Maulid
Maulid
atau Maulid Nabi atau Maulid Nabi Muhammad saw yang kita kenal sekarang ini
adalah maulidan atau mauludan, dan juga mulutan (mulut mencuap-cuap,
bernyanyi-nyanyi, bersalawat, berdoa seraya berurai air mata, atau mengunyah hidangan yang disajikan dalam
perayaan Maulid).
Maulid
yang kita kenal sekarang ini adalah asli tradisi yang bersifat lokal, sama
sekali bukan ajaran Islam yang universal! Kegiatan maulid sebagai awal yang
mentradisi ini bermula dari niat tulus Sultan Shalahuddin Al Ayyuubi (terkenal
di dunia barat dengan sebutan Sultan Saladin; dari dinasti Ayyubi; penguasa
Mesir; pahlawan Perang Sabil; musuh besar dan sekaligus saudara ipar dari
Richard “The Lion Heart” dari England sang panglima Perang Salib; hidup 1137 M
-1193 M).
Perang
Salib atau Perang Sabil membawa penderitaan berkepanjangan dari pihak muslim
dan Kristen. Saladin menyaksikan moral tentaranya mulai rontok dan mengalami
kekalahan di medan tempur. Dia pun berunding dengan para penasehatnya untuk
menganalisis dan mengevaluasi sebab-sebab rontoknya moral para tentaranya di
medan tempur.
Saladin
mendapatkan jawabannya. Tentaranya berperang tidak lagi meneladani Nabi saw dan
para sahabat berperang. Panglima tempur Saladin di medan tempur tidak
meneladani lagi kepemimpinan Nabi saw, Umar bin Khattab, Khalid bin Walid,
Thariq bin Ziad, atau Ubaidah bin Zarrah ketika mereka menjadi panglima perang.
Nawaitu (niat) berperang panglima perang anak buah Saladin sudah melenceng dari
niat suci: melawan dan membela diri dari agresi (lu jual gue beli); tidak boleh membunuh musuh yang telah menyerah;
tidak boleh membunuh wanita dan anak-anak; tidak boleh ada unsur balas dendam;
dan tidak mengganggu orang yang beribadat atau merusak rumah ibadah.
Saladin
pun sadar. Dia membangkitkan kembali moral para panglima perang dan tentaranya.
Dia pun melakukan briefing, consulting,
training, dan coaching tentang perang ala Rasulullah saw dan para sahabat
terdahulu: mengutamakan cinta dan belas kasih, menghindari balas dendam dan
membunuh musuh yang tak berdaya. Intinya, Saladin bertempur fii sabilillah li kalimaatillah mencapai
keridoan Allah. Nilai-nilai kejuangan Rasulullah saw melalui keteladanan luhur
dalam berperang ditanamkan oleh Saladin cukup memakan waktu yang lama
berkelanjutan, bukan satu hari Senin, bukan saja satu bulan pada bulan Rabiul
Awal.
Asal
tahu saja, yang ditanamkan oleh Saladin dalam dada tentaranya adalah
nilai-nilai dan praktik keteladanan Rasulullah
saw dalam berperang (misalnya Perang Badar, Perang Uhud, Perang Khandak, Perang
Tabuk), yang juga diwarisi oleh para sahabat beliau, diwarisi oleh generasi
berikutnya, Thariq bin Ziad, misalnya. Mereka tidak akan pernah menjadi agresor
kecuali memulai dakwah dengan basmalah sekaligus menyeru kepada kebenaran
tauhid.
Jadi,
Saladin bukan membesarkan/mengagungkan hari Senin dan tanggal 12 bulan Rabiul
Awal sebagai hari kelahiran Nabi Muhammad, bukan mengakbarkan silsilah
keturunan Nabi Muhammad, bukan melontar puji sanjung riwayat hidup (rawi
dibaca-baca dinyanyi-nyanyikan) Nabi Muhammad saw.
Peristiwa
besar yang dilakukan Saladin itu berdampak positif. Tentara Saladin mulai
menemukan moral force Islam dan khalaqin adzim-nya Muhammad saw. Medan
tempur Perang Sabil pun dikuasai di mana-mana dengan kemenangan, banyak wilayah
Pasukan Salib yang kalah diduduki dan semua orang yang menyerah kalah
dibebasmerdekakan dalam cinta dan belas kasihan, bukan dalam suasana dendam
kesumat.
Asal
tahu saja, akhlak Saladin dan tentaranya yang luhur itu membawa dampak amat
positif. Orang-orang yang tadinya membenci Islam, menjelek-jelekkan Islam, dan
banyak membunuhi orang Islam, justru berbalik berbondong-bondong memeluk Islam,
dan menjadi pejuang dan syuhada di dalam pelukan Islam. Suasana seperti itu
sudah lebih dahulu terjadi semenjak usai Perang Badar, Perang Uhud, dan Perang
Khandak. Kaum kafir Quraisy yang kalah atau kaum Yahudi yang kalah di Madinah,
berbondong-bondong masuk Islam (Lihat QS 110: 1 s.d. 4)
Asal
tahu saja, karunia akhlak mulia Saladin bertempur, Saladin dan musuh besarnya, Panglima
Perang Salib, Richard The Lion Heart from
England berdamai dan kemudian menjadi sahabat sekaligus bersaudara ipar.
Adik Saladin, Al Adil Al Ayyubi, dinikahkan dengan adik kandung Richard, Joan.
Maulid
dan Bencana Banjir di Ibukota
Tampak
nyata kehadiran tanggal 12 Rabiul Awal 1435 H. (Selasa, 14 Januari 2014)
sebagai tradisi tradisonal disambut hangat oleh sebagian umat Islam di ibukota.
Pengurus Masjid di beberapa tempat mengumumkan akan mengadakan perayaan
peringatan Maulid Nabi. Ada banyak habaib yang punya majelis taklim akan
mengadakan acara Dzikir akbar Maulid, bahkan diadakan di Monas yang strategis.
Ada lagi habaib mengadakan Maulid Nabi dengan mengundang pesohor untuk
berceramah, misalnya mengundang Prof. (????) H. Rhoma Irama, salah satu capres
2014 dari PKB (bukan Partai Ksatria Bergitar). Ada juga kiai pemimpin ponpes
yang tak pernah mau ketinggalan merayakan Maulid Nabi. Model perayaan maulid
dari jadul
sampai jarang
Ada
model memperingati Maulid Nabi saw kali ini yang membuat sedih dan pilu bagi
sebagian orang yang cerdas beragama Islam.
Ibukota
Jakarta tercinta sedang dilanda bencana banjir tahunan Januari dan Februari.
Penyakit menahun yang akhirnya menjadi bencana biasa bagi sebagian penduduk di
beberapa tempat tertentu. Mereka bertahan atau mengungsi seperti memakan buah
simalakama: bertahan terus di tengah bencana salah, mengungsi juga salah, tidak
melakukan apa-apa juga salah, akhirnya semua menjadi serba salah. Sebagian warga
yang beruntung pun mengambil sikap dan bertindak: wajib simpati, empati, dan
menolong para korban yang menderita.
Mereka,
para korban bencana banjir butuh bantuan sandang, pangan, papan, keamanan, dan
kesehatan. Bantuan fisik harus disampaikan kepada mereka secepat mungkin. Ikan
sepat ikan gabus. Lebih cepat lebih bagus.
Eeeh,
ada ustaz-ustaz kondang dan ternama mendatangi para korban banjir di lokal
pengungsian. Misalnya ustaz muda bernama Reza Muhammad. Dia bersama rekan
beberapa orang, mengunjungi warga korban banjir di tempat pengungsian. Dia
mendapati dan duduk
berdekatan/berhadapan dengan mereka. Ada anak-anak, nenek-nenek, ibu-ibu, dan
remaja ABG yang mengalami korban duduk berhimpitan di ruang pengungsian yang
sempit. Wajah-wajah mereka tidaklah secerah aslinya. Mereka masih dalam trauma
bencana banjir. Pertemuan itu difasiltasi oleh sebuah stasiun tv swasta yang
telah punya nama: TV-One.
Apa
yang kita saksikan? Apakah Reza Muhammad dan rekan-rekan membawa bahan makanan
siap makan atau pakaian layak pakai siap pakai atau obat-obatan? Tak ada
tayangannya! Yang tertayang di layar tv itu, Reza membawa buah mulut berupa
tausiah mengajarkan kesabaran: sabar menghadapi ujian Allah berupa banjir. Reza
Muhammad begitu fasih melafal ayat-ayat Quran (misalnya QS 2: 154 s.d. 156) dan
katenye Nabi, yang mengupas tentang ujian Allah dan keutamaan orang-orang yang
sabar. Wujud benda yang dibawa oleh Reza dan rekan-rekan adalah dua buah (baca:
dua buah bingkisan) kemasan yang dihadiahkan kepada dua orang saja dari banyak
orang yang menjadi korban bencana yang ada di tempat itu.
Ceramah
lisan disajikan untuk orang-orang yang kelaparan, ya, tidak cocok, tidak patut,
dan tidak pantas! Tausiah itu untuk konsumsi telinga, bukan untuk perut dan
kerongkongan atau kedinginan, atau badan-badan yang gatal-gatal. Hadiah hanya
dua bingkisan yang tidak terkait dengan rasa lapar dan haus diberikan dari
banyak orang yang penuh harap, ya,
pelecehan namanya! Itu namanya, numpang tenar di atas penderitaan orang lain.
Begitukan
model mewujudkan cinta sesama berkemas memperingati Maulid Nabi? Model ala sinterklas saja tidak begitu.
Sinterklas dan Natal itu nyambung! Sinterklas membawa permen dan gula-gula dan
membagikan kepada anak-anak agar dapat bergembira pada hari bahagia, Hari
Natal.
Eeeeeh,
ustaz-ustaz tidak membawa makanan,
minuman untuk perut-perut yang lapar, tidak membawa pakaian untuk mereka yang
menderita kedinginan, tidak pula membawa obat-obatan bagi mereka yang sedang
sakit gatal-gatal dan kurang tidur. Yang dibawa oleh ustaz, ceramah dan tausiah
konsumsi kuping!
Ya,
Jaka Sembung naik ojek! Ora nyambung
mboten konek!
Perhatikan,
kadal fakru anyakuuna kufra!
Kefakiran (kemiskinan, kemelaratan, kelaparan, penderitaan) itu penyebab
kekafiran (merampas, menodong, merampok, memalak, menjambret, menipu,
prostitusi, dll.)
Untuk
para ustaz, kalau mau memberi ceramah, pastikan dulu para audiens itu perutnya
terisi (tidak lapar), tidak haus, dan dalam keadaan sehat jasmani dan rohani
maupun mental, supaya telinga mereka mau mendengar, mata mereka mau melihat,
dan senyum mereka pun mengambang manis. Tausiah atau ceramah itu sering tak
berdampak apa-apa, masuk telinga kanan, keluar telinga kiri. Kata orang
Inggris, talk is really cheap!
Kalau
mau menegakkan ibadah umum, bersedekah misalnya, jangan cari momen Maulid Nabi,
lebaran anak yatim, haulan satu tahun atau dua tahun, 40 hari, seratus hari,
atau tahun baru. Kapan saja ada kesempatan berbagi, bersegera saja!
Intinya,
cinta kepada Nabi saw bukan dengan merayakan Maulid ala Natal atau maulidan ala
natalan. Ngapain lagi merayakan
Maulid Nabi dengan cuap-cuap! Tak ada gunanya! Yang bagus, hidupkan ucapan,
sikap perilaku, dan tindakan keteladanan Nabi saw dalam wujud kinerja nyata.
Maulid
Nabi? Good bye!
Jakarta,
16 Januari 2014
NATAL BARU SAJA PERGI
BERGULIR , MAULID HADIR MENGHAMPIR
Arti
kata natal dan maulid
Kata
natal dan kata maulid itu dua kata yang berbeda lisan, tulisan, dan asal katanya.
Kata natal itu berasal dari bahasa Latin asli yang artinya lahir. Dalam Bahasa
Inggris tertulis natal dan natality (natalitas) artinya kelahiran. Lawan kata
natal dan natalitas adalah mortal yang artinya mati, dan mortalitas artinya
kematian. Kata natalitas dan mortalitas dipakai untuk disiplin ilmu kependudukan
dan seluk-beluknya: pertambahan penduduk, perkurangan penduduk,
perbandingan/rasio natalitas dan mortalitas penduduk. Jika ada tesis berburnyi,
“Rasio angka natalitas lebih besar dari angka mortalitas, penduduk suatu negara
akan bertambah banyak”, maka tesis itu benar adanya. Dll.
Maulid atau maulud berasal dari bahasa Arab yang
artinya lahir atau kelahiran. Umat Islam di Indonesia menggunakan kata maulid itu diperuntukkan khusus bagi
Nabi Muhammad saw. Jika kita mendengar kata maulid
saja, pasti asosiasi pikiran kita hanya tertuju kepada Maulid Nabi artinya
kelahiran Nabi saw. Tidak pernah terjadi orang mengatakan maulid Joko, maulid Presiden,
maulid Gus Dur, atau maulid si Budi. Bahkan seorang nabi di luar Nabi Muhammad,
misalnya kelahiran Nabi Musa dan Nabi Isa misalnya, atau sahabat Ali, tidak
pernah disebut Maulid Nabi Musa as atau Maulid Nabi Isa as, atau maulid Ali bin
Abi Thalib.
Tanggal
25 Desember 2013 sebagai hari yang teristimewa bagi umat Kristiani baru saja
pergi bergulir. Itulah hari Natal Jesus Christus yang lahir pada tanggal 25
Desember 2013 tahun yang lalu sesuai dengan perhitungan kalender Masehi (M). Kata
natal dengan arti lahir hanya khusus untuk Jesus Christus saja. Tidak pernah
dikenal natal Jony atau Binsar.
Pemerintah
menetapkan tanggal 25 Desember sebagai hari libur nasional keagamaan (hari-hari
besar agama) dengan nama Hari Natal. Umat Nasrani (Nashara) sangat mengistimewakan Hari Natal dengan acara ibadah
yang spesial pula, penuh sukacita, dan merasakan berkah, karena hari Natal itu
adalah kelahiran sang Jesus Putra Allah, sang gembala, dan sang penebus dosa.
Jesus adalah segalanya. Jesus merelakan dirinya disalib sampai mati sebagai
penebus dosa demi umatnya. Jesus pun dipuja sejajar dengan pemujaan terhadap
Tuhan Allah karena Jesus diyakini sebagai putra Allah Bapa.
Selasa,
14 Januari 2014, bangsa Indonesia diliburkan secara nasional karena pada hari itu
adalah hari keagamaan umat Islam, yakni memperingati Maulid Nabi Muhammad saw,
bertepatan dengan tanggal 12 Rabiul Awal 1435 H. (perhitungan kalender
Hijriyah).
Umat
Islam, sebagian kecil saja tentu, memperlakukan hari maulidnya Nabi Muhammad
saw mirip dengan umat Nasrani memperlakukan hari Natal. Sebagian kecil umat
Islam yang disebut ini juga sama, memperlakukan berlebihan terhadap Nabi
Muhammad dengan model pengultusan, dan kemiripan kedua adalah, Nabi Muhammad
diyakini akan memberi syafaat
(menolong) umatnya agar bisa masuk sorga dan terhindar dari neraka.
(istilah
penebus dosa oleh Jesus Kristus diganti dengan kata dalam Bahasa Arab supaya
kedengaran keren dan “islami” yakni
syafaat. Dengan Bahasa lain, Nabi Muhammad saw akan berkenan memberi syafaat bagi umat Islam di akhirat
kelak, dan luput dari perangkap api neraka jahanam. (?????)
Jadi
tak mengherankan kalau sebagian umat Islam (di Indonesia) sebole-bole,
sebise-bise, memperingati dan bahkan merayakan kedatangan hari Maulid Nabi
Muhammad saw dengan cara yang mirip dengan acara Natalan Nasrani. Diadakanlah
segala macam kegiatan atas nama lilmaulidin
nabiy (demi Maulid Nabi) dan jauh dari kegiatan lillaahi taala (karena Allah). Sponsor kegiatan maulidan model
begitu biasanya para habaib, kiai, atau ustaz. Acaranya pun mirip dengan
natalan: khothbah Pastor atau Pendeta di gereja dan nyanyian gerejani/rohani
diganti namanya dengan istighatsah dengan parade tausiyah dan nyanyian
salawatan maupun syair-syair pujian dalam Bahasa Arab yang mengultuskan Nabi
saw. Jemaah pun ikut-ikutan pula bersalawat bernyanyi dalam Bahasa Arab
walaupun tak mengerti kata-kata yang terucap.
Natal
dan Maulid Sama, Jesus Kristus dan Muhammad Saw Sama
Pernyataan
Hari Natal dan Hari Maulid itu sama saja adalah benar adanya. Artinya dua tokoh
besar dari kedua umat ini lahir dan dilahirkan. Umat Nasrani merayakan Natal
(lahirnya) Jesus Kristus (Nabi Isa Al Masih) dari rahim bundanya, Bunda Maria
(Maryam binti Imran) dan umat Islam (di Indonesia) memperingati dan merayakan
Maulid (hari lahirnya) Nabi Muhammad saw
yang lahir dari Rahim ibunya, Aminah binti Abdul Wahab (anak yatim; ayahnya
Abdullah bin Abdul Mutthalib telah meninggal ketika dia masih dalam kandungan).
Kalau
ada ucapan seseorang kepada orang lain ketika datangnya Hari Natal, lalu
mengucapkan kalimat, “Selamat Hari Natal, Bung!” ya, sah-sah saja dan tak ada
yang salah, apa lagi dilarang, atau dikatakan haram. Apa dasarnya seorang
muslim mengucapkan kalimat seperti tertulis di atas diharamkan? Apanya yang
haram?
Kalimat
di atas bisa diperjelas lagi supaya orang Islam memahami dan tidak asal bunyi
asal bikin fatwa haram yang merusak toleransi antarumat dan juga ukhuwwah Islamiyah intraumat Islam.
“Selamat
Hari Natal, Bung!” kata Haji Abidin kepada Romo Karmono. Arti kalimat ini
adalah, Haji Abidin yang muslim itu paham bahwa yang natal (lahir) itu adalah Jesus
Kristus atau Isa Al Masih, putra dari Maryam binti Imran, salah seorang rasul
Allah dari 25 orang rasul, sebagaimana juga Muhammad saw. Tak mungkin seorang
Haji Abidin yang muslim itu menganggap Jesus itu sebagai Tuhan atau putra
Allah. Jesus Kristus itu manusia biasa, seperti juga Muhammad saw, lahir dan
dilahirkan.
Dalam
dada keimanan seorang muslim, Jesus Kristus atau Isa Al Masih itu benar-benar
dan wanti-wanti berkata umatnya, Nashara/Nasrani,
sebagaimana ditulis dalam Al Quran (QS 3: dan QS QS 19: ), “Innallaaha rabbii wa rabbukum, fa’buduuhu
haadzaa shiraatham mustaqiima.” Artinya, “Sesungguhnya Allah Tuhanku dan
Tuhanmu, maka sembahlah Dia. Inilah jalan yang lurus!”
Artinya,
Jesus Kristus atau Isa al Masih itu hanyalah seorang rasul Allah, yang diberi
tugas berdakwah tentang kebenaran Allah, sekedar pemberi peringatan yang keras
sekaligus pembawa kabar berita gembira yang menjadi penerang jalan kehidupan.
Yang
tak pantas dan haram dilakukan oleh seorang muslim adalah menyamakan manusia
setara dengan Tuhan (Allah), atau mengultuskan (mendewakan) manusia dengan
memuji-muji, menyanjung-nyanjung, dan segala bentuk pendewaan yang sangat
terlarang dalam Islam. Contoh keyakinan yang sesat adalah menganggap seorang
rasul (Jesus Kristus) dapat menebus dosa umat
dan membebaskan umat dari azab dengan tebusan (‘adlun) atau menolong (syafaat; Muhammad) umat dari jeratan siksa
api neraka (Lihat QS 2: 47 dan 122).
Natalan
dan Maulidan Beda-Beda Tipis
Natal
bagi umat Kristiani adalah ibadat sebagai wujud keyakinan mereka terhadap
ke-Tuhan-an Jesus. Mereka mengisi Hari Natal (hari pertama dan hari kedua)
dengan memperbanyak ibadat: kebaktian dan mendengarkan khotbah pemuka agama di
gereja, membaca kitab, bernyanyi lagu-lagu rohani, merenungkan perjuangan Jesus
Christus yang begitu berat (dia rela menyerahkan jiwa dan nyawanya di tiang
salib), dan juga terlibat dalam ibadat sosial kemasyarakatan untuk mewujudkan
perintah Tuhan dan ajaran Jesus: membantu orang-orang miskin, menyantuni
orang-orang lemah ekonomi, pengobatan gratis yang melibatkan para paramedis,
dan lain-lainnya. Itulah keyakinan umat Kristiani terhadap Jesus Kristus dan
Natalnya. Jesus diyakini sebagai satu dari trinitas (satu dalam tiga: Allah
Bapa, Jesus, dan Ruhul Kudus), yang menciptakan kedamaian di dunia dan Jesus
diyakini sebagai Raja Damai. Lahirlah istilah untuk segala macam kegiatan
merayakan Natal itu dengan nama natalan.
Umat
nonkristiani di Indonesia menghormati umat kristiani sebagai bagian dari
perbedaan yang menjadi sunnatullah (
perbedaaan s-a-r-a. Lihat QS 49: 13). Umat Islam, umat Hindu, umat Buddha, dan
umat Konghucu ikut berbahagia dalam kebahagiaan bersama umat Kristiani yang
sedang natalan. Bagus betul, benar sekali, dan indah nian, Saudara!
Saudara
kita atau tetangga kita yang kristiani membawakan kue, makanan, lauk-pauk, atau
hadiah untuk kita selagi dia natalan, sah-sah saja, terima saja dan ucapkan
terima kasih. Itu transaksi soial yang halalan thoyyiban wa asyiikan! Kalau ada
orang Islam yang bilang menerima sesuatu makanan dari umat lain itu haram, itu
pertanda orang Islam yang hidup terkurung ibarat kodok di dalam batok kelapa.
Mengaku saja dia beragama Islam, tetapi tidak memahami ajaran dan praktik Islam
yang universal.
Itulah
ajaran dan ibadat Kristiani yang diyakini dan dipraktikkan oleh mereka.
Bagi
mereka agama mereka. Bagi mereka ibadat mereka.
Hormati
mereka dan jaga toleransi antarumat yang begitu indah.
Asal
tahu saja, toleransi antarumat itu sudah didoktrinkan (doktrin Allah) melalui
wahyu-Nya dan dipraktikkan langsung oleh para rasul dan nabi.
Asal
tahu saja, praktik universal toleransi paling sempurna itu adalah melalui
keteladanan Muhammad saw dalam dakwahnya. Perbedaan s-a-r-a di tengah masyarakat
yang majemuk itu lengkap pada masa kerasulan Nabi saw.
Asal
tahu saja, dakwahnya Nabi saw itu dalam wujud kinerja nyata dengan keteladanan
sempurna (ucapan, sikap perilaku, dan tindakan) sebagai manusia pilihan yang
diangkat sebagai rasul. Nabi saw berdakwah itu bukan bernyanyi-nyanyi, mengajak
orang bernyanyi atau bersalawat, bukan menangis dan mengajak orang lain ikut
menangis bareng-bareng, bukan berpidato membacakan biodata atau riwayat
hidupnya sendiri atau riwayat hidup nenek moyang, bukan membeberkan silsilah
keturunan dari dirinya sendiri sampai kepada Ibrahim as.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar