Minggu, 14 April 2013

TANGGAPAN TERHADAP KASUS ADI BING SLAMET VS EYANG SUBUR



TANGGAPAN TERHADAP KASUS ADI BING SLAMET VS EYANG SUBUR

Taat dan patuh kepada orang tua (utama), eyang, eyang buyut, canggah, ceger, sampai gantung siwur yang baik-baik dan mereka taat dan patuh kepada Allah dan rasulnya dianjurkan oleh agama. Tetapi kalau taat dan patuh tanpa reserve alias fanatik buta kepada orang tua atau eyang yang kurang ajar kepada Allah dan rasulnya itu adalah ketololan dan yang berujung kegelapan (jahil dan kelakuan jahiliah). Hari gini masih doyan ke dukun!
Simak QS Luqman (31): 15.
                Wa in jaa hadaaka ‘alaa an tusyrika bii ma laisa laka bihii ‘ilmun falaa   
           tuti’humaa wa shaahibhumaa fid dunyaa ma’ruufaa. Wat tabi’ sabiila man  
           anaaba ilayya marji’ukum faunabbi’ukum bimaa kuntum ta’maluun.

            Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu
           yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu, maka janganlah engkau
           menaati keduanya, dan pergaulilahkeduanya di dunia dnegan baik dan ikutilah
           jalan orang yang kembali kepada-Ku. Kemudian hanya kepada-Ku tempat
           kembalimu, maka akan aku beritahukan kepadamu apa yang telah kamu
           kerjakan.
Saling tolong di antara sesama itu diperintahkan oleh agama. Adi dkk memberi sesuatu  kepada Eyang Subur atau sebaliknya tak ada yang salah. Namanya juga persaudaraan. To take and to give is OK, right? Memberi dan menerima bantuan itu sah-sah saja kalau atas landasan kebaikan dan takwa. Tetapi memberi dan menerima atas landasan kemusyrikan dan kejahatan/niat jahat dan permusuhan, baik dengan terang-terangan maupun dengan sembunyi (performed or hidden evil) dengan mengharap sesuatu bukan berlandasan takwa, kebajikan, dan keikhlasan itu sangat dilarang.
Simak QS At-Taubah (5): 2.
... wa ta’aawanuu ‘alal birri wat taqwaa, wa laa ta’aawanuu ‘alal itsmi wal ‘uddwaan.
Peristiwa perkawanan menjadi permusuhan antara Adi dkk. dengan Eyang Subur dkk.  adalah bukti tak terbantahkan dari firman Allah yang dikutip di atas. Adi dkk yang suka percaya penuh kepada dukun sudah merasakan ketololan mereka. Itulah kejahilan yang dipertontonkan oleh para artis, komedian, atau para pejabat yang sering berguru kepada eyang dukun (guru spiritual) yang praktik beragama Islamnya menyimpang. Bahkan lebih bodoh lagi datang ke makam dan mengaji di makam leluhur atas nama istighasah.
Tentu para pembaca tak melewatkan tontonan dagelan istigasah yang digelar oleh para guru, guru agama Islam, dan para siswa Kelas 12 sebuah SMA (di Jombang dan Situbondo). dengan alasan agar para siswa yang mau mengikuti UN bisa lulus UN.
 Banyak juga guru dan orang yang gelarnya saja ustaz tetapi kelakuannya sama dengan para artis atau komedian atau para pejabat yang minor pemahaman Islam. Miris rasanya melihat  seorang kiai bergelar haji di Jombang, berkomat-kamit bibirnya (entah berdoa atau sekedar komat-kamit) lalu membekali para siswa yang mau menghadapi UN dengan pensil 2b yang sudah didoakan oleh si kiai. (pensil 2b akan digunakan oleh para siswa sebagai alat tulis ketika menjawab soal-soal UN). Tampak sekali sibuk dan repotnya sang kiai H. Abdul Hakim meminta para siswa mengumpulkan pensil 2b yang sudah diraut runcing. Siswa Kelas 12 peserta UN puluhan. Bagaimana ya, kalau siswa peserta UN ribuan orang?
Belum juga pensil 2b siswa selesai didoakan, hari UN tiba. Bagaimana dong?
(Para pembaca, mungkin para orang tua murid, akan menyaksikan para siswa akan memelihara pensil 2b yang telah didoakan itu, merawatnya, dan maaf, mendewakan alat benda mati itu sebagai alat yang memuluskan jalan menuju lulus UN. Pensil 2b yang lain tidak terpakai karena tak beberkah tak kena doa kiai. Siswa yang berhalangan datang pada hari itu berarti tak punya pensil 2b, tetapi dasarnya siswa cerdas, insya Allah lulus. Para siswa yang empunya pensil 2b bertuah doa kiai tetapi tidak cerdas, tidak bisa menjawab soal UN, ya tidak lulus!)
Masih ada saja kiai berkelakuan kayak begitu. Katanya lagi, semua siswa yang ikut UN akan lulus. Kejadiannya di Jombang pula.
Lain di Jombang, lain di Situbondo. Para siswa kelas 12 dibawa ke makam Sunan Giri. Ngapain di makam? Mereka mengaji di sisi makam. Maksudnya agar makam leluhur berkenan merestui mereka agar mudah mengikuti UN dan bisa lulus. Astagfirullahal ‘adziim!
Apa bedanya kelakuan para kiai dan guru agama yang membawa anak2  yang mau menghadapi UN ini ke kiai dan kuburan, dengan kelakuan umat nonmuslim yang suka datang ke pastor atau pedanda untuk minta restu? Na'uzubillaahi min dzaalik!
Ya, pantas saja para artis, komedian, atau pejabat yang awam ajaran Islam cuma menang beken pada berguru ke Eyang Subur. Wong guru/ustaz yang lulusan S-1 dan S-2 saja kelakuannya kayak kelakuan orang jahiliah!
Apa yang mereka lakukan itu amat bertentangan dengan doa dan pengharapan, serta pernyataan dalam doa iftitah: Innaa shalaati wa nusuki wa mahyaaya wa mamaati lillaahi rabbil alamin, dan pesan QS Al Fatihah (1): 5-7.
       Iyyaaka na'budu wa iyyaaka nasta'iin.
       Ihdinash shiraathal mustaqiim.
       Shiraathal ladziina ‘an’amta ‘alaihim ghairil maghdhuubi ‘alaihim waladh dhaalliin.
 Memangnya wahyu Allah yang sarat makna itu cuma fasih dilisan di bibir doank?
Jakarta, 15 April 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar