AMAL SALEH DAN AMAL SALAH PARA CALEG
Caleg cerdas mendapat reward dan caleg dungu mendapat punishment
Amal
saleh
Amal saleh (amalun shalihun) atau amal baik itu adalah amal yang diperintahkan
oleh Allah untuk dilakukan (mesti, harus, kudu, wajib) oleh manusia.
Akan tetapi tidak semua manusia taat, tunduk,
dan patuh kepada perintah Allah ini. Sebagian besar dari manusia justru menjadi
kafir (pembangkang) terhadap Allah dan segala perintah-Nya.
Sebagian kecil saja dari milyaran jiwa
manusia yang hidup yang taat, tunduk, dan patuh kepada perintah Allah ini,
yakni orang-orang yang muhsin (beriman
dan beramal saleh) dan muttaqin
(orang yang bertakwa) saja yang taat, tunduk, dan patuh kepada perintah Allah
ini.
Orang-orang yang tergolong muhsin dan
muttaqin selalu mengisi hidupnya dengan aktifitas hidup yang baik dan
bermanfaat, yang kita sebut sebagai amal saleh.
Caleg cerdas
dan amal saleh
Hasil perhitungan aktifitas nasional ileg
2014 (9 April) melalui metode quick count sudah dapat kita ketahui bersama. Parpol
pemenang Pileg 2014 ala quick count ranking teratas sampai nomor buncit sudah
dipublikan secara massal. Selamat untuk parpol pemenang Pileg 2014. Akan tetapi
yang paling penting adalah ucapan selamat untuk seluruh rakyat Indonesia yang
telah melakukan kewajiban, memberi suaranya yang paling perharga.
Secara khusus, ucapan selamat harus kita
sampaikan kepada semua caleg yang lolos menuju kursi DPRD, DPR, dan DPD.
Berbasis husnuz zhon (baik sangka), mereka
dipilih oleh rakyat (tanda gambarnya dicoblos) karena mereka dikenal sebagai
tokoh atau sosok yang berintegritas, berkarakter, berakhlak baik, dan dekat
dengan rakyat dalam kesehariannya. Juga sosok yang bekerja dengan baik di
lingkungan tempat bekerja atau di mana saja dia berada. Segala aktifitasnya
terpantau dan hasil pekerjaannya bermanfaat untuk orang banyak. Rakyatlah yang
paling tahu sosoknya dan segala kiprahnya.
Kiprahnya yang bermanfaat bagi orang banyak sepanjang
waktu bersama rakyat, itulah sebenarnya modal utama seorang caleg yang lolos
menjadi legislator sekaligus wakil rakyat. Modal kepercayaan rakyat ini jauh
lebih besar nilainya dan lebih lantang gaungnya dari materi kebendaan apa pun.
Apa artinya?
Dia tak perlu menguras uang
simpanannya/tabungannya sampai tuntas untuk menyetor ke parpolnya, memodali
kampanyenya, atau menyuap rakyat pemilih untuk memilihnya.
Dia tidak perlu pinjam uang ke sana ke mari
untuk menutupi kekurangan dana untuk keperluannya berkampanye, misalnya
mendanai orang-orang yang menjadi sukarelawan atau tim suksesnya.
Dia tidak perlu blusukan ke sana ke mari di
dapilnya untuk pamer wajah dan umbar kartu nama atau identitas. Toh dia sudah
dikenal dan tenar tanpa harus blusukan.
Dia tidak akan menyiapkan uang dalam jumlah
sekian-sekian dalam amplop untuk membayari rakyat pemilih.
Dia tidak melakukan opereasi tengah malam
atau serangan subuh atau serbuan fajar dengan mendistribusikan sembako,
kerudung, sajadah, atau baju koko.
Dia tidak butuh setor muka rajin sekali salat
berjamaah, menjadi makmum, menjadi imam, atau penceramah dadakan, rajin
jagongan, dan tiba-tiba suka mentraktir tetangga sekampung di balai desa selama
beberapa hari.
Uangnya dimanfaatkan seperlunya.
Tenaga, waktu, dan pemikirannya selalu muncul
dan bermanfaat bagi rakyat karena sehari-harinya bersama rakyat.
Rakyat pemilih amat mengenalnya. Dia caleg
yang saleh dan beramal saleh.
Rakyat mendapuknya sebagai sosok tokoh, dan
dia sosok yang layak untuk dipilih, dan rakyat pun mencoblos tanda gambarnya.
Dia pun, insya Allah, akan melenggang ke
gedung dewan menjadi wakil rakyat selama
lima tahun. Dia menjadi wakil rakyat yang berjuang untuk rakyat, dan bukan atasan
apa lagi majikan rakyat.
Itulah wujud reward (penghargaan,
penghormatan) dari rakyat sebuah negeri untuk caleg yang beramal saleh.
Caleg yang santun berintegritas dan rakyat
yang cerdas itu berkorelasi positif di alam demokrasi.
Caleg
dungu (Betawi: dongo) dan amal salah
Ciri khas caleg dungu itu adalah, pertama:
ambisius.
Caleg yang ambisius itu (sangat amat
berambisi) sering bertindak di luar logika akal sehat. Dia tidak berpikir dan
bertindak realistis, misalnya: dia punya uang sangat banyak, harta benda
melimpah, jabatan bagus, dan lain-lain kepemilikan yang tidak dimiliki orang
lain.
Ternyata semua itu belum cukup baginya. Dia
masih kepingin menjadi wakil rakyat yang terhormat karena jabatan itu yang
belum dia peroleh. Kebutuhan akan aktualiasasi diri (self-actualization) sebagai wakil rakyat harus diraih di dalam
genggaman. Apa pun dan bagaimana pun caranya, dia akan lakukan demi memenuhi
ambisinya
Sifat ambisius itu mengalahkan semua logika
akal sehat dan tindakan.
Dia gelontorkan uang untuk membayar upeti ke
parpol, membayar tim sukses, mendanai kampanye, menyuap petugas, atau membayar
rakyat pemilih bak kelakuan sinterklas; membayar ajimat, cincin, keris, dan
mantra-mantra dari dukun, serta membayar uang mahar jutaan rupiah untuk dukun.
(Dia tidak peduli uang dan harta benda habis
terkuras. Toh kalau sudah menjadi anggota dewan dana anggaran bisa dibahas dan rakyat
bisa diperas. Duit masuk kantong mengalir lebih deras. Politik transaksional
dan jurus aji mumpung akan dikeluarkan.)
Ciri khas kedua: rame ing pamrih, sepi ing gawe (besar pamrih, sedikit bekerja).
Dia bekerja keras kalau pamrihnya besar. Dia
bekerja asal-asalan kalau pamrihnya tidak seberapa. Dia enggan bekerja kalau tak
ada pamrih. Yang paling menyakirkan, dia tidak pernah melakukan apa-apa, tetapi
selalu berharap pamrih. Gajinya mao,
kerjanya ogah. Makan mao yang enak-enak, kerjaan ditolak.
Ciri khas ketiga: tidak pede; pasrah bongko’an; pasrah ing pandum.
Caleg yang bekerja dan berjuang setengah
hati. Tidak memiliki fighting spirit dalam survive/survival of the fittest;
Jantan tidak, betina pun bukan; Jadi, ya syukur Alhamdulillah, tidak jadi, ya,
nggak apa-apa; Gimana yang “Di atas aja
deh!”
Ciri khas keempat: over-confident (kebangetan
pedenya).
Caleg yang pede abis! Dia telah melakukan semua aktifitas yang terkait dengan
pencalegannya. Uang sudah digelontorkan; punya tim sukses dan korlap yang
bagus; punya parpol pendukung yang kuat; elektabilitasnya sebagai caleg sudah
signifikan; komunikasi sudah dibangun; serangan fajar dengan senjata uang dan
sembako sudah dilakukan; doa tidak kurang-kurang dipanjatkan.
“Pastilah aku lolos ke gedung dewan!” ujarnya
mantap.
Ciri khas kelima: over-expectation; utopis (kebangetan
gede mengharap).
Harapan yang digantungnya ketinggian,
kejauhan, dan keluasan. Dia membesarkan takwil mimpi namun menafikan realitas
yang ada di tengah masyarakat. Dia sudah merasa berada di gedung dewan sebagai
legislator. Dia sudah merasa duduk di kursi dewan sebagai anggota komisi dari
sebuah fraksi. Semua yang dia lihat itu indah, menggairahkan, dan menyenangkan.
Dia selalu melihat dan membesarkan
seolah-olah tetapi tidak menguatkan olah pikir, olah rasa, olah raga, dan olah cipta.
Ciri khas keenam: tidak istiqomah.
Caleg yang tidak istiqomah itu tidak tahan
akan ujian; tidak tahan banting; dia siap menang tetapi tidak siap kalah; Dia
bisa tertawa terbahak-bahak ketika menang, tetapi sangat cengeng dan menangis
sejadi-jadinya jika dia kalah. Dia bangga sekali ketika menang tetapi dia stress
dan ambruk terpuruk jika dia kalah. Dia menepuk dada dengan bangga ketika dia
menang tetapi jika kalah dia akan menumbuk atau membenturkan kepalanya ke
dinding.
Mau lihat bukti para caleg yang beramal salah
dan kalah usai Pileg 9 April 2014 yang baru saja berlalu?
Rumah sakit yang menyediakan beberapa ruang khusus
perawatan bagi caleg yang stress karena kalah sudah terisi oleh beberapa orang.
Witarsa, seorang caleg dari parpol PD di Kota
Cirebon, menyiram tubuhnya yang masih berpakaian lengkap dengan jas warna khas
PD dengan air beberapa ember. Tempat penyembuhannya bukanlah rumah sakit yang
dia percayai, malah ke rumah seorang kiai guru mengaji. Langkah keliru Witarsa yang
pertama diikuti dengan langkah keliru kedua, ketiga, keempat, dst.
Ada caleg yang kabur dari kediamannya untuk
menghindar dari tagihan rekan karena dia banyak berutang kepada rekannya dan
dia tidak menepati janjinya.
Ada seorang caleg yang menangis terus-terusan
sampai beberapa hari sejak dia dinyatakan tidak lolos. Dia menangisi
kekalahannya.
Ada caleg yang bertingkah laku seperti orang
lupa ingatan.
Bukan cerita kosong, ada caleg gagal yang
mencoba bunuh diri.
Caleg dungu itu akan ditemani oleh
iblis/setan dari awal hingga akhir. Setan tidak akan pernah berhenti membujuk,
merayu, dan menggoda manusia. Bujukan yang paling indah tetapi berbahaya bagi
manusia adalah agar manusia lari dari kenyataan, lari dari agama, lari dari
Allah.
“Sudahlah, Mas/Mbak. Agar Mas/Mbak bebas dari
utang, bebas dari tagihan, bebas dari penderitaan, mendingan Mas/Mbak bunuh
diri saja. Allah akan lebih cepat ketemu dengan Mas/Mbak!” begitu kira-kira
kalimat buju rayu setan kepada caleg dungu yang kalah dan tidak istiqomah.
Masih mendingan kalau keluarga yang peduli
membawanya ke psikiater atau ke rumah sakit jiwa.
Begitulah kisah perjalanan hidup para caleg
dungu (dongo) yang tidak suka beramal saleh tetepi justru lebih suka beramal
salah.
Allah memberi reward orang yang beramal
saleh, setiap butir amal salehnya dengan reward sepuluh kali lipat.
Allah mengganjar punishment (hukuman) bagi
orang yang beramal salah, setiap butir amal salahnya hanya satu butir saja,
tidak dilipatgandakan.
Allah amat menyayangi hamba-Nya dan Allah
tidak menzalimi hamba-Nya sedikit pun.
Baca dan simak QS 6: 160.
Kembalilah kepada Allah karena Dia
mengantarkan kita kepada kedamaian, keselamatan, dan sorga yang penuh
kenikmatan.
Jauhilah setan karena setan membawa kita
kepada kesengsaraan, siksa, dan neraka jahanam yang menyala-nyala.
Selamat dan sukses untuk para legislator yang
akan segera mengisi rumah rakyat di gedung dewan. Pertahankan kecerdasan dan
tegakkan amal saleh dan hindari jauh-jauh amal salah.
Insya Allah rakyat Indonesia bersama Anda dan
Allah menjadi pelindung.
Amin.
Jakarta, 11 April 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar