Kamis, 07 Februari 2013

GERAKAN MORAL DAN PARTAI POLITIK



KAMI MEMBENTUK ORGANISASI GERAKAN MORAL PEDULI KASUS SUAP (GER-MO PKS) DAN PARTAI KOALISI SAPI DOMESTIK ANTI SAPI IMPOR
(PKS DASI)
Nasdem, dari Ger-mo ke Parpol

Hampir dua bulan terakhir, Januari dan Februari 2013 ini, saya dan teman dekat, sebut saja Bang Jepri, sering bertemu di kafe LC. Saya dan Bang Jepri setiap bertemu mengobrol ngalor ngidul tanpa fokus kepada satu topik. Obrolan kami mengalir  seperti air Sungai Ciliwung. Biasalah, tawa dan canda kami berdua lepas tanpa beban namun tetap dalam batas etika yang hidup di tengah masyarakat.

Kafe kopi LC bagi kami berdua, dan mungkin juga pengunjung yang lain, adalah tempat yang nyaman untuk menikmati suasana di situ. Aroma dan rasa kopi kental racikan karyawan kafe sangat cocok dengan selera kami berdua, dan mungkin juga bagi pengunjung yang lain. Buktinya saya sering datang ke situ, baik datang sendiri maupun berdua dengan bang Jepri. Kalau saya sendirian tanpa dia, saya bikin kesibukan sendiri, membuka laptop, membuka internet, membuka akun jejaring sosial facebook atau blog pribadi. Saya membaca artikel, komen yang singgah di blog, atau menulis/mengetik. kalau ada Bang Jepri bersamaku, saya menghentikan kegiatan mengetik/menulis. Kami berdua lebih asyik mengobrol dalam suasana santai. Topik obrolan bermacam-macam dan tak jelas mana awal mana akhir, mana ujung mana pangkal. Namun topik dalam dua bulan terakhir ini, tanpa disengaja atau direkayasa, kok topik bahasan perbincangan kami adalah masalah politik aktual yang terjadi di tanah air?
Ketika pada awal-awal bulan Januari, kami berdua berbincang hangat tentang organisasi atau gerakan sosial yang berubah bentuk menjadi sebuah partai politik. Bang Jepri pesan dan ingatkan saya, agar tidak menuangkan komentar soal gerakan sosial atau gerakan moral yang berubah itu dalam bentuk tulisan. Bang Jepri tahu betul tentang diriku yang suka menulis apa saja.
“Pak Haji, Antum tahu nggak  organisasi gerakan moral yang digagas dua tahun yang lalu sekarang berganti baju menjadi organisasi politik?” tanya Bang Jepri.
“Maksud Bang jepri, Partai Nasdem?” jawabku balik bertanya.
“Ya, betul!”
“Ya, taulah, Bang! Emang kenapa dengan Nasdem?”
Antum sudah tahu, kan, bahwa tadinya Nasdem itu digagas sebagai organisasi kemasyarakatan dengan  landasan perjuangan yang cita-cita aslinya adalah menegakkan moralitas bangsa Indonesia setinggi-tingginya sehingga menjadi bangsa yang bermartabat dan bisa hidup setara berdampingan dengan bangsa lain di dunia luar sana. Begitulah yang didengungkan oleh inisiator Nasdem, Surya Paloh (SP) dkk. Banyak tokoh nasional pun tertarik dan ikut bergabung di dalam tubuh Nasdem karena kemuliaan yang diusung dalam niat awalnya. Misalnya saja Sri Sultan HB X. Mereka mau bergabun g dalam Nasdem karena Nasdem tidak bersyahwat politik seperti yang sering diucapkan oleh SP sang inisiatornya. Tapi sayang ...!”
Bang Jepri tak melanjutkan uraiannya karena kerongkongannya kering. Dia meraih cangkir dan mereguk kopi kentalnya dua kali reguk. Aku membiarkan dia rehat sejenak dan mengumpulkan memorinya. Uraiannya menarik.
“Bisa dilanjutkan, Bang?” tuntutku untuk mengetahui lebih dalam lagi.
“Sebagai sebuah gerakan moral nonpolitik, gerakan dalam rangka amar ma’ruf nahi munkar, dan didukung oleh beberapa tokoh nasional, Nasdem memperoleh banyak dukungan dari mana-mana, dari berbagai kalangan, baik di Jakarta maupun di daerah-daerah. Nasdem tumbuh berkembang cepat dan meraih popularitas. Massa akar rumput pun mengamini dan ikut bergabung meramaikan Nasdem. Eh, begitu punya nama, punya banyak massa, dan popularitas menjulang, Nasdem kok punya syahwat politik? Kelanjutannya, Nasdem dijadikan partai politik. Siapa lagi yang paling depan menggagas Nasdem sebagai partai politik kalau bukan SP dan beberapa orang rekan yang juga punya syahwat politik yang harus disalurkan. Namanya yang tadinya Gerakan Moral (Germo) berubah menjadi Partai Nasdem, lengkap dengan atribut sebagai partai politik (parpol). Supaya kaki tambah kuat sebagai sebuah parpo, Nasdem pun di daftarkan di Kemhumkam untuk mendapatkan legitimasi yuridis dan politik. Puncak kesuksesan (sementara) kehadiran Partai Nasdem sebagai parpol adalah lolos verifikasi Pemilu 2014 dan sah dinyatakan sebagai parpol peserta pemilu. Harry Tannu, raja dan komisaris korporasi media, yang bergabung di Nasdem, sering berkampanye lewat media massa yang berada di bawah kekuasaannya. Agar kita tambah wawasan, saya perlu menginformasikan kepada para pembaca, kedudukan nomor urut Partai Nasdem dan parpol lainnya yang akan ikut serta dalam pesta Pemilu 2014.”
Kemudian Bang Jepri mengeluarkan secarik kertas yang terlipat dari saku bajunya dan membacakan isinya.
“Pak Haji, inilah info tentang  hasil pengundian nomor urut parpol oleh KPU, tanggal 14 Januari 2013:
Nomor urut 1: Partai Nasional Demokrat (Partai Nasdem)
Nomor urut 2: Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)
Nomor urut 3: Partai Keadilan Sejahtera (PKS)
Nomor urut 4: Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P)
Nomor urut 5: Partai Golongan Karya (Partai Golkar)
Nomor urut 6: Partai Gerakan Indonesia Raya (Partai Gerindra)
Nomor urut 7: Partai Demokrat
Nomor urut 8: Partai Amanat Nasional (PAN)
Nomor urut 9: Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
Nomor urut 10: Partai Hati Nurani Rakyat (Partai Hanura)
“Hebat jugalah, Bang! Nomor urut 1 itu paling mudah diingat orang. Tentu berimbas kepada pelaku pemilih di level grass root yang sukanya yang simpel-simpel saja, tradisional, dan sering irrasional!”
Bukan SP namanya kalau hanya berhenti sampai kepada keberhasilan partai Nasdem sah menjadi peserta pemilu 2014! Boleh saja (dulunya) Nasdem hanya sebagai Ger-Mo yang mengusung amar ma’ruf nahi munkar dalam hal moralitas bangsa yang membuat kita semua galau.
Rambut boleh sama hitam, hati orang tak seorang pun tahu. Publik tahu hasrat politik seseorang setelah orang itu memproklamasikan hasratnya. Itulah yang dipertontonkan SP. Dia bilang secara tegas di berbagai forum dan kesempatan, adalah irrasional dan impossible sang inisiator Nasdem mau menjadi Ketua Umum Partai Nasdem. Maksudnya, ya dia itu, SP, gitu loh!
Eh, begitu Nasdem sudah punya kaki yang kokoh, SP bikin rekayasa politik. Apa yang telah berkali-kali dia omongkan, dia ralat dengan action. Dia menelan ludahnya sendiri. Intinya dia kepingin menjadi Ketua Umum Nasdem. Rekayasa politiknya berhasil. Jadilah SP menjadi Ketua Umum Nasdem menggantikan Capella. “Kudeta” halus? Puncak gunung yang (mungkin; pasti mungkin) diinginkan oleh SP tentunya adalah kursi RI-1 atau RI-2. Bukankah dia “menjadi pecundang” kalah saing dengan JK dalam posisi merebut Golkar-1 pada tahun 2004 dan kalah saing lagi dengan ARB pada tahun 2019?
Tak usah heran! Itulah panggung politik yang sebenarnya. Politisi itu di Indonesia itu “manusia aneh tetapi nyata”. Hari ini dia bilang merah, besok dia bilang putih. Hari ini berbaju dan berjaket Nasdem, berorasi sambil mengepalkan tinju, berjuang membela Nasdem,  minggu depan jaket Nasdem-nya dilepas, diucel-ucel, dibuang, dan kemudian berganti jaket partai lain. Kalau dia tokoh nasional, nama amat layak “dijual”, apa lagi berduit pula, dia pasti banyak dilamar partai lain. Dia pun pasang harga tinggi sambil balik bertanya, “wani piro?”

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Kasus Suap Daging Sapi Impor
Orang Indonesia yang melek politik telah paham banget dengan PKS: partai politik berlabel Islam yang so pasti mengusung moral “bersih dan jujur”. Sejak awal diprokalamasikan, sejak bernama PK (Partai Keadilan) hingga menjadi PKS, namanya makin lama makin melekat di hati rakyat. Elektabilitasnya sebagai sebuah parpol makin tinggi sejak ikut Pemilu (1994, 1999). Atribut “bersih dan jujur” dan ditunjukkan dalam aksi di panggung politik dan kehidupan masyarakat tetap dirawat dan dipertahankan, sampai terjadi sebuah peristiwa yang menghebohkan, Presiden PKS, Luthfi Hasan Ishaq (LHI) ditangkap, diselidik, disidik, dan ditahan oleh KPK! Sigap sekali KPK beraksi.  
Apa kasusnya?
LHI terlibat dalam kasus suap impor daging sapi. Hah! Jangan kaget dulu! KPK tidak sembarangan menangkap seseroang yang disangkakan (tersangka)! KPK melakukan penangkapan dengan dasar hukum dan prosedural.
Presiden PKS terilabat suap? LHI menerima suap?
“Atribut “bersih dan jujur” yang diusung PKS selama ini hanya dusta rupanya! Wujud asli/belangnya ketahuan sekarang!” gerutu seseorang di kedai warteg.
“Bukan PKS-nya yang korup, tetapi oknumnya, Mas!” timpal seseorang yang menjadi lawan bicaranya.
“Mana bisa memisahkan status and role dan, Pak! Status and role itu ibarat dua sisi mata uang! Coba buka lagi buku manajemen kepemimpinan dalam organisasi!”
“Kalau memang seperti itu, saya mau mendirikan organisasi nonpolitik gerakan moral peduli kasus suap. Namanya saya singkat menjadi Ger-Mo PKS. Saya dan teman-teman dalam Ger-Mo PKS akan berjuang melawan korupsi, khusus pada kasus suap!”
“Setuju, Mas!. Saya pun akan membentuk partai politik yang bebas korupsi suap. Saya akan memperjuangkan peternak sapi dalam negeri agar mampu bersaing dengan sapi impor. Saya akan mengumpulkan para peternak sapi seluaruh Indonesia. Partai politik yang akan kami gagas diberi nama Partai Koalisi Sapi Domestik Anti Sapi Impor yang disingkat PKS DASI!”

Jakarta, 8 Fabruari 2012
Obrolan Santai

Tidak ada komentar:

Posting Komentar