Jakarta, 5 Maret 2013
PERIBAHASA DAN POLITIK:
RAJA ALIM RAJA DISEMBAH, RAJA LALIM RAJA
DISANGGAH
Raja adalah penguasa sebuah negeri yang
namanya kerajaan (kalau sang penguasanya seorang wanita disebutnya ratu).
Sebuah kerajaan tentu ada rakyatnya, punya wilayah dengan batas-batasnya, dan
pasti punya pemerintah yang berdaulat dan juga punya sistem pemerintahan yang
otonomis. Sistem pemerintahannya adalah monarkhi. Seorang raja akan berhenti
berkuasa karena mangkat, karena berhenti sendiri/menyatakan berhenti, atau
dipaksa berhenti oleh kekuatan dari dalam (dikudeta, di-coup de etat, dengan makar memberontak) oleh rakyat atau oleh
segerombolan pemberontak, atau diperangi/ditaklukkan oleh kekuatan dari luar (
melalui ekspansi, aneksasi, pencaplokan) yang lebih kuat.
Jika pemerintahan sebuah kerajaan berjalan
normal, seorang raja sudah mempersiapkan seorang putera mahkota yang kelak akan
menggantikannya. Putera mahkota adalah orang yang mutlak menggantikan
kedudukannya, bukan yang lain. Demikian sistem penyelenggaraan pemerintahan
sebuah kerajaan dijalankan secara turun-temurun (suksesi; pergantian penguasa
dari bapak ke anak ke cucu, dst.) yang dikenal dengan istilah dinasti.
Raja Alim Raja Disembah
Zaman dahulu, penyelenggaraan kerajaan
berdasarkan sabda atau titah raja yang selalu dimuliakan/diagungkan dan sebutan
untuk memuliakannya adalah baginda, paduka baginda, gusti paduka, atau paduka
yang mulia baginda. Raja itu dianggap sebagai wakil Tuhan di bumi. Sang raja
selalu benar. Titah raja adalah undang-undang.Tidaklah mengherankan jika rakyat
dengan ikhlas menundukkan kepala tak kuasa menatap ketika seorang raja berlalu
di depan rakyat. Tidak salah jika rakyat dengan suka hati meraup debu atau
tanah bekas telapak kaki sang raja dan dibasuhkan ke wajah meskipun sang raja
baru saja menginjak kotoran ayam. Semua titah/sabdanya diamini dan ditaati.
Lebih-lebih lagi pemuliaan rakyat terhadap raja bertambah-tambah kalau sang
raja itu alim (berilmu, bijaksana, bijak bestari, adil, rahim, penuh kasih
sayang, dan semua sifat yang baik). Perjalanan hidup sebuah kerajaan di tangan
raja alim biasanya berumur panjang sampai ratusan tahun, bahkan ribuan tahun,
bahkan bukan tidak mungkin sampai dunia ini mengalami kiamat/kehancuran total.
Tulisan sejarah dan bukti-bukti sejarah
(sisa-sisa benda purbakala, situs, candi, batu tulis, piagam, mummi, tulisan di
daun lontar, dll.) menginformasikan kepada kita bahwa ada dan pernah hadir di
muka bumi ini banyak kerajaan yang dikelola dengan cara yang baik oleh raja
yang alim. Kerajaan yang dikelola turun-temurun oleh raja-raja alim melahirkan
dinasti berumur ratusan tahun. Contohnya adalah: Dinasti Ming dan Dinasti Han
di Cina; Dinasti Ottoman di Turki; Dinasti Umayyah di Saudi Arabia, Dinasti
Abbasiyyah di Iraq, Kerajaan Romawi, Kerajaan Inggris, Kerajaan Thailand,
Kerajaan Spanyol, Kerajaan Jepang, dan Kerajaan Malaysia.
Raja Lalim Raja Disanggah
Sebaliknya, raja mengelola kerajaan dengan
cara-cara yang lalim (zalim), tidak manusiawi, sadis, tiran, mengeksploitasi,
menindas, dll. maka bersiap-siaplah raja disanggah/ditentang/dilawan dengan
sembunyi-sembunyi atau terang-terangan, atau bahkan diperangi melalui
pemberontakan oleh rakyatnya sendiri. Begitu raja alim digantikan oleh tokoh
raja yang lalim, rakyat pun melawan dan bahkan memberontak. Kerajaan pun
tumbang dan seringkali sang raja ikut terbunuh oleh rakyatnya sendiri. Tulisan
sejarah dan bukti-bukti sejarah mengingormasikan kepada kita tentang banyaknya
kerajaan yang berusia singkat seumur jagung atau hanya satu generasi saja. Raja
Mesir tumbang di tangan Gamal Abden Naser; Raja Idris rontok oleh Muammar
Khaddafi; Raja Turki Ottoman rontok oleh Kemal Attaturk; Kerajaan kolonial
Belanda di Indonesia rontok oleh pejuang kemerdekaan dan rakyat Indonesia yang
telah dilalimi ratusan tahun.
Kerajaan Absolut dan Kerajaan Parlementer
Kerajaan absolut (disebut juga monarkhi
absolut) adalah kerajaan yang rajanya total berkuasa penuh/kekuasaan ada pada
satu tangan yakni di tangan raja, baik dia sebagai kepala negara/kerajaan
maupun sebagai kepala pemerintahan.Raja adalah pembuat regulasi, penyelenggara
pemerintahan, dan juga sekaligus pengontrol/pengawas. The King can do no wrong! Model inilah yang dikenal sebagai raja tiran
atau diktator atau diktator otoriter. Tidak ada demokrasi, tidak ada inklusi,
tidak ada keterbukaan atau transparansi, tidak ada musyawarah, thus tidak ada kritisi. Semua gerakan
yang mengarah kepada kritik atau perlawanan disumbat atau dihabisi. Raja yang
memerintah dengan gaya demikian disebut raja lalim. Nafsunya adalah berkuasa
dan melakukan apa saja demi melanggengkan kekuasaan. Bahkan tidak jarang
seorang raja lalim melakukan ekspansi ke negara/kerajaan lain yang berdaulat
demi memenuhi nafsu kekuasaan. Namun dapat kita saksikan di zaman ini, bahwa
raja lalim di muka bumi sudah tamat riwayatnya.
Zaman sekarang, tidak ada lagi ditemukan
kerajaan absolut karena riwayatnya sudah tamat. Kerajaan yang masih ada dan
bertahan sampai sekarang ini tinggal beberapa kerajaan saja dan bukanlah
kerajaan yang absolut.
Kebalikan dari kerajaan absolut adalah
kerajaan parlementer (monarkhi parlementer). Sistem penyelenggaraaan negara
tidak lagi berada di tangan raja seorang. Kekuasaan raja dibatasi oleh
konstitusi dan bahkan kehadiran seorang raja hanya sebagai simbol/lambang
pemersatu bangsa dan negara. Pemerintahan dijalankan oleh seorang kepala
pemerintahan melalui sebuah dewan yang disebut kabinet yang dipimpin oleh
seorang Perdana Menteri. Contohnya adalah: Kerajaan Belanda, Jepang, Inggris,
Malaysia, Thailand. Raja Bhumiphol Adulyadey dan Ratu Sirikit di Thailand misalnya
hanya sebagai lambang pemersatu rakyat Thailand saja. Kisruh politik di
Thailand akan segera berakhir dan reda dengan sendirinya jika Raja Bhumipol
Adulyadey sudah turun tangan. Begitu pun dengan Ratu Elizabeth dan suaminya
adalah lamgbang pemersatu Britania Raya (Inggris; UK). Bisa kita saksikan
begitu cinta dan tinggi penghormatan rakyat Inggris terhadap keluarga kerajaan
ketika acara perkawinan Pangeran Charles dengan Lady Di (1978) dan Pangeran William dengan Kate Middleton
(2012).
Lalu siapa yang menyelenggarakan pemerintahan
di sebuah kerajaan dengan parlementer? Sistem pemerintahan dibangun di atas
fondasi demokrasi dengan prinsip pembagian kekuasaan ala trias politica yang diajarkan oleh Montesquieu: legislatif,
aksekutif, dan yudikatif {(senat (house
of representative and house of commons) untuk legislatif; Perdana Menteri
dan kabinet (Prime Minister) untuk
eksekutif; dan Justice of Court untuk
yudikatif)}.
Untuk NKRI yang merdeka sejak 17 Agustus 1945,
kepala negara dan sekaligus kepala pemerintahan adalah seorang presiden (RI-1).
Jabatannya per periode hanya berdurasi lima tahun dan harus mengikuti kontes pilpres
lagi jika masih ingin berkuasa lagi selama lima tahun (periode II). SBY sebagai
RI-1 periode 2009 – 2014 adalah periode II/terakhir. Konstitusi kita tidak mmemperkenankan SBY untuk ikut
kontes pilpres 2014 walaupun SBY punya PD gede dan rakyat masih berkeinginan agar
dia tetap RI-1 lagi periode III. No way!
Berbeda dengan USA yang jabatan presidennya per periode berdurasi empat tahun
dan tetap bisa maju lagi ikut kontes pilpres untuk periode II/terakhir.
Lalu apa bedanya SBY dengan Pak Harto?
Mengapa SBY yang alim cuma dua periode, sementara Pak Harto yang lebih dulu
alim bisa enam periode? Kan konstitusinya eta-eta keneh? Wah, kalau itu mah
memang beda jauh! Maksudnya beda era/zaman, gitu loh!
Eranya Pak Harto (Orde Baru) capresnya cuma
satu selama enam kali kontes pemilu (1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997). Lalu
syarat utamanya seorang capres zaman itu, adalah bahwa capresnya harus pernah
menjadi presiden! Orang yang pernah menjadi presiden RI cuma dua orang, Bung
Karno dan Pak Harto. Nah, Bung Karno sudah wafat (6 Juni 1970). Jadi ya, Pak
Hartolah satu-satunya capres. Lagi pula Pak Harto kan presiden alim, jadi ya
disembah! Setelah ketahuan dari alim menjadi lalim, dia disanggah rakyatnya di
mana-mana. Puncaknya 12-13 Mei 1998, rakyat yang cuma menyanggah bertambah
marah! Pak Harto yo lengser keprabon to!
Ora Pathe’an dadi presiden, mandheg pandhito ratu wae! 21 Mei 1998.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar