quran itu dijadikan rapalan mantra sebagai jimat: untuk obat, penawar racun, dan penangkal santet/tenung.
Maka jangan terheran-heran, keawaman sebagian muslim yang empunya Al Quran, dampaknya tertipu. Tulisan ayat-ayat Quran dianggap bisa melindunginya dari marabahaya.
Ayat-ayat  Quran yang telah dibaca sampai khatam segala (bahkan balapan khataman berkali-kali) berpesan, percaya hanya kepada Allah, bersandar dan berlindung kepada Allah yang Empunya wahyu, eh eh, malah lebih percaya dukun, kiai, atau dukun! Mosok dia sedang sakit maag lebih percaya kepada si Guntur Bumi, Ustaz Haryono, Eyang Subur, atau kuncen kuburan daripada percaya kepada dokter yang ahli.
Ya, itulah tindak jahil (bodoh) yang berujung tindak kemusyrikan.

Kemampuan membaca Quran tidak bersinergi dengan pengamalan
Mengaji lancar boleh, mengaji berlomba adu cepat khatam, adu frekuensi khataman boleh, mengaji dengan lantunan suara merdu boleh, dianjurkan, dilatih, bahkan dikompetisikan/di-MTQ-kan. Juara MTQ adalah peserta yang bersuara paling merdu dan/atau banyak menghafal Quran. Juara MTQ yang bersuara indah, mahir sab’ah qiraat, dan hafal 30 juz Quran, diberi hadiah umroh atau ibadah haji.
Kampiun MTQ ini adalah kampiun lomba tilawah (membaca) Quran, bukan kampiun pemahaman Quran, apa lagi disebut kampiun praktik pengamalan Quran yang berkualitas.
“Saya hanya juara MTQ. Saya tidak paham makna Quran.” kata seorang kampiun MTQ tingkat dewasa.
“Jangan tanyakan kepada saya paham isi Quran atau tidak!. Saya hanya menjadi Juara Hafal Quran 30 juz.” kata seorang kampiun jenis hafalan Quran dalam MTQ yang diwawancarai seorang kuli media pers.
Belajar Quran, ya, tidak jauh dari mengaji lisan. Bisa membaca Quran adalah kebanggaan. Mahir membaca Quran dengan suara merdu (melantunkan ayat-ayat ), akan lebih bangga lagi.
Bertanya tentang makna Quran kepada ustaz atau kiai adalah sebuah tabu/pantangan. Siswa tinggal terima saja semua ajaran, kata, ujaran, apa lagi fatwa guru, ustaz, atau kiai. Apa kata ustaz atau kiai adalah dogma.
Guru mengaji, guru agama Islam di sekolah, ustaz di madrasah, atau Kiai di ponpes menjadi orang-orang yang sangat dihormati karena ilmunya, dan mereka mempraktikkan kondisi status quo seperti itu. Mereka harus didengar, diikuti, dan wajib ditaati.  Bahwa mereka itu adalah ulama yang menjadi pewaris Nabi.
Pembelajaran yang cerdas oleh muslim yang cerdas terhadap ayat-ayat suci berkendala dengan sikap kehati-hatian dan kekhawtiran yang berlebihan.
Muslim yang ingin belajar Quran, minimal belajar mengaji, karena tidak berwudu, belum berwudu, tidak jadi belajar Quran. Menyentuhnya saja menjadi takut berdosa kalau tidak berwudu.
Maka lihatlah muslim yang tinggal di daerah yang tandus, di perdesaan, atau pedalaman. Air bersih terbatas, untuk keperluan berwudu air tidak ada, dan mau mengaji pun urung.  Tinggallah Kitab Suci Al Quran tergeletak di rak-rak masjid atau menjadi pajangan di lemari, atau menjadi hiasan rumah muslim.
Jadilah muslim yang empunya Quran, yang mestinya memahami Quran, dan yang semestinya mengamalkan Quran, malah menjauh dari Quran.

Tamsil umat Bani Israil sama dengan hewan keledai
Maka, tak usah heran, kalau ada orang Islam yang pandai mengaji Quran, indah pula melantunkan ayat-ayat Quran, sudah khatam Quran berkali-kali, antara kemampuan mengaji Quran dengan pengamalan pesan-pesan Quran sering tidak berhubungan/berkorelasi. Antara kehebatan melantunkan ayat-ayat dengan merdu dengan kualitas pemahaman tidak bersinergi.
Allah Swt. Pemilik wahyu, melalui ayat Quran yang ditulis sebagai rujukan di atas, menyamakan umat Bani Israil yang telah diberi Kitab Taurat untuk dijadikan pedoman, tetapi tidak dipedomani, apatah lagi diamalkan, dipersamakan dengan hewan keledai yang membawa beban Kitab Taurat di punggungnya. Hewan keledai itu hanya bisa membawa beban Kitab Suci Taurat, tetapi hewan itu tidak pandai mengamalkan pesan Taurat. Namanya juga hewan! Namanya juga keledai!
Muslim punya Kitab Quran seperti Bani Israil punya Kitab Taurat. Kalau kelakuan kita memperlakukan Quran sama dengan kaum Bani Israil memperlakukan Taurat, kelakuan kita sama saja dengan keledai.
Kita yang hanya fasih merapal-rapal ayat-ayat Quran yang membawa pesan yang agung itu setara dengan keledai melenguh!
Manusia bukan hewan keledai
Jangan gusar apa lagi marah! Tamsil/ibarat  kelakuan umat pemilik Kitab Suci terhadap kitab sucinya seperti keledai ini langsung dari Allah Swt.
Amit-amit kita setara keledai!
“Banyak-banyaklah mengaji supaya memperoleh pahala yang berlipat ganda!” begitu petuah ustaz atau kiai.
Ustaz atau kiai itu dipandang sebagai orang takbiasa yang berderajat lebih tinggi. Cerita fiksi tentang sosok kiai sering bermunculan. Ya, cerita tentang sosok ustaz atau kiai yang hebat yang sering melampaui batas metafisika.
“Memang kiai Umar Al Habsyi itu punya kehebatan, kok! Bayangkan, beliau itu sedang pergi ke Mekkah dan berada di sana, pada saat yang sama beliau terlihat memimpin Salat Jumat di masjid kami !” kata seorang jemaah setia Kiai Umar Al Habsyi bersemangat.
Kondisi kepercayaan yang berlebihan seperti itu mirip pandangan umat Nasrani terhadap sosok Santo. Mirip pandangan umat Hindu terhadap sosok Pedanda dan pandangan umat Buddha terhadap sosok Bhiksu.
The Kiai can do no wrong.
Janganlah kita memelihara kondisi pembelajaran terhadap Quran seperti sakralisasi kitab suci, sakralisasi ayat-ayat Quran, dan sakralisasi sosok atau figur ustaz, kiai, habib, atau syeh. Jauhkan perbuatan/sakralisasi benda-benda, hewan, tulisan, gambar, atau lambang!
Sakralisasi itu menghambat pembelajaran dan menyumbat proses intelektualitas, menghambat produktifitas, dan membuang waktu maupun energi.
Muslim yang hebat dan cerdas adalah muslim yang berkarya, bergiat, beramal, berproduksi yang bermanfaat untuk kemaslahatan umat.
Muslim yang hebat itu memperlakukan Quran dengan semestinya: memedomani Quran, memahaminya, dan mengamalkan pesan-pesannya.
Insya Allah muslim bisa berkompetisi dengan umat lain.
Amin.
Jakarta, 1 Juni 2013


1 komentar:

  1. Bet365 Casino Review & Bonus Code for NJ | 2022
    Bet365 Casino is one of the most popular UK online gaming 광명 출장안마 sites and you 순천 출장안마 can enjoy the fantastic casino games 밀양 출장샵 and fantastic bonuses on 포천 출장샵 all platforms.Bet365 Casino Welcome Bonus: Up to £100 in bet creditsBet365 Casino Bonus Code: Click To Claim PromoBet365 Bonus: New Player 수원 출장안마 Bonus At Bet365 Casino Casino Casino Signup Bonus: Deposit Up To £100 Rating: 3 · ‎Review by TJ H

    BalasHapus