Jumat, 11 April 2014

AMAL SALEH DAN AMAL SALAH PARA CALEG





AMAL SALEH DAN AMAL SALAH PARA CALEG
Caleg cerdas mendapat reward dan caleg dungu mendapat punishment
Amal saleh
Amal saleh (amalun shalihun) atau amal baik itu adalah amal yang diperintahkan oleh Allah untuk dilakukan (mesti, harus, kudu, wajib) oleh manusia.
Akan tetapi tidak semua manusia taat, tunduk, dan patuh kepada perintah Allah ini. Sebagian besar dari manusia justru menjadi kafir (pembangkang) terhadap Allah dan segala perintah-Nya.
Sebagian kecil saja dari milyaran jiwa manusia yang hidup yang taat, tunduk, dan patuh kepada perintah Allah ini, yakni orang-orang yang muhsin (beriman dan beramal saleh) dan muttaqin (orang yang bertakwa) saja yang taat, tunduk, dan patuh kepada perintah Allah ini.
Orang-orang yang tergolong muhsin dan muttaqin selalu mengisi hidupnya dengan aktifitas hidup yang baik dan bermanfaat, yang kita sebut sebagai amal saleh.
Caleg cerdas dan amal saleh
Hasil perhitungan aktifitas nasional ileg 2014 (9 April) melalui metode quick count sudah dapat kita ketahui bersama. Parpol pemenang Pileg 2014 ala quick count ranking teratas sampai nomor buncit sudah dipublikan secara massal. Selamat untuk parpol pemenang Pileg 2014. Akan tetapi yang paling penting adalah ucapan selamat untuk seluruh rakyat Indonesia yang telah melakukan kewajiban, memberi suaranya yang paling perharga.
Secara khusus, ucapan selamat harus kita sampaikan kepada semua caleg yang lolos menuju kursi DPRD, DPR, dan DPD.
Berbasis husnuz zhon (baik sangka), mereka dipilih oleh rakyat (tanda gambarnya dicoblos) karena mereka dikenal sebagai tokoh atau sosok yang berintegritas, berkarakter, berakhlak baik, dan dekat dengan rakyat dalam kesehariannya. Juga sosok yang bekerja dengan baik di lingkungan tempat bekerja atau di mana saja dia berada. Segala aktifitasnya terpantau dan hasil pekerjaannya bermanfaat untuk orang banyak. Rakyatlah yang paling tahu sosoknya dan segala kiprahnya.
Kiprahnya yang bermanfaat bagi orang banyak sepanjang waktu bersama rakyat, itulah sebenarnya modal utama seorang caleg yang lolos menjadi legislator sekaligus wakil rakyat. Modal kepercayaan rakyat ini jauh lebih besar nilainya dan lebih lantang gaungnya dari materi kebendaan apa pun.
Apa artinya?
Dia tak perlu menguras uang simpanannya/tabungannya sampai tuntas untuk menyetor ke parpolnya, memodali kampanyenya, atau menyuap rakyat pemilih untuk memilihnya.
Dia tidak perlu pinjam uang ke sana ke mari untuk menutupi kekurangan dana untuk keperluannya berkampanye, misalnya mendanai orang-orang yang menjadi sukarelawan atau tim suksesnya.
Dia tidak perlu blusukan ke sana ke mari di dapilnya untuk pamer wajah dan umbar kartu nama atau identitas. Toh dia sudah dikenal dan tenar tanpa harus blusukan.
Dia tidak akan menyiapkan uang dalam jumlah sekian-sekian dalam amplop untuk membayari rakyat pemilih.
Dia tidak melakukan opereasi tengah malam atau serangan subuh atau serbuan fajar dengan mendistribusikan sembako, kerudung, sajadah, atau baju koko.
Dia tidak butuh setor muka rajin sekali salat berjamaah, menjadi makmum, menjadi imam, atau penceramah dadakan, rajin jagongan, dan tiba-tiba suka mentraktir tetangga sekampung di balai desa selama beberapa hari.
Uangnya dimanfaatkan seperlunya.
Tenaga, waktu, dan pemikirannya selalu muncul dan bermanfaat bagi rakyat karena sehari-harinya bersama rakyat.
Rakyat pemilih amat mengenalnya. Dia caleg yang saleh dan beramal saleh.
Rakyat mendapuknya sebagai sosok tokoh, dan dia sosok yang layak untuk dipilih, dan rakyat pun mencoblos tanda gambarnya.
Dia pun, insya Allah, akan melenggang ke gedung dewan menjadi wakil rakyat  selama lima tahun. Dia menjadi wakil rakyat yang berjuang untuk rakyat, dan bukan atasan apa lagi majikan rakyat.
Itulah wujud reward (penghargaan, penghormatan) dari rakyat sebuah negeri untuk caleg yang beramal saleh.
Caleg yang santun berintegritas dan rakyat yang cerdas itu berkorelasi positif di alam demokrasi.

Caleg dungu (Betawi: dongo) dan amal salah
Ciri khas caleg dungu itu adalah, pertama: ambisius.
Caleg yang ambisius itu (sangat amat berambisi) sering bertindak di luar logika akal sehat. Dia tidak berpikir dan bertindak realistis, misalnya: dia punya uang sangat banyak, harta benda melimpah, jabatan bagus, dan lain-lain kepemilikan yang tidak dimiliki orang lain.
Ternyata semua itu belum cukup baginya. Dia masih kepingin menjadi wakil rakyat yang terhormat karena jabatan itu yang belum dia peroleh. Kebutuhan akan aktualiasasi diri (self-actualization) sebagai wakil rakyat harus diraih di dalam genggaman. Apa pun dan bagaimana pun caranya, dia akan lakukan demi memenuhi ambisinya
Sifat ambisius itu mengalahkan semua logika akal sehat dan tindakan.
Dia gelontorkan uang untuk membayar upeti ke parpol, membayar tim sukses, mendanai kampanye, menyuap petugas, atau membayar rakyat pemilih bak kelakuan sinterklas; membayar ajimat, cincin, keris, dan mantra-mantra dari dukun, serta membayar uang mahar jutaan rupiah untuk dukun.
(Dia tidak peduli uang dan harta benda habis terkuras. Toh kalau sudah menjadi anggota dewan dana anggaran bisa dibahas dan rakyat bisa diperas. Duit masuk kantong mengalir lebih deras. Politik transaksional dan jurus aji mumpung akan dikeluarkan.)
Ciri khas kedua: rame ing pamrih, sepi ing gawe (besar pamrih, sedikit bekerja).
Dia bekerja keras kalau pamrihnya besar. Dia bekerja asal-asalan kalau pamrihnya tidak seberapa. Dia enggan bekerja kalau tak ada pamrih. Yang paling menyakirkan, dia tidak pernah melakukan apa-apa, tetapi selalu berharap pamrih. Gajinya mao, kerjanya ogah. Makan mao yang enak-enak, kerjaan ditolak.
Ciri khas ketiga: tidak pede; pasrah bongko’an; pasrah ing pandum.
Caleg yang bekerja dan berjuang setengah hati. Tidak memiliki fighting spirit dalam survive/survival of the fittest; Jantan tidak, betina pun bukan; Jadi, ya syukur Alhamdulillah, tidak jadi, ya, nggak apa-apa; Gimana yang “Di atas aja deh!”
Ciri khas keempat: over-confident (kebangetan pedenya).
Caleg yang pede abis! Dia telah melakukan semua aktifitas yang terkait dengan pencalegannya. Uang sudah digelontorkan; punya tim sukses dan korlap yang bagus; punya parpol pendukung yang kuat; elektabilitasnya sebagai caleg sudah signifikan; komunikasi sudah dibangun; serangan fajar dengan senjata uang dan sembako sudah dilakukan; doa tidak kurang-kurang dipanjatkan.
“Pastilah aku lolos ke gedung dewan!” ujarnya mantap.
Ciri khas kelima: over-expectation;  utopis (kebangetan gede mengharap).
Harapan yang digantungnya ketinggian, kejauhan, dan keluasan. Dia membesarkan takwil mimpi namun menafikan realitas yang ada di tengah masyarakat. Dia sudah merasa berada di gedung dewan sebagai legislator. Dia sudah merasa duduk di kursi dewan sebagai anggota komisi dari sebuah fraksi. Semua yang dia lihat itu indah, menggairahkan, dan menyenangkan.
Dia selalu melihat dan membesarkan seolah-olah tetapi tidak menguatkan olah pikir, olah rasa, olah raga, dan olah cipta.
Ciri khas keenam: tidak istiqomah.
Caleg yang tidak istiqomah itu tidak tahan akan ujian; tidak tahan banting; dia siap menang tetapi tidak siap kalah; Dia bisa tertawa terbahak-bahak ketika menang, tetapi sangat cengeng dan menangis sejadi-jadinya jika dia kalah. Dia bangga sekali ketika menang tetapi dia stress dan ambruk terpuruk jika dia kalah. Dia menepuk dada dengan bangga ketika dia menang tetapi jika kalah dia akan menumbuk atau membenturkan kepalanya ke dinding.
Mau lihat bukti para caleg yang beramal salah dan kalah usai Pileg 9 April 2014 yang baru saja berlalu?
Rumah sakit yang menyediakan beberapa ruang khusus perawatan bagi caleg yang stress karena kalah sudah terisi oleh beberapa orang.
Witarsa, seorang caleg dari parpol PD di Kota Cirebon, menyiram tubuhnya yang masih berpakaian lengkap dengan jas warna khas PD dengan air beberapa ember. Tempat penyembuhannya bukanlah rumah sakit yang dia percayai, malah ke rumah seorang kiai guru mengaji. Langkah keliru Witarsa yang pertama diikuti dengan langkah keliru kedua, ketiga, keempat, dst.
Ada caleg yang kabur dari kediamannya untuk menghindar dari tagihan rekan karena dia banyak berutang kepada rekannya dan dia tidak menepati janjinya.
Ada seorang caleg yang menangis terus-terusan sampai beberapa hari sejak dia dinyatakan tidak lolos. Dia menangisi kekalahannya.
Ada caleg yang bertingkah laku seperti orang lupa ingatan.
Bukan cerita kosong, ada caleg gagal yang mencoba bunuh diri.
Caleg dungu itu akan ditemani oleh iblis/setan dari awal hingga akhir. Setan tidak akan pernah berhenti membujuk, merayu, dan menggoda manusia. Bujukan yang paling indah tetapi berbahaya bagi manusia adalah agar manusia lari dari kenyataan, lari dari agama, lari dari Allah.
“Sudahlah, Mas/Mbak. Agar Mas/Mbak bebas dari utang, bebas dari tagihan, bebas dari penderitaan, mendingan Mas/Mbak bunuh diri saja. Allah akan lebih cepat ketemu dengan Mas/Mbak!” begitu kira-kira kalimat buju rayu setan kepada caleg dungu yang kalah dan tidak istiqomah.
Masih mendingan kalau keluarga yang peduli membawanya ke psikiater atau ke rumah sakit jiwa.
Begitulah kisah perjalanan hidup para caleg dungu (dongo) yang tidak suka beramal saleh tetepi justru lebih suka beramal salah.
Allah memberi reward orang yang beramal saleh, setiap butir amal salehnya dengan reward sepuluh kali lipat.
Allah mengganjar punishment (hukuman) bagi orang yang beramal salah, setiap butir amal salahnya hanya satu butir saja, tidak dilipatgandakan.
Allah amat menyayangi hamba-Nya dan Allah tidak menzalimi hamba-Nya sedikit pun.
Baca dan simak QS 6: 160.
Kembalilah kepada Allah karena Dia mengantarkan kita kepada kedamaian, keselamatan, dan sorga yang penuh kenikmatan.
Jauhilah setan karena setan membawa kita kepada kesengsaraan, siksa, dan neraka jahanam yang menyala-nyala.
Selamat dan sukses untuk para legislator yang akan segera mengisi rumah rakyat di gedung dewan. Pertahankan kecerdasan dan tegakkan amal saleh dan hindari jauh-jauh amal salah.
Insya Allah rakyat Indonesia bersama Anda dan Allah menjadi pelindung.
Amin.
Jakarta, 11 April 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar