IPTEK
DAN BINATANG TERNAK
Iptek
adalah sebuah kata baru dalam bahasa Indonesia yang lahir tahun 90-an. Kata iptek kemudian sering digandengkan
dengan kata imtak yang lahir
belakangan.Iptek adalah akronim dari
frasa ilmu, pengetahuan, dan teknologi.
Dengan demikian, jika kita membicarakan iptek, berarti kita membicarakan tiga
domain sekaligus: domain ilmu, domain pengetahuan, dan domain teknologi.
Ilmu
adalah domain teoritis yang tersimpan dalam diri manusia (mind, akal, brain) dan
di luar diri manusia, ada di mana-mana dalam jagat alam raya, dan di luar alam
jagat raya (gaib, supranatural). Ilmu itu ada dan menjadi landasan bagi manusia
untuk menggunakannya untuk kemaslahatan/kemanfaatan.
Contoh
ilmu:
Tuhan
itu Mahaesa; Manusia akan dibangkitkan kembali dari kematian;
setan
atau iblis itu musuh besar dan nyata manusia; malaikat itu memiliki
sepasang,
dua pasang, tiga pasang, atau empat pasang sayap; bumi itu sebuah planet; matahari
adalah pusat orbit planet-planet; dll.
Pengetahuan
adalah hasil proses akal berpikir manusia yang melakukan pencarian (mencari
tahu), penelitian, pembuktian, dan penemuan sehingga melahirkan satu pengetahuan,
dua, tiga, atau banyak pengetahuan. Pengetahuan yang diperoleh dapat dijadikan
landasan untuk mencari tahu dan menghasilkan pengetahuan yang baru lagi.
Contoh
pengetahuan:
Semua planet mengorbit mengelilingi garis
edarnya masing-masing dengan
keteraturan yang amat tinggi; semua
planet memiliki gaya gravitasi yang kekuatannya tidak sama satu sama lain;
laki-laki memiliki kromosom xx dan perempuan memiliki kromosom xy; berdasarkan
perhitungan kalender Masehi, Nabi Muhammad saw itu lahir pada tanggal 20 April
571 M.; dll.
Teknologi adalah wujud berpikir manusia
mengolah pengetahuan menggunakan alat/instrumen/pesawat dengan prosedur yang
benar. Istilah yang biasa dan populer digunakan adalah engineering (rekayasa).
Contoh teknologi:
teknologi pesawat terbang;
teknologi komputer; teknologi rekayasa
genetika; teknologi infrastruktur perkotaan; teknologi pembibitan
jambu
mete; dll.
Contoh-contoh tentang ilmu,
pengetahuan, dan teknologi memberikan gambaran yang lebih jelas mengapa kemudian
ketiga kata ini digandengkan dalam frasa dan penciptaan kata baru: iptek,
karena ketiganya berkaitan erat dalam hubungan kausalitas sebab-akibat. Akal
yang dikaruniakan Allah digunakan oleh manusia melalui proses berpikir untuk
mencari dan mendapatkan ilmu. Tiada ilmu tanpa proses berpikir. Ilmu yang
dimiliki dalam domain mind dijadikan dasar untuk mencari tahu sesuatu,
meneliti, memperoleh, dan membuktikan sehingga menjadi pengetahuan yang valid and reliable (valid dan terandal).
Pengetahuan yang valid dan terandal yang mungkin baru menjadi sebuah hipotesis
harus dapat dibuktikan lagi dengan menggunakan rekayasa teknologi dengan tingkat
kecermatan yang tinggi (dalam penelitian dan survei misalnya) sehingga
hipotesis menjadi aksioma ataupun teori/teorema/dalil.
Contoh teorema/dalil:
Dalil dalam ilmu eksakta dan fisika:
Dalil Phytagoras; dalil Archimedes; Dalil
Nicolaus Copernicus; Dalil
Relativitas dari Einstein;
Teori dalam ilmu sosial:
Teori Hegel; Teori Karl Marx
(marsisme); Teori Islam Santri dan Islam Abangan Cleeford Geertz; Teori Jenjang
Kebutuhan Abraham G. Maslow; Teori tentang Kekuasaan dari Lord Acton; TeoriTrias
Politica-nya Montesqieu; Teori X dan Y-nya Frederic Herzberg; Teori taxonomi pendidikan
dari Bloom; Teori Hubungan kebutuhan dengan populasi penduduk dari Robert Thomas
Malthus; dll.
Teori/teorema/dalil dalam ilmu eksakta
usianya bisa panjang sampai kiamat, bisa separuh jalan kehidupan manusia, bisa
juga berumur pendek.
Contoh teori yang berumur panjang
Ambil contoh teori fisika tentang planet:
semua planet dalam tata surya beredar mengelilingi matahari pada garis edar
masing-masing dengan teratur sekali (fii
falaqin yasbahuun). Planet dalam, Mercurius dan Venus tetap saja disebut
planet dalam. Planet luar terdekat dengan bumi, Mars, tetap juga beredar di
sana tak berpindah edar ke tempat lain.
Teori Phytagoras tentang sisi-sisi segitiga siku-siku
dalam ilmu eksakta: a2+b2=c2
Contoh teori berumur pendek
teori dalam ilmu ekonomi: S = I – E; di mana
S= saving (tabungan), I= income (pendapatan), dan E= expenditure (pengeluaran).
Sementera teori dalam ilmu sosial cenderung
berumur pendek. Mengapa bisa demikian? Teori dalam ilmu sosial tercipta karena
ada dinamika kehidupan manusia yang dinamis. Kondisi kehidupan manusia pada
suatu zaman berganti ke lain zaman berubah-ubah. Misalnya, teorinya Malthus yang
pesimis dan penuh kekhawatiran bahwa manusia tak mungkin lagi memenuhi
kebutuhannya kelak karena populasi manusia tak sebanding dengan penyediaan
kebutuhan. Kata Malthus dalam teorinya adalah: populasi manusia bertambah
menurut deret ukur: 2,4, 8, 16, 32, 64, dst. Sementara pemenuhan kebutuhan
manusia cuma beranjak seperti deret hitung: 2, 3, 4, 5, 6, dst. Teori ini banyak
diamini orang pada abad ke-19 sampai pada pertengahan abad ke-20 yang kemudian terpatahkan
pada pertengahan dan akhir abad ke-20 oleh dinamika kehidupan manusia di mana
populasi manusia yang bertambah banyak menurut deret ukur diikuti dengan upaya
manusia memenuhi kebutuhan fisik (phisycal
needs: sandang, pangan, papan) yang juga bertambah menurut deret ukur pula.
Kekhawatiran akan kekurangan pangan dapat
diatasi dengan rekayasa genetika bibit unggul padi, gandum, palawija,
buah-buahan, dll.
Kekhawatiran akan kekurangan papan dan
ruang seperti di Jakarta yang kini dirasakan semakin sempit dapat diatasi
dengan rekayasa teknologi membangun apartemen bertingkat gedung-gedung tinggi
mencakar langit.
Singkat cerita pendek kata, tidak sia-sia
akal dikarunikan Allah untuk manusia yang menggunakannya secara proporsional
dan sebaik-baiknya. Karena karunia akallah yang menyebabkan Nabi Adam
mengungguli para malaikat dan iblis dan pantas dihormati (QS 2: 31, 32, dan 33)
sebagai makhluk Allah yang terbaik (ahsani
taqwiim; QS 95: 4). Karena modalitas akal itulah manusia sebagai anak cucu
Nabi Adam berhasil menguasai iptek dan menjadikan iptek sebagai perhiasan beraktivitas
bernilai ibadah.
Mari kita simak kata-kata mutiara dari
orang bijak, “berilmu amaliah, beramal ilmiah”. Hampir semua orang terdidik
mengenal sosok Albert Einstein (1879 – 1955), fisikawan tersohor dengan teori
relativitasnya yang mendunia. Mengutip kalimat mutiara dari seorang Einstein,
“Agama tanpa ilmu, buta! Ilmu tanpa agama, pincang!” Para pembaca dipersilakan
mencocokkan kata-kata bijak Einstein ini dengan firman Allah Swt. dalam QS 7:
179.
Really, Einstein didn’t read this verse.
He didn’t know this article. He’d never said it along his life. But, really, he
implemented it in along his life, and he
got the Nobel Prize!
Really, Einstein wasn’t a moslem!
Einstein
nggak pernah baca satu ayat QS 55
(33) tentang tantangan dan pastinya perintah Allah Swt. kepada manusia
(khususnya kepada muslim yang mengakui Quran sebagai pedoman hidup), “Wahai
golongan jin dan manusia! Jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit
dan bumi, maka ayo tembuslah! Kamu tidak akan mampu menembusnya kecuali dengan
kekuatan!”
Kekuatan
yang dimaksud di dalam ayat ini adalah iptek! Iptek itu dapat dicari dan
diperoleh melalui penggunaan akal yang optimal. Akal itu karunia Allah yang
amat besar nilainya untuk manusia, dan akal tak dikaruniakan kepada sapi, kuda,
atau kambing, kera, lumba-lumba, atau cucakrawa.
Kalau
kita beraktivitas sesuai dengan profesi kita berlandaskan iptek, maka
strata/kelas kita itu tinggi, bahkan bisa tertinggi. Kita masuk jajaran orang
yang kompeten, expert, pakar, atau
ahli yang unggul (excellent).
Sebaliknya, kalau kita beraktivitas zonder/without/tanpa
iptek, maka kita masuk pada jajaran kelas TKI sebagai pembantu, kelas tukang,
kelas juru, kenek, kernet, atau OB!
Tak
perlu kita menyanjung Einstein melainkan sekedar memujinya. Tak perlu kita
menyanjung Bung Karno melainkan sekedar memujinya. Tak perlu menyanjung Habibie
melainkan sekedar memujinya. Tak perlu menyanjung Muhammad saw dengan
menciptakan syair-syair lisan dan tulis, apa lagi syair-syair sanjungan nan lebay ala Barzanzi mengalahkan syair Sabai nan aluih, melainkan sekedar
memujinya, misalnya cukup dengan kalimat, “Sungguh, pada diri engkau ada teladan terbaik”. (QS
33: 21), atau “Demi, sesungguhnya engkau (Muhammad) memiliki akhlak yang
agung”. (QS 68: 4)
Lalu
apanya dong?
Teladani
komitmen seorang ilmuwan Einstein dalam bekerja dan meneliti tak kenal lelah
sehingga buah kerjanya adalah iptek baru. Teladani komitmen Bung Karno yang berjuang tanpa pamrih memperjuangkan
kemerdekaan rakyat dan bangsa Indonesia meski dia harus masuk penjara dan
bahkan diasingkan ke beberapa tempat, namun hasil perjuangannya dalam
penderitaan berbuah kemerdekaan. Teladani Habibie dalam mengisi hidupnya
sehingga berbuah manis dengan wujud pesawat CN 235 Tetuko. Teladani komitmen dan perjuangan Muhammad saw menegakkan
doktrin tauhid Laa ilaaha illallaah (bukan mengegakkan tahlilan!) dan walitukabbirallah/mengagungkan Allah
(bukan sedikit-sedikit bertakbir-takbir ala takbiran sampai elek!)
Maksudnya,
iptek itu harus menjadi bagian dari kehidupan kita, utamanya muslim. Penguasan
iptek itu yang membedakan kita dengan orang yang tidak beriptek. Nah, orang
yang tidak beriptek itu setara dengan binatang ternak!
Ih, amit-amit jabang bayi lah yaw!
Jakarta,
14 Februari 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar