BAHASA INDONESIA
Bahasa
Indonesia dalam Dunia Politik dan Agama
Prahara Melanda
Partai Demokrat
Kata
prahara yang dipakai dalam judul tulisan ini merujuk kepada judul yang sama
dengan yang saya lihat di layar tv. Judul ini mungkin agak bombastis tetapi
tidak berlebihan jika dikaitkan dengan fakta obyektif yang terjadi terhadap
Partai Demokrat (PD) selama dua tahun terakhir ini. Misalnya saja, saya sering
mendengar ocehan Ruhut Poltak Sitompul (Ruhut), seorang anggota aktif PD,
anggota DPP PD yang duduk sebagai Ketua Bidang Hukum dan Komunikasi, dan juga
seorang legislator dari FPD yang duduk di Komisi III DPR. Ruhut dalam berbagai
kesempatan diwawancarai awak media sering berceloteh mengibaratkan bahwa ibarat
sebuah kapal besar yang sedang mengarungi samudera, PD itu sedang dilanda badai
dan bakal tenggelam atau karam. Apa alasan Ruhut sampai mengeluarkan ocehan dan
celotehan seperti itu serta apa solusi atau rekomendasi yang dia tawarkan untuk
menyelamatkan kapal besar PD akan terjawab dengan membaca uraian saya dalam
tulisan ini selanjutnya.
Ruhut menganalogkan PD sebagai sebuah kapal
besar yang sedang berlayar di tengah samudera dan sedang mengalami hantaman
badai yang siap-siap untuk karam. Penulis menganalogkan PD sebagai sebuah
negeri mini (PD) yang diperintah oleh dua kepala pemerintahan, kepala
pemerintahan yang besar KB) dan kepala
pemerintahan yang lebih kecil (KK). KB berdaulat penuh dan dipatuhi oleh
seluruh rakyatnya. Dia merestui salah seorang kepercayaannya (KK) untuk
memimpin dan memerintah sebagian rakyatnya yang paling setia agar sedia selalu
mendukung program dan agenda KB demi kesejahteraan rakyat seluruhnya. KK
mendapatkan legitimasi dan restu dari KB pun mulai bekerja. Sayang sekali, KK
tidak selalu bekerja lurus dan istikomah seperti yang diinginkan KB. KK
bertindak melenceng dan bahkan mencederai kepercayaan KB dan juga menorehkan
goresan carut-marut di dalam negeri mini PD.
Rakyat negeri mini PD pun berteriak dan
mengadukan perilaku KK yang sudah jauh melenceng dari cita-cita semula anak
negeri mini PD. KB pun menegur KK dengan
cara halus seorang negarawan dan “Bapak”. KK mengamini di mulutnya, namun di
hatinya punya rencana lain, intinya membangkang! Para kolega pun ikut memberi
saran kepada KK agar patuh kepada komitmen PD dan loyalitas kepada KB. KK cuek
bebek saja karena merasa dirinya juga punya “rakyat yang loyal”. Dampaknya
negeri mini PD seperti sedang berada dalam kondisi “makar” dan sikap KK yang
congkak itu seperti siap “mengudeta” KB. Negeri mini PD menuju prahara besar!
Negeri mini PD dalam analog ini adalah Partai
Demokrat; KB adalah SBY sebagai Ketua Dewan Pembina PD; orang yang memiliki
kekuasaan konstitusional paling tinggi dalam struktur organisasi PD; KK adalah
Anas Urbaningrum, Ketua Umum PD yang merasa dirinya sudah cukup kuat sehingga
sudah berani “melawan” SBY.
Prolog
Prahara melanda PD
Masih terngiang-ngiang di telinga kita
sebagian besar rakyat Indonesia yang melek politik, suara “tangisan, kicauan,
dan nyanyian” Mohammad Nazaruddin, mantan Bendahara Umum PD, kawan, junior,
kolega kerja, dan tentu saja anak buah yang amat loyal kepada Anas Urbaningrum
yang ketua Umum PD untuk urusan menggelontorkan dana gede-gedean demi PD dan so
pasti “memenangkan Anas Urbaningrum dalam Kongres dan juga menyenangkan hati”
agar Anas Urbaningrum nyaman memimpin PD kesehariannya, tentu saja selama lima
tahun (2010-2015).
Mohammad Nazaruddin yang loyal sangat itu
terzalimi di PD (sekarang dia sedang menjalani masa tahanan sebagai terpidana
kasus korupsi gede-gedean proyek
Wisma Atlet Palembang dan Proyek P3OSN Hambalang). Loyalitasnya terhadap PD dan
kesetiaannya kepada “boss” Anas Urbaningrum tak ada harganya sama sekali.
Nazaruddin memang berdosa. Dia melakukan tindak pidana korupsi wisma atlet dan
proyek Hambalang bernilai puluhan milyar rupiah (padahal sebagian duitnya dia
gelontorkan demi kursinya Anas dan juga perintah Anas). Dia menghilang bersama isterinya, Neneng
Wahyuni (bersembunyi), bahkan sempat lari ke luar negeri (disuruh melarikan
diri (?)) menghindari penangkapan oleh KPK. Para kolega di PD, semisal Soetan Batugana dan Ruhut pun mengimbaunya
agar segera muncul ke permukaan, di depan publik, dan secara jantan
mempertanggungjawabkan perbuatannya di depan hukum. Nazaruddin tak tampak
batang hidungnya, tetapi dia tetap berkomunikasi via sms dan bbm dengan
orang-orang tertentu, misalnya dengan Iwan Piliang yang wartawan dan juga dengan
OC Kaligis. Dia pun mencicit curhat kepada kedua orang itu dari jauh. Pelariannya
sebagai buronan KPK berakhir di kota Cartagena, Columbia. Dia ditangkap oleh
petugas Interpol dan kemudian dibawa kembali ke tanah air. Dia “dikandangkan”
di sel dengan sangkaan melakukan tindak pidana korupsi.
“Tangisan”
Nazaruddin
Nazaruddin mulanya menunjukkan penyesalan dan
kesedihan yang mendalam. Dia “mengemis” dengan bersurat kepada SBY, baik SBY
dalam kapasitas sebagai Presiden RI, maupun kapasitas SBY Ketua Dewan Pembina
PD. Dia minta keadilan, perlindungan untuk keselamatan anak dan istrinya, walau
dia harus dihukum. Di menangis dan kita pun mendengar “tangisannya”. Dia amat
percaya kepada sosok SBY yang santun dan penyayang. Dia mengeluarkan tangisan
karena kekhawatiran akan keselamatan anak isterinya (patut diduga ada pihak
tertentu yang menebar teror ancaman). Dia yang paling tahu mengapa dia mengemis
itu. Khalayak pun akhirnya tahu pula.
“Kicauan”
Nazaruddin
Zaman dulu, kata kicauan hanya diperuntukkan bagi
burung pengicau: nuri, kutilang, cucakrawa, dan anis. Zaman modern, kata
kicau menjadi milik manusia juga. Dalam dunia internet, di jejaring sosial,
sudah terpasang jejaring twitter
(English) yang artinya cicit atau kicauan (twitter
digunakan untuk curhat atau menyampaikan opini, komentar, atau isi hati
pemiliknya).
Nazaruddin tidak mau kalah dengan burung nuri
atau kutilang atau cucakrawa. Di balik terali besi Rutan Brimob Kelapadua, atau
sembari (sambil) duduk sopan di muka hakim pengadilan, baik sebagai saksi
maupun sebagai terdakwa kasus korupsi, dia pun berkicau dengan lantang
menghentak telinga dan hati orang-orang tertentu maupun khalayak hingga
terhenyak. Kicauannya, dia melakukan korupsi demi kursinya sendiri dan kursi
“tahta Ketua Umum PD” yang dia bayarkan tunai ketika Kongres PD di Bandung,
2010. Uang hasil korupsi itu dia gunakan untuk memenangkan Anas Urbaningrum
sebagai Ketua Umum terpilih. Dia mengulang kalimat-kalimat yang sama di
mana-mana dan pada berbagai kesempatan. Dia melakukan korupsi adalah benar adanya, tetapi dia tidak mengorupsi sendirian.
Dia juga menyebut nama Angelina Sondakh dan Andi Mallarangeng sebagai rekan
pelaku korupsi berjamaah. Kicauannya yang lantang itu menohok ulu hati
orang-orang yang namanya dikicaukan dalam kicauannya.
“Nyanyian”
Nazaruddin
The
song, not the singer!
Nazaruddin bernyanyi? Ah, nggaklah! Nazaruddin memang bukan penyanyi (really, he is not a singer!) Itu tidak
penting lah yaw! Lalu apanya yang dianggap
penting dari sosok Nazaruddin dalam topik kita kali ini?
Sesudah berkicau dalam “kicauan” lantang,
Nazaruddin mulai menuai hasil dari kicauannya. Angelina Sondakh teman
korupsinya menyusul dia menjadi penghuni jeruji besi. Andi Mallarangeng pun harus
terjungkal dari kursi empuk Menpora karena kicauannya yang bak “mantra sakti”.
Kicauan dilanjutkannya dengan nyanyian. Tentu
nyanyian manusia, sejelek apa pun suara manusia, rekayasa media dan sound system atau lips sync ala Beyonce Knowles di Gedung Putih ketika pelantikan Obama
sebagai Presiden USA kali kedua, Januari 2013, bisa membantu memerdukan suara
yang sember sekali pun!
Angeliina Sondakh dan Andi Mallarangeng bagi
Nazaruddin adalah target antara. Target
man (target utama) bidikan Nazaruddin adalah Anas Urbaningrum. Nazaruddin
sakit hati bukan kepalang karena Anas Urbaningrum mengatakan dia berhalusinasi
dan mengigau/meracau dengan bahasa sarkastis.
“Nyanyian” itu diperdengarkan berulang-ulang, dari hari ke hari, waktu
ke waktu, bulan ke bulan, sampai tahun 2012 berganti ke tahun 2013.
Nazaruddin cukup berhasil dengan
perjuangannya melalui “nyanyian”. Target utama, Anas Urbaningrum memang belum
tersentuh KPK dengan status tersangka. Akan tetapi secara etika dan moral, nama
Anas sudah hancur. Dampaknya adalah elektabilitas PD sebagai the ruling party anjlog nyaris ke titik
nadir. Lembaga survei pemilu semisal SMRC-nya Syaiful Mujani menempatkan
PD di luar lima besar karena perolehan
keterpilihan/elektabilitasnya cuma 8,3%. Khalayak pun makin cerdas, bahwa PD
tak lagi layak untuk diminati karena Anas Urbaningrum yang Ketua Umum adalah
orang yang patut disangkakan melakukan korupsi megaproyek Hambalang. Khalayak
takkan begitu mudah memilah mana PD mana Anas Urbaningrum. Petinggi PD
disangkakan korupsi, ya, sami mawon
PD parpol korupsi jugalah!
PD carut-marut dan sengkarut
Carut-marut adalah kelas kata
nomina yang artinya segala coreng-moreng karena bekas goresan yang tidak
karuan.
sengkarut, kelas kata verba, menurut KBBI (2008:1272) artinya: 1.
berjalin-jalin lilit-melilit (tentang akar, tali, dan sebagainya); 2. banyak
seluk-beluknya; kait-berkait; 3. verba taktransitif artinya tidak keruan
(tentang percakapan, obrolan, cerita, dan sebagainya); tidak menentu.
PD carut-marut dan sengkarut. Itulah kata
yang pantas untuk ditujukan kepada kondisi PD dalam dua tahun terakhir ini. SBY
sebagai penggagas dan pendiri PD sudah berbuat banyak selama ini. Segala upaya
telah dilakukan demi kekokohan PD agar lasting
its existence. Curhat, ajakan, imbauan, diskusi, dll. sampai sindiran atau
teguran keras dilakukan untuk para kader partainya. Bahkan SBY ketika berumrah
bersama Ibu Negara, masih sempat mengirim SMS kepada para petinggi PD yang
notabene adalah kawan seperjuangan, agar berdoa kepada Allah agar PD dapat
terhindar dari carut-marut dan sengkarut politik. SBY galau!
Puncaknya, usai berumrah, bertempat di Puri
Cikeas, Jumat, 8 Februari 2013,SBY mengundang semua kolega petinggi PD, para
anggota wanbin, wanhat, dan pengurus DPP PD, untuk datang ke rumah kediamannya.
SBY mengantarkan pidatonya dengan suara yang datar, menaik, dan kemudian
mengeras tegas!
Inti pidatonya malam itu, SBY mengambil alih
kepemimpinan DPP dan penyelenggaraan PD, serta memberi kesempatan kepada Anas
Urbaningrum untuk fokus mengurus dugaan carut-marut goresan yang hampir menjadi
borok dan sengkarut lilitan hukum yang sedang menimpanya. Anas Urbaningrum
memang tidak dicopot sebagai Ketua Umum PD, tetapi kekuasaannya dibatasi alias
“dipreteli”.
Carut-marut dan sengkarut yang menimpa PD
sampai kepada fakta obyektif elektabilitas yang merosot dari angka 21% meluncur
turun terjun bebas ke angka 8% adalah dampak “dosa” Anas Urbaningrum yang masih
“digantung” oleh KPK. Kata Jubir KPK, Johan Budi, tak ada niat KPK
menggantung-gantung kasus Anas. KPK tidak serta-merta bertindak menyidik Anas
lantaran kekuasaan Anas dipreteli. KPK bekerja berdasarkan hukum, bukan karena
peristiwa politik.
“Tangisan, kicauan, dan nyanyian” Nazaruddin
yang dizalimi: dipecat dari PD, dicopot dari kursi bendahara umum, dicopot dari
DPR, dan kemudian dibui berwujud balasan yang setimpal darinya terhadap Anas
Urbaningrum adalah menjadikan drama atau opera politik dengan tumbalnya
elektabilitas PD yang berubah menjadi partai gurem.
Sebagai bahan muhasabah dan refleksi bagi para petinggi PD dan semua orang yang
cinta kepada kejujuran dan kebenaran, saya petik wahyu Allah dalam QS 6: 164,
yang artinya:
... Setiap perbuatan dosa seseorang, dirinya
sendiri yang bertanggung jawab. Dan seseorang tidak akan memikul beban dosa
orang lain ....
Ruhut berkata benar. Sarannya konstruktif
untuk eksistensi PD. Katanya, “Anas Urbaningrum, mundurlah!” Carut-marut dan
sengkarut di tubuh PD tak bisa dipisahkan dari sosok Anas Urbaningrum yang
namanya selalu muncul dalam kicauan dan nyanyian Nazaruddin.
Unzur
maa qaala, wa laa tanzur man qaala. (perhatikan “apa” isi perkataan yang
terlontar, abaikan dulu “siapa” yang melontarkan perkataan).
Kita tak begitu mengenal sosok seorang
Luqmanul Hakim kecuali sedikit saja, yaitu bahwa dia hanyalah seorang budak
berkulit hitam. akan tetapi, Allah Swt. mewahyukan Quran kepada Nabi saw
tentang nasihat-nasihat Lukman kepada anaknya melalui salah satu surat dalam
Quran yang mengabadikan namanya, yaitu QS Luqman (31) pada ayat-ayat 12 s.d.
17. Betapa luhur nilai nasihatnya!
The
song, not the singer! (dengarkan dan simak”syair lagu” yang dilantunkan, abaikan
“siapa” si penyanyi yang melantunkan nyanyian).
Kita boleh saja memandang sebelah mata kepada
sosok seorang Stevie Wonder yang tunanetra, tetapi dengarlah suara emasnya
tatkala dia melantunkan lagu-lagu, very wonderful!
Jakarta, 10 Februari 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar