Minggu, 10 Februari 2013

Bahasa Indonesia dalam Dunia Politik dan Agama



BAHASA INDONESIA

Bahasa Indonesia dalam Dunia Politik dan Agama

Prahara Melanda Partai Demokrat
Kata prahara yang dipakai dalam judul tulisan ini merujuk kepada judul yang sama dengan yang saya lihat di layar tv. Judul ini mungkin agak bombastis tetapi tidak berlebihan jika dikaitkan dengan fakta obyektif yang terjadi terhadap Partai Demokrat (PD) selama dua tahun terakhir ini. Misalnya saja, saya sering mendengar ocehan Ruhut Poltak Sitompul (Ruhut), seorang anggota aktif PD, anggota DPP PD yang duduk sebagai Ketua Bidang Hukum dan Komunikasi, dan juga seorang legislator dari FPD yang duduk di Komisi III DPR. Ruhut dalam berbagai kesempatan diwawancarai awak media sering berceloteh mengibaratkan bahwa ibarat sebuah kapal besar yang sedang mengarungi samudera, PD itu sedang dilanda badai dan bakal tenggelam atau karam. Apa alasan Ruhut sampai mengeluarkan ocehan dan celotehan seperti itu serta apa solusi atau rekomendasi yang dia tawarkan untuk menyelamatkan kapal besar PD akan terjawab dengan membaca uraian saya dalam tulisan ini selanjutnya.
Ruhut menganalogkan PD sebagai sebuah kapal besar yang sedang berlayar di tengah samudera dan sedang mengalami hantaman badai yang siap-siap untuk karam. Penulis menganalogkan PD sebagai sebuah negeri mini (PD) yang diperintah oleh dua kepala pemerintahan, kepala pemerintahan yang besar  KB) dan kepala pemerintahan yang lebih kecil (KK). KB berdaulat penuh dan dipatuhi oleh seluruh rakyatnya. Dia merestui salah seorang kepercayaannya (KK) untuk memimpin dan memerintah sebagian rakyatnya yang paling setia agar sedia selalu mendukung program dan agenda KB demi kesejahteraan rakyat seluruhnya. KK mendapatkan legitimasi dan restu dari KB pun mulai bekerja. Sayang sekali, KK tidak selalu bekerja lurus dan istikomah seperti yang diinginkan KB. KK bertindak melenceng dan bahkan mencederai kepercayaan KB dan juga menorehkan goresan carut-marut di dalam negeri mini PD.
Rakyat negeri mini PD pun berteriak dan mengadukan perilaku KK yang sudah jauh melenceng dari cita-cita semula anak negeri mini PD.  KB pun menegur KK dengan cara halus seorang negarawan dan “Bapak”. KK mengamini di mulutnya, namun di hatinya punya rencana lain, intinya membangkang! Para kolega pun ikut memberi saran kepada KK agar patuh kepada komitmen PD dan loyalitas kepada KB. KK cuek bebek saja karena merasa dirinya juga punya “rakyat yang loyal”. Dampaknya negeri mini PD seperti sedang berada dalam kondisi “makar” dan sikap KK yang congkak itu seperti siap “mengudeta” KB. Negeri mini PD menuju prahara besar!
Negeri mini PD dalam analog ini adalah Partai Demokrat; KB adalah SBY sebagai Ketua Dewan Pembina PD; orang yang memiliki kekuasaan konstitusional paling tinggi dalam struktur organisasi PD; KK adalah Anas Urbaningrum, Ketua Umum PD yang merasa dirinya sudah cukup kuat sehingga sudah berani “melawan” SBY.

Prolog Prahara melanda PD
Masih terngiang-ngiang di telinga kita sebagian besar rakyat Indonesia yang melek politik, suara “tangisan, kicauan, dan nyanyian” Mohammad Nazaruddin, mantan Bendahara Umum PD, kawan, junior, kolega kerja, dan tentu saja anak buah yang amat loyal kepada Anas Urbaningrum yang ketua Umum PD untuk urusan menggelontorkan dana gede-gedean demi PD dan so pasti “memenangkan Anas Urbaningrum dalam Kongres dan juga menyenangkan hati” agar Anas Urbaningrum nyaman memimpin PD kesehariannya, tentu saja selama lima tahun (2010-2015).
Mohammad Nazaruddin yang loyal sangat itu terzalimi di PD (sekarang dia sedang menjalani masa tahanan sebagai terpidana kasus korupsi gede-gedean proyek Wisma Atlet Palembang dan Proyek P3OSN Hambalang). Loyalitasnya terhadap PD dan kesetiaannya kepada “boss” Anas Urbaningrum tak ada harganya sama sekali. Nazaruddin memang berdosa. Dia melakukan tindak pidana korupsi wisma atlet dan proyek Hambalang bernilai puluhan milyar rupiah (padahal sebagian duitnya dia gelontorkan demi kursinya Anas dan juga perintah Anas).  Dia menghilang bersama isterinya, Neneng Wahyuni (bersembunyi), bahkan sempat lari ke luar negeri (disuruh melarikan diri (?)) menghindari penangkapan oleh KPK. Para kolega di PD, semisal  Soetan Batugana dan Ruhut pun mengimbaunya agar segera muncul ke permukaan, di depan publik, dan secara jantan mempertanggungjawabkan perbuatannya di depan hukum. Nazaruddin tak tampak batang hidungnya, tetapi dia tetap berkomunikasi via sms dan bbm dengan orang-orang tertentu, misalnya dengan Iwan Piliang yang wartawan dan juga dengan OC Kaligis. Dia pun mencicit curhat kepada kedua orang itu dari jauh. Pelariannya sebagai buronan KPK berakhir di kota Cartagena, Columbia. Dia ditangkap oleh petugas Interpol dan kemudian dibawa kembali ke tanah air. Dia “dikandangkan” di sel dengan sangkaan melakukan tindak pidana korupsi.
Tangisan” Nazaruddin
Nazaruddin mulanya menunjukkan penyesalan dan kesedihan yang mendalam. Dia “mengemis” dengan bersurat kepada SBY, baik SBY dalam kapasitas sebagai Presiden RI, maupun kapasitas SBY Ketua Dewan Pembina PD. Dia minta keadilan, perlindungan untuk keselamatan anak dan istrinya, walau dia harus dihukum. Di menangis dan kita pun mendengar “tangisannya”. Dia amat percaya kepada sosok SBY yang santun dan penyayang. Dia mengeluarkan tangisan karena kekhawatiran akan keselamatan anak isterinya (patut diduga ada pihak tertentu yang menebar teror ancaman). Dia yang paling tahu mengapa dia mengemis itu. Khalayak pun akhirnya tahu pula.
“Kicauan” Nazaruddin
Zaman dulu, kata kicauan hanya diperuntukkan bagi  burung pengicau: nuri, kutilang, cucakrawa, dan anis. Zaman modern, kata kicau menjadi milik manusia juga. Dalam dunia internet, di jejaring sosial, sudah terpasang jejaring twitter (English) yang artinya cicit atau kicauan (twitter digunakan untuk curhat atau menyampaikan opini, komentar, atau isi hati pemiliknya).
Nazaruddin tidak mau kalah dengan burung nuri atau kutilang atau cucakrawa. Di balik terali besi Rutan Brimob Kelapadua, atau sembari (sambil) duduk sopan di muka hakim pengadilan, baik sebagai saksi maupun sebagai terdakwa kasus korupsi, dia pun berkicau dengan lantang menghentak telinga dan hati orang-orang tertentu maupun khalayak hingga terhenyak. Kicauannya, dia melakukan korupsi demi kursinya sendiri dan kursi “tahta Ketua Umum PD” yang dia bayarkan tunai ketika Kongres PD di Bandung, 2010. Uang hasil korupsi itu dia gunakan untuk memenangkan Anas Urbaningrum sebagai Ketua Umum terpilih. Dia mengulang kalimat-kalimat yang sama di mana-mana dan pada berbagai kesempatan. Dia melakukan korupsi adalah  benar adanya, tetapi dia tidak mengorupsi sendirian. Dia juga menyebut nama Angelina Sondakh dan Andi Mallarangeng sebagai rekan pelaku korupsi berjamaah. Kicauannya yang lantang itu menohok ulu hati orang-orang yang namanya dikicaukan dalam kicauannya.
Nyanyian” Nazaruddin
The song, not the singer!
Nazaruddin bernyanyi? Ah, nggaklah! Nazaruddin memang bukan penyanyi (really, he is not a singer!) Itu tidak penting lah yaw! Lalu apanya yang dianggap penting dari sosok Nazaruddin dalam topik kita kali ini?
Sesudah berkicau dalam “kicauan” lantang, Nazaruddin mulai menuai hasil dari kicauannya. Angelina Sondakh teman korupsinya menyusul dia menjadi penghuni jeruji besi. Andi Mallarangeng pun harus terjungkal dari kursi empuk Menpora karena kicauannya yang bak “mantra sakti”.
Kicauan dilanjutkannya dengan nyanyian. Tentu nyanyian manusia, sejelek apa pun suara manusia, rekayasa media dan sound system atau lips sync ala Beyonce Knowles di Gedung Putih ketika pelantikan Obama sebagai Presiden USA kali kedua, Januari 2013, bisa membantu memerdukan suara yang sember sekali pun!
Angeliina Sondakh dan Andi Mallarangeng bagi Nazaruddin adalah target antara. Target man (target utama) bidikan Nazaruddin adalah Anas Urbaningrum. Nazaruddin sakit hati bukan kepalang karena Anas Urbaningrum mengatakan dia berhalusinasi dan mengigau/meracau dengan bahasa sarkastis.  “Nyanyian” itu diperdengarkan berulang-ulang, dari hari ke hari, waktu ke waktu, bulan ke bulan, sampai tahun 2012 berganti ke tahun 2013.
Nazaruddin cukup berhasil dengan perjuangannya melalui “nyanyian”. Target utama, Anas Urbaningrum memang belum tersentuh KPK dengan status tersangka. Akan tetapi secara etika dan moral, nama Anas sudah hancur. Dampaknya adalah elektabilitas PD sebagai the ruling party anjlog nyaris ke titik nadir. Lembaga survei pemilu semisal SMRC-nya Syaiful Mujani menempatkan PD  di luar lima besar karena perolehan keterpilihan/elektabilitasnya cuma 8,3%. Khalayak pun makin cerdas, bahwa PD tak lagi layak untuk diminati karena Anas Urbaningrum yang Ketua Umum adalah orang yang patut disangkakan melakukan korupsi megaproyek Hambalang. Khalayak takkan begitu mudah memilah mana PD mana Anas Urbaningrum. Petinggi PD disangkakan korupsi, ya, sami mawon PD parpol korupsi jugalah!
PD carut-marut dan sengkarut
Carut-marut adalah kelas kata nomina yang artinya segala coreng-moreng karena bekas goresan yang tidak karuan.
sengkarut, kelas kata verba, menurut KBBI (2008:1272) artinya: 1. berjalin-jalin lilit-melilit (tentang akar, tali, dan sebagainya); 2. banyak seluk-beluknya; kait-berkait; 3. verba taktransitif artinya tidak keruan (tentang percakapan, obrolan, cerita, dan sebagainya); tidak menentu.
PD carut-marut dan sengkarut. Itulah kata yang pantas untuk ditujukan kepada kondisi PD dalam dua tahun terakhir ini. SBY sebagai penggagas dan pendiri PD sudah berbuat banyak selama ini. Segala upaya telah dilakukan demi kekokohan PD agar lasting its existence. Curhat, ajakan, imbauan, diskusi, dll. sampai sindiran atau teguran keras dilakukan untuk para kader partainya. Bahkan SBY ketika berumrah bersama Ibu Negara, masih sempat mengirim SMS kepada para petinggi PD yang notabene adalah kawan seperjuangan, agar berdoa kepada Allah agar PD dapat terhindar dari carut-marut dan sengkarut politik. SBY galau!
Puncaknya, usai berumrah, bertempat di Puri Cikeas, Jumat, 8 Februari 2013,SBY mengundang semua kolega petinggi PD, para anggota wanbin, wanhat, dan pengurus DPP PD, untuk datang ke rumah kediamannya. SBY mengantarkan pidatonya dengan suara yang datar, menaik, dan kemudian mengeras tegas!
Inti pidatonya malam itu, SBY mengambil alih kepemimpinan DPP dan penyelenggaraan PD, serta memberi kesempatan kepada Anas Urbaningrum untuk fokus mengurus dugaan carut-marut goresan yang hampir menjadi borok dan sengkarut lilitan hukum yang sedang menimpanya. Anas Urbaningrum memang tidak dicopot sebagai Ketua Umum PD, tetapi kekuasaannya dibatasi alias “dipreteli”.
Carut-marut dan sengkarut yang menimpa PD sampai kepada fakta obyektif elektabilitas yang merosot dari angka 21% meluncur turun terjun bebas ke angka 8% adalah dampak “dosa” Anas Urbaningrum yang masih “digantung” oleh KPK. Kata Jubir KPK, Johan Budi, tak ada niat KPK menggantung-gantung kasus Anas. KPK tidak serta-merta bertindak menyidik Anas lantaran kekuasaan Anas dipreteli. KPK bekerja berdasarkan hukum, bukan karena peristiwa politik.
“Tangisan, kicauan, dan nyanyian” Nazaruddin yang dizalimi: dipecat dari PD, dicopot dari kursi bendahara umum, dicopot dari DPR, dan kemudian dibui berwujud balasan yang setimpal darinya terhadap Anas Urbaningrum adalah menjadikan drama atau opera politik dengan tumbalnya elektabilitas PD yang berubah menjadi partai gurem.
Sebagai bahan muhasabah dan refleksi bagi para petinggi PD dan semua orang yang cinta kepada kejujuran dan kebenaran, saya petik wahyu Allah dalam QS 6: 164, yang artinya:
... Setiap perbuatan dosa seseorang, dirinya sendiri yang bertanggung jawab. Dan seseorang tidak akan memikul beban dosa orang lain ....
Ruhut berkata benar. Sarannya konstruktif untuk eksistensi PD. Katanya, “Anas Urbaningrum, mundurlah!” Carut-marut dan sengkarut di tubuh PD tak bisa dipisahkan dari sosok Anas Urbaningrum yang namanya selalu muncul dalam kicauan dan nyanyian Nazaruddin.
Unzur maa qaala, wa laa tanzur man qaala. (perhatikan “apa” isi perkataan yang terlontar, abaikan dulu “siapa” yang melontarkan perkataan).
Kita tak begitu mengenal sosok seorang Luqmanul Hakim kecuali sedikit saja, yaitu bahwa dia hanyalah seorang budak berkulit hitam. akan tetapi, Allah Swt. mewahyukan Quran kepada Nabi saw tentang nasihat-nasihat Lukman kepada anaknya melalui salah satu surat dalam Quran yang mengabadikan namanya, yaitu QS Luqman (31) pada ayat-ayat 12 s.d. 17. Betapa luhur nilai nasihatnya!
The song, not the singer! (dengarkan dan simak”syair lagu” yang dilantunkan, abaikan “siapa” si penyanyi yang melantunkan nyanyian).
Kita boleh saja memandang sebelah mata kepada sosok seorang Stevie Wonder yang tunanetra, tetapi dengarlah suara emasnya tatkala dia melantunkan lagu-lagu, very wonderful!


Jakarta, 10 Februari 2013


Tidak ada komentar:

Posting Komentar