Rabu, 18 September 2013

AZAN, IQAMAH, SALAWAT



Ikamah
Ikamah (iqamat, qamat) adalah panggilan atau seruan segera berdiri untuk salat (berjamaah). Ketika kalimat ikamah diucapkan oleh salah seorang dari jemaah yang akan salat berjamaan, imam dan makmum harus segera berdiri mengambil posisi dalam saf-saf (shaf). Kalimat ikamah sama dengan kalimat azan. Bedanya kalimat ikamah diucapkan sekali saja (tidak diulang dua kali) dan sehingga berbeda dengan kalimat azan. Ada satu kalimat tambahan yang diucapkan dua kali, yaitu kalimat Qad qaamatish shalaah 2x. (Sungguh! Kami /kita tegakkan salat; Sungguh! Tegakkan salat! Sungguh! Berdirilah untuk salat!)
Ikamah, seperti halnya azan, adalah ajakan dari muazzin dan pengucap ikamah itu kepada muslim yang hidup di sekitarnya yang mendengarnya untuk segera bersalat. Setiap muslim yang mendengar kumandang azan dan lafal ikamah akan mengerti/memahami, menghayati, dan menaati serta menegakkan salat.
Lalu, memahami hakikat dan makna azan ikamah yang telah kita ketahui, apa jawaban untuk pertanyaan seperti ini: Untuk apa dan bagi siapa azan dikumandangkan dan ikamah dilafalkan di depan mayit di liang lahat?
Kalau dipikir-pikir dan direnungi secara mendalam sebagai muslim yang dibekali akal dan ingin dijuluki ulil albab, Logiskah itu?

salawat
Salawat atau selawat  (jamak/plural dari salat) memiliki beberapa arti seperti berikut: permohonan kepada Tuhan; doa; berdoa memohon berkat Tuhan; doa kepada Allah untuk Nabi Muhammad saw beserta keluarga dan para sahabatnya {(lafal wajib dalam salat ketika duduk antara dua sujud (tahiyat awal) dan duduk sebelum salam (tahiyat akhir)}.
Selawat aslinya adalah doa untuk Nabi saw dan sebagai perintah Allah kepada orang-orang yang beriman agar berselawat/mendoakan Nabi saw (yaa ayyuhal ladziina aamanu shalluu ‘alaihi wa sallimuu tasliimaa; Wahai orang-orang beriman, bersalawatlah (untuk Nabi saw) dan raihlah keselamatan/kedamaian). Kreativitas dan improvisasi orang-orang, di antaranya penyair, pujangga, dan pemusik memperkaya selawat  sesuai dengan bidangnya masing-masing. Pujangga atau penyair memperkaya selawat dengan aksesoris kata, kalimat, atau syair karangan sendiri dengan pengetahuan yang dimiliki. Para pemusik berkolaborasi dengan penyair mewarnai kalimat selawat dengan corak musik dan syair/puisi (misalnya kolaborasi Taufik Ismail dengan Bimbo; Emha Ainun Najib dengan Grup Kiai Kanjeng; Cici Paramida dengan grup kasidahan. Dll.).
Sayangnya macam-macam aksesoris itu lalu dibumbui pula dengan cerita dan dongeng yang justru menjauh dari makna selawat itu sendiri. Muslim yang awam tentu tak bisa lagi membedakan antara selawat sebagai perintah dengan syair dan musik sebagai aksesoris. Mau bukti?
Lihat dan perhatikanlah beberapa kelompok jemaah kaum ibu yang suka bernyanyi/menyanyikan lagu-lagu selawat karangan Hadad Alwi dengan penyanyi Hadad Alwi dan Sulis dalam acara pengajian. Lihat dan perhatikan juga jemaah muslim yang membaca syair-syair Barzanzi karangan penyair Ahmad Barzan (abad ke-13; syair asli berbahasa Arab) dalam merayakan Maulid Nabi saw pada berbagai kesempatan. meskipun dengan suara terbata-bata, terputus-putus, nafas terengah-engah,  dan tak mengerti sama sekali isinya/kandungannya, mereka ikut-ikutan membaca syair-syair itu. Kasihan juga melihat orang-orang tua yang banyak keterbatasan harus melafal dan membaca syair dalam bahasa Arab ketika mendapat giliran: suara, gigi, mata, dll. membaca syair-syair pujian dan sanjungan karangan penyair pengultus Nabi saw. Ustaz, kiai, atau mualim yang menjadi guru mengajinya nggak mikirin/nggak kepikiran terhadap handicap atau kendala yang dihadapi jemaah. Doktrinnya, berselawat itu adalah wajib dan bukti cinta kepada Nabi saw. Konon katanya, orang yang selalu bersalawat itu akan mudah mendapatkan syafaat dari Nabi saw di yaumil qiyamah.
(Kalau umat Nasrani beriman/mempercayai bahwa Jesus akan menebus dosa setiap umat ketika ajalnya tiba, dan ditunjukkan kepada dengan tulisan rest in peace (RIP) di nisan yang konon langsung berada di sorga tanpa melalui yaumil hisab/hari perhitungan. Dan keyakinan yang tidak benar ini diluruskan oleh Quran dan Nabi saw bahwa Jesus/Isa Al Masih itu hanyalah seorang rasul dan tiada daya baginya mengampuni dosa/menebus dosa siapa pun. Nah, Nabi saw telah menegaskan dengan teladan bahwa siapa pun, seorang Musa, Isa, atau Muhammad (manusia berakhlak terbaik) sekalipun,  tidak mampu menolong siapa pun. Setiap orang bertanggung jawab atas perbuatannya masing-masing. Lihat QS Al Mudattsir (74): 38, QS Fatir (35): 18 dan 22, QS Al An’am (6): 164, dan QS As Saba (34): 42. Lantas dari mana dalil itu dipungut bahwa Nabi saw itu memberi syafaat/pertolongan? Mustahil banget Nabi saw berbohong! Siapa yang telah mengajarkan kebohongan atau melakukan kebohongan terhadap jemaah Islam bahwa Nabi saw akan menolong dan membebaskan umatnya dari siksa api neraka?)
Tak aneh memang, banyak jemaah gandrung kepada alm. Uje, Hadad Alwi, Opick, alm. Habib Munzir, Habib Hassan Assegaf pemimpin majelis taklim Nurul Musthofa, dll. bukan kepada kapasitas kealiman dalam ilmu agama Islam, melainkan lebih kepada lagu, syair, dan nyanyian dengan branded salawat Nabi saw. Hadad Alwi getol mencipta lagu dan menyanyikan lagunya dengan doktrin menanamkan rasa cinta kepada Nabi saw. Opick getol menyanyikan lagu bersyair cinta kepada Nabi saw. Alm. Habib Munzir memberi nama majelisnya, Majelis Rasulullah, dan dalam pengajian selalu ada nyanyian-nyanyian dengan branded salawat Nabi saw yang kental pengultusan sosok Nabi saw. Perintah selawat dari Allah praktiknya telah dibelokkan ke arah menyanyi dan bermusik.
Selawat itu doa (dari hamba yang lemah kepada Allah Al Khaliq Yang Maha Perkasa Yang Mahakuasa). Karena itu salawat yang benar adalah sikap khusuk merendah diri serendah-rendahnya, lahir dari lubuk hati yang jernih dengan penuh harap agar doa dikabulkan dan tidak ditolak. Bahkan doa itu wajib ain atau individual dianjurkan ketika suasana sepi dan lengang jauh dari hiruk-pikuk dan hingar-bingar (lebih utama individu muslim disuruh bangun pada malam hari, tengah malam, atau dua per tiga malam. Lihat QS Al Muzammil (73): 1 s.d. 6, lihat QS Al Isra’ (17): 79. Kalaupun dengan bersuara, ya, tentu dengan suara yang lirih. Namanya juga meminta kepada Allah Yang Mahakuasa. Mosok memohon dengan berteriak-teriak dan dengan iring-iringan bunyi-bunyian kayak orang demo menuntut turunnya segera harga sembako! Pejabat atau pengusaha yang didemo itu sering tuli budek dan ada pula yang bego. Tetapi, kalau Allah itu Maha Mendengar dan Maha Mengawasi.
Jadi, jelas sekali, bukan? Selawat dan nyanyian itu berbeda. Selawat ya selawat, nyanyian ya nyanyian. Minyak ya, minyak, air ya, air! Jangan minyak dan air dicampur-aduk! Namanya apa dong?
Kalau bubuk kopi, gula, dan air panas diaduk/diracik namanya wedang kopi. Kalau bubuk kopi, gula, susu, dan air panas diaduk/diracik namanya wedang kopi susu. Jelas namanya dan nikmat rasanya?
Anda cinta setia meneladani Nabi saw, bersalawatlah di mana pun Anda berada. Orang lain mungkin tidak tahu tetapi Allah Mahatahu dan malaikat kiraman katibin (pencatat yang mulia) pasti mencatat tak pernah lalai atau kelupaan. Bersalawatlah dengan hati dan perbuatan/unjuk kinerja, di mana dan kapan saja. Jangan menunggu malam Jumat, malam nisfu Sya’ban, bulan Rajab, atau tanggal 12 Rabi’ul ‘Awal! Jangan mengistimewakan apa lagi mengultus-ngultuskan waktu-waktu tertentu. Waktu 24 jam itu sangat bermakna dan setiap individu masing-masing memiliki makna sendiri-sendiri, silakan dikelola sesuai dengan kepentingan kita. Jangan pakai manajemen istighasah atau bersalawat akbar!
Anda cinta kepada Nabi saw dan maaf, Anda gagu? Jangan risau dan galau! Bersalawatlah, jangan Anda bernyanyi, karena suara Anda tidak akan jelas! Bagi orang lain memang tidak jelas, tetapi bagi Allah, pasti amat jelas karena Allah Mahatahu.
Yuk, kita luruskan praktik bersalawat masing-masing pribadi zonder sekat zonder format, zonder tabligh akbar, zonder istighatsah, zonder manajemen ngumpul-ngumpulin jemaah yang tumpah-ruah memenuhi jalan umum adalah salah kaprah yang sering berujung sumpah-serapah.
Percayalah, selawat yang benar oleh setiap pribadi itu indah berbuah berkah.
Jakarta, 18 September 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar