Senin, 04 Maret 2013

ANDI NURPATI, ANGELINA SONDAKH, ANDI MALLARANGENG, DAN ANAS URBANINGRUM KADER PD






ANDI NURPATI, ANGELINA SONDAKH, ANDI MALLARANGENG, DAN ANAS URBANINGRUM KADER PD

Pengharum atau Pembusuk Rumah Besar PD?

Sejarah perpolitikan di Indonesia era reformasi telah menuliskan, bahwa salah satu parpol yang paling fenomenal dari sekian banyak parpol yang lahir adalah Partai Demokrat (PD). Partai PD dibesut oleh SBY sebagai tunggangan politik untuk bertarung dalam Pemilu, Pilleg, dan Pilpres. Tentu saja sangat wajar SBY membesut parpol karena sarat menang dalam Pilpres harus punya parpol atau didukung oleh parpol. Dia belajar dari Gus Dur, JK, Megawati, dan Hamzah Haz yang bisa sukses duduk di tahta RI-1 atau RI-2 karena kuatnya parpol mendukung mereka. Untuk itulah SBY membesut PD secara resmi pada tanggal 09-09-1999 dan segera tancap gas untuk bertarung dalam Pemilu 2004 dan Pilpres 2004 -2009. Waktu lima tahun usai dibesut sudah cukup untuk membenahi diri ke dalam dan bersosialisasi keluar.

Pesona SBY “jenderal teraniaya” (Ketika Megawati berkuasa, 2001 – 2004, kata pengamat politik) yang ganteng (kata kaum ibu) dan santun (kata kaum bapak) agaknya yang paling utama menjadi daya tarik sehingga sebagian besar rakyat menaruh simpati yang dalam. Mereka tahu dari berita media massa bahwa SBY sudah punya PD dan mereka pun tertarik. Para tokoh dan pemuka masyarakat atau agama mendaftarkan nama mereka di DPC Ranting Kabupaten/Kota atau DPD Provinsi. Berbondong-bondong mereka yang berasal dari grass root ikut tutwuri handayani  ke mana pemimpin atau tokoh mereka menambatkan pilihan hati berpolitik. Modal ini menjadi modal besar bagi SBY dan PD-nya. Tentu saja yang ikut bergabung ke PD bukan pemain pemula saja, bukan kader janggut atau kader karbitan saja, tak sedikit pemain lama yang sudah punya nama, yang sukarela tukar kubu loncat pagar (kader kutu loncat) dari partai lamanya ke partai baru PD. Alasan klasik mereka, ya itulah, PD lebih aspiratif dan menjanjikan masa depan. Siapa tahu langsung dijadikan caleg dalam Pemilu 2004.

Kurun waktu 1999 – 2004 bagi sebuah parpol untuk menjadi besar itu hampirlah mustahil. Tetapi itu tadi, era reformasi adalah era kondusif dalam alam demokrasi yang masih demam euphoria. PD adalah parpol fenomenal! PD menembus tiga besar pada Pemilu 2004 bersanding dengan parpol kawakan PDIP dan Golkar. Hebatnya lagi, SBY-JK yang diusung oleh koalisi PD, PPP, Golkar, PBB, dan PKB berhasil menang dalam Pilpres 2004 dan sekaligus mengantarkan SBY-JK ke kursi RI-1 dan RI-2!

Keberhasilan SBY dengan PD-nya berlanjut kepada Pilpres 2009 karena birahi politik SBY masih kuat untuk berkuasa pada periode II, lagi pula tak terlarang dalam konstitusi UUD 1945 yang telah diamandemen. SBY dan kuda tunggangan PD yang kuat perkasa memilih tandem Budiono sebagai wakilnya, dan dia bercerai baik-baik dengan JK yang menjadi lawannya dalam pertarungan pilpres 2009.  Keduanya incumbent. Jerih payah SBY dan nama besarnya, prestasinya selama menjadi RI-1 periode 2004 – 2009, dan berada di atas pelana  kuda tunggangannya, PD yang besar lagi kuat, berdampingan berlari cepat dengan kuda pendamping PKB, PPP, PKS dan kuda-kuda kontet lainnya, berlari lebih cepat mencapai garis finish leibih dahulu dari Golkar dan Hanura, kudanya JK-Wiranto.  . SBY- Budiono kembali berhasil memenangkan kontes Pilpres 2009 dan keduanya pun dilantik untuk jabatan RI-1 dan RI-2 untuk periode 2009 – 2014.

Membicarakan keberhasilan SBY tak bisa dilepaskan dari membicarakan PD. “Joki” yang hebat menunggang “kuda” yang tangguh. Tak pernah lahir joki tangguh dari kuda sakit atau kuda lumpuh.

SBY bukan sekedar “joki” yang peduli ketika ada pacuan. PD juga bukanlah sekedar “kuda pacu” yang hanya diperlukan ketika ada pacuan. SBY adalah penggagas utama yang kemudian “melahirkan”, merawat, mendidik, dan membesarkan PD sebagai parpol sejak “bayi” sampai sebesar sekarang. Tentu saja tidak dinafikan ada dukungan dari berbagai pihak yang ikutan nimbrung meramaikan, merawat, mengembangkan sayap, ikutan makan sembari belajar, dan ikutan beken. Jangan juga lupa di dalam tubuh PD ada juga yang bermental mumpung-isme alias aji mumpung, parasit, dan bermuka dua.

Singkat kata, bicara bahtera PD, yang merawat dan membangun PD dengan tulus ikhlas nothing to loose bersama SBY banyak juga orangnya sehingga PD berbau harum semerbak. Tetapi tak sedikit atau ada segelintir yang sengaja atau tidak memelintir arah bahtera PD yang jelas-jelas antikorupsi menjadi parpol yang penuh dengan oknum cinta korupsi. Kemudiannya, sepanjang kurun 2011 – 2013, beberapa oknum kader PD yang beken, justru tersandung kasus korupsi, yang dampaknya dirasakan oleh PD dalam dua tahun terakhir ini. Elektabilitas PD terjun bebas dari angka 21% merosot ke angka 8,3%, padahal Pemilu 2014 sudah di ambang pintu. Peristiwa dukacita politik yang dialami PD ini, oleh pengamat politik menjulukinya, “ada prahara di dalam tubuh PD”.

Para kader PD yang hebat-hebat yang tersandung korupsi atau merusak citra partai (sudah dijadikan tersangka oleh KPK dan ada yang hampir saja menjadi tersangka oleh lembaga penyidik di luar KPK karena tindak kejahatan dalam bentuk lain), apakah digolongkan kader pengharum bahtera PD atau sebaliknya, sebagai pembusuk? Soalnya, orang di luar PD, apakah orang awam, pengamat politik, atau kader parpol lain, pasti melihat sepak terjang kader akan selalu dan pasti menghubungkan dengan partai tempat dia bernaung. Contohnya jelas justru ada dalam diri PD itu sendiri. Penulis menampilkan empat orang kader PD yang ditengarai ikut ambil peran sebagai bagian dari terjun bebas dan anjlognya angka elektabilitas PD. Mereka adalah Andi Nurpati, Angelina Sondakh, Andi Mallarangeng, dan Anas Urbaningrum.


1.    Andi Nurpati, SK MK yang Asli di dalam Peti, SK MK yang Palsu yang Sakti

 

Siapa yang tidak kenal dengan wanita berkulit putih dan anggun ini? Dialah salah satu sosok wanita yang ditokohkan oleh banyak orang. Nama Asli dan lengkap dengan gelar akademis yang disandangnya adalah Dra. Andi Nurpati Baharuddin, M.Pd. Nama panggilan dan nama populernya  Andi Nurpati. Kalau memperhatikan nama depan “Andi” yang disandangnya, tentu sebagian orang akan dapat menerka etnis asal sosok kita yang satu ini, yakni suku Bugis yang berasal dari Sulawesi Selatan. Memang benar adanya. Andi Nurpati  Lahir  di Macero, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan, 2 Juli 1966. Dia berdomisili jauh dari tanah kelahirannya, di Lampung, dan meniti jalan hidup dan karirnya di Tanah Lampung.

Andi Nurpati (AN) adalah sosok wanita yang cerdas dan bertalenta tinggi. Sudah bertalenta cerdas, AN gemar pula berorganisasi sejak duduk di bangku sekolah. AN pernah menjadi anggota  Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM), hingga kemudian menjadi  Ketua DPP Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM),  Senat Mahasiswa,  Nasyiatul Aisyiah, dan pernah pula menjadi Ketua Lembaga Hukum dan HAM PW Muhammadiyah Lampung.
Latar belakang pendidikan dan karier AN:  PNS guru pembina di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) I Model Kota Bandar Lampung.
Jenjang pendidikan program S-1 di  Fakultas Tarbiyah Jurusan Bahasa Inggris UIN Alaudin Ujung Pandang  pada tahun 1992; melanjutkan program S-2-nya di Master Teacher Programme Deakin University Melbourne, Australia pada tahun 2000 hingga kemudian meraih gelar M.Pd dari FKIP Universitas Lampung di Bidang Teknologi Pendidikan (2006). Tesisnya saat itu adalah “Pengaruh Latar Belakang Tingkat Pendidikan, Sosial Ekonomi dan Akses Media Terhadap Pembelajaran Politik Bagi Pemilih Perempuan (Pada Pemilu 2004 Di Bandar Lampung)”.
Latar belakang pendidikan dan pengalaman hidup yang dilaluinya, membawa AN kepada sosok wanita yang memiliki kepedulian dan antusiasme yang tinggi pada dunia kependidikan.  AN mengawali karir akademiknya sebagai dosen di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Univ. Muhammadiyah Lampung, dan IAIN Raden Inten Bandar Lampung.

Kecerdasan seorang akademisi, pendidik, praktisi dalam berbagai forum akademis (nyambi menjadi narasumber seminar, diskusi, dialog tentang politik, Pemilu dan peran perempuan dalam bidang politik, sosial dan kemasyarakatan)  membawanya kepada ketertarikan kepada dunia politik (dunia politik memang tak bisa dipisahkan dari orang-orang cerdas dan gemar berorbanisasi). AN ibarat seorang pendayung yang mengayuh sampan dari hulu ke hilir mengikuti arus air sungai mengalir. AN berkiprah mengilau di dunia kependidikan di Lampung, namun dia belum merasa puas hanya berkiprah di satu bidang. AN pun berlabuh pula di dermaga politik lantaran sampannya terbawa arus sungai ke situ, dan AN tak merasa risau di sana, AN pun masuk ke dermaga politik yang ternyata dermaga politik itu indah baginya. AN enjoy dan mulai amat betah di sana.
Sosok yang cerdas, pandai bergaul, pandai berorganisasi, banyak relasi, dan keunggulan pribadi serta karakter yang kuat yang dimiliki AN dalam menapak karier menjadikan dia menjadi politikus sesungguhnya (calon kader partai politik yang berbakat). Sejarah hidupnya mencatat karir politiknya menjadi semakin jelas dan menguat saat ia bergabung dengan  Panwaslu Provinsi Lampung pada Pemilu 2004, kemudian Ketua Panwas Pilkada Kota Bandar Lampung tahun 2005, Sekretaris Perludem (Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi) Lampung 2004-2008 dan anggota Perludem Pusat (2004-2008).
Birahi politiknya semakin menguat ketika dia dipercaya menjadi salah seorang dari komisioner di Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2007 – 2012.  Yang namanya komisioner KPU pastilah dia harus berdiri di atas semua golongan/partai politik (parpol) karena KPU adalah lembaga resmi yang independen, mandiri, dan jauh dari intervensi penguasa. Namun sangat disayangkan, AN yang komisioner  KPU aktif justru masuk dalam jajaran kepengurusan pimpinan parpol, tentu saja sebuah partai politik yang sedang berkuasa, yakni Partai Demokrat (PD). Nama AN masuk dalam susunan kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat (DPP PD) periode 2010-2015 di bawah kepemimpinan Anas Urbaningrum. AN pun didapuk sebagai Ketua Divisi Komunikasi Publik. AN sebagai anggota KPU telah secara terang-benderang menunjukkan parsialitas dan keberpihakannya kepada salah satu partai politik, yakni PD. Sikap parsial dan berpihak, merupakan pelanggaran berat terhadap Kode Etik Penyelenggara Pemilu dan sumpah/janji Anggota KPU. Pokoke sing penting PD unggul di segala lini.
Langkah politik AN yang “timpang dan berat sebelah” menuai kontroversi.  Ada AN yang mempunyai “pisau bermata dua” dan berdiri di dua tempat yang berbeda kepentingan pada waktu yang sama mencederai demokrasi yang fairness. Para pengamat politik yang mempertanyakan keberpihakan/timpang dan berat sebelahnya, AN sebagai komisioner KPU cuek bebek. AN ingin mundur dalam masa tugasnya, dia tidak bisa dan tak diijinkan mengundurkan diri. Ada anggota Komisi II Bidang Pemerintahan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Arif Wibowo,  pun turut berkomentar pedas, AN juga bergeming. Lembaga selevel Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) melalui usulan ketuanya, Nur Hidayat. merekomendasikan KPU periode 2007-2012 agar memecat AN karena melanggar sumpah, atau janji jabatan, dan/atau kode etik.
"Presiden dapat mengeluarkan Surat Keputusan pemberhentian, setelah Dewan Kehormatan mengeluarkan rekomendasinya dan rekomendasi tersebut ditindaklanjuti oleh Rapat Pleno KPU," terangnya.
Mengapa Bawaslu bersikeras merekomendasikan KPU agar memecat AN?
Menurut Bawaslu, paling tidak ada tiga kesalahan yang membuat Nurpati layak diberhentikan dengan tidak hormat:
Pertama, Nurpati yang notabene anggota KPU masuk di kepengurusan DPP PD pimpinan Anas Urbaningrum; Kedua, Andi melanggar kode etik soal dugaan keterlibatan dalam kasus tahapan pencalonan Pilkada Kabupaten Tolitoli, Sulawesi Tengah; Ketiga, ada lagi pelanggaran Andi terkait keikutsertaannya dalam rapat pembahasan soal penyelenggaraan Pilkada Banyuwangi bersama perwakilan Partai Golkar dan Bawaslu.
Adapun kesalahan-kesalahan yang perbuat AN yang telah disebutkan masih tergolong “dosa kecil”. Ada “dosa besar” yang hampir menjerat AN untuk menjadi tersangka walaupun AN akhirnya mampu menghindar dan melepaskan diri dari jeratan hukum. jeratan Pasal 263 KUHP tentang Pemalsuan Dokumen Negara.

AN terlibat dalam kasus pemalsuan surat jawaban Mahkamah Konstitusi (MK) atas penetapan caleg terpilih Dewie Yasin Limpo. Pada tahun 2011, AN  diduga terlibat dalam pemalsuan dokumen MK terkait pemilu legislatif pada bulan Agustus tahun 2009. Bulan Agustus 2010, KPU mengirimkan surat pada Mahkamah Konstitusi, yang isinya adalah menanyakan pemilik kursi DPR Dapil Sulawesi Selatan, antara Dewi Yasin Limpo dari Partai Hanura dengan Mestariyani Habie dari Partai Gerindra.  MK mengirimkan jawaban tertulis dengan nomor surat 112/PAN MK/2009 yang isinya adalah: pemilik kursi  jatuh kepada Mestariyani Habie.
Anehnya, saat itu KPU telah memutuskan bahwa kursi diberikan kepada Dewi Yasin Limpo, dengan dasar surat jawaban MK tertanggal 14 Agustus, tiga hari sebelum jawaban asli MK kepada KPU. Hal ini membuat MK mengecek surat tertanggal 14 Agustus yang dimaksud KPU, dan membandingkannya dengan surat yang benar-benar MK kirimkan pada 17 Agustus. Hasilnya, MK
menyatakan surat 14 Agustus yang dijadikan dasar penetapan kursi bagi Dewi Yasin Limpo adalah palsu. AN diduga sebagai pihak yang memalsukan karena merupakan orang yang membawa faks yang dikatakan sebagai surat jawaban MK 14 Agustus. Padahal, AN jugalah yang mengambil surat 17 Agustus yang diambilnya langsung ke Gedung MK, yang ternyata tidak disampaikan ke rapat KPU.
"Ternyata surat itu dikonsep oleh AN dengan tulis tangan yang kemudian diketik dan dikirimkan melalui fax oleh stafnya Sugiarto," paparnya.
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD mengatakan bahwa AN terlibat kejahatan pemalsuan dokumen negara dalam dua kasus, yakni penggelapan dan pemalsuan. Penggelapan sudah nyata terjadi, pasal 263, pasal 372-nya mengenai Pemalsuan sudah nyata terjadi penggelapan, tapi aktor intelektualnya yang harus dicari.
Penyidik Bareskrim Mabes Polri menetapkan Zainal Arifin, sebagai tersangka baru dalam kasus pemalsuan surat keputusan MK terkait sengketa penentuan kursi DPR dari daerah pemilihan 1 Sulawesi Selatan. Zainal Arifin menyusul mantan juru panggil MK Mashuri Hasan sebagai tersangka baru dan membiarkan AN lepas padahal AN adalah akor intelektualnya. Diduga kuat polisi tidak berani menetapkan tersangka kepada Andi Nurpati dan Dewie Yasin Limpo karena keduanya dekat penguasa. Andi Nurpati adalah Ketua Divisi Komunikasi dan Informasi Partai Demokrat, dan Dewie Yasin Limpo adalah politikus Partai Hanura.

http://www.surabayapost.co.id/?mnu=berita&act=view&id=b1be8ad7aac2428d4c983a8ece46f5cb&jenis=d41d8cd98f00b204e9800998ecf8427e
http://metrolisa.info/profil-andi-nurpati.html



2.    Angelina Sondakh, Wajah Indah, Senyum Ramah, Kader Bermasalah, dan Kelakuan Bikin Gundah

 


Kader PD yang satu ini sungguh kader yang menjanjikan baik bagi dirinya maupun bagi PD. Nama lengkapnya  Angelina Patricia Pingkan Sondakh atau Angelina Sondakh alias Angie alias Angel.  Dia  Lahir di Armidale, New South Wales, Australia, pada tanggal 28 Desember 1977. Angie adalah anak bungsu dari lima bersaudara, puteri pasangan Prof. Dr. Ir. Lucky Sondakh, M.Ec. (dosen Universitas Sam Ratulangi, Menado) dan Ir. Saul Kartini Dotulong.

Angie adalah pemegang mahkota Puteri Indonesia 2001 asal Sulawesi Utara. Kita semua maklum tentang kriteria wajib untuk bisa ikut kontes kecantikan Putri Indonesia. Kriteria 3B (brain, beauty, behaviour). Angie jelas memiliki kriteria 3B ini dan pantas dinobatkan sebagai Puteri Indonesia. Memang benar, Angie berwajah indah rupawan, senyumnya ramah, dan lincah bertingkah memainkan keyboard dan organ, yang tentu saja membuat siapa pun yang berhadapan dengan dia menjadi betah. Tutur katanya halus dan sangat cerdas. Angie memang puny hobi membaca. Tidak salah juga kalau dia menjuluki dirinya dengan sebutan I am a blessed woman (wanita yang diberkahi) dan I have good behaviour (berperilaku baik).

Menjadi wanita tercantik di Indonesia sebagai Puteri Indonesia 2001 membuat dirinya disibukkan dengan berbagai kegiatan selama satu tahun, Angie juga dinobatkan sebagai Duta Orang Utan, Duta Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI),  dan juga Duta Batik.
Selain menjadi aktivis lingkungan, penebar kebajikan, Angie menyalurkan hobinya dengan menulis, yakni menuliskan semua pengalaman perjalanan hidupnya. Salah satu bukunya yang telah diterbitkan adalah buku tentang kecantikan. Judul bukunya, “Kecantikan Bukan Modal Utama Saya Di Komisi X DPR-RI”

Angie mengawali karir politiknya dan bergabung dengan partai politik PD besutan SBY. Dia masuk dalam daftar Caleg PD pada pemilu 2004.  Dia berhasil masuk menjadi anggota legislatif  yang kemudian membawa PD sebagai parpol pemenang Pemilu 2004 sekaligus mengantarkan SBY sebagai Presiden RI dengan tandem Wakil Presiden JK. Bersamaan dengan dirinya, bintang sinetron Adjie Massaid juga berhasil menjadi anggota DPR-RI lewat partai yang sama. Keduanya saling mengenal dan hubungan bertambah akrab sebagai sesama legislator. Status Adjie Massaid adalah duda cerai.
Witing tresno jalaran soko kulino. Akhirnya keduanya saling jatuh cinta. Hubungan asmara yang dibina dengan Adjie Massaid yang sesama kader PD dan juga sesama legislator anggota di DPR (2004 – 2009) membawa keduanya kepada ikatan tali pernikahan. Keduanya pun menikah secara Islam setelah Angie ber-syahadatain (berikrar mengucapkan dua kalimat syahadat) sebagai muslimah. Pernikahannya dengan Adjie Massaid ini, Angie memperoleh seorang putra, Keanu Massaid. Kemudian yang terjadi adalah Adjie meninggal dunia karena serangan jantung dan Angie menyandang status janda.

Sebagai salah satu kader wanita di PD yang dikenal luas, DPP PD mendapuknya agar bersedia tampil sebagai bintang iklan partai PD untuk kemenangan Pemilu 2009 dengan slogan “Katakan Tidak dengan Korupsi!”. Tak ada penelitian yang dapat menyimpulkan atau membuat hipotesis awal bahwa gara-gara slogan yang diteriakkannya itu yang memenangkan PD sekaligus memenangkan pasangan SBY-Budiono dalam Pilpres 2009 silam.

Angie menjalani kehidupan politiknya sebagai seorang politikus sekaligus legislator dengan baik selama lima tahun pertama. Dia kembali dipercaya lagi untuk duduk di DPR pada Komisi X untuk lima tahun kedua. Bahkan hebatnya lagi, ia masuk ke dalam susunan Badan Anggaran (Banggar DPR; di Banggar ini ada oknum legislator nakal dan korup yang suka memainkan anggaran). Mungkin Anas yang kebetulan Ketua Fraksi PD ingat persis slogan kampanye PD yang telah diteriakkan oleh seorang Angie yang jadi bintang iklan itu. Anas yakin Angie ingat slogan verbal antikorupsi yang dia teriakkan dengan lantang (?).
Karena kecintaan dan integritasnya cukup tinggi di PD, DPP PD di bawah Ketum Anas Urbaningrum tak ragu-ragu menempatkan Angie unuk menduduki jabatan cukup strategis di PD, yakni Jabatan Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) PD.

Apa yang terjadi dengan Angie kemudian?

Politikus itu punya dua dimensi. Dimensi pertama, politikus adalah homo politicia yang bermakna manusia politik: terjun ke dunia politik karena panggilan jiwa dan kecintaan kepada tanah air dan bangsa. Dia bekerja karena ingin mengabdi semata-mata di mana pun dia berada. Banyak orang seperti itu telah lahir, berbakti, dan kemudian pergi selama-lamanya dengan kesan indah seakan-akan selalu ada di sisi kita.
Mari kita buka lembaran sejarah para tokoh negeri ini. Lihatlah sosok Bung Hatta. Lihatlah sosok Moh. Kasman Singodimejo. Lihatlah sosok Hugeng Iman Santoso. Lihatlah sosok Baharuddin Lopa. Lihatlah sosok Romo Mangunwijaya.

Dimensi kedua dari politikus itu adalah manusia berpolitik dengan lakon/berkelakuan melebihi tikus. Karakternya karakter tikus. Segala macam benda/bahan makanan dia kerat/gerogot dengan gigi-geriginya yang runcing selagi ada kesempatan. Dia akan menghilang sebentar ketika ada yang datang dan kemudian dia kembali lagi untuk mengerat. Bukan satu macam makanan, tetapi semua makanan yang ditemui. Papan pintu atau lemari yang tebal pun sanggup dilubangi agar dia bisa masuk.

Kelakuan Angie yang menjadi anggota DPR dari Fraksi PD yang didudukkan di Banggar dapat dikategorikan politikus dimensi kedua. Mungkin, dan bukan hal yang mustahil Angie berlakon “tikus” dengan oknum teman-teman sesama anggota Banggar khususnya, dan oknum anggota DPR umumnya. Pengalaman politik menjadi legislator selama lima tahun pertama periode 2004 – 2009 menjadikan Angie tambah kokoh tak terbantah. Sayangnya bukan mengokohkan prestasi menegakkan antikorupsi seperti yang dia teriakkan, malahan kebalikannya, berkorupsi juga tak terbantah. Gaya hidup yang mewah (konon hampir digugat cerai oleh Adjie Massaid gara-gara gaya hidupnya yang serba wah), nilai hartanya yang bertambah secara tidak wajar yang menimbulkan tanda tanya, dan patut diduga dia peroleh dari hasil korupsi yang jelas-jelas haram.

Memang benar adanya. Rekan satu partainya di PD, Mohammad Nazaruddin (Nazar) yang Bendum PD, ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus korupsi suap pembangunan Wisma atlet Jakabaring, Palembang, proyek pembangunan universitas di Kemdiknas, dll. Nazar bersaksi di bawah sumpah di Pengadilan Tipikor, bahwa dia bukan satu-satunya pelaku korupsi. Nazar pun menyebut dan berulang-ulang menyebut nama Angie. (Tak ada lagi perkawanan yang abadi dalam politik meski separtai, yang abadi adalah kepentingan, yakni selamatkan diri pribadi).

Angie pun terseret dalam pusaran lelakon politikus korup. Angie dipanggil untuk didengar kesaksiannya, dia mati-matian berbicara vokal membantah, berkelit atau ngeles, dan tetak berkata “tidak dengan korupsi”. Tentu saja Angie boleh-boleh saja membantah dengan berbagai dalih. Toh KPK yang punya dalil menyelidik dan menyidik. Semua yang dia iyakan atau dia bantah dalam kesaksiannya, dikonfrontasi dengan koruptor lain yang lebih dahulu ditahan, dan KPK sampai kepada kesimpulan yang klop. Pada tanggal 3 Februari 2012, Angie ditetapkan sebagai tersangka korupsi dan kasus suap wisma atlet di Palembang. Dia dijerat dengan pasal 5 ayat 2, atau pasal 11, atau pasal 12 huruf a UU 31/1999, sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi..

Tepat, Angie ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus suap yang diumumkan langsung oleh ketua KPK, Abraham Samad di gedung KPK, Jakarta.  KPK menahan Angie. Tanggal 27 April 2012, Angie menjalani pemeriksaan pertama sejak statusnya sebagai tersangka.

Konsekuensinya jelas, dia harus ditahan supaya dia tidak lari atau menghilangkan barang bukti, disidangkan dan didudukkan di kursi terdakwa, divonis, dan hampir dipastikan dia akan dipidana sebagai narapidana.

Angie pun didudukkan di kursi terdakwa pada Pengadilan Tipikor KPK. Persidangan dengan terdakwa Angie pun digelar. Sebagian rakyat Indonesia menyaksikan jalannya persidangan walau hanya klip adegan video yang dipampang di layar kaca. orang yang tak sempat menonton ikutan nimbrung dengan membaca berita di koran-koran. Berita tentang Angie disidang cukup gencar dipublikasi.

Meski Angie bersaksi, berbicara, atau menjawab pertanyaan hakim, jaksa, atau pengacaranya dengan kesaksian di bawah sumpah, angie bersaksi sering membuat ulah bikin masalah. Terkadang dia berkata tegas dan lantang, terkadang membantah, terkadang  seperti orang yang pelupa, terkadang sering menunjukkan diri sebagai an innocent woman dengan gaya sedikit mengiba menyebut dirinya sebagai seorang ibu yang punya bayi dan single parent, berurai air mata, terisak-isak. Sering sekali dia memijat-mijat biji tasbeh yang selalu berada di telapak tangannya sembari tasbeh diputar-putar seiring menghitung biji tasbeh. Yang sering membuat hakim jengkel karena kesaksiannya lebih sering berbohong. Misalnya saja soal Blackberry (BB) miliknya dan bbm-nya dengan Rosa dibantahnya, soal kata sandi “apel Washington dan apel Malang”, “bos besar” dan “ketua besar”.
Menyaksikan jalannya persidangan Angie, ada orang yang kritis bertanya gaya retorika, “Angie itu cerdas atau idiot?”
 Kesaksian di bawah sumpah, kesaksian konfrontatif, dan bukti-bukti yang diajukan selama proses  persidangan yang digelar untuk terdakwa Angie, Hakim Pengadilan Tipikor pun menjatuhkan vonis
pada tanggal 10 Januari 2012, Angie divonis 4,5 tahun penjara dan denda Rp 250 juta. Vonis hakim itu amat jauh dari tuntutan jaksa yang 12 tahun. Apalagi dari sangkaan menerima uang miliaran rupiah Angie hanya harus memberi ganti rugi Rp 250 juta.

Rujukan dari berbagai sumber:
http://m.ceritamu.com/cerita/Angelina-Sondakh/biografi




3.    Andi Mallarangeng yang Anti Kader Cengeng
       
http://id.wikipedia.org/wiki/Andi_Mallarangeng

Andi Alifian Mallarangeng  atau Andi Mallarangeng (Andi) lahir di Makassar, Sulawesi Selatan, 14 Maret 1963 (hampir 50 tahun) adalah seorang Menteri aktif, tepatnya Menteri Pemuda dan Olah Raga, yang apes karena dia dijadikan status tersangka oleh KPK Jilid III. Belum pernah terjadi pada seseorang Menteri aktif pada masa sebelumnya oleh KPK  Jilid I, Jilid II, atau Jilid III, kecuali Andi Mallarangeng seorang. Ada beberapa orang Menteri yang telah dijadikan tersangka, terperiksa, terdakwa dan terpidana, tetapi mereka ini semuanya adalah mantan Menteri (bukan Menteri aktif). Sebutlah misalnya Menteri Dalam Negeri Hari Sabarno, mantan Mensos Bachtiar Chamsyah, mantan Menkes Sujudi dan mantan Menteri Kelautan Rochmin Dahuri.
Penetapan tersangka Andi berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin.Dik-46/ 01/12/2012 tertanggal 3 Desember. Andi disangkakan Pasal 2 Ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Pasal 2 Ayat 1 UU Tipikor menyebut, ”Setiap orang yang melawan hukum, melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau paling singkat empat tahun”. Pasal 3 UU Tipikor menyatakan, ”Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara, dipidana dengan penjara seumur hidup atau paling singkat satu tahun”.

Status tersangka yang dikenakan kepadanya adalah keterlibatannya dalam kasus korupsi proyek pusat olahraga Hambalang Bogor, Jawa Barat.
Andi yang sedang kita bicarakan ini adalah sosok yang cerdas dan terkenal. Jejak rekam pendidikannya adalah jenjang S-1 Sosiologi dan gelar doctorrandus (Drs.) diraihnya dari Fisipol Universitas Gajah Mada, Yogyakarta pada tahun 1986. Andi kemudian melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dengan mengikuti program pendidikan formal jenjang S-2 dan meraih gelar Master of Science (M.Sc.) di bidang sosiologi  dan berlanjut ke jenjang S-3 dan meraih gelar Doctor of Philisophy (Ph. D.) di bidang ilmu politik dengan disertasi tentang Contextual Analysis on Indonesian Electoral Behavior dari Northern Illinois University (NIU) Dekalb, Illinois, Amerika Serikat, pada tahun 1997.
Sejak muda belia Andi bercita-cita menjadi dosen. Cita-cita ini akhirnya tercapai dengan menjadi dosen di Universitas Hasanuddin (1988-1999) dan di Institut Ilmu Pemerintahan dan ditekuninya selama hampir dua puluh tahun (1988-2002). Garis tangan/ suratan takdir atau peruntungan seseorang tak ada yang tahu. Begitu pun dengan sosok Andi. Nasib berkata lain baginya. Jatuhnya pemerintahan Orde Baru dan munculnya tuntutan reformasi, mengharuskan penataan ulang sistem politik dan sistem pemerintahan di Indonesia, yang didasarkan pada prinsip-prinsip demokrasi dan desentralisasi. Andi disibukkan dengan tugas penting. Dia diminta menjadi anggota Tim Tujuh (1998-1999) yang dipimpin oleh Prof. DR. Ryaas Rasyid, untuk merumuskan paket Undang-undang Politik yang baru sebagai landasan bagi pemilu demokratis pertama di era reformasi. Tim Tujuh ini kemudian juga merumuskan Undang-undang Pemerintahan Daerah yang baru, sebagai landasan reformasi sistem pemerintahan dengan desentralisasi dan otonomi daerah.
Kiprahnya sebagai dosen, kecerdasannya yang tinggi, namanya yang harum, serta wajah maupun penampilannya yang handsome yang sering disaksikan di layar tv sebagai pengamat politik yang cerdas membuat dia dilirik banyak pihak. Tentu saja lebih banyak diundang sebagai narasumber atau pembicara dalam forum ilmiah resmi atau talk show tentang perpolitikan di Indonesia yang sedang hangat-hangatnya dan euphoria rakyat Indonesia di era reformasi dan keterbukaan. Namanya makin berkilau dan penampilannya makin kinclong dari hari ke hari.
Pucuk dicinta ulam pun tiba. Pendidikan formal sampai jenjang paling tinggi sudah dilalui dengan bukti gelar Ph.D. Menjadi seorang dosen sebagai juga sang ayah dan sebagaimana yang dicita-citakan sejak usia belia telah digeluti. Menjadi seorang pengamat politik yang andal sudah kesampaian. Apa lagi yang dicari, Andi?
Memperhatikan salah satu need yang paling luhur dari jenjang kebutuhan yang dicari manusia adalah actualization need (ingat kepada teori Jenjang Kebutuhan-nya Abraham G. Maslow) yang paling menantang. Fitrah seorang Andi tidaklah ingin hanya sampai seorang pengamat politik yang setara dengan pengamat atau penonton dalam pertandingan sepakbola. Andi ingin menjadi pemain, bahkan ingin menjadi seorang striker-lah! Sampailah kemudian datangnya penawaran dari petinggi Partai Demokrat (PD) untuk bergabung mengayuh bahtera PD. Semua orang pun tahu siapa sosok hebat di balik kesuksesan PD dalam panggung perpolitikan di Indonesia di era reformasi, sosok “Bapak kita”, Bapak SBY (mengutip ucapan Ruhut Sitompul “anak SBY”). Andi dan PD adalah simbiosis mutualisma. Tidak mungkin petinggi PD merekrut Andi kalau kapabilitasnya biasa-biasa saja alias sama saja dengan level grass root atau kader penggembira. Sebaliknya, saya tak yakin Andi mau dan suka bergabung dalam bahtera PD kalau cuma sekelas perahu kayu atau ibarat rumah kontrakan cuma sekelas rumah bedeng!
SBY, sang RI-1 dengan tandem RI-2, JK (2004 -2009), sudah hafal kualitas keilmuan seorang Andi. SBY paham kapabilitas dan integritas seorang Andi. SBY tentu tak keliru menunjuk dan mengangkat Andi sebagai salah satu dari beberapa Juru Bicara (jubir) Kepresidenan di samping Deni Indrayana dan Julian Aldrin Pasha. 
Memasuki jabatan RI-1 periode II dengan tandem RI-2, Budiono (2009 -2014), SBY yang bermata elang dan amat mewaspadai bahaya korupsi, mengamati track record Andi sang jubirnya, kemudian mengangkat Andi menjadi salah satu pembantunya (Menteri) dan didudukkanlah Andi sebagai Menteri Pemuda dan Olah Raga pada Kabinet Indonesia Bersatu II. Jabatan Menteri adalah jabatan politis dan tentu jauh lebih prestisius ketimbang jabatan fungsional (dosen) atau keahlian (jubir). Seorang yang sudah duduk dalam jabatan politis, dia dapat saja hinggap di kursi jabatan politis yang lain (legislator, bupati, walikota, gubernur/wakill gubernur, dll.)
Jadilah Andi Menpora alias orang nomor 1 di Kementerian Negara Pemuda dan Olah Raga (Kemenpora). Otomatis Menpora adalah pejabat pengguna anggaran dan orang yang paling berkuasa mengelola dana di Kemenpora (buktinya adalah tanda tangan pengusulan dana dan penggunaan dana yang ada di Kemenpora).
Hambalang Mengemplang dan Andi yang Malang
Hambalang itu memang cuma nama sebuah desa di Kecamatan Gunung Putri Kabupaten Bogor. Orang tahu Hambalang bukan soal desa itu, melainkan soal proyek besar bernilai dua triliun rupiah lebih yang sedang dibangun di desa itu. Proyek pembangunan gedung pusat kegiatan olah raga yang dikelola oleh Kemenpora. Namanya disederhanakan saja, proyek Hambalang, biar disebutnya gampang, tetapi dananya tidak untuk dikemplang!
Kata pepatah, “Ada gula ada semut”. Semut kan cuma butuh seonggok gula, tidak lebih, meskipun semutnya berbilang banyak. Mereka makan bersama dalam persaudaraan yang erat. Tidak ada semut serakah yang membawa lari makanan keluar dari rombongannya. Itu ibarat saja. Bagaimana sikap dan tingkah polah manusia mengetahui ada proyek besar Hambalang yang bernilai triliunan rupiah? Perut manusia memang kecil, tetapi jangan lupa! Perut kita ini bisa masuk dan menampung segala macam barang: apel, semen, pasir, rumah, atm, rekening, kartu kredit, apartemen, hotel, rumah mewah, dll.
Ada proyek besar tentu ada investor atau pengusaha, ada birokrat atau aparat negara dan aparat pemerintahan, dan ada legislator pembuat regulasi, pengatur anggaran, dan sekaligus pengawas yang duduk di DPR. Salah satu pengusahanya adalah Mohammbad Nazaruddin (Nazar) yang punya perusahaan Grup Permai. Hebatnya lagi (?), Nazar adalah seorang legislator di DPR, dan punya jabatan prestisius di PD, yakni Bendahara Umum (Bendum). Nazar punya tiga jabatan sekaligus dalam game besar Hambalang. Bisalah ditebak orang banyak mengapa proyek Hambalang bisa didapat oleh perusahaannya Nazar. Itulah sebuah “high level game” mendapatkan proyek: ada pertemuan, ada janji, ada fee, ada DP, ada cek, ada gratifikasi, dan ada suap di antara para pemain, yaitu legislator, politisi parpol, pengusaha, dan birokrat. Nama PD yang sudah kuat pun semakin mencuat. Tak ada orang bakal menyangka PD bakal kena tulah (bumerang) slogan buatan sendiri yang berakhir dengan kualat!
PD adalah the ruling party. Legislator pun tentu paling banyak datang dari PD. Menporanya pun dari PD. Empunya duit, Grup Permai itu, juga punya Nazar yang Bendum PD. Klop sudah untuk bermain dan mengatur irama permainan “Proyek Hambalang”.
Para pemain yang menikmati permainan “sabun atau sepakbola gajah” seenaknya dikagetkan oleh kehadiran dan ketegasan wasit yang bernama KPK. Para pemain opera sabun dan sepakbola gajah dikenai hukuman oleh wasit KPK: ditegur, di-“kartu kuningkan” dan di-“kartu merahkan”. Ini bukan lagi dongeng, tetapi fakta sejarah Hambalang yang dialami oleh para pemainnya yang nakal atau kasar, yang berdampak sistemis bagi bangsa Indonesia yang sedang membangun yang anti-KKN.
Siapa sangka, penangkapan di ruang Sesmenpora Wafid Muharam pada 21 April 2011 silam, karena jeratan korupsi proyek Hambalang, bisa merembet segala arah bagai bola liar dalam scrimmage di muka gawang dan berbuah gol. Penangkapan Wafid bersama Direktur Marketing Grup Permai Mindo Rosalina Manulang dan Direktur PT Duta Graha Indah Mohammad El Idris itu memang menjadi tonggak penting mengungkap kasus korupsi proyek Hambalang.
Berdasarkan penggeledahan di kantor Grup Permai di Jl Warung Buncit, Jakarta Selatan, KPK menemukan banyak bukti penting mengenai permainan konsorsium perusahaan milik mantan Bendum PD Nazar tersebut. Setelah tiga orang yang ditangkap itu: Wafid Muharam (Sesjen Menpora), Mohammad El Idris, dan Mindo Rosalina, berkembanglah penyelidikan dan penyidikan KPK terhadap para  pelaku korupsi. Mindo dan El Idris tidak berduaan berkorupsi. Mereka pun bersaksi di bawah sumpah. Mereka menyebut nama-nama oknum lainnya yang ikutan makmum dalam jemaah korupsi. Menyusul mereka berdua kemudian adalah dua politisi PD Nazar dan Angelina Sondakh (Angie) turut terjerat jaring laba-laba KPK yang liat dan kuat  (mereka berdua ini sudah berstatus terpidana/narapidana).
Tidak berhenti pada Nazar dan Anggie, KPK juga sukses menjerat aktor-aktor korup yang kebetulan politisi dan sekaligus birokrat PD, dialah Andi yang masih Menpora aktif bisa dijadikan tersangka dan sekaligus dicekal bepergian ke luar negeri dengan sprindik tanggal 3 Desember 2012. Empat hari kemudian, tepatnya pada tanggal 7 Dsember 2012, Andi dengan sikap seorang kesatria resmi mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Menpora.
KPK menetapkan Andi sebagai tersangka baru kasus itu. Andi diduga bersama-sama melakukan perbuatan melawan hukum dan penyalahgunaan wewenang untuk menguntungkan diri sendiri atau pihak lain, namun justru merugikan keuangan negara.
"Ya itulah kemajuan demokrasi di Indonesia. Siapa saja sama di depan hukum, kalau Menteri harus dicekal ya dicekal," kata Andi menanggapi pencekalan terhadap dirinya.

Setuju!
Rujukan dari sumber:

 http://profil.merdeka.com/indonesia/a/andi-alifian-mallarangeng/









4. Anas Urbaningrum, Nama yang Harum Berada di Tepi Lubang Jarum

     
Anas Urbaningrum lahir di desa Ngaglik, Srengat, Blitar, Jawa Timur, 15 Juli 1969. Anas menempuh jenjang pendidikan formal dari SD hingga SMA di Kabupaten Blitar. Dia memang anak yang cerdas. Bahwa dia tergolong anak yang cerdas adalah dari raihan prestasi belajar sejak SD hingga SMA ia selalu juara menduduki peringkat I. Dia bukan saja jawara dalam raihan prestasi belajar, tetapi dia juga dikenal aktif berorganisasi sejak SMP. Saat bersekolah di Madrasah Tsanawiyah Negeri Kunir, Blitar, ia tercatat sebagai Sekretaris OSIS. Lalu ketika bersekolah di SMA, ia menjadi Pengurus OSIS SMA Negeri Srengat, Blitar.
Usai menamatkan pendidikan SMA-nya, Anas Mahasiswa Teladan dan lulusan terbaik ini, Setelah lulus dari SMA, ia melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi dan masuk ke Universitas Airlangga, Surabaya, melalui jalur Penelusuran Minat dan Kemampuan (PMDK) pada 1987. Anas menjadi mahasiswa di kampus ini dan ia belajar ilmu politik dengan mengambil jurusan politik pada Fakultas Ilmu Sosial dan Politik. Di kampusnya, Anas bukan saja belajar keakademian agar bisa lulus ujian, namun dia adalah aktivis kampus yang andal pula karena pengalamannya berorganisasi di OSIS. Kecerdasannya kembali dibuktikan selama mengenyam pendidikan di perguruan tingginya. Dia terpilih menjadi mahasiswa teladan dan lulusan terbaik dari Universitas Airlangga  pada tahun 1992.
Anas memang cikal-bakal chairun-nas anfa’uhum lin naas.
Anas melanjutkan pendidikannya di Program Pascasarjana Universitas Indonesia dan meraih gelar master bidang ilmu politik pada 2000. Tesis pascasarjananya dengan judul,  “Islamo-demokrasi: Pemikiran Nurcholish Madjid” telah dibukukan dan dipublikasikan. Konon, di sela-sela kesibukan sebagai politisi PD dengan jabatan Ketua Umum PD (Ketum), kini ia tengah merampungkan program S-3 studi doktor ilmu politik pada program pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Kiprah Anas di kancah politik dimulai di organisasi gerakan mahasiswa. Ia bergabung dengan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) hingga menjadi Ketua Umum Pengurus Besar HMI pada kongres yang diadakan di Yogyakarta pada 1997.
Setelah itu, Anas aktif di Partai Demokrat dan menjabat sebagai Ketua Bidang Politik dan Otonomi Daerah di DPP untuk periode 2005-2010  Anas terpilih menjadi anggota DPR RI pada Pemilu 2009 dari daerah pemilihan Jawa Timur VII yang meliputi Kota Blitar, Kabupaten Blitar, Kota Kediri, Kabupaten Kediri, Kota Kediri,  dan Kabupaten Tulungagung dengan meraih suara terbanyak, yaitu 178.381 suara, melebihi angka Bilangan Pembagi Pemilih (BPP) sebesar 177.374 suara.
sebagai anggota DPR selama hanya satu tahun – oleh Partai Demokrat Anas dipasang sebagai anggota DPR pada tahun 2009 dan menduduki jabatan ketua fraksi.
Setahun  duduk di kursi Ketua Fraksi PD di gedung DPR milik rakyat, syahwat politik seorang politikus selevel Anas ngebet inginkan kursi jabatan yang lebih prestisius dan yang lebih memelet. Anas kebelet jabatan kursi Ketua Umum PD. Tentu saja jabatan luhung seperti jabatan Ketum PD itu tidak serta-merta diperoleh lantaran Anas yang bercikal-bakal chairun naas. Jabatan itu dapat diperoleh melalui pertarungan dalam sebuah ajang kongres konstitusional sebuah parpol, apa lagi PD adalah parpol berjuluk dan memang the ruling party. Ajang yang namanya kongres itu bakal digelar oleh DPP PD di bawah arahan SBY sang Ketua Dewan Pembina PD. Zaman Golkar sebagai the ruling party era Orde Baru, Pak Harto-lah yang empunya petunjuk sakti karena beliau duduk sebagai Ketua Dewan Pembina Golkar.
Demi jabatan Ketum PD yang diincarnya, Anas rela mengundurkan diri dari kursi DPR untuk persiapan pertarungan dalam perebutan kursi Ketua Umum Partai Demokrat 2010-2015  melalui kongres PD. Anas bukan calon tunggal dan bukan eranya lagi era calon tunggal. Di samping Anas, sudah nongkrong dua orang calon kuat yang punya pendukung. Kedua calon itu adalah Andi Mallarangeng dan Marzuki Alie. Konon ada gosip yang beredar, restu SBY itu jatuh kepada Andi Mallarangeng. Gosip yang lain malah Marzuki Alie yang direstui SBY dan di-shalawati- oleh para malaikat.
(tentang shalawat, jamak dari kata shalat=salat. Shalawat/salawat datang dari Allah dimaknai merestui, dari Allah yang berposisi paling tinggi kepada seseorang; salawat datang dari malaikat dimaknai mendoakan; salawat/salat datang dari seseorang dimaknai berdoa. Salah satu arti salat adalah berdoa kepada Allah. Berdoa itu individual hablum minal-llah sendirian dalam kekhusukan dan bukan dalam kegaduhan pidato dan hingar-bingar rebana, gambus, gamelan, organ, atau orkestra).
Kongres ke-2 PD di Bandung dihelat pada 20-23 Mei 2010 yang menjadi peristiwa penting dalam kehidupan Anas sebagai seorang politikus  Indonesia. Anas mendeklarasikan pencalonannya di Jakarta pada 15 April 2010. Dalam pidato deklarasinya, Anas menegaskan bahwa kesiapan dirinya bukanlah untuk bersaing, apalagi bertanding. Pencalonanya bukan untuk memburu jabatan. Menurut Anas, kongres adalah sebuah kompetisi rutin dan penuh persahabatan antar sesama saudara. “Semua kandidat adalah kader-kader terbaik partai Demokrat dan sahabat seperjuangan,” katanya kalem namun pede banget.
Selanjutnya, dalam deklarasinya, Anas menyatakan (jika terpilih) akan mengusung agenda institusionalisasi partai. Artinya, bagaimana mentransformasi pemikiran Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai figur penting dan sentral dalam Partai Demokrat menjadi institusi partai yang kuat. Agenda lainnya adalah stabilisasi internal; kaderisasi yang baik, bermutu, dan sistematis; desentralisasi pengelolaan partai secara terukur; pembangunan budaya politik yang bersih, cerdas, santun sebagai karakter partai; serta manajemen logistik yang kuat dan akuntabel.
Pidatonya Anas SBY banget!
Gosip dan rumor yang pernah beredar tentang restu SBY kepada Andi Malarangeng atau kepada Marzuki Alie sedikit demi sedikit hilang dan kemudian lenyap ditelan bumi tatkala suara sebagian besar peserta kongres dilimpahkan kepada calon yang bernama Anas Urbaningrum. Suara untuk Anas lebih besar dari suara yang diperoleh Andi ataupun Marzuki Alie. Anas pun terpilih sebagai pemenang pertarungan dan kemudian didaulat sebagai Ketum PD periode 2010 – 2015.
Zaman Orde Baru, restu dan petunjuk Pak Harto adalah titah yang wajib diikuti, taat without reserve (tanpa syarat). Pak Harto bertitah pilih A, semua orang dijamin pasti pilih A (lima menit klaar; lebih cepat; pilih aman dari pada bermasalah di kemudian hari. Mending ikutan titah daripada benjol karena tulah).
Zaman orde reformasi berbeda dengan zaman Orde Baru atau Orde Lama. Habibie dan Gus Dur yang dilanjut oleh Megawati adalah pelopor demokrasi. SBY amat demokratis dan santun dalam tutur, sikap, dan perbuatan. SBY tak pernah menggunakan kekuasaan untuk memaksakan kehendak, apa lagi sampai melanggar konstitusi. Inilah nilai-nilai luhur yang dimiliki seorang SBY sebagai orang yang paling berkuasa di PD. Inilah magnet luar biasa soerang SBY, sehingga seorang Anas Urbaningrum kena pelet berdeklarasi dalam sukacita dan rela hati tidak saja mentransformasikan  pemikiran SBY, tetapi juga akan menginternalisasikan pemikiran SBY selama masa kepemimpinannya sebagai Ketum PD.
Semua butir yang telah dituturnya memang diejawantah oleh Anas dengan kekuatan, kapabilitas, akhlak, dan integritas yang dimilikinya serta diamini pula oleh para kader PD dan terutama para loyalisnya di semua lini. Anas rajin bersilaturahim melalui kegiatan turba ke daerah-daerah sampai ke level ranting PD di desa atau kecamatan. Anas sepertinya “all out” dan enjoy banget sebagai Ketum PD. Sepertinya perjalanan karier politik Anas akan melintas dalam track dan race yang benar. Anas dan hampir semua orang yang mengenal Anas akan berpikir seperti itu.
Manusia hanya mampu sebatas merencanakan, Tuhan pemilik kekuasaan Yang Maha Menentukan.
Anas yang digadang-gadang orang sebagai politikus muda berotak encer dan bakal berkarier politik moncer (calon presiden pilpres 2014 dari PD tentunya), ternyata dia dihadang oleh Sengkuni-Sengkuni dan kena “tendang” serta “dipaksa” lepas jabatan Ketum PD agar segera lengser.
 Karier politik yang mengilat seorang Anas yang begitu cepat bak meteor melesat dilewati begitu singkat. Putaran puting beliung yang berpusing sangat cepat melesat menerpa bahtera PD  menjadi prahara dan kemudian meluluh-lantakkan PD menjadi partai yang sekarat.
PD Ibarat sebuah grup musik yang lagi naik daun. Anas yang vokalis andal dihabisi masa kontraknya tanpa uang santun tanpa ampun sebelum durasi kontrak berakhir yang seharusnya lima tahun. Anas merasa dizalimi secara beruntun. Untunglah Anas legowo tetap tegar  lambat laun dan tak sempat lagi untuk melamun.
Yah, Anas yang diharapkan khairun naas dulunya, sekarang Anas dianggap sebagai sarrun naas dan dituntut janjinya untuk mewujudkan janjinya bersedia digantung di Monas!
Anas Urbaningrum yang dulunya punya nama harum, duduk di tahta DPP PD sebagai Ketum, sekarang dia berada di tepi lubang jarum karena telah resmi dijadikan tersangka oleh KPK yang mengayun besi pendulum atas nama hukum.
Untuk dijadikan renungan bagi kita
Dunia ini bagai panggung sandiwara. Itu kalimat sebuah penggalan syair vokalis The God Bless Ahmad Albar tahun ’70-an. Firman Allah dalam QS 57: 20:
I’lamuu annamal hayaatud dunyaa la’ibun, wa lahwun,wa ziinatun,tafaahurun, wa takaatsurun, ... wa mal hayaatud dunyaa illaa mataa’ul ghuruur.”,
Artinya:
Ketahuilah, kehidupan dunia itu hanyalah permainan, senda-gurauan, perhiasan, saling berbangga, saling berlomba, ... kehidupan dunia itu hanyalah kesenangan yang palsu/menipu.
Pesan Allah tentang kehidupan di dunia dan seluk-beluknya ini sudah disosialisasikan oleh Muhammad saw sejak 15 abad yang lampau.
Salah satu bidang kehidupan dunia yang paling diminati manusia adalah politik. Kalau begitu, politik itu bisa bermata dua, sebagai media menyejahterakan kehidupan manusia secara nyata, tetapi juga bisa menipu manusia.
Politik itu anugerah indah dan berwibawa. Makanya Andi Nurpati, Angelina Sondakh, Andi Mallarangeng, dan Anas Urbaningrum yang semuanya punya prestasi melambung, hebat,  dipuji dan juga disanjung (tak ada yang memungkiri) hijrah total dari profesi awal ke bidang politik. Mereka berempat tentu sudah mengalkulasi untung rugi plus minus dengan pilihan berhijrah ke bidang politik. Mereka memilih PD sebagai bahtera menuju dermaga pelabuhan yang diidamkan. Yang empunya bahtera PD tak perlu cerewet bawel menerima kehadiran mereka. PD dan mereka ini menyatu dalam koalisi lahir batin mutual simbiosis. Yang luput dari kalkulasi mereka adalah, bahwa dukungan, pujian, sanjungan, jilat-menjilat, dll. adalah kerikil-kerikil kecil yang membuat mereka harus tersandung dan kemudian jatuh terjerembab.
Akan tetapi politik yang indah berwibawa  itu bisa berubah menjadi bencana musibah yang menyengsarakan dan menghinakan para pelakunya. Politik bisa mengubah pelakunya yang santun dan rahim menjadi para pelaku politik (politikus/politisi) yang congkak dan jumawa serta zalim.
Andi Nurpati yang mantan pendidik bisa melakukan pemalsuan surat asli MK demi politik “memenangkan PD” dan memenangkan Dwwie Yasin Limpo dan akibat tindakannya memalsukan SK MK itu menjerumuskan dua orang “kecil” ke penjara.
“Yang penting aku tetap aman. Biarkan saja dua orang itu dipidana. EGP!” begitu mungkin kata hati Andi Nurpati.
Andi Nurpati adalah kader PD.
Angie yang cantik menawan dan dipercaya menyandang mahkota Puteri Indonesia 2001 dan ditugasi sebagai duta Orang Utan, ketika menjadi politikus sebagai legislator kelakuannya seperti orang utan yang yang masuk kota. Ketika menjadi saksi atau sebagai tersangka dan ditanya tentang ini atau itu, Angie yang cerdas itu berubah bak orang pikun yang sering menjawab tidak tahu, tidak paham, lupa, tidak ingat, dan seakan terzalimi sembari menangis sesenggukan.
Angie adalah kader PD.
Andi Mallarangeng pun setali tiga uang. Dana proyek Hamblang sedang dikuliti dan digelapkan oleh oknum-oknum koruptor ketika masa Andi menjadi Menpora. Sesjennya, WAfid Muharam, diciduk oleh KPK.  Dia menciptakan kambing hitam karena kambing-kambing warnanya tak ada satu pun yang hitam. Ketika sudah tak ada kambing hitam, Andi akhirnya menyerah. Dia dijadikan tersangka oleh KPK.
Andi Mallarangeng adalah kader PD.
Akan halnya Anas Urbaningrum berkaitan dengan perilaku korupsi, sami mawon, Mas. Anas tergolong komisioner yang jujur dan jauh dari tingkah laku korupsi ketika menjadi anggota KPU, padahal rekan kerjanya, Mulyana W. Kusumah, dan bos KPU-nya, Nazaruddin Syamsudin, dimasukkan ke sel karena korupsi. Anas tidak!
Tetapi itu kan terjadi ketika Anas cuma anggota/komisioner KPU. Dana yang dikelola tak gede-gedean. Nah, ketika Anas duduk sebagai legislator di DPR dan punya jabatan strategis sebagai Ketua Fraksi PD, perjalanan karier politik seorang Anas menjadi kelabu tidak lagi jernih (berdasarkan kesaksian dan kicauan Nazar di pengadilan Tipikor atau di berbagai forum dan kesempatan). Anas yang kalem dan terkesan alim/jujur, ternyata menjadi pelaku korupsi.
Anas diduga terlibat dalam permainan kotor proyek pembangunan wisma atlet SEA Games Jaka Baring di Palembang selama aktif menjadi politisi PD dan menduduki kursi Ketua Fraksi PD di DPR. Modusnya, melalui mekanisme percaloan dalam proses pelaksanaan proyek-proyek pembangunan yang dibiayai APBN.
Indikatornya adalah harta kekayaan Anas yang nilainya membengkak puluhan milyar rupiah hanya dalam kuran waktu dua tahun (2007 s.d. 2009). Berdasarkan lembaga resmi Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) ke KPK 1 Maret 2007, nilainya hanya berkisar 2 milyar sampai 3 milyar rupiah saja.
Sementara, sejumlah media massa, Juli lalu, menyebutkan, Anas ditengarai membangun rumah senilai Rp 9 miliar dan memiliki sejumlah mobil mewah yang nilainya diperkirakan mencapai Rp 6,89 miliar - Rp 8,89 miliar.
Kemudian pada tahun 2008, dia membeli 35 ribu lembar saham PT Panahatan, yang total nilainya Rp 35 miliar (senilai Rp 1 juta per lembar saham).
Jika dihitung-hitung dari nilai rumah, mobil mewah dan saham itu saja, maka kekayaan Anas hingga Juli 2011 diperkirakan sudah menggembung jadi Rp 50,89 miliar- Rp 52,38 miliar. (Surabaya Post, Rabu, 10/08/2011
Jakarta, 4 Maret 2013
Rujukan dari berbagai sumber:
.http://www.tribunnews.com/2013/02/22/dijadikan-tersangka-oleh-kpk-habis-sudah-karier-politik-anas
http://news.detik.com/read/2013/02/22/202934/2177491/10/berawal-di-ruang-sesmenpora-merembet-ke-jantung-demokrat?nd771104bcj



Tidak ada komentar:

Posting Komentar