Senin, 18 Maret 2013

DJOKO SUSILO YANG GLAMOUR DJOKO SUSILO KEJEMUR




DJOKO SUSILO YANG GLAMOUR DJOKO SUSILO TAKABUR DJOKO DJOKO SUSILO LAMUR SUSILO DIGEMPUR DJOKO SUSILO BERENANG DALAM LUMPUR DJOKO SUSILO KEJEMUR

Djoko Susilo yang Glamour

Rujukan: QS At-Takatsur (102): 1 – 2
(1)  Alhakumut takatsuur” artinya Bermegah-megahan telah melalaikan kamu.
(2)  Hatta zurtumul maqaabir” artinya sampai kamu menziarahi kubur/masuk ke liang kubur.

Djoko Susilo, jenderal polisi berbintang dua (Irjenpol) adalah satu dari sedikit perwira tinggi (pati) polisi yang memang berbintang terang di era reformasi. Jabatan-jabatan yang dia duduki adalah jabatan “basah” dan “lebih lama” dari orang lain yang duduk di kursi yang sama. Konon dari rumor yang berkembang di lingkungan internal Mabes Polri, Djoko Susilo adalah pati yang dekat sekali dengan mantan Kapolri Bambang Hendarso Danuri (BHD) dan Wakapolri Komjenpol Nanan Sukarna. Boleh jadi jabatan-jabatan dan kursi basah yang dia duduki itu karena berkah kedekatan dengan BHD. Jabatan terakhir Djoko Susilo sebelum KPK menggempur hingga dia menjadi penghuni Rutan Guntur adalah Gubernur Akpol. Jabatan itu harus ditinggalkannya, bintang yang begitu terang meneranginya pun pudar cahayanya menghilang dan justru muncul menyinari jenderal lain yang sedang antre menunggu restu Kapolri Jenderal Timur.

Jauh sebelum Djoko Susilo ditempatkan di “kawah” Rutan Guntur, tidak banyak orang tahu sosok Djoko Susilo di luar lingkungan kepolisian. Orang-orang sebagiannya hanya tahu rumor ada segelintir pati kepolisian yang punya rekening gendut, dan mungkin saja Djoko Susilo ada di dalam daftar pati Polri berekening gendut. Tak ada wartawan mewartakan sosok Djoko Susilo sekerap dan segencar seperti dalam dua minggu terakhir ini (minggu pertama dan kedua Maret 2013).

Usai perang kepentingan antara dua lembaga penyidik, KPK dan Polri, yang tadinya berebut kue kardus-kardus bukti kasus korupsi simulator SIM, kemudian “berdamai” setelah SBY turun tangan melerai.  KPK jelas-jelas menetapkan status Djoko Susilo sebagai tersangka sementara Polri tidak. Pada akhirya Polri yang  ingin memeriksa internal Djoko Susilo sama-sama menempatkan status Djoko Susilo sebagai tersangka, mengalah. KPK berada di pihak yang menang dan meneruskan pemeriksaan terhadap tersangka Djoko Susilo dan banyak saksi secara maraton.

Para saksi pun secara jujur mengungkapkan semua yang mereka ketahui atau alami terkait dengan status tersangka Djoko Susilo dalam kasus korupsi simulator SIM dengan nilai nominal di atas seratus milyar rupiah. Kesaksian demi kesaksian, konfirmasi dan verifikasi, serta uji kebenaran kesaksian dilakukan dengan cermat.  Kesimpulan pertama dari orang-orang yang peduli dengan kasus korupsi, Djoko Susilo itu adalah salah satu dari jenderal Polri yang punya rekening gendut, bukan satu dua saja rekening gendutnya, melainkan juga banyaknya rekening gendut berbilang-bilang. Jadi sangat pas sekali kalau Djoko Susilo hidup glamour  karena punya banyak properti bertabur.

Djoko Susilo “at-takatsur”  dan matanya pun lamur
Djoko Susilo muda dulunya mungkin punya semboyan hidup bagus, makanya dia masuk Akpol, menjadi taruna bhayangkara, menjadi polisi aktif lebih dari dua puluh tahun, yakni semboyan luhur fastabiqul khairat (berlomba dalam meraih kebaikan).  Buktinya dia dalam pengabdiannya selalu disinari bintang terang melebihi teman-teman seangkatannya di Akpol. Dia lulusan Akpol Angkatan 1984 yang pertama mendapatkan pangkat Brigjen dan Irjen dibandingkan rekan-rekan seangkatannya. Usianya belum mencapai lima puluh tahun dan karirnya melesat cepat memegang posisi elit sebagai Gubernur Akpol. Pangkat Brigjen didapatnya saat menjadi Dirlantas Mabes Polri pada akhir 2008. Pangkatnya naik lagi menjadi Irjen saat Ditlantas Polri di-upgrade menjadi Korps Lantas Polri pada tahun 2010.

Dalam dinamika kehidupan manusia, faktor untung atau buntung, Dewi Fortuna atau Dewa Mabok, bisikan suci para malaikat atau bisikan keji iblis bisa hadir bersamaan. Begitu pun yang terjadi terhadap sosok Djoko Susilo. Ada jabatan basah dalam genggamannya, ada peluang nan lebar, dan kuatnya bisikan keji iblis memengaruhi karakter seorang Djoko Susilo. Mata hatinya yang jernih berubah menjadi lamur. Apa lagi sistem yang dibangun di dalam lingkungan kerja ikut berkontribusi melebarkan hasratnya menjadi Pati Polri yang At-takaatsuur, tambah menjadi-jadi sampai lupa daratan, hanya belum sampai ke liang kubur karena keburu KPK datang menggempur. Djoko Susilo sekarang sedang sesak nafas ibarat sedang berenang di dalam lumpur.

Orang-orang pun menggeleng-gelengkan kepala dengan ulah Djoko Susilo melakukan korupsi uang negara puluhan milyar rupiah. Uang hasil korupsi dalam nilai yang sangat besar itu digunakan olehnya untuk membeli barbagai aset mewah bernilai milyaran rupiah hampir dua puluhan item: rumah-rumah mewah dan tanah luas di lima kota: Semarang, Jakarta, Solo, Depok, dan Madiun. Djoko Susilo tentu tidak bodoh membeli semua aset itu atas namanya sendiri karena beresiko tinggi alias menelanjangi diri atau bahkan “bunuh diri”. Dia mendustai sebagian dari kita  untuk sekian lama saja, tetapi dia tidak dapat mendustai kita semua untuk selama-lamanya. Harta berupa properti puluhan item yang dibelinya dengan uang yang belum jelas asal-usulnya diatasnamakan isteri, anak, atau sanak sedulur. Di sinilah opera lakon sosok Djoko Susilo yang asli dari sisi lain mulai terkuak. Djoko Susilo selain doyan mengoleksi properti mewah, rupanya dia bisa seperti sosok Raden Arjuna yang doyan koleksi isteri yang didapat dari hasil menang sayembara kesaktian luhur. Rupanya Djoko Susilo doyan wanita muda cantik yang beraroma harum mewangi menyembur dan wajah berpoles pupur.

Djoko Susilo yang anggota aktif Polri mempunyai isteri pertama, Suwarsih, yang tinggal di Madiun, dan empat orang anak. Lalu dia menikahi wanita bernama Masdiana, beralamat di Pasar Minggu, Jakarta Selatan, tahun 2001. Lalu, dia menikahi si cantik dan ayu, Dipta, mantan Miss Solo 2008, pada bulan Desember 2008. Waw! Ajib, Brur! Tetapi saya yakin 100% resepsi pernikahannya tidak diiringi oleh musisi Polri yang tergabung dalam Korps Musik yang para awaknya biasa menggendong tambur.

Tak ada yang aneh sebenarnya dengan pernikahaan Djoko Susilo dengan Masdiana maupun dengan Dipta. Dia itu adil (indikatornya dia adil itu karena tak ada isteri-isteri mengadu ke Komnas Perempuan karena KDRT; tidak juga isteri pertama melakukan delik aduan dengan merujuk pasal-pasal dalam UU No. 1 Tahun 1975 tentang Perkawinan).Yang jelas-jelas aneh adalah nekatnya Djoko Susilo memalsukan identitasnya dengan status “jejoko” alias tidak beristri/perjaka dan wiraswasta murni ketika menikahi kedua wanita tersebut.

Konon, demi cita-cita menyabet Dipta nan ayu teunan kuwi, Djoko Susilo mendiskon/merabat usianya 10% - 20% dari usia pokok sesuai dengan akta lahirnya. Mengubah status “kawin” yang asli menjadi status “tidak kawin” paten jokolelono. Berikutnya memalsukan identitas profesi dari polisi berubah sebagai seorang wiraswasta tajir. Itulah anehnya! Kok yo iso to? Supaya tidak ketahuan, identitas asli dibuang dulu ke dalam sumur.

Masdiana dan keluarga, Dipta dan keluarga, mungkin tahu itu hanya akal-akalan, mungkin juga sama sekali tak tahu bahwa itu akal-akalan, mungkin saja baru tahu setelah belangnya Djoko Susilo ketahuan pada waktu akhir-akhir ini. Yang jelas mata dan hati mereka telah ikut lamur karena ikutan “at-takatsuur” sang suami mereka. Buktinya mereka enjoy banget menikmati gelontoran uang, harta, benda, bunga-bunga deposito, jewelry, sertifikat tanah dan rumah, yang oleh sang suami begitu gampang dihambur-hambur.

Dipta dan keluarga besarnya merasa sedih. Pertama sedihnya hati karena Djoko Susilo telah menjadi tahanan rutan KPK. Tentu saja dapat dipastikan pasokan financial, material, dan onderdil tidak lagi dapat dinikmati karena keran air rezeki telah dipampat oleh KPK, menetes saja tidak, boro-boro memancur, paling-paling hanya bisa untuk berkumur-kumur.

Akan tetapi kesedihan bukan saja dirasakan oleh hati. Pikiran bertambah berat beban dari hari ke hari. Masdiana dan Dipta harus memenuhi panggilan KPK dan diperiksa dengan status saksi. Penat sudah awak, luntur pula pupur, hati lara tanpa pelipur, Harrier dan Camry tak bisa lagi diluncur, rumah mewah tak nyaman lagi buat tidur karena ada plang segel sitaan KPK terpampang di gerbang rumah mewah bak istana membujur.

Semoga mereka tidak menyesal menikah dengan Djoko Susilo setelah mengalami kepahitan pengalaman pada beberapa hari terakhir belakangan ini, entah sampai kapan berakhir. Toh yang jelas mereka telah menikmati bertahun-tahun masa-masa kejayaan ketika sang suami sedang menangguk rezeki halal dan haram sedemikian subur. Mau menutup malu cadar belum sempat beli, lalu kena cekal pula mereka punya paspor, boro-boro bisa lari kabur.

Djoko Susilo berenang dalam kubangan harta penuh lumpur
Dulu, zaman Djoko Susilo kanak-kanak, tentu dia tidak asing dengan aliran sungai, parit, pematang sawah, hamparan sawah, dan bermandian di aliran sungai yang mengalir di kota Madiun, Jawa Timur.  Mungkin saja dia pernah berasyik-asyik bermain lumpur dengan teman-teman sesama kecil dengan penuh keriangan hati. Tetapi tentu saja dia dan teman-teman tidak berenang di dalam kubangan kerbau  yang penuh lumpur karena kotor dan menjijikkan. Terlebih lagi di situ kerbau berkubang, di situ kerbau mandi, di situ pula kerbau mengeluarkan kotorannya bercampur-baur.

Itu dulu, kubangan kerbau berlumpur memang menjijikkan, bukan begitu, Jenderal?  Ya, iyalah! Kalau kemarin-kemarin? Ya, kubangan uang proyek Simulator SIM yang bikin giur.

Seorang anggota TNI atau Polisi yang telah menyandang pangkat Pati (Bintang 1 s.d. Bintang 4) maka promosi jabatan baginya lebih licin dan lebih lancar berselancar di atas es meluncur. Lihat saja contoh Kapolri Timur Pradopo. Timur Pradopo yang masih jadi Kapolda Metro Jaya dengan pangkat Irjenpol menyalip para Pati yang sudah lebih dahulu Bintang 3, Komjenpol, semisal Nanan Sukarna dan Gorys Mere, dan kemudian menjadi Kapolri menggantikan BHD.

Begitu pun yang dialami Djoko Susilo. Teman-teman seangkatan di Akpol disalipnya dan jabatan prestisius diraihnya, sampai kepada jabatan prestisius Kakorlantas Polri yang berlahan gembur dan sarat dengan proyek  subur.
Kerja keras dengan fasilitas gemerlap dan kekuasaan besar di tangan membuat Djoko Susilo lupa diri lupa daratan. Uang halal atau haram yang masuk ke kantong atau rekening pribadinya ditampungnya menjadi pundi-pundi kekayaan yang fantastis nilainya. Ya, nilai yang fantastis untuk ukuran seorang Pati dengan pangkat Irjenpol yang bergaji/berpenghasilan bulanan bersihnya mencapai angka 23 jutaan rupiah per bulan. Tak ada satu pun rumus matematika yang dapat menjawab dengan tepat bahwa masa kerja aktif sebagai pati Polri l5 tahun (bintang 1 s.d. bintang 4) dengan gaji sekian bisa memiliki harta bernilai puluhan milyar rupiah! Kecuali jawaban di atas kertas dengan menggunakan logika deret ukur.

Kini, Djoko Susilo dan keluarga, isteri-isteri dan anak-anaknya harus memendam perasaan gundah galau yang berkecamuk di dalam dada. Satu per satu harta dan aset miliknya disita karena Djoko Susilo selama ini berkubang lumpur rezeki kotor dan harta halal dan haram bercampur-baur. Djoko Susilo berada di rutan Guntur dan banyak terjadi perubahan padanya,  perubahan fisik pada  wajah dan postur. Dia mungkin hanya bisa mengusap dada, mengusap kening dan wajah yang tak pernah lagi disentuh air mandi spa dan minyak lulur. Hari-hari yang sulit sampai datangnya status pesakitan dan duduk di depan para hakim Pengadilan Tipikor dan mendengarkan tuntutan jaksa penuntut bertutur tengang prestasi, biodata, dan daftar dosanya yang menghablur. Hukuman pidana antara 4 tahun sampai 20 tahun dan ganti rugi mengembalikan uang negara akan ditanggungnya setelah divonis bersalah. Ide yang diusung oleh pengadilan tipikor adalah memiskinkan Djoko Susilo dan para koruptor dengan harapan berefek jera, bukan sekedar hukuman badan di tengah terik sengatan sinar matahari menjalani hukuman badan dijemur.

Inilah pembelajaran penting dan amat berharga bagi Djoko Susilo dan siapa saja koruptor pencuri uang rakyat di negeri ini. Para kolega, Orang-orang di sekelilingnya, serta orang-orang terdekat, bisa jadi memetik hikmah dari balik kisah hidup seorang Djoko Susilo. Dia datang dari sebuah desa di Madiun Jawa Timur, menapak hidup sebagai anggota polisi bergaris tangan selalu baik dan mujur, memperoleh fasilitas negara bak air mancur, kemudian lupa diri kepada gaya hidup glamour mengoleksi harta berupa properti dari barat sampai ke timur,  dan menikahi wanita muda nan ayu dengan mahar hampir tak terukur.
Masih lebih bagus buat dia dengan cara ini. Dia “at-takaatsuur” tidak sampai ke liang kubur. Usianya baru lima puluh kurang lebih. Selepas dari penjara dan menjadi mantan napi, mungkin dia akan banyak merefleksi diri, muhasabah, menata, menapak, dan menatap hidup murni makmur dan senantiasa dihiasi tadabbur.

Mudah-mudahan “Polisi Hugeng” selalu mengilhami setiap anggota Polri untuk memberikan pengabdian terbaik seperti sosok Hugeng Iman Santoso. Mudah-mudahan “Polisi Patung” mengilhami para anggota Polri untuk cuek bebek tidak memedulikan segala asongan suap sogok semir. Mudah-mudahan “Polisi Tidur” mengilhami setiap isyarat akan adanya bahaya di depan mata dan siap menghindar atau antisipatif meminimalkan resiko bertugas agar terhindar dari  derita karena jatuh tersungkur.

Semoga.

Jakarta, 18 Maret 2013


Tidak ada komentar:

Posting Komentar