Minggu, 08 September 2013

DEWI SINTA, DEWI SANDRA, DAN SANDRA DEWI




Bahasa, sosialita, dan komunikasi

DEWI SINTA, DEWI SANDRA, DAN SANDRA DEWI

Dewi sebagai kata
Kata dewi (nomina) memiliki beberapa makna. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI; 2008) memberi arti sebagai berikut: dewa perempuan seperti pada kata ulang dewa-dewi; sebutan untuk para bidadari atau istri para Dewa seperti: Dewi Supraba,  Dewi Tara, Dewi Ratih, Dewi Durga, dll.; sebagai sebuah kiasan yang diperuntukkan bagi perempuan cantik laksana bidadari, misalnya pada kalimat: Dewiku, engkau cantik laksana bidadari; sebagai kiasan wanita jantung hati, sebagai contoh dalama kalimat: Sonia, hanya engkau satu-satunya sang Dewi pujaanku.

Dewi Sinta
Dewi Sinta (dalam pewayangan Jawa; dalam pewayangan epos Mahabharata disebut Sita) adalah seorang wanita cantik yang merupakan reinkarnasi atau penjelmaan Dewi Laksmi, istri Dewa Wisnu, seorang dewi keberuntungan atau kesuburan (menurut pandangan Hindu). Dewi sinta adalah istri Sri Rama, seorang raja muda pewaris tahta kerajaan Ayodya.
Dalam kisah epos Ramayana buah karya Walmiki, Dewi Sinta yang cantik jelita itu ditaksir oleh Rahwana, seorang raja berwajah raksasa dari kerajaan Alengka (Srilangka; Ceylon). Rahwana tentu saja tidak mudah menurutkan cinta beratnya kepada Dewi Sinta karena Dewi Sinta adalah istri Sri Rama dan dia tahu Sri Rama adalah kesatria sakti mandraguna dan digjaya. Namun, pepatah lama tetap saja berlaku bagi Rahwana, bahwa cinta itu buta. Akibat cinta membara dapat membutakan siapa saja, dan siapa pun sering kehilangan akal sehat demi cinta. Jangankan cuma terhalang oleh samudera luas, ke ujung dunia pun dikejar, bahkan ke dalam perut bumi pun akan dicari demi Dewi Sinta tambatan hati.
Sri Rama yang merupakan reinkarnasi Dewa Wisnu, tidak ingin menjadi raja menggantikan ayahandanya, Raja Dasarata, dan lebih baik memberikan kesempatan kepada adik tirinya, Barata, untuk menjadi Raja Ayodhya. Dia korban konspirasi politik ibu tirinya, Kekayi, yang merupakan ibu kandung dari Barata. Sri Rama mengungsi ke hutan Dandaka ditemani istri tercinta, Dewi Sinta, dan adik kandungnya, Lesmana. Mereka bertiga menetap di hutan. Rama merasa bahagia meski tinggal di hutan. Dia bisa bertemu dengan para brahmana atau pertapa dan menjalin persahabatan dengan mereka. Rama juga bersahabat dengan Sugriwa, seorang raja kera, yang terusir dari kerajaan Kiskenda oleh kakak kandungnya Subali.
Pucuk dicinta ulam pun tiba. Agaknya peribahasa ini cocok buat Rahwana yang kebelet jatuh cinta kepada Dewi Sinta. Rama sering berpergian meninggalkan istrinya di gubuk dan hanya dtemani oleh Lesmana. Kesempatan baik digunakan oleh Rahwana untuk menculik Dewi Sinta. Dia mengutus Marica untuk melakukan riset awal mendekati gubuk tempat tinggal Dewi Sinta. Order Rahwana atas Marica adalah, Dewi Sinta harus lepas dari pengawasan Lesmana dan langsung diculik. Marica hadir di sekitar gubuk tempat tinggal Dewi Sinta dalam wujud jelmaan seekor rusa cantik. Rusa itu berjalan, melompat, atau berlari-lari kecil di sekitar gubuk. Kelakuannya menarik perhatian Dewi Sinta. Dewi Sinta meminta dan membujuk Lesmana, sang adik ipar, agar menangkap rusa itu.
Lesmana bergeming, diam, tidak merespon apa lagi bereaksi terhadap bujukan atau rajukan kakak iparnya. Menurutnya, kalau Lesmana keluar dari gubuk, mengejar rusa, artinya meninggalkan kakak iparnya seorang diri di gubuk, artinya dia telah melanggar perintah kakaknya, Sri Rama, agar menjaga Dewi Sinta. Lain yang ada dalam benak lesmana, lain lagi respon Dewi Sinta melihat Lesmana bergeming. Dia tahu rusa itu rusa jelmaan yang bermaksud menipu. Dewi Sinta menganggap pembangkangan Lesmana itu sebagai cikal bakal maksud jahat ingin menguasai Dewi Sinta (menyelingkuhi).
Lesmana naik pitam mendengar ocehan kakak iparnya. Apa boleh buat! Lesmana menuruti perminataan Dewi Sinta untuk menangkap rusa itu. Dia pergi artinya dia harus meninggalkan Dewi Sinta seorang diri. Namun dia tidak lupa memagari gubuk  dengan pagar sakti yang tidak mudah diterobos oleh siapa pun yang berniat jahat atau mencoba mendekati Dewi Sinta.
Setelah merasa semuanya aman, Lesmana melompat dan berlari mengejar rusa. Namun, rusa itu bukanlah rusa biasa. Rusa jelmaan Marica itu berlari secepat kilat menghindari kejaran Lesmana sampai ke dalam hutan, dan kemudian menghilang dari pandangan Lesmana. Rahwana datang mendekati gubuk. Namun dia tidak mampu menerobos pagar sakti buatan Lesmana. Kemudian Rahwana menjelma menjadi seorang pertapa tua yang kelelahan dan kelaparan. Dia memanggil-manggil Dewi Sinta memohon bantuan dengan suara mengiba meminta belas kasihan. Dewi Sinta pun merasa terenyuh dan keluar dari gubuk dengan membawa makanan untuk diberikan kepada peminta-minta yang tak lain adalah Marica. Dewi Sinta menyodorkan tangannya untuk memberi bantuan. Ketika itulah tangannya ditarik oleh pertapa jelmaan Rahwana dan membawanya terbang ke Alengka. Dewi Sinta meronta-ronta dengan tangisan keras mencoba melepaskan diri. Apa daya, dia tak berdaya melawan tenaga Rahwana. Penculikan itu terpantau oleh seekor burung tua bernama Jatayu. Jatayu adalah sahabat Raja Dasarata ayah dari Rama. Jatayu pun berusaha membebaskan Dewi Sinta dari cengkeraman Rahwana. Jatayu tak mampu merebutnya bahkan salah satu sayapnya patah. Dewi Sinta masih bisa berpikir panjang dalam suasana kepanikan dan ketakutan yang luar biasa itu. Dia melepaskan kalungnya.  Kelak, kalung itu ditemukan oleh Hanoman, seekor kera berwarna putih.
Rama amat bersedith hati dengan kehilangan istrinya itu. Dia tidak bisa juga menyalahkan adiknya. Namun, Rama bertekad sepenuh jiwa dan raga bahwa dia akan membebaskan istrinya dengan segenap daya dan upaya. Pemimpin pasukan dan raja kera, Sugriwa, siap membantunya. Begitu pun kera tangguh seperti Hanoman, Hanggada, dan Anila. Bahkan kemudian, Wibisana, adik kandung Rahwana pun bergabung bersama Rama. Jadilah kekuatan Rama menjadi sebuah kekuatan besar yang akan menenggelamkan kecongkakan Rahwana dan merebut Dewi Sinta.
Rahwa, para tumenggung,  dan bala tentaranya tak mampu bertahan dari gempuran pasukan gabungan Rama. Rahwana tewas dan Dewi Sinta dapat direbut kembali. Rama membawa pulang Dewi Sinta ke ibukota Kerajaan Kosala, Ayodya. Raja muda Barata, berkenan mengembalikan tahta raja Kosala kepada Rama karena memang Rama yang paling berhak menjadi raja.
Rama sangat sayang kepada istrinya. Akan tetapi di dalam lubuk hatinya terselip keraguan akan kesucian istrinya selama diculik. Apa iya istrinya tidak dicolek, disentuh, atau dipaksa oleh Rahwana selama berbulan-bulan berada di keputren puri istana Alengka?
Rakyat ibukota yang tahu peristiwa penculikan itu pun meragukan kesucian Dewi Sinta yang menjadi ibu ratu mereka. Aspirasi arus bawah pun mulai bermunculan. Intinya meminta agar Raja Rama menguji kesucian istrinya. Rama kemudian membicarakan dengan Dewi Sinta akan tuntutan rakyat negeri.
Dewi Sinta siap melakukan apa saja demi membuktikan kesuciannya sebagai wanita mulia dan sebagai istri yang setia. Ajaran Hindu mengajarkan upacara bakar diri. Rama adalah raja yang patuh kepada ajaran agama Hindu (dia titisan Dewa Wisnu, dewa kebijaksanaan). Rakyat pun diberitahu dengan pengumuman melalui media (belum ada pesawat radio, HT, HP, atau tv) bahwa Dewi Sinta akan menjalani proses upacara bakar diri.
“Siapa takut?” kata Dewi Sinta dalam hatinya dengan penuh kebanggaan.
Rakyat pun berkumpul di kalangan yang di tengah-tengahnya ada bangunan saung, onggokan batang kayu dan ranting bahan bakar yang di atasnya ada tandu. Dewi Sinta ditempatkan di dalam tandu dalam keadaan tidur terlentang.
Algojo pembawa obor mendekati unggukan kayu dan ranting bahan bakar dan kemudian menyulutnya. Api segera membakar batang kayu dan ranting yang kemudian menimbulkan bunyi berderak-derak menandakan saung dan tandu tempat Dewi Sinta ditidurkan mulai terbakar. Begitu cepatnya api membakar, sampai-sampai semuanya ludes terbakar.
Ajaib! Tubuh Dewi Sinta tetap utuh tak tersentuh api, tidak juga sehelai benang pun dari pakaian yang dikenakannya. Dia diselamatkan oleh Sang Hyang Jagatnata. Dewi Sinta dibopong oleh Rama sang suami. Rama amat bangga dengan kejadian itu. Rakyat negeri pun senang hati karena Dewi Sinta tetap memelihara kesuciannya
Dewi Sinta dipercaya sebagai wanita, seorang istri yang suci, dan ibu ratu pendamping setia.
(ini kisah pewayangan epos Ramayana versi Jawa. Sedangkan versi aslinya, Dewi Sinta tubuhnya diselamatkan oleh para dewa namun diterbangkan langsung dengan flight Air India ke negeri swargaloka).
(Dalam ajaran Islam, pembuktian kesucian itu membutuhkan minimal dua orang saksi, yakni orang dewasa yang merdeka, yang bersaksi di bawah sumpah, yang melihat, mendengar, dan mengalami. Sanksinya orang yang bersaksi palsu maka azab Allah, bisa diterima kontan, bisa ditunda, dan yang jelas dan pasti, malaikat pencatat amal yang mulia (kiraaman kaatibiin) tak pernah lalai membukukannya, kelak akan dibuka pada hari perhitungan  (yaumil hisab atau yaumut taghaabuun). Tentang pembuktian dengan sumpah pocong, tak ada dalil naqli yang dapat dijadikan rujukan. Entah dari mana mulai muncul ide sumpah pocong. Mungkin saja meniru ritual bakar diri ala Hindu atau harakiri ala Jepang kuno. Karena takut mati terbakar atau mati tertusuk samurai, dibikin-bikinlah pocong seakan-akan berani mati padahal cuma mati-matian bo’ong doang yang sebenarnya takut setengah mati. Hahaha….
(Dalam hukum positif ala Barat, ala Belanda, dan ala Indonesia, orang yang dituduh bersalah harus ada dua alat bukti yang sah, ada pengakuan dan ada alat bukti lain (bisa melalui rekonstruksi/reka ulang peristiwa di TKP), lalu ada saksi-saksi (bukan sanak terdekat karena dikhawatirkan ada unsur subjektif) yang bersaksi di bawah sumpah. Kalau saksi beragama Islam atributnya adalah kitab Quran dipegang oleh petugas pengadilan dan ditempatkan di atas kepala. Sepertinya kitab Quran cuma sekedar atribut sumpah (sekedar atribut!) yang konon katanya akan menjadikan si saksi tidak akan berani berbohong atau bersumpah palsu. Padahal, kata wallaahi atau Demi Allah itu sudah lebih dari cukup sebab Allah Maha Mengawasi (Raqiibaa) dan malaikat itu tak pernah lalai mencatat. dan Padahal, kalau disadari dengan keimanan sebagai muslim, segala amal (sebesar atom sekali pun) sudah tercatat, baik yang baik maupun yang buruk: fa man ya’mal mitsqaala zarratin khairan yarah; wa man ya,mal mitsqaala zarratin sarran yarah (lihat QS Al Zalzalah (99): 7 dan 8.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar