ANDI NURPATI, ANGELINA SONDAKH, ANDI
MALLARANGENG, DAN ANAS URBANINGRUM KADER PD
Pengharum atau Pembusuk Rumah Besar PD?
Sejarah perpolitikan di Indonesia era
reformasi telah menuliskan, bahwa salah satu parpol yang paling fenomenal dari
sekian banyak parpol yang lahir adalah Partai Demokrat (PD). Partai PD dibesut
oleh SBY sebagai tunggangan politik untuk bertarung dalam Pemilu, Pilleg, dan Pilpres.
Tentu saja sangat wajar SBY membesut parpol karena sarat menang dalam Pilpres harus
punya parpol atau didukung oleh parpol. Dia belajar dari Gus Dur, JK, Megawati,
dan Hamzah Haz yang bisa sukses duduk di tahta RI-1 atau RI-2 karena kuatnya
parpol mendukung mereka. Untuk itulah SBY membesut PD secara resmi pada tanggal
09-09-1999 dan segera tancap gas untuk bertarung dalam Pemilu 2004 dan Pilpres
2004 -2009. Waktu lima tahun usai dibesut sudah cukup untuk membenahi diri ke
dalam dan bersosialisasi keluar.
Pesona SBY “jenderal teraniaya” (Ketika
Megawati berkuasa, 2001 – 2004, kata pengamat politik) yang ganteng (kata kaum
ibu) dan santun (kata kaum bapak) agaknya yang paling utama menjadi daya tarik
sehingga sebagian besar rakyat menaruh simpati yang dalam. Mereka tahu dari
berita media massa bahwa SBY sudah punya PD dan mereka pun tertarik. Para tokoh
dan pemuka masyarakat atau agama mendaftarkan nama mereka di DPC Ranting Kabupaten/Kota
atau DPD Provinsi. Berbondong-bondong mereka yang berasal dari grass root ikut tutwuri handayani ke mana
pemimpin atau tokoh mereka menambatkan pilihan hati berpolitik. Modal ini
menjadi modal besar bagi SBY dan PD-nya. Tentu saja yang ikut bergabung ke PD bukan
pemain pemula saja, bukan kader janggut atau kader karbitan saja, tak sedikit
pemain lama yang sudah punya nama, yang sukarela tukar kubu loncat pagar (kader
kutu loncat) dari partai lamanya ke partai baru PD. Alasan klasik mereka, ya
itulah, PD lebih aspiratif dan menjanjikan masa depan. Siapa tahu langsung
dijadikan caleg dalam Pemilu 2004.
Kurun waktu 1999 – 2004 bagi sebuah parpol
untuk menjadi besar itu hampirlah mustahil. Tetapi itu tadi, era reformasi
adalah era kondusif dalam alam demokrasi yang masih demam euphoria. PD adalah parpol fenomenal! PD menembus tiga besar pada
Pemilu 2004 bersanding dengan parpol kawakan PDIP dan Golkar. Hebatnya lagi, SBY-JK
yang diusung oleh koalisi PD, PPP, Golkar, PBB, dan PKB berhasil menang dalam
Pilpres 2004 dan sekaligus mengantarkan SBY-JK ke kursi RI-1 dan RI-2!
Keberhasilan SBY dengan PD-nya berlanjut
kepada Pilpres 2009 karena birahi politik SBY masih kuat untuk berkuasa pada
periode II, lagi pula tak terlarang dalam konstitusi UUD 1945 yang telah
diamandemen. SBY dan kuda tunggangan PD yang kuat perkasa memilih tandem
Budiono sebagai wakilnya, dan dia bercerai baik-baik dengan JK yang menjadi
lawannya dalam pertarungan pilpres 2009. Keduanya incumbent.
Jerih payah SBY dan nama besarnya, prestasinya selama menjadi RI-1 periode 2004
– 2009, dan berada di atas pelana kuda
tunggangannya, PD yang besar lagi kuat, berdampingan berlari cepat dengan kuda
pendamping PKB, PPP, PKS dan kuda-kuda kontet lainnya, berlari lebih cepat
mencapai garis finish leibih dahulu dari Golkar dan Hanura, kudanya JK-Wiranto.
. SBY- Budiono kembali berhasil
memenangkan kontes Pilpres 2009 dan keduanya pun dilantik untuk jabatan RI-1
dan RI-2 untuk periode 2009 – 2014.
Membicarakan keberhasilan SBY tak bisa dilepaskan
dari membicarakan PD. “Joki” yang hebat menunggang “kuda” yang tangguh. Tak
pernah lahir joki tangguh dari kuda sakit atau kuda lumpuh.
SBY bukan sekedar “joki” yang peduli ketika
ada pacuan. PD juga bukanlah sekedar “kuda pacu” yang hanya diperlukan ketika
ada pacuan. SBY adalah penggagas utama yang kemudian “melahirkan”, merawat,
mendidik, dan membesarkan PD sebagai parpol sejak “bayi” sampai sebesar
sekarang. Tentu saja tidak dinafikan ada dukungan dari berbagai pihak yang
ikutan nimbrung meramaikan, merawat, mengembangkan sayap, ikutan makan sembari
belajar, dan ikutan beken. Jangan juga lupa di dalam tubuh PD ada juga yang
bermental mumpung-isme alias aji mumpung, parasit, dan bermuka dua.
Singkat kata, bicara bahtera PD, yang merawat
dan membangun PD dengan tulus ikhlas nothing
to loose bersama SBY banyak juga orangnya sehingga PD berbau harum semerbak.
Tetapi tak sedikit atau ada segelintir yang sengaja atau tidak memelintir arah
bahtera PD yang jelas-jelas antikorupsi menjadi parpol yang penuh dengan oknum
cinta korupsi. Kemudiannya, sepanjang kurun 2011 – 2013, beberapa oknum kader
PD yang beken, justru tersandung kasus korupsi, yang dampaknya dirasakan oleh
PD dalam dua tahun terakhir ini. Elektabilitas PD terjun bebas dari angka 21%
merosot ke angka 8,3%, padahal Pemilu 2014 sudah di ambang pintu. Peristiwa
dukacita politik yang dialami PD ini, oleh pengamat politik menjulukinya, “ada
prahara di dalam tubuh PD”.
Para kader PD yang hebat-hebat yang
tersandung korupsi atau merusak citra partai (sudah dijadikan tersangka oleh
KPK dan ada yang hampir saja menjadi tersangka oleh lembaga penyidik di luar
KPK karena tindak kejahatan dalam bentuk lain), apakah digolongkan kader
pengharum bahtera PD atau sebaliknya, sebagai pembusuk? Soalnya, orang di luar
PD, apakah orang awam, pengamat politik, atau kader parpol lain, pasti melihat
sepak terjang kader akan selalu dan pasti menghubungkan dengan partai tempat
dia bernaung. Contohnya jelas justru ada dalam diri PD itu sendiri. Penulis
menampilkan empat orang kader PD yang ditengarai ikut ambil peran sebagai bagian
dari terjun bebas dan anjlognya angka elektabilitas PD. Mereka adalah Andi
Nurpati, Angelina Sondakh, Andi Mallarangeng, dan Anas Urbaningrum.
1.
Andi
Nurpati, SK MK yang Asli di dalam Peti, SK MK yang Palsu yang Sakti
Siapa yang tidak kenal dengan wanita berkulit putih dan anggun ini?
Dialah salah satu sosok wanita yang ditokohkan oleh banyak orang. Nama Asli dan
lengkap dengan gelar akademis yang disandangnya adalah Dra. Andi Nurpati
Baharuddin, M.Pd. Nama panggilan dan nama populernya Andi Nurpati. Kalau
memperhatikan nama depan “Andi” yang disandangnya, tentu sebagian orang akan
dapat menerka etnis asal sosok kita yang satu ini, yakni suku Bugis yang
berasal dari Sulawesi Selatan. Memang benar adanya. Andi Nurpati Lahir di Macero,
Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan, 2 Juli 1966. Dia berdomisili jauh dari tanah
kelahirannya, di Lampung, dan meniti jalan hidup dan karirnya di Tanah Lampung.
Andi
Nurpati (AN) adalah sosok wanita yang cerdas dan bertalenta tinggi. Sudah
bertalenta cerdas, AN gemar pula berorganisasi sejak duduk di bangku sekolah.
AN pernah menjadi anggota Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM), hingga
kemudian menjadi Ketua DPP Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM),
Senat Mahasiswa, Nasyiatul Aisyiah, dan pernah pula menjadi Ketua Lembaga
Hukum dan HAM PW Muhammadiyah Lampung.
Latar belakang pendidikan dan karier AN: PNS guru pembina di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) I Model Kota Bandar Lampung.
Jenjang pendidikan program S-1 di Fakultas Tarbiyah Jurusan Bahasa Inggris UIN Alaudin Ujung Pandang pada tahun 1992; melanjutkan program S-2-nya di Master Teacher Programme Deakin University Melbourne, Australia pada tahun 2000 hingga kemudian meraih gelar M.Pd dari FKIP Universitas Lampung di Bidang Teknologi Pendidikan (2006). Tesisnya saat itu adalah “Pengaruh Latar Belakang Tingkat Pendidikan, Sosial Ekonomi dan Akses Media Terhadap Pembelajaran Politik Bagi Pemilih Perempuan (Pada Pemilu 2004 Di Bandar Lampung)”.
Latar belakang pendidikan dan karier AN: PNS guru pembina di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) I Model Kota Bandar Lampung.
Jenjang pendidikan program S-1 di Fakultas Tarbiyah Jurusan Bahasa Inggris UIN Alaudin Ujung Pandang pada tahun 1992; melanjutkan program S-2-nya di Master Teacher Programme Deakin University Melbourne, Australia pada tahun 2000 hingga kemudian meraih gelar M.Pd dari FKIP Universitas Lampung di Bidang Teknologi Pendidikan (2006). Tesisnya saat itu adalah “Pengaruh Latar Belakang Tingkat Pendidikan, Sosial Ekonomi dan Akses Media Terhadap Pembelajaran Politik Bagi Pemilih Perempuan (Pada Pemilu 2004 Di Bandar Lampung)”.
Latar
belakang pendidikan dan pengalaman hidup yang dilaluinya, membawa AN kepada
sosok wanita yang memiliki kepedulian dan antusiasme yang tinggi pada dunia kependidikan. AN mengawali karir akademiknya sebagai dosen di
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Univ. Muhammadiyah Lampung, dan IAIN Raden
Inten Bandar Lampung.
Kecerdasan
seorang akademisi, pendidik, praktisi dalam berbagai forum akademis (nyambi
menjadi narasumber seminar, diskusi, dialog tentang politik, Pemilu dan peran
perempuan dalam bidang politik, sosial dan kemasyarakatan) membawanya kepada ketertarikan kepada dunia
politik (dunia politik memang tak bisa dipisahkan dari orang-orang cerdas dan
gemar berorbanisasi). AN ibarat seorang pendayung yang mengayuh sampan dari
hulu ke hilir mengikuti arus air sungai mengalir. AN berkiprah mengilau di
dunia kependidikan di Lampung, namun dia belum merasa puas hanya berkiprah di
satu bidang. AN pun berlabuh pula di dermaga politik lantaran sampannya terbawa
arus sungai ke situ, dan AN tak merasa risau di sana, AN pun masuk ke dermaga
politik yang ternyata dermaga politik itu indah baginya. AN enjoy dan mulai amat betah di sana.
Sosok
yang cerdas, pandai bergaul, pandai berorganisasi, banyak relasi, dan
keunggulan pribadi serta karakter yang kuat yang dimiliki AN dalam menapak
karier menjadikan dia menjadi politikus sesungguhnya (calon kader partai
politik yang berbakat). Sejarah hidupnya mencatat karir politiknya menjadi
semakin jelas dan menguat saat ia bergabung dengan Panwaslu Provinsi
Lampung pada Pemilu 2004, kemudian Ketua Panwas Pilkada Kota Bandar Lampung
tahun 2005, Sekretaris Perludem (Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi)
Lampung 2004-2008 dan anggota Perludem Pusat (2004-2008).
Birahi politiknya semakin menguat ketika dia dipercaya
menjadi salah seorang dari komisioner di Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode
2007 – 2012. Yang namanya komisioner KPU
pastilah dia harus berdiri di atas semua golongan/partai politik (parpol)
karena KPU adalah lembaga resmi yang independen, mandiri, dan jauh dari intervensi penguasa. Namun sangat
disayangkan, AN yang komisioner KPU
aktif justru masuk dalam jajaran kepengurusan pimpinan parpol, tentu saja
sebuah partai politik yang sedang berkuasa, yakni Partai Demokrat (PD). Nama AN
masuk dalam susunan kepengurusan
Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat (DPP PD) periode 2010-2015 di bawah
kepemimpinan Anas Urbaningrum. AN pun didapuk sebagai Ketua Divisi Komunikasi
Publik. AN sebagai anggota KPU telah secara
terang-benderang menunjukkan parsialitas dan keberpihakannya kepada salah satu
partai politik, yakni PD.
Sikap parsial dan
berpihak, merupakan pelanggaran berat terhadap Kode Etik Penyelenggara Pemilu
dan sumpah/janji Anggota KPU. Pokoke sing penting PD unggul di segala lini.
Langkah politik AN yang “timpang dan berat sebelah” menuai
kontroversi. Ada AN yang mempunyai
“pisau bermata dua” dan berdiri di dua tempat yang berbeda kepentingan pada
waktu yang sama mencederai demokrasi yang fairness.
Para pengamat politik yang mempertanyakan keberpihakan/timpang dan berat
sebelahnya, AN sebagai komisioner KPU cuek
bebek. AN ingin mundur dalam masa tugasnya, dia tidak bisa dan tak
diijinkan mengundurkan diri. Ada anggota Komisi II Bidang Pemerintahan Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR), Arif Wibowo, pun turut berkomentar pedas, AN juga bergeming.
Lembaga selevel Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) melalui usulan ketuanya, Nur
Hidayat. merekomendasikan KPU periode 2007-2012
agar memecat
AN karena melanggar
sumpah, atau janji jabatan, dan/atau kode etik.
"Presiden dapat mengeluarkan Surat Keputusan pemberhentian, setelah
Dewan Kehormatan mengeluarkan rekomendasinya dan rekomendasi tersebut
ditindaklanjuti oleh Rapat Pleno KPU," terangnya.
Mengapa Bawaslu bersikeras merekomendasikan KPU agar memecat AN?
Menurut Bawaslu, paling tidak ada tiga kesalahan yang membuat Nurpati layak
diberhentikan dengan tidak hormat:
Pertama, Nurpati yang notabene anggota KPU masuk di
kepengurusan DPP PD pimpinan Anas Urbaningrum; Kedua, Andi melanggar kode etik
soal dugaan keterlibatan dalam kasus tahapan pencalonan Pilkada Kabupaten
Tolitoli, Sulawesi Tengah; Ketiga, ada lagi pelanggaran Andi terkait
keikutsertaannya dalam rapat pembahasan soal penyelenggaraan Pilkada Banyuwangi
bersama perwakilan Partai Golkar dan Bawaslu.
Adapun kesalahan-kesalahan yang perbuat AN yang
telah disebutkan masih tergolong “dosa kecil”. Ada “dosa besar” yang hampir
menjerat AN untuk menjadi tersangka walaupun AN akhirnya mampu menghindar dan
melepaskan diri dari jeratan hukum. jeratan Pasal 263 KUHP tentang Pemalsuan
Dokumen Negara.
AN terlibat dalam
kasus pemalsuan surat jawaban Mahkamah Konstitusi (MK) atas penetapan caleg
terpilih Dewie Yasin Limpo. Pada tahun 2011, AN diduga terlibat dalam
pemalsuan dokumen MK terkait pemilu legislatif pada bulan Agustus tahun 2009. Bulan
Agustus 2010, KPU mengirimkan surat pada Mahkamah Konstitusi, yang isinya
adalah menanyakan pemilik kursi DPR Dapil Sulawesi Selatan, antara Dewi Yasin
Limpo dari Partai Hanura dengan Mestariyani Habie dari Partai Gerindra.
MK mengirimkan jawaban tertulis dengan nomor surat 112/PAN MK/2009 yang isinya
adalah: pemilik kursi jatuh kepada Mestariyani Habie.
Anehnya, saat itu KPU telah memutuskan bahwa kursi diberikan kepada Dewi Yasin Limpo, dengan dasar surat jawaban MK tertanggal 14 Agustus, tiga hari sebelum jawaban asli MK kepada KPU. Hal ini membuat MK mengecek surat tertanggal 14 Agustus yang dimaksud KPU, dan membandingkannya dengan surat yang benar-benar MK kirimkan pada 17 Agustus. Hasilnya, MK menyatakan surat 14 Agustus yang dijadikan dasar penetapan kursi bagi Dewi Yasin Limpo adalah palsu. AN diduga sebagai pihak yang memalsukan karena merupakan orang yang membawa faks yang dikatakan sebagai surat jawaban MK 14 Agustus. Padahal, AN jugalah yang mengambil surat 17 Agustus yang diambilnya langsung ke Gedung MK, yang ternyata tidak disampaikan ke rapat KPU.
Anehnya, saat itu KPU telah memutuskan bahwa kursi diberikan kepada Dewi Yasin Limpo, dengan dasar surat jawaban MK tertanggal 14 Agustus, tiga hari sebelum jawaban asli MK kepada KPU. Hal ini membuat MK mengecek surat tertanggal 14 Agustus yang dimaksud KPU, dan membandingkannya dengan surat yang benar-benar MK kirimkan pada 17 Agustus. Hasilnya, MK menyatakan surat 14 Agustus yang dijadikan dasar penetapan kursi bagi Dewi Yasin Limpo adalah palsu. AN diduga sebagai pihak yang memalsukan karena merupakan orang yang membawa faks yang dikatakan sebagai surat jawaban MK 14 Agustus. Padahal, AN jugalah yang mengambil surat 17 Agustus yang diambilnya langsung ke Gedung MK, yang ternyata tidak disampaikan ke rapat KPU.
"Ternyata
surat itu dikonsep oleh AN dengan tulis tangan yang kemudian diketik dan
dikirimkan melalui fax oleh stafnya Sugiarto," paparnya.
Ketua
Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD mengatakan bahwa AN terlibat kejahatan
pemalsuan dokumen negara dalam dua kasus, yakni penggelapan dan pemalsuan.
Penggelapan sudah nyata terjadi,
pasal 263, pasal 372-nya mengenai Pemalsuan sudah nyata terjadi penggelapan,
tapi aktor intelektualnya yang harus dicari.
Penyidik Bareskrim
Mabes Polri menetapkan Zainal Arifin, sebagai tersangka baru dalam kasus
pemalsuan surat keputusan MK terkait sengketa penentuan kursi DPR dari daerah
pemilihan 1 Sulawesi Selatan. Zainal Arifin menyusul mantan juru panggil MK
Mashuri Hasan sebagai tersangka baru dan membiarkan AN lepas padahal AN adalah
akor intelektualnya. Diduga kuat polisi tidak berani menetapkan tersangka
kepada Andi Nurpati dan Dewie Yasin Limpo karena keduanya dekat penguasa. Andi
Nurpati adalah Ketua Divisi Komunikasi dan Informasi Partai Demokrat, dan Dewie
Yasin Limpo adalah politikus Partai Hanura.
http://www.surabayapost.co.id/?mnu=berita&act=view&id=b1be8ad7aac2428d4c983a8ece46f5cb&jenis=d41d8cd98f00b204e9800998ecf8427e
http://metrolisa.info/profil-andi-nurpati.html
2.
Angelina
Sondakh, Wajah Indah, Senyum Ramah, Kader Bermasalah, dan Kelakuan Bikin Gundah
Kader PD yang satu ini sungguh kader yang
menjanjikan baik bagi dirinya maupun bagi PD. Nama lengkapnya Angelina Patricia Pingkan Sondakh atau Angelina
Sondakh alias Angie alias Angel. Dia Lahir di Armidale, New South Wales, Australia,
pada tanggal 28 Desember 1977. Angie adalah anak bungsu dari lima bersaudara,
puteri pasangan Prof. Dr. Ir. Lucky Sondakh, M.Ec. (dosen Universitas Sam
Ratulangi, Menado) dan Ir. Saul Kartini Dotulong.
Angie adalah pemegang
mahkota Puteri Indonesia 2001 asal Sulawesi Utara. Kita semua maklum tentang
kriteria wajib untuk bisa ikut kontes kecantikan Putri Indonesia. Kriteria 3B (brain, beauty, behaviour). Angie jelas
memiliki kriteria 3B ini dan pantas dinobatkan sebagai Puteri Indonesia. Memang
benar, Angie berwajah indah rupawan, senyumnya ramah, dan lincah bertingkah
memainkan keyboard dan organ, yang tentu saja membuat siapa pun yang berhadapan
dengan dia menjadi betah. Tutur katanya halus dan sangat cerdas. Angie memang
puny hobi membaca. Tidak salah juga kalau dia menjuluki dirinya dengan sebutan I am a blessed woman (wanita yang
diberkahi) dan I have good behaviour
(berperilaku baik).
Menjadi wanita
tercantik di Indonesia sebagai Puteri Indonesia 2001 membuat dirinya disibukkan
dengan berbagai kegiatan selama satu tahun, Angie juga dinobatkan sebagai Duta
Orang Utan, Duta Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), dan juga Duta Batik.
Selain menjadi aktivis lingkungan, penebar kebajikan, Angie menyalurkan hobinya dengan menulis, yakni menuliskan semua pengalaman perjalanan hidupnya. Salah satu bukunya yang telah diterbitkan adalah buku tentang kecantikan. Judul bukunya, “Kecantikan Bukan Modal Utama Saya Di Komisi X DPR-RI”
Selain menjadi aktivis lingkungan, penebar kebajikan, Angie menyalurkan hobinya dengan menulis, yakni menuliskan semua pengalaman perjalanan hidupnya. Salah satu bukunya yang telah diterbitkan adalah buku tentang kecantikan. Judul bukunya, “Kecantikan Bukan Modal Utama Saya Di Komisi X DPR-RI”
Angie mengawali karir
politiknya dan bergabung dengan partai politik PD besutan SBY. Dia masuk dalam
daftar Caleg PD pada pemilu 2004. Dia
berhasil masuk menjadi anggota legislatif
yang kemudian membawa PD sebagai parpol pemenang Pemilu 2004 sekaligus
mengantarkan SBY sebagai Presiden RI dengan tandem Wakil Presiden JK. Bersamaan
dengan dirinya, bintang sinetron Adjie Massaid juga berhasil menjadi anggota
DPR-RI lewat partai yang sama. Keduanya saling mengenal dan hubungan bertambah
akrab sebagai sesama legislator. Status Adjie Massaid adalah duda cerai.
Witing tresno jalaran soko kulino. Akhirnya keduanya
saling jatuh cinta. Hubungan
asmara yang dibina dengan Adjie Massaid yang sesama kader PD dan juga sesama
legislator anggota di DPR (2004 – 2009) membawa keduanya kepada ikatan tali
pernikahan. Keduanya pun menikah secara Islam setelah Angie ber-syahadatain (berikrar mengucapkan dua
kalimat syahadat) sebagai muslimah. Pernikahannya dengan Adjie Massaid ini, Angie
memperoleh seorang putra, Keanu Massaid. Kemudian yang terjadi adalah Adjie
meninggal dunia karena serangan jantung dan Angie menyandang status janda.
Sebagai salah satu
kader wanita di PD yang dikenal luas, DPP PD mendapuknya agar bersedia tampil
sebagai bintang iklan partai PD untuk kemenangan Pemilu 2009 dengan slogan
“Katakan Tidak dengan Korupsi!”. Tak ada penelitian yang dapat menyimpulkan
atau membuat hipotesis awal bahwa gara-gara slogan yang diteriakkannya itu yang
memenangkan PD sekaligus memenangkan pasangan SBY-Budiono dalam Pilpres 2009
silam.
Angie menjalani
kehidupan politiknya sebagai seorang politikus sekaligus legislator dengan baik
selama lima tahun pertama. Dia kembali dipercaya lagi untuk duduk di DPR pada
Komisi X untuk lima tahun kedua. Bahkan hebatnya lagi, ia masuk ke dalam
susunan Badan Anggaran (Banggar DPR; di Banggar ini ada oknum legislator nakal
dan korup yang suka memainkan anggaran). Mungkin Anas yang kebetulan Ketua
Fraksi PD ingat persis slogan kampanye PD yang telah diteriakkan oleh seorang
Angie yang jadi bintang iklan itu. Anas yakin Angie ingat slogan verbal antikorupsi
yang dia teriakkan dengan lantang (?).
Karena kecintaan dan integritasnya cukup tinggi di PD, DPP PD di bawah Ketum Anas Urbaningrum tak ragu-ragu menempatkan Angie unuk menduduki jabatan cukup strategis di PD, yakni Jabatan Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) PD.
Karena kecintaan dan integritasnya cukup tinggi di PD, DPP PD di bawah Ketum Anas Urbaningrum tak ragu-ragu menempatkan Angie unuk menduduki jabatan cukup strategis di PD, yakni Jabatan Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) PD.
Apa yang terjadi
dengan Angie kemudian?
Politikus itu punya
dua dimensi. Dimensi pertama, politikus adalah homo politicia yang bermakna manusia politik: terjun ke dunia
politik karena panggilan jiwa dan kecintaan kepada tanah air dan bangsa. Dia
bekerja karena ingin mengabdi semata-mata di mana pun dia berada. Banyak orang
seperti itu telah lahir, berbakti, dan kemudian pergi selama-lamanya dengan
kesan indah seakan-akan selalu ada di sisi kita.
Mari kita buka
lembaran sejarah para tokoh negeri ini. Lihatlah sosok Bung Hatta. Lihatlah
sosok Moh. Kasman Singodimejo. Lihatlah sosok Hugeng Iman Santoso. Lihatlah
sosok Baharuddin Lopa. Lihatlah sosok Romo Mangunwijaya.
Dimensi kedua dari
politikus itu adalah manusia berpolitik dengan lakon/berkelakuan melebihi
tikus. Karakternya karakter tikus. Segala macam benda/bahan makanan dia
kerat/gerogot dengan gigi-geriginya yang runcing selagi ada kesempatan. Dia
akan menghilang sebentar ketika ada yang datang dan kemudian dia kembali lagi
untuk mengerat. Bukan satu macam makanan, tetapi semua makanan yang ditemui.
Papan pintu atau lemari yang tebal pun sanggup dilubangi agar dia bisa masuk.
Kelakuan Angie yang
menjadi anggota DPR dari Fraksi PD yang didudukkan di Banggar dapat
dikategorikan politikus dimensi kedua. Mungkin, dan bukan hal yang mustahil
Angie berlakon “tikus” dengan oknum teman-teman sesama anggota Banggar
khususnya, dan oknum anggota DPR umumnya. Pengalaman politik menjadi legislator
selama lima tahun pertama periode 2004 – 2009 menjadikan Angie tambah kokoh tak
terbantah. Sayangnya bukan mengokohkan prestasi menegakkan antikorupsi seperti
yang dia teriakkan, malahan kebalikannya, berkorupsi juga tak terbantah. Gaya
hidup yang mewah (konon hampir digugat cerai oleh Adjie Massaid gara-gara gaya
hidupnya yang serba wah), nilai hartanya yang bertambah secara tidak wajar yang
menimbulkan tanda tanya, dan patut diduga dia peroleh dari hasil korupsi yang
jelas-jelas haram.
Memang benar adanya.
Rekan satu partainya di PD, Mohammad Nazaruddin (Nazar) yang Bendum PD,
ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus korupsi suap pembangunan
Wisma atlet Jakabaring, Palembang, proyek pembangunan universitas di Kemdiknas,
dll. Nazar bersaksi di bawah sumpah di Pengadilan Tipikor, bahwa dia bukan
satu-satunya pelaku korupsi. Nazar pun menyebut dan berulang-ulang menyebut
nama Angie. (Tak ada lagi perkawanan yang abadi dalam politik meski separtai,
yang abadi adalah kepentingan, yakni selamatkan diri pribadi).
Angie pun terseret
dalam pusaran lelakon politikus korup. Angie dipanggil untuk didengar
kesaksiannya, dia mati-matian berbicara vokal membantah, berkelit atau ngeles, dan tetak berkata “tidak dengan
korupsi”. Tentu saja Angie boleh-boleh saja membantah dengan berbagai dalih.
Toh KPK yang punya dalil menyelidik dan menyidik. Semua yang dia iyakan atau
dia bantah dalam kesaksiannya, dikonfrontasi dengan koruptor lain yang lebih
dahulu ditahan, dan KPK sampai kepada kesimpulan yang klop. Pada tanggal 3
Februari 2012, Angie ditetapkan sebagai tersangka korupsi dan kasus suap wisma
atlet di Palembang. Dia dijerat dengan
pasal 5 ayat 2, atau pasal 11, atau pasal 12 huruf a UU 31/1999, sebagaimana
diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi..
Tepat,
Angie ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus suap yang diumumkan langsung
oleh ketua KPK, Abraham Samad di gedung KPK, Jakarta. KPK menahan Angie.
Tanggal 27 April 2012, Angie menjalani pemeriksaan pertama sejak statusnya
sebagai tersangka.
Konsekuensinya jelas,
dia harus ditahan supaya dia tidak lari atau menghilangkan barang bukti,
disidangkan dan didudukkan di kursi terdakwa, divonis, dan hampir dipastikan
dia akan dipidana sebagai narapidana.
Angie pun didudukkan
di kursi terdakwa pada Pengadilan Tipikor KPK. Persidangan dengan terdakwa
Angie pun digelar. Sebagian rakyat Indonesia menyaksikan jalannya persidangan
walau hanya klip adegan video yang dipampang di layar kaca. orang yang tak
sempat menonton ikutan nimbrung dengan membaca berita di koran-koran. Berita
tentang Angie disidang cukup gencar dipublikasi.
Meski Angie bersaksi,
berbicara, atau menjawab pertanyaan hakim, jaksa, atau pengacaranya dengan
kesaksian di bawah sumpah, angie bersaksi sering membuat ulah bikin masalah.
Terkadang dia berkata tegas dan lantang, terkadang membantah, terkadang seperti orang yang pelupa, terkadang sering
menunjukkan diri sebagai an innocent
woman dengan gaya sedikit mengiba menyebut dirinya sebagai seorang ibu yang
punya bayi dan single parent, berurai
air mata, terisak-isak. Sering sekali dia memijat-mijat biji tasbeh yang selalu
berada di telapak tangannya sembari tasbeh diputar-putar seiring menghitung
biji tasbeh. Yang sering membuat hakim jengkel karena kesaksiannya lebih sering
berbohong. Misalnya saja soal Blackberry
(BB) miliknya dan bbm-nya dengan Rosa dibantahnya, soal kata sandi “apel
Washington dan apel Malang”, “bos besar” dan “ketua besar”.
Menyaksikan jalannya
persidangan Angie, ada orang yang kritis bertanya gaya retorika, “Angie itu
cerdas atau idiot?”
Kesaksian di bawah sumpah, kesaksian
konfrontatif, dan bukti-bukti yang diajukan selama proses persidangan yang digelar untuk terdakwa
Angie, Hakim Pengadilan Tipikor pun menjatuhkan vonis
pada tanggal 10
Januari 2012, Angie divonis 4,5 tahun penjara dan denda Rp 250 juta. Vonis
hakim itu amat jauh dari tuntutan jaksa yang 12 tahun. Apalagi dari sangkaan
menerima uang miliaran rupiah Angie hanya harus memberi ganti rugi Rp 250 juta.
Rujukan dari
berbagai sumber:
http://m.ceritamu.com/cerita/Angelina-Sondakh/biografi
3. Andi Mallarangeng yang Anti Kader
Cengeng
http://id.wikipedia.org/wiki/Andi_Mallarangeng
Andi Alifian Mallarangeng atau Andi Mallarangeng (Andi) lahir di Makassar,
Sulawesi
Selatan, 14
Maret 1963
(hampir 50 tahun) adalah seorang Menteri aktif, tepatnya Menteri Pemuda dan
Olah Raga, yang apes karena dia dijadikan status tersangka oleh KPK Jilid III.
Belum pernah terjadi pada seseorang Menteri aktif pada masa sebelumnya oleh
KPK Jilid I, Jilid II, atau Jilid III,
kecuali Andi Mallarangeng seorang. Ada beberapa orang Menteri yang telah
dijadikan tersangka, terperiksa, terdakwa dan terpidana, tetapi mereka ini
semuanya adalah mantan Menteri (bukan Menteri aktif). Sebutlah misalnya Menteri
Dalam Negeri Hari Sabarno, mantan Mensos Bachtiar Chamsyah, mantan Menkes
Sujudi dan mantan Menteri Kelautan Rochmin Dahuri.
Penetapan
tersangka Andi berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin.Dik-46/
01/12/2012 tertanggal 3 Desember. Andi disangkakan Pasal 2 Ayat 1 dan atau
Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No
20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Pasal 2 Ayat 1
UU Tipikor menyebut, ”Setiap orang yang melawan hukum, melakukan perbuatan
memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi yang dapat merugikan keuangan
negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau paling singkat empat
tahun”. Pasal 3 UU Tipikor menyatakan, ”Setiap orang yang dengan tujuan
menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau korporasi, menyalahgunakan
kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau
kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara, dipidana dengan penjara seumur
hidup atau paling singkat satu tahun”.
Status
tersangka yang dikenakan kepadanya adalah keterlibatannya dalam kasus korupsi proyek
pusat olahraga Hambalang Bogor, Jawa Barat.
Andi
yang sedang kita bicarakan ini adalah sosok yang cerdas dan terkenal. Jejak
rekam pendidikannya adalah jenjang S-1 Sosiologi
dan gelar doctorrandus (Drs.) diraihnya
dari Fisipol Universitas Gajah Mada, Yogyakarta
pada tahun 1986. Andi
kemudian melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dengan mengikuti
program pendidikan formal jenjang S-2 dan meraih gelar Master of Science
(M.Sc.) di bidang sosiologi dan berlanjut
ke jenjang S-3 dan meraih gelar Doctor of Philisophy (Ph. D.) di bidang
ilmu politik dengan disertasi tentang Contextual Analysis on Indonesian
Electoral Behavior dari Northern Illinois
University (NIU) Dekalb, Illinois, Amerika
Serikat, pada tahun 1997.
Sejak
muda belia Andi bercita-cita menjadi dosen. Cita-cita ini akhirnya tercapai
dengan menjadi dosen di Universitas Hasanuddin (1988-1999) dan di Institut Ilmu
Pemerintahan dan ditekuninya selama hampir dua puluh tahun (1988-2002). Garis
tangan/ suratan takdir atau peruntungan seseorang tak ada yang tahu. Begitu pun
dengan sosok Andi. Nasib berkata lain baginya. Jatuhnya pemerintahan Orde Baru
dan munculnya tuntutan reformasi, mengharuskan penataan ulang sistem politik
dan sistem pemerintahan di Indonesia, yang didasarkan pada prinsip-prinsip
demokrasi dan desentralisasi. Andi disibukkan dengan tugas penting. Dia diminta
menjadi anggota Tim Tujuh (1998-1999) yang dipimpin oleh Prof. DR. Ryaas
Rasyid, untuk merumuskan paket Undang-undang Politik yang baru sebagai
landasan bagi pemilu demokratis pertama di era reformasi. Tim Tujuh ini
kemudian juga merumuskan Undang-undang Pemerintahan Daerah yang baru, sebagai
landasan reformasi sistem pemerintahan dengan desentralisasi dan otonomi
daerah.
Kiprahnya
sebagai dosen, kecerdasannya yang tinggi, namanya yang harum, serta wajah
maupun penampilannya yang handsome
yang sering disaksikan di layar tv sebagai pengamat politik yang cerdas membuat
dia dilirik banyak pihak. Tentu saja lebih banyak diundang sebagai narasumber
atau pembicara dalam forum ilmiah resmi atau talk show tentang perpolitikan di Indonesia yang sedang
hangat-hangatnya dan euphoria rakyat
Indonesia di era reformasi dan keterbukaan. Namanya makin berkilau dan
penampilannya makin kinclong dari hari ke hari.
Pucuk
dicinta ulam pun tiba. Pendidikan formal sampai jenjang paling tinggi sudah
dilalui dengan bukti gelar Ph.D. Menjadi seorang dosen sebagai juga sang ayah
dan sebagaimana yang dicita-citakan sejak usia belia telah digeluti. Menjadi
seorang pengamat politik yang andal sudah kesampaian. Apa lagi yang dicari,
Andi?
Memperhatikan
salah satu need yang paling luhur
dari jenjang kebutuhan yang dicari manusia adalah actualization need (ingat kepada teori Jenjang Kebutuhan-nya Abraham G. Maslow) yang paling menantang. Fitrah
seorang Andi tidaklah ingin hanya sampai seorang pengamat politik yang setara
dengan pengamat atau penonton dalam pertandingan sepakbola. Andi ingin menjadi
pemain, bahkan ingin menjadi seorang striker-lah!
Sampailah kemudian datangnya penawaran dari petinggi Partai Demokrat (PD) untuk
bergabung mengayuh bahtera PD. Semua orang pun tahu siapa sosok hebat di balik
kesuksesan PD dalam panggung perpolitikan di Indonesia di era reformasi, sosok
“Bapak kita”, Bapak SBY (mengutip ucapan Ruhut Sitompul “anak SBY”). Andi dan
PD adalah simbiosis mutualisma. Tidak mungkin petinggi PD merekrut Andi kalau
kapabilitasnya biasa-biasa saja alias sama saja dengan level grass root atau kader penggembira.
Sebaliknya, saya tak yakin Andi mau dan suka bergabung dalam bahtera PD kalau
cuma sekelas perahu kayu atau ibarat rumah kontrakan cuma sekelas rumah bedeng!
SBY,
sang RI-1 dengan tandem RI-2, JK (2004 -2009), sudah hafal kualitas keilmuan
seorang Andi. SBY paham kapabilitas dan integritas seorang Andi. SBY tentu tak
keliru menunjuk dan mengangkat Andi sebagai salah satu dari beberapa Juru
Bicara (jubir) Kepresidenan di samping Deni Indrayana dan Julian Aldrin
Pasha.
Memasuki
jabatan RI-1 periode II dengan tandem RI-2, Budiono (2009 -2014), SBY yang
bermata elang dan amat mewaspadai bahaya korupsi, mengamati track record Andi sang jubirnya,
kemudian mengangkat Andi menjadi salah satu pembantunya (Menteri) dan
didudukkanlah Andi sebagai Menteri
Pemuda
dan Olah Raga pada Kabinet
Indonesia Bersatu II. Jabatan Menteri adalah jabatan politis dan
tentu jauh lebih prestisius ketimbang jabatan fungsional (dosen) atau keahlian
(jubir). Seorang yang sudah duduk dalam jabatan politis, dia dapat saja hinggap
di kursi jabatan politis yang lain (legislator, bupati, walikota,
gubernur/wakill gubernur, dll.)
Jadilah Andi Menpora alias orang nomor 1 di Kementerian Negara
Pemuda dan Olah Raga (Kemenpora). Otomatis Menpora adalah pejabat pengguna
anggaran dan orang yang paling berkuasa mengelola dana di Kemenpora (buktinya
adalah tanda tangan pengusulan dana dan penggunaan dana yang ada di Kemenpora).
Hambalang Mengemplang dan Andi yang Malang
Hambalang
itu memang cuma nama sebuah desa di Kecamatan Gunung Putri Kabupaten Bogor.
Orang tahu Hambalang bukan soal desa itu, melainkan soal proyek besar bernilai
dua triliun rupiah lebih yang sedang dibangun di desa itu. Proyek pembangunan
gedung pusat kegiatan olah raga yang dikelola oleh Kemenpora. Namanya
disederhanakan saja, proyek Hambalang, biar disebutnya gampang, tetapi dananya
tidak untuk dikemplang!
Kata
pepatah, “Ada gula ada semut”. Semut kan cuma butuh seonggok gula, tidak lebih,
meskipun semutnya berbilang banyak. Mereka makan bersama dalam persaudaraan
yang erat. Tidak ada semut serakah yang membawa lari makanan keluar dari
rombongannya. Itu ibarat saja. Bagaimana sikap dan tingkah polah manusia
mengetahui ada proyek besar Hambalang yang bernilai triliunan rupiah? Perut
manusia memang kecil, tetapi jangan lupa! Perut kita ini bisa masuk dan
menampung segala macam barang: apel, semen, pasir, rumah, atm, rekening, kartu
kredit, apartemen, hotel, rumah mewah, dll.
Ada
proyek besar tentu ada investor atau pengusaha, ada birokrat atau aparat negara
dan aparat pemerintahan, dan ada legislator pembuat regulasi, pengatur
anggaran, dan sekaligus pengawas yang duduk di DPR. Salah satu pengusahanya
adalah Mohammbad Nazaruddin (Nazar) yang punya perusahaan Grup Permai. Hebatnya
lagi (?), Nazar adalah seorang legislator di DPR, dan punya jabatan prestisius
di PD, yakni Bendahara Umum (Bendum). Nazar punya tiga jabatan sekaligus dalam game besar Hambalang. Bisalah ditebak orang
banyak mengapa proyek Hambalang bisa didapat oleh perusahaannya Nazar. Itulah
sebuah “high level game” mendapatkan proyek: ada pertemuan, ada janji, ada fee, ada DP, ada cek, ada gratifikasi,
dan ada suap di antara para pemain, yaitu legislator, politisi parpol,
pengusaha, dan birokrat. Nama PD yang sudah kuat pun semakin mencuat. Tak ada
orang bakal menyangka PD bakal kena tulah
(bumerang) slogan buatan sendiri yang berakhir dengan kualat!
PD
adalah the ruling party. Legislator
pun tentu paling banyak datang dari PD. Menporanya pun dari PD. Empunya duit,
Grup Permai itu, juga punya Nazar yang Bendum PD. Klop sudah untuk bermain dan
mengatur irama permainan “Proyek Hambalang”.
Para
pemain yang menikmati permainan “sabun atau sepakbola gajah” seenaknya
dikagetkan oleh kehadiran dan ketegasan wasit yang bernama KPK. Para pemain
opera sabun dan sepakbola gajah dikenai hukuman oleh wasit KPK: ditegur,
di-“kartu kuningkan” dan di-“kartu merahkan”. Ini bukan lagi dongeng, tetapi
fakta sejarah Hambalang yang dialami oleh para pemainnya yang nakal atau kasar,
yang berdampak sistemis bagi bangsa Indonesia yang sedang membangun yang
anti-KKN.
Siapa
sangka, penangkapan di ruang Sesmenpora Wafid Muharam pada 21 April 2011 silam,
karena jeratan korupsi proyek Hambalang, bisa merembet segala arah bagai bola
liar dalam scrimmage di muka gawang
dan berbuah gol. Penangkapan Wafid bersama Direktur Marketing Grup Permai Mindo
Rosalina Manulang dan Direktur PT Duta Graha Indah Mohammad El Idris itu memang
menjadi tonggak penting mengungkap kasus korupsi proyek Hambalang.
Berdasarkan
penggeledahan di kantor Grup Permai di Jl Warung Buncit, Jakarta Selatan, KPK
menemukan banyak bukti penting mengenai permainan konsorsium perusahaan milik
mantan Bendum PD Nazar tersebut. Setelah tiga orang yang ditangkap itu: Wafid
Muharam (Sesjen Menpora), Mohammad El Idris, dan Mindo Rosalina, berkembanglah
penyelidikan dan penyidikan KPK terhadap para
pelaku korupsi. Mindo dan El Idris tidak berduaan berkorupsi. Mereka pun
bersaksi di bawah sumpah. Mereka menyebut nama-nama oknum lainnya yang ikutan makmum dalam jemaah korupsi. Menyusul
mereka berdua kemudian adalah dua politisi PD Nazar dan Angelina Sondakh (Angie)
turut terjerat jaring laba-laba KPK yang liat dan kuat (mereka berdua ini sudah berstatus
terpidana/narapidana).
Tidak
berhenti pada Nazar dan Anggie, KPK juga sukses menjerat aktor-aktor korup yang
kebetulan politisi dan sekaligus birokrat PD, dialah Andi yang masih Menpora
aktif bisa dijadikan tersangka dan sekaligus dicekal bepergian ke luar negeri
dengan sprindik tanggal 3 Desember 2012. Empat hari kemudian, tepatnya pada
tanggal 7 Dsember 2012, Andi dengan sikap seorang kesatria resmi mengundurkan
diri dari jabatannya sebagai Menpora.
KPK
menetapkan Andi sebagai tersangka baru kasus itu. Andi diduga bersama-sama
melakukan perbuatan melawan hukum dan penyalahgunaan wewenang untuk
menguntungkan diri sendiri atau pihak lain, namun justru merugikan keuangan
negara.
"Ya
itulah kemajuan demokrasi di Indonesia. Siapa saja sama di depan hukum, kalau Menteri
harus dicekal ya dicekal," kata Andi menanggapi pencekalan terhadap
dirinya.
Setuju!
Setuju!
Rujukan
dari sumber:
http://profil.merdeka.com/indonesia/a/andi-alifian-mallarangeng/
http://www.tempo.co/read/news/2013/01/09/078453109/Jero-Wacik-Gantikan-Andi-Mallarangeng-di-Demokrat
4. Anas
Urbaningrum, Nama yang Harum Berada di Tepi Lubang Jarum
Anas
Urbaningrum lahir di desa Ngaglik, Srengat, Blitar, Jawa Timur, 15 Juli 1969. Anas
menempuh jenjang pendidikan formal dari SD hingga SMA di Kabupaten Blitar. Dia
memang anak yang cerdas. Bahwa dia tergolong anak yang cerdas adalah dari
raihan prestasi belajar sejak SD hingga SMA ia selalu juara menduduki peringkat
I. Dia bukan saja jawara dalam raihan prestasi belajar, tetapi dia juga dikenal
aktif berorganisasi sejak SMP. Saat bersekolah di Madrasah Tsanawiyah Negeri
Kunir, Blitar, ia tercatat sebagai Sekretaris OSIS. Lalu ketika bersekolah di
SMA, ia menjadi Pengurus OSIS SMA Negeri Srengat, Blitar.
Usai
menamatkan pendidikan SMA-nya, Anas Mahasiswa Teladan dan lulusan terbaik ini, Setelah
lulus dari SMA, ia melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi dan masuk ke
Universitas Airlangga, Surabaya, melalui jalur Penelusuran Minat dan Kemampuan
(PMDK) pada 1987. Anas menjadi mahasiswa di kampus ini dan ia belajar ilmu
politik dengan mengambil jurusan politik pada Fakultas Ilmu Sosial dan Politik.
Di kampusnya, Anas bukan saja belajar keakademian agar bisa lulus ujian, namun
dia adalah aktivis kampus yang andal pula karena pengalamannya berorganisasi di
OSIS. Kecerdasannya kembali dibuktikan selama mengenyam pendidikan di perguruan
tingginya. Dia terpilih menjadi mahasiswa teladan dan lulusan terbaik dari
Universitas Airlangga pada tahun 1992.
Anas
memang cikal-bakal chairun-nas anfa’uhum
lin naas.
Anas
melanjutkan pendidikannya di Program Pascasarjana Universitas Indonesia dan meraih
gelar master bidang ilmu politik pada 2000. Tesis pascasarjananya dengan judul,
“Islamo-demokrasi: Pemikiran Nurcholish
Madjid” telah dibukukan dan dipublikasikan. Konon, di sela-sela kesibukan
sebagai politisi PD dengan jabatan Ketua Umum PD (Ketum), kini ia tengah
merampungkan program S-3 studi doktor ilmu politik pada program pascasarjana
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Kiprah
Anas di kancah politik dimulai di organisasi gerakan mahasiswa. Ia bergabung
dengan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) hingga menjadi Ketua Umum Pengurus Besar
HMI pada kongres yang diadakan di Yogyakarta pada 1997.
Setelah itu, Anas aktif di Partai Demokrat dan menjabat
sebagai Ketua Bidang Politik dan Otonomi Daerah di DPP untuk periode
2005-2010 Anas terpilih menjadi anggota
DPR RI pada Pemilu 2009 dari daerah pemilihan Jawa Timur VII yang meliputi Kota
Blitar, Kabupaten Blitar, Kota Kediri, Kabupaten Kediri, Kota Kediri, dan Kabupaten Tulungagung dengan meraih suara
terbanyak, yaitu 178.381 suara, melebihi angka Bilangan Pembagi Pemilih (BPP)
sebesar 177.374 suara.
sebagai anggota DPR
selama hanya satu tahun – oleh Partai Demokrat Anas dipasang sebagai anggota
DPR pada tahun 2009 dan menduduki jabatan ketua fraksi.
Setahun duduk di kursi Ketua Fraksi PD di gedung DPR
milik rakyat, syahwat politik seorang politikus selevel Anas ngebet inginkan
kursi jabatan yang lebih prestisius dan yang lebih memelet. Anas kebelet
jabatan kursi Ketua Umum PD. Tentu saja jabatan luhung seperti jabatan Ketum PD
itu tidak serta-merta diperoleh lantaran Anas yang bercikal-bakal chairun naas. Jabatan itu dapat
diperoleh melalui pertarungan dalam sebuah ajang kongres konstitusional sebuah
parpol, apa lagi PD adalah parpol berjuluk dan memang the ruling party. Ajang yang namanya kongres itu bakal digelar oleh
DPP PD di bawah arahan SBY sang Ketua Dewan Pembina PD. Zaman Golkar sebagai the ruling party era Orde Baru, Pak
Harto-lah yang empunya petunjuk sakti karena beliau duduk sebagai Ketua Dewan
Pembina Golkar.
Demi jabatan Ketum
PD yang diincarnya, Anas rela mengundurkan diri dari kursi DPR untuk persiapan
pertarungan dalam perebutan kursi Ketua Umum Partai Demokrat 2010-2015 melalui kongres PD. Anas bukan calon tunggal
dan bukan eranya lagi era calon tunggal. Di samping Anas, sudah nongkrong dua
orang calon kuat yang punya pendukung. Kedua calon itu adalah Andi Mallarangeng
dan Marzuki Alie. Konon ada gosip yang beredar, restu SBY itu jatuh kepada Andi
Mallarangeng. Gosip yang lain malah Marzuki Alie yang direstui SBY dan di-shalawati- oleh para malaikat.
(tentang shalawat, jamak dari kata shalat=salat. Shalawat/salawat datang dari Allah dimaknai merestui, dari Allah yang
berposisi paling tinggi kepada seseorang; salawat datang dari malaikat dimaknai
mendoakan; salawat/salat datang dari seseorang dimaknai berdoa. Salah satu arti
salat adalah berdoa kepada Allah. Berdoa itu individual hablum minal-llah sendirian dalam kekhusukan dan bukan dalam
kegaduhan pidato dan hingar-bingar rebana, gambus, gamelan, organ, atau
orkestra).
Kongres ke-2 PD di Bandung
dihelat pada 20-23 Mei 2010 yang menjadi peristiwa penting dalam kehidupan Anas
sebagai seorang politikus Indonesia. Anas
mendeklarasikan pencalonannya di Jakarta pada 15 April 2010. Dalam pidato
deklarasinya, Anas menegaskan bahwa kesiapan dirinya bukanlah untuk bersaing,
apalagi bertanding. Pencalonanya bukan untuk memburu jabatan. Menurut Anas,
kongres adalah sebuah kompetisi rutin dan penuh persahabatan antar sesama
saudara. “Semua kandidat adalah kader-kader terbaik partai Demokrat dan sahabat
seperjuangan,” katanya kalem namun pede
banget.
Selanjutnya, dalam deklarasinya, Anas menyatakan (jika
terpilih) akan mengusung agenda institusionalisasi partai. Artinya, bagaimana
mentransformasi pemikiran Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai figur
penting dan sentral dalam Partai Demokrat menjadi institusi partai yang kuat.
Agenda lainnya adalah stabilisasi internal; kaderisasi yang baik, bermutu, dan
sistematis; desentralisasi pengelolaan partai secara terukur; pembangunan
budaya politik yang bersih, cerdas, santun sebagai karakter partai; serta
manajemen logistik yang kuat dan akuntabel.
Pidatonya Anas SBY banget!
Gosip dan rumor yang pernah beredar tentang restu SBY kepada
Andi Malarangeng atau kepada Marzuki Alie sedikit demi sedikit hilang dan
kemudian lenyap ditelan bumi tatkala suara sebagian besar peserta kongres
dilimpahkan kepada calon yang bernama Anas Urbaningrum. Suara untuk Anas lebih
besar dari suara yang diperoleh Andi ataupun Marzuki Alie. Anas pun terpilih
sebagai pemenang pertarungan dan kemudian didaulat sebagai Ketum PD periode
2010 – 2015.
Zaman Orde Baru, restu dan petunjuk Pak Harto adalah titah
yang wajib diikuti, taat without reserve
(tanpa syarat). Pak Harto bertitah pilih A, semua orang dijamin pasti pilih A
(lima menit klaar; lebih cepat; pilih
aman dari pada bermasalah di kemudian hari. Mending ikutan titah daripada
benjol karena tulah).
Zaman orde reformasi berbeda dengan zaman Orde Baru atau Orde
Lama. Habibie dan Gus Dur yang dilanjut oleh Megawati adalah pelopor demokrasi.
SBY amat demokratis dan santun dalam tutur, sikap, dan perbuatan. SBY tak
pernah menggunakan kekuasaan untuk memaksakan kehendak, apa lagi sampai
melanggar konstitusi. Inilah nilai-nilai luhur yang dimiliki seorang SBY
sebagai orang yang paling berkuasa di PD. Inilah magnet luar biasa soerang SBY,
sehingga seorang Anas Urbaningrum kena pelet berdeklarasi dalam sukacita dan
rela hati tidak saja mentransformasikan
pemikiran SBY, tetapi juga akan menginternalisasikan pemikiran SBY
selama masa kepemimpinannya sebagai Ketum PD.
Semua butir yang telah dituturnya memang diejawantah oleh Anas
dengan kekuatan, kapabilitas, akhlak, dan integritas yang dimilikinya serta
diamini pula oleh para kader PD dan terutama para loyalisnya di semua lini. Anas
rajin bersilaturahim melalui kegiatan turba ke daerah-daerah sampai ke level
ranting PD di desa atau kecamatan. Anas sepertinya “all out” dan enjoy banget sebagai Ketum PD.
Sepertinya perjalanan karier politik Anas akan melintas dalam track dan race yang benar. Anas dan hampir semua orang yang mengenal Anas
akan berpikir seperti itu.
Manusia hanya mampu sebatas merencanakan, Tuhan pemilik
kekuasaan Yang Maha Menentukan.
Anas yang digadang-gadang orang sebagai politikus muda berotak
encer dan bakal berkarier politik moncer (calon presiden pilpres 2014 dari PD
tentunya), ternyata dia dihadang oleh Sengkuni-Sengkuni dan kena “tendang” serta
“dipaksa” lepas jabatan Ketum PD agar segera lengser.
Karier politik yang
mengilat seorang Anas yang begitu cepat bak meteor melesat dilewati begitu
singkat. Putaran puting beliung yang berpusing sangat cepat melesat menerpa
bahtera PD menjadi prahara dan kemudian
meluluh-lantakkan PD menjadi partai yang sekarat.
PD Ibarat sebuah grup musik yang lagi naik daun. Anas yang
vokalis andal dihabisi masa kontraknya tanpa uang santun tanpa ampun sebelum
durasi kontrak berakhir yang seharusnya lima tahun. Anas merasa dizalimi secara
beruntun. Untunglah Anas legowo tetap
tegar lambat laun dan tak sempat lagi
untuk melamun.
Yah, Anas yang diharapkan khairun
naas dulunya, sekarang Anas dianggap sebagai sarrun naas dan dituntut janjinya untuk mewujudkan janjinya
bersedia digantung di Monas!
Anas Urbaningrum yang dulunya punya nama harum, duduk di tahta
DPP PD sebagai Ketum, sekarang dia berada di tepi lubang jarum karena telah
resmi dijadikan tersangka oleh KPK yang mengayun besi pendulum atas nama hukum.
Untuk dijadikan renungan bagi kita
Dunia ini bagai panggung sandiwara. Itu kalimat sebuah
penggalan syair vokalis The God Bless Ahmad
Albar tahun ’70-an. Firman Allah dalam QS 57: 20:
”I’lamuu annamal
hayaatud dunyaa la’ibun, wa lahwun,wa
ziinatun,tafaahurun, wa takaatsurun, ... wa mal hayaatud dunyaa illaa mataa’ul
ghuruur.”,
Artinya:
Ketahuilah, kehidupan dunia itu hanyalah permainan, senda-gurauan,
perhiasan, saling berbangga, saling berlomba, ... kehidupan dunia itu hanyalah
kesenangan yang palsu/menipu.
Pesan Allah tentang kehidupan di dunia dan seluk-beluknya ini
sudah disosialisasikan oleh Muhammad saw sejak 15 abad yang lampau.
Salah satu bidang kehidupan dunia yang paling diminati manusia
adalah politik. Kalau begitu, politik itu bisa bermata dua, sebagai media
menyejahterakan kehidupan manusia secara nyata, tetapi juga bisa menipu
manusia.
Politik itu anugerah indah dan berwibawa. Makanya Andi
Nurpati, Angelina Sondakh, Andi Mallarangeng, dan Anas Urbaningrum yang
semuanya punya prestasi melambung, hebat,
dipuji dan juga disanjung (tak ada yang memungkiri) hijrah total dari
profesi awal ke bidang politik. Mereka berempat tentu sudah mengalkulasi untung
rugi plus minus dengan pilihan berhijrah ke bidang politik. Mereka memilih PD
sebagai bahtera menuju dermaga pelabuhan yang diidamkan. Yang empunya bahtera
PD tak perlu cerewet bawel menerima kehadiran mereka. PD dan mereka ini menyatu
dalam koalisi lahir batin mutual simbiosis. Yang luput dari kalkulasi mereka
adalah, bahwa dukungan, pujian, sanjungan, jilat-menjilat, dll. adalah
kerikil-kerikil kecil yang membuat mereka harus tersandung dan kemudian jatuh
terjerembab.
Akan tetapi politik yang indah berwibawa itu bisa berubah menjadi bencana musibah yang
menyengsarakan dan menghinakan para pelakunya. Politik bisa mengubah pelakunya
yang santun dan rahim menjadi para pelaku politik (politikus/politisi) yang congkak
dan jumawa serta zalim.
Andi Nurpati yang mantan pendidik bisa melakukan pemalsuan
surat asli MK demi politik “memenangkan PD” dan memenangkan Dwwie Yasin Limpo dan
akibat tindakannya memalsukan SK MK itu menjerumuskan dua orang “kecil” ke
penjara.
“Yang penting aku tetap aman. Biarkan saja dua orang itu
dipidana. EGP!” begitu mungkin kata hati Andi Nurpati.
Andi Nurpati adalah kader PD.
Angie yang cantik menawan dan dipercaya menyandang mahkota
Puteri Indonesia 2001 dan ditugasi sebagai duta Orang Utan, ketika menjadi politikus
sebagai legislator kelakuannya seperti orang utan yang yang masuk kota. Ketika
menjadi saksi atau sebagai tersangka dan ditanya tentang ini atau itu, Angie
yang cerdas itu berubah bak orang pikun yang sering menjawab tidak tahu, tidak
paham, lupa, tidak ingat, dan seakan terzalimi sembari menangis sesenggukan.
Angie adalah kader PD.
Andi Mallarangeng pun setali tiga uang. Dana proyek Hamblang
sedang dikuliti dan digelapkan oleh oknum-oknum koruptor ketika masa Andi
menjadi Menpora. Sesjennya, WAfid Muharam, diciduk oleh KPK. Dia menciptakan kambing hitam karena
kambing-kambing warnanya tak ada satu pun yang hitam. Ketika sudah tak ada
kambing hitam, Andi akhirnya menyerah. Dia dijadikan tersangka oleh KPK.
Andi Mallarangeng adalah kader PD.
Akan halnya Anas Urbaningrum berkaitan dengan perilaku
korupsi, sami mawon, Mas. Anas tergolong komisioner yang jujur dan jauh dari
tingkah laku korupsi ketika menjadi anggota KPU, padahal rekan kerjanya,
Mulyana W. Kusumah, dan bos KPU-nya, Nazaruddin Syamsudin, dimasukkan ke sel
karena korupsi. Anas tidak!
Tetapi itu kan terjadi ketika Anas cuma
anggota/komisioner KPU. Dana yang dikelola tak gede-gedean. Nah, ketika Anas
duduk sebagai legislator di DPR dan punya jabatan strategis sebagai Ketua
Fraksi PD, perjalanan karier politik seorang Anas menjadi kelabu tidak lagi
jernih (berdasarkan kesaksian dan kicauan Nazar di pengadilan Tipikor atau di
berbagai forum dan kesempatan). Anas yang kalem dan terkesan alim/jujur,
ternyata menjadi pelaku korupsi.
Anas diduga terlibat dalam permainan kotor
proyek pembangunan wisma atlet SEA Games Jaka Baring di Palembang selama aktif
menjadi politisi PD dan menduduki kursi Ketua Fraksi PD di DPR. Modusnya,
melalui mekanisme percaloan dalam proses pelaksanaan proyek-proyek pembangunan
yang dibiayai APBN.
Indikatornya adalah harta kekayaan Anas yang
nilainya membengkak puluhan milyar rupiah hanya dalam kuran waktu dua tahun (2007
s.d. 2009). Berdasarkan lembaga resmi Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara
Negara (LHKPN) ke KPK 1 Maret 2007, nilainya hanya berkisar 2 milyar sampai 3
milyar rupiah saja.
Sementara, sejumlah media massa, Juli lalu,
menyebutkan, Anas ditengarai membangun rumah senilai Rp 9 miliar dan memiliki
sejumlah mobil mewah yang nilainya diperkirakan mencapai Rp 6,89 miliar - Rp
8,89 miliar.
Kemudian pada tahun 2008, dia membeli 35
ribu lembar saham PT Panahatan, yang total nilainya Rp 35 miliar (senilai Rp 1
juta per lembar saham).
Jika dihitung-hitung dari nilai rumah, mobil mewah dan saham
itu saja, maka kekayaan Anas hingga Juli 2011 diperkirakan sudah menggembung
jadi Rp 50,89 miliar- Rp 52,38 miliar. (Surabaya Post, Rabu, 10/08/2011
Jakarta, 4 Maret 2013
Rujukan dari berbagai sumber:
.http://www.tribunnews.com/2013/02/22/dijadikan-tersangka-oleh-kpk-habis-sudah-karier-politik-anas
http://news.detik.com/read/2013/02/22/202934/2177491/10/berawal-di-ruang-sesmenpora-merembet-ke-jantung-demokrat?nd771104bcj
Tidak ada komentar:
Posting Komentar