Kamis, 06 Februari 2014

NATAL BARU SAJA PERGI BERGULIR , MAULID HADIR MENGHAMPIRMAULID DAN NATAL (LANJUTAN ....)



Maulid
Maulid atau Maulid Nabi atau Maulid Nabi Muhammad saw yang kita kenal sekarang ini adalah maulidan atau mauludan, dan juga mulutan (mulut mencuap-cuap, bernyanyi-nyanyi, bersalawat, berdoa seraya berurai air mata,  atau mengunyah hidangan yang disajikan dalam perayaan Maulid).
Maulid yang kita kenal sekarang ini adalah asli tradisi yang bersifat lokal, sama sekali bukan ajaran Islam yang universal! Kegiatan maulid sebagai awal yang mentradisi ini bermula dari niat tulus Sultan Shalahuddin Al Ayyuubi (terkenal di dunia barat dengan sebutan Sultan Saladin; dari dinasti Ayyubi; penguasa Mesir; pahlawan Perang Sabil; musuh besar dan sekaligus saudara ipar dari Richard “The Lion Heart” dari England sang panglima Perang Salib; hidup 1137 M -1193 M).
Perang Salib atau Perang Sabil membawa penderitaan berkepanjangan dari pihak muslim dan Kristen. Saladin menyaksikan moral tentaranya mulai rontok dan mengalami kekalahan di medan tempur. Dia pun berunding dengan para penasehatnya untuk menganalisis dan mengevaluasi sebab-sebab rontoknya moral para tentaranya di medan tempur.
Saladin mendapatkan jawabannya. Tentaranya berperang tidak lagi meneladani Nabi saw dan para sahabat berperang. Panglima tempur Saladin di medan tempur tidak meneladani lagi kepemimpinan Nabi saw, Umar bin Khattab, Khalid bin Walid, Thariq bin Ziad, atau Ubaidah bin Zarrah ketika mereka menjadi panglima perang. Nawaitu (niat) berperang panglima perang anak buah Saladin sudah melenceng dari niat suci: melawan dan membela diri dari agresi (lu jual gue beli); tidak boleh membunuh musuh yang telah menyerah; tidak boleh membunuh wanita dan anak-anak; tidak boleh ada unsur balas dendam; dan tidak mengganggu orang yang beribadat atau merusak rumah ibadah.
Saladin pun sadar. Dia membangkitkan kembali moral para panglima perang dan tentaranya. Dia pun melakukan briefing, consulting, training, dan coaching tentang perang ala Rasulullah saw dan para sahabat terdahulu: mengutamakan cinta dan belas kasih, menghindari balas dendam dan membunuh musuh yang tak berdaya. Intinya, Saladin bertempur fii sabilillah li kalimaatillah mencapai keridoan Allah. Nilai-nilai kejuangan Rasulullah saw melalui keteladanan luhur dalam berperang ditanamkan oleh Saladin cukup memakan waktu yang lama berkelanjutan, bukan satu hari Senin, bukan saja satu bulan pada bulan Rabiul Awal.
Asal tahu saja, yang ditanamkan oleh Saladin dalam dada tentaranya adalah nilai-nilai dan praktik keteladanan  Rasulullah saw dalam berperang (misalnya Perang Badar, Perang Uhud, Perang Khandak, Perang Tabuk), yang juga diwarisi oleh para sahabat beliau, diwarisi oleh generasi berikutnya, Thariq bin Ziad, misalnya. Mereka tidak akan pernah menjadi agresor kecuali memulai dakwah dengan basmalah sekaligus menyeru kepada kebenaran tauhid.
Jadi, Saladin bukan membesarkan/mengagungkan hari Senin dan tanggal 12 bulan Rabiul Awal sebagai hari kelahiran Nabi Muhammad, bukan mengakbarkan silsilah keturunan Nabi Muhammad, bukan melontar puji sanjung riwayat hidup (rawi dibaca-baca dinyanyi-nyanyikan) Nabi Muhammad saw.
Peristiwa besar yang dilakukan Saladin itu berdampak positif. Tentara Saladin mulai menemukan moral force Islam dan khalaqin adzim-nya Muhammad saw. Medan tempur Perang Sabil pun dikuasai di mana-mana dengan kemenangan, banyak wilayah Pasukan Salib yang kalah diduduki dan semua orang yang menyerah kalah dibebasmerdekakan dalam cinta dan belas kasihan, bukan dalam suasana dendam kesumat.
Asal tahu saja, akhlak Saladin dan tentaranya yang luhur itu membawa dampak amat positif. Orang-orang yang tadinya membenci Islam, menjelek-jelekkan Islam, dan banyak membunuhi orang Islam, justru berbalik berbondong-bondong memeluk Islam, dan menjadi pejuang dan syuhada di dalam pelukan Islam. Suasana seperti itu sudah lebih dahulu terjadi semenjak usai Perang Badar, Perang Uhud, dan Perang Khandak. Kaum kafir Quraisy yang kalah atau kaum Yahudi yang kalah di Madinah, berbondong-bondong masuk Islam (Lihat QS 110: 1 s.d. 4)
Asal tahu saja, karunia akhlak mulia Saladin bertempur, Saladin dan musuh besarnya, Panglima Perang Salib, Richard The Lion Heart from England berdamai dan kemudian menjadi sahabat sekaligus bersaudara ipar. Adik Saladin, Al Adil Al Ayyubi, dinikahkan dengan adik kandung Richard, Joan.

Maulid dan Bencana Banjir di Ibukota
Tampak nyata kehadiran tanggal 12 Rabiul Awal 1435 H. (Selasa, 14 Januari 2014) sebagai tradisi tradisonal disambut hangat oleh sebagian umat Islam di ibukota. Pengurus Masjid di beberapa tempat mengumumkan akan mengadakan perayaan peringatan Maulid Nabi. Ada banyak habaib yang punya majelis taklim akan mengadakan acara Dzikir akbar Maulid, bahkan diadakan di Monas yang strategis. Ada lagi habaib mengadakan Maulid Nabi dengan mengundang pesohor untuk berceramah, misalnya mengundang Prof. (????) H. Rhoma Irama, salah satu capres 2014 dari PKB (bukan Partai Ksatria Bergitar). Ada juga kiai pemimpin ponpes yang tak pernah mau ketinggalan merayakan Maulid Nabi. Model perayaan maulid dari jadul sampai jarang
Ada model memperingati Maulid Nabi saw kali ini yang membuat sedih dan pilu bagi sebagian orang yang cerdas beragama Islam.
Ibukota Jakarta tercinta sedang dilanda bencana banjir tahunan Januari dan Februari. Penyakit menahun yang akhirnya menjadi bencana biasa bagi sebagian penduduk di beberapa tempat tertentu. Mereka bertahan atau mengungsi seperti memakan buah simalakama: bertahan terus di tengah bencana salah, mengungsi juga salah, tidak melakukan apa-apa juga salah, akhirnya semua menjadi serba salah. Sebagian warga yang beruntung pun mengambil sikap dan bertindak: wajib simpati, empati, dan menolong para korban yang menderita.
Mereka, para korban bencana banjir butuh bantuan sandang, pangan, papan, keamanan, dan kesehatan. Bantuan fisik harus disampaikan kepada mereka secepat mungkin. Ikan sepat ikan gabus. Lebih cepat lebih bagus.
Eeeh, ada ustaz-ustaz kondang dan ternama mendatangi para korban banjir di lokal pengungsian. Misalnya ustaz muda bernama Reza Muhammad. Dia bersama rekan beberapa orang, mengunjungi warga korban banjir di tempat pengungsian. Dia mendapati  dan duduk berdekatan/berhadapan dengan mereka. Ada anak-anak, nenek-nenek, ibu-ibu, dan remaja ABG yang mengalami korban duduk berhimpitan di ruang pengungsian yang sempit. Wajah-wajah mereka tidaklah secerah aslinya. Mereka masih dalam trauma bencana banjir. Pertemuan itu difasiltasi oleh sebuah stasiun tv swasta yang telah punya nama: TV-One.
Apa yang kita saksikan? Apakah Reza Muhammad dan rekan-rekan membawa bahan makanan siap makan atau pakaian layak pakai siap pakai atau obat-obatan? Tak ada tayangannya! Yang tertayang di layar tv itu, Reza membawa buah mulut berupa tausiah mengajarkan kesabaran: sabar menghadapi ujian Allah berupa banjir. Reza Muhammad begitu fasih melafal ayat-ayat Quran (misalnya QS 2: 154 s.d. 156) dan katenye Nabi, yang mengupas tentang ujian Allah dan keutamaan orang-orang yang sabar. Wujud benda yang dibawa oleh Reza dan rekan-rekan adalah dua buah (baca: dua buah bingkisan) kemasan yang dihadiahkan kepada dua orang saja dari banyak orang yang menjadi korban bencana yang ada di tempat itu.
Ceramah lisan disajikan untuk orang-orang yang kelaparan, ya, tidak cocok, tidak patut, dan tidak pantas! Tausiah itu untuk konsumsi telinga, bukan untuk perut dan kerongkongan atau kedinginan, atau badan-badan yang gatal-gatal. Hadiah hanya dua bingkisan yang tidak terkait dengan rasa lapar dan haus diberikan dari banyak orang yang penuh harap,  ya, pelecehan namanya! Itu namanya, numpang tenar di atas penderitaan orang lain.
Begitukan model mewujudkan cinta sesama berkemas memperingati Maulid Nabi?  Model ala sinterklas saja tidak begitu. Sinterklas dan Natal itu nyambung! Sinterklas membawa permen dan gula-gula dan membagikan kepada anak-anak agar dapat bergembira pada hari bahagia, Hari Natal.
Eeeeeh, ustaz-ustaz  tidak membawa makanan, minuman untuk perut-perut yang lapar, tidak membawa pakaian untuk mereka yang menderita kedinginan, tidak pula membawa obat-obatan bagi mereka yang sedang sakit gatal-gatal dan kurang tidur. Yang dibawa oleh ustaz, ceramah dan tausiah konsumsi kuping!
Ya, Jaka Sembung naik ojek! Ora nyambung mboten konek!
Perhatikan, kadal fakru anyakuuna kufra! Kefakiran (kemiskinan, kemelaratan, kelaparan, penderitaan) itu penyebab kekafiran (merampas, menodong, merampok, memalak, menjambret, menipu, prostitusi, dll.)
Untuk para ustaz, kalau mau memberi ceramah, pastikan dulu para audiens itu perutnya terisi (tidak lapar), tidak haus, dan dalam keadaan sehat jasmani dan rohani maupun mental, supaya telinga mereka mau mendengar, mata mereka mau melihat, dan senyum mereka pun mengambang manis. Tausiah atau ceramah itu sering tak berdampak apa-apa, masuk telinga kanan, keluar telinga kiri. Kata orang Inggris, talk is really cheap!
Kalau mau menegakkan ibadah umum, bersedekah misalnya, jangan cari momen Maulid Nabi, lebaran anak yatim, haulan satu tahun atau dua tahun, 40 hari, seratus hari, atau tahun baru. Kapan saja ada kesempatan berbagi, bersegera saja!
Intinya, cinta kepada Nabi saw bukan dengan merayakan Maulid ala Natal atau maulidan ala natalan. Ngapain lagi merayakan Maulid Nabi dengan cuap-cuap! Tak ada gunanya! Yang bagus, hidupkan ucapan, sikap perilaku, dan tindakan keteladanan Nabi saw dalam wujud kinerja nyata.
Maulid Nabi? Good bye!
Jakarta, 16 Januari 2014
NATAL BARU SAJA PERGI BERGULIR , MAULID HADIR MENGHAMPIR
Arti kata natal dan maulid
Kata natal dan kata maulid itu dua kata yang berbeda lisan, tulisan, dan asal katanya. Kata natal itu berasal dari bahasa Latin asli yang artinya lahir. Dalam Bahasa Inggris tertulis natal dan natality (natalitas) artinya kelahiran. Lawan kata natal dan natalitas adalah mortal yang artinya mati, dan mortalitas artinya kematian. Kata natalitas dan mortalitas dipakai untuk disiplin ilmu kependudukan dan seluk-beluknya: pertambahan penduduk, perkurangan penduduk, perbandingan/rasio natalitas dan mortalitas penduduk. Jika ada tesis berburnyi, “Rasio angka natalitas lebih besar dari angka mortalitas, penduduk suatu negara akan bertambah banyak”, maka tesis itu benar adanya. Dll.
Maulid atau maulud berasal dari bahasa Arab yang artinya lahir atau kelahiran. Umat Islam di Indonesia menggunakan kata maulid itu diperuntukkan khusus bagi Nabi Muhammad saw. Jika kita mendengar kata maulid saja, pasti asosiasi pikiran kita hanya tertuju kepada Maulid Nabi artinya kelahiran Nabi saw. Tidak pernah terjadi orang mengatakan maulid Joko, maulid Presiden, maulid Gus Dur, atau maulid si Budi. Bahkan seorang nabi di luar Nabi Muhammad, misalnya kelahiran Nabi Musa dan Nabi Isa misalnya, atau sahabat Ali, tidak pernah disebut Maulid Nabi Musa as atau Maulid Nabi Isa as, atau maulid Ali bin Abi Thalib.
Tanggal 25 Desember 2013 sebagai hari yang teristimewa bagi umat Kristiani baru saja pergi bergulir. Itulah hari Natal Jesus Christus yang lahir pada tanggal 25 Desember 2013 tahun yang lalu sesuai dengan perhitungan kalender Masehi (M). Kata natal dengan arti lahir hanya khusus untuk Jesus Christus saja. Tidak pernah dikenal natal Jony atau Binsar.
Pemerintah menetapkan tanggal 25 Desember sebagai hari libur nasional keagamaan (hari-hari besar agama) dengan nama Hari Natal. Umat Nasrani (Nashara) sangat mengistimewakan Hari Natal dengan acara ibadah yang spesial pula, penuh sukacita, dan merasakan berkah, karena hari Natal itu adalah kelahiran sang Jesus Putra Allah, sang gembala, dan sang penebus dosa. Jesus adalah segalanya. Jesus merelakan dirinya disalib sampai mati sebagai penebus dosa demi umatnya. Jesus pun dipuja sejajar dengan pemujaan terhadap Tuhan Allah karena Jesus diyakini sebagai putra Allah Bapa.
Selasa, 14 Januari 2014, bangsa Indonesia diliburkan secara nasional karena pada hari itu adalah hari keagamaan umat Islam, yakni memperingati Maulid Nabi Muhammad saw, bertepatan dengan tanggal 12 Rabiul Awal 1435 H. (perhitungan kalender Hijriyah).
Umat Islam, sebagian kecil saja tentu, memperlakukan hari maulidnya Nabi Muhammad saw mirip dengan umat Nasrani memperlakukan hari Natal. Sebagian kecil umat Islam yang disebut ini juga sama, memperlakukan berlebihan terhadap Nabi Muhammad dengan model pengultusan, dan kemiripan kedua adalah, Nabi Muhammad diyakini akan memberi syafaat (menolong) umatnya agar bisa masuk sorga dan terhindar dari neraka.
(istilah penebus dosa oleh Jesus Kristus diganti dengan kata dalam Bahasa Arab supaya kedengaran keren dan “islami” yakni syafaat. Dengan Bahasa lain, Nabi Muhammad saw akan berkenan memberi syafaat bagi umat Islam di akhirat kelak, dan luput dari perangkap api neraka jahanam. (?????)
Jadi tak mengherankan kalau sebagian umat Islam (di Indonesia) sebole-bole, sebise-bise, memperingati dan bahkan merayakan kedatangan hari Maulid Nabi Muhammad saw dengan cara yang mirip dengan acara Natalan Nasrani. Diadakanlah segala macam kegiatan atas nama lilmaulidin nabiy (demi Maulid Nabi) dan jauh dari kegiatan lillaahi taala (karena Allah). Sponsor kegiatan maulidan model begitu biasanya para habaib, kiai, atau ustaz. Acaranya pun mirip dengan natalan: khothbah Pastor atau Pendeta di gereja dan nyanyian gerejani/rohani diganti namanya dengan istighatsah dengan parade tausiyah dan nyanyian salawatan maupun syair-syair pujian dalam Bahasa Arab yang mengultuskan Nabi saw. Jemaah pun ikut-ikutan pula bersalawat bernyanyi dalam Bahasa Arab walaupun tak mengerti kata-kata yang terucap.

Natal dan Maulid Sama, Jesus Kristus dan Muhammad Saw Sama
Pernyataan Hari Natal dan Hari Maulid itu sama saja adalah benar adanya. Artinya dua tokoh besar dari kedua umat ini lahir dan dilahirkan. Umat Nasrani merayakan Natal (lahirnya) Jesus Kristus (Nabi Isa Al Masih) dari rahim bundanya, Bunda Maria (Maryam binti Imran) dan umat Islam (di Indonesia) memperingati dan merayakan Maulid (hari lahirnya)  Nabi Muhammad saw yang lahir dari Rahim ibunya, Aminah binti Abdul Wahab (anak yatim; ayahnya Abdullah bin Abdul Mutthalib telah meninggal ketika dia masih dalam kandungan).
Kalau ada ucapan seseorang kepada orang lain ketika datangnya Hari Natal, lalu mengucapkan kalimat, “Selamat Hari Natal, Bung!” ya, sah-sah saja dan tak ada yang salah, apa lagi dilarang, atau dikatakan haram. Apa dasarnya seorang muslim mengucapkan kalimat seperti tertulis di atas diharamkan? Apanya yang haram?
Kalimat di atas bisa diperjelas lagi supaya orang Islam memahami dan tidak asal bunyi asal bikin fatwa haram yang merusak toleransi antarumat dan juga ukhuwwah Islamiyah intraumat Islam.
“Selamat Hari Natal, Bung!” kata Haji Abidin kepada Romo Karmono. Arti kalimat ini adalah, Haji Abidin yang muslim itu paham bahwa yang natal (lahir) itu adalah Jesus Kristus atau Isa Al Masih, putra dari Maryam binti Imran, salah seorang rasul Allah dari 25 orang rasul, sebagaimana juga Muhammad saw. Tak mungkin seorang Haji Abidin yang muslim itu menganggap Jesus itu sebagai Tuhan atau putra Allah. Jesus Kristus itu manusia biasa, seperti juga Muhammad saw, lahir dan dilahirkan.
Dalam dada keimanan seorang muslim, Jesus Kristus atau Isa Al Masih itu benar-benar dan wanti-wanti berkata umatnya, Nashara/Nasrani, sebagaimana ditulis dalam Al Quran (QS 3: dan QS QS 19:  ), “Innallaaha rabbii wa rabbukum, fa’buduuhu haadzaa shiraatham mustaqiima.” Artinya, “Sesungguhnya Allah Tuhanku dan Tuhanmu, maka sembahlah Dia. Inilah jalan yang lurus!”
Artinya, Jesus Kristus atau Isa al Masih itu hanyalah seorang rasul Allah, yang diberi tugas berdakwah tentang kebenaran Allah, sekedar pemberi peringatan yang keras sekaligus pembawa kabar berita gembira yang menjadi penerang jalan kehidupan.
Yang tak pantas dan haram dilakukan oleh seorang muslim adalah menyamakan manusia setara dengan Tuhan (Allah), atau mengultuskan (mendewakan) manusia dengan memuji-muji, menyanjung-nyanjung, dan segala bentuk pendewaan yang sangat terlarang dalam Islam. Contoh keyakinan yang sesat adalah menganggap seorang rasul (Jesus Kristus) dapat menebus dosa umat  dan membebaskan umat dari azab dengan tebusan (‘adlun) atau menolong (syafaat; Muhammad) umat dari jeratan siksa api neraka (Lihat QS 2: 47 dan 122).

Natalan dan Maulidan Beda-Beda Tipis
Natal bagi umat Kristiani adalah ibadat sebagai wujud keyakinan mereka terhadap ke-Tuhan-an Jesus. Mereka mengisi Hari Natal (hari pertama dan hari kedua) dengan memperbanyak ibadat: kebaktian dan mendengarkan khotbah pemuka agama di gereja, membaca kitab, bernyanyi lagu-lagu rohani, merenungkan perjuangan Jesus Christus yang begitu berat (dia rela menyerahkan jiwa dan nyawanya di tiang salib), dan juga terlibat dalam ibadat sosial kemasyarakatan untuk mewujudkan perintah Tuhan dan ajaran Jesus: membantu orang-orang miskin, menyantuni orang-orang lemah ekonomi, pengobatan gratis yang melibatkan para paramedis, dan lain-lainnya. Itulah keyakinan umat Kristiani terhadap Jesus Kristus dan Natalnya. Jesus diyakini sebagai satu dari trinitas (satu dalam tiga: Allah Bapa, Jesus, dan Ruhul Kudus), yang menciptakan kedamaian di dunia dan Jesus diyakini sebagai Raja Damai. Lahirlah istilah untuk segala macam kegiatan merayakan Natal itu dengan nama natalan.
Umat nonkristiani di Indonesia menghormati umat kristiani sebagai bagian dari perbedaan yang menjadi sunnatullah ( perbedaaan s-a-r-a. Lihat QS 49: 13). Umat Islam, umat Hindu, umat Buddha, dan umat Konghucu ikut berbahagia dalam kebahagiaan bersama umat Kristiani yang sedang natalan. Bagus betul, benar sekali, dan indah nian, Saudara!
Saudara kita atau tetangga kita yang kristiani membawakan kue, makanan, lauk-pauk, atau hadiah untuk kita selagi dia natalan, sah-sah saja, terima saja dan ucapkan terima kasih. Itu transaksi soial yang  halalan thoyyiban wa asyiikan! Kalau ada orang Islam yang bilang menerima sesuatu makanan dari umat lain itu haram, itu pertanda orang Islam yang hidup terkurung ibarat kodok di dalam batok kelapa. Mengaku saja dia beragama Islam, tetapi tidak memahami ajaran dan praktik Islam yang universal.
Itulah ajaran dan ibadat Kristiani yang diyakini dan dipraktikkan oleh mereka.
Bagi mereka agama mereka. Bagi mereka ibadat mereka.
Hormati mereka dan jaga toleransi antarumat yang begitu indah.
Asal tahu saja, toleransi antarumat itu sudah didoktrinkan (doktrin Allah) melalui wahyu-Nya dan dipraktikkan langsung oleh para rasul dan nabi.
Asal tahu saja, praktik universal toleransi paling sempurna itu adalah melalui keteladanan Muhammad saw dalam dakwahnya. Perbedaan s-a-r-a di tengah masyarakat yang majemuk itu lengkap pada masa kerasulan Nabi saw.
Asal tahu saja, dakwahnya Nabi saw itu dalam wujud kinerja nyata dengan keteladanan sempurna (ucapan, sikap perilaku, dan tindakan) sebagai manusia pilihan yang diangkat sebagai rasul. Nabi saw berdakwah itu bukan bernyanyi-nyanyi, mengajak orang bernyanyi atau bersalawat, bukan menangis dan mengajak orang lain ikut menangis bareng-bareng, bukan berpidato membacakan biodata atau riwayat hidupnya sendiri atau riwayat hidup nenek moyang, bukan membeberkan silsilah keturunan dari dirinya sendiri sampai kepada Ibrahim as.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar