Selasa, 11 Desember 2012

AJARAN ISLAM ITU SEMPURNA



Senin, 10 Desember 2012

(Jangan Pelihara Praktik Copy Paste Ajaran di Luar Islam)
Rujukan:  QS 5: 3’
“.... Alyauma akmaltu lakum diinakum, wa athmamtu ‘alaikum ni’mati, wa radhiitu lakumul islaama diinaa”.
Artinya:
“.... Pada hari ini, Aku sempurnakan bagimu agamamu, dan Aku cukupkan nikmat-Ku untukmu, dan Aku rido Islam menjadi agamamu.”
Praktik Islam yang Murni
Allah Maha Esa Maha Pengabul doa.
Tiada doa sebutir pun dari seorang hamba yang tidak dikabulkan. Apakah dengan berlisan, di dalam kalbu, atau cuma bahasa isyarat. Dia sendiri yang Maha Mendengar, Maha Tahu, dan Dia sendiri yang Maha mengabulkan, serta Dia sendiri pula menganugerahkan semua permintaan hamba yang berdoa. Allah tidak membutuhkan makhluk untuk membantunya mendengarkan doa dan mengabulkan doa. Allah tidak butuh rasul untuk membantu menghitung bilangan ganjaran dan Dia pula yang mengganjar dengan otoritas ke-Mahakuasa-an yang dimiliki-Nya, dengan bahasa yang umum “ganjaran berlipat ganda”.
(Kalau ada informasi lisan maupun tertulis eksplisit tentang ganjaran itu bilangannya 1.000 kali lipat, 10.000 kali lipat, 247 kali lipat, atau menyebutkan secara eksplisit angka-angka dan sekian-sekian, itu pasti bukan informasi dari Quran. Kita, para muslim, jangan sampai terkecoh dengan informasi lokal model mark-up seperti itu. Emangnye nilai proyek Hambalang?)
Allah di dalam Quran tidak menginformasikan tentang tempat-tempat spesial yang mustajab untuk berdoa, tidak menyebutkan rumah, mesjid, musala, lapangan, Hijir Ismail, Maqam Ibrahim, Arafah, Mina, Masjidil Haram, Masjid Nabawy, Raudhah, atau bekas rumah Nabi saw, dan tidak pula Masjidil Aqsha.
(Kalau ada yang menginformasikan sesuatu yang bertentangan dengan informasi Quran, mengarang, atau mengada-ada informasi bahwa ada tempat spesial yang mustajab untuk berdoa, maka informasi ini secara ilmiah tidak valid, tak layak dipercaya, dan harus ditolak. Tak pelak lagi, informasi model begitu ditiupkan dan di-blow up oleh sebagian ustaz yang berprofesi rangkap sebagai paranormal/dukun. Di Indonesia, zaman sekarang ini, sulit membedakan ustaz dengan paranormal karena busana dan tampilan fisik mirip.)
Berhaji? Ya ke Mekkah Atuh!
Allah tidak menginformasikan bahwa berhaji itu bukan di Mekkah saja, melainkan di Madinah juga. Tempat-tempat yang jelas-jelas ditentukan dalam prosesi berhaji, rukun, dan wajibnya, semuanya di Mekkah dan sekitarnya. Ibadah Thawaf di Masjidil Haram, ibadah Sa’i di bukit Safa dan Marwah, bermalam untuk ibadah Jumrah di Mina, berhenti sejenak untuk memungut kerikil di Muzdalifah, dan Wukuf di Arafah (Cara berhaji Nabi saw yang diteladani. Nabi yang tinggal bermukim di Madinah, tetap saja harus Ke Mekkah untuk berhaji).
Supaya ibadah haji itu menjadi jelas bagi kita muslim, khususnya muslim Indonesia yang sering mengeluarkan dana ekstra/lebih mahal, berhaji itu ke Mekkah thok. Lamanya prosesi haji sesuai dengan teladan Nabi saw adalah enam hari (mulai tanggal 8 Dzulhijjah s.d. 13 Dzulhijjah).
Memanfaatkan Waktu Selama Berada di Madinah untuk Belajar
Lalu, kok ada sih jemaah haji yang mesti ke Madinah dan waktunya harus delapan hari full?
 Oh, kalau ke Madinah itu bukan mau berhaji! Itu namanya jalan-jalan saja sebagai perintang waktu karena lebih dahulu sampai atau lebih akhir kepulangan ke tanah air. Senyampang ke dan berada di Madinah, para jemaah yang cerdas akan belajar di Madinah agar lebih memahami ajaran dan praktik Islam yang sebenarnya, hubungan antara pengetahuan sejarah dan fakta. Kita bisa mencocokkan antara informasi Quran, buku-buku sejarah/Tarikh, dengan bukti faktual yang ditemui di Madinah. Misalnya, Quran menginformasikan bahwa pascahijrah Nabi saw dan para pengikutnya terlibat perang hidup mati dengan kaum kafir Quraisy di bukit Uhud. Sejarah mencatat sebanyak 70 syuhada gugur dalam pertempuran itu. Fakta otentik adalah bukit Uhud yang masih kokoh berdiri dan tulisan daftar nama para syuhada yang gugur. Jadi, ke Madinah bukan ingin simulasi atau napaktilas sejarah kehidupan Nabi saw. Bukan ziarah ke makam Nabi saw, membaca Quran, atau menangis di depan makam. Dijamin Anda dihardik, diusir, dan dicerca oleh askar dengan kata-kata “Haram!” yang bisa saja diterjemahkan dengan kata-kata “Bego amat sih!”. Bukan menghitung-hitung banyaknya salat selama delapan hari. Anak usia SD juga sudah tahu dan bisa menghitung bahwa salat wajib selama delapan hari itu pasti 8 x 5 = 40 kali (arba’in). Kalau tidak sanggup berjalan ke mesjid, ambeien kumat, asam urat ngadat, salat saja di kamar di asrama. Tak ada kaitan mampir ke Madinah itu menjadi bagian ibadah haji.
Ada saja akal sebagian ustaz atau kiai untuk menghibur jemaahnya yang kurang mampu secara ekonomi, yakni dengan: memberikan lembaran kertas copy-an bertuliskan doa-doa mustajab agar bisa berangkat haji, bisa salat arba’in di Masjid Nabawy, bisa berziarah ke makam Nabi saw, dan bisa berdoa di Raudhah, dll; merayu dan mengajak ikut program/proyek ziarah ke makam para wali karena katanya para wali itu orang suci/keramat dan merupakan wujud cinta kepada Nabi saw, dan berdoa di depan makam para wali, bahkan bersalat dan mengaji pula, bla bla bla! Makin sering berziarah ke makam para wali, makin banyak makam wali didatangi, di Banten, di Gunung Jati, di Demak, di Kudus, di Gresik, dan di Lamongan, makin jauh jarak tempuh berziarah, makin banyak amang-iming pahala.
Yang suka melakoni seperti ini tidak menggunakan akal sebagaimana mestinya, la/tidak ta’qiluun, kehilangan akal sehat, tetapi banyak akal (bulus), alias lelakon akal-akalan!
Astaghfirullahal ‘adziim!
Kan di sana kota kedua bagi umat Islam yang dianggap suci? Apanya yang suci? Istilah atau label “suci” itu pemberian manusia bukan pemberian Allah. Bagi Allah semua permukaan bumi ini sama saja, semua suci, dan layak untuk manusia, tinggal bagaimana manusia mengelola kehidupannya. Istilah “suci” ini jelas mendiskriminasi dan menimbulkan keirian sebagian muslim. Informasi kedudukan suatu tempat “suci” dan “tidak suci” bertentangan dengan pesan Quran. Agama Islam tidak pernah mengedepankan golongan, ras, suku, bangsa, atau kaum lebih tinggi atau lebih rendah. Jangan lagi dipakai. Berikut ini analognya.
(Lihat fenomena masyarakat Hindu di India. Mereka berbondong-bondong pada hari-hari tertentu mandi di Sungai Gangga karena sungai itu dianggap suci. Mereka meyakini bahwa dengan mandi di sungai itu semua dosa akan terhapus dan mereka suci kembali. Pada hari yang lain mereka mengunjungi tiga kota yang dianggap suci pula: Allahabad, Benares, dan Patna.
Agama dan keyakinan ini sampai ke Indonesia dan sempat hinggap di tengah masyarakat di bawah kekuasaan kerajaan Hindu. Sebutlah misalnya Kerajaan Kutai di Kalimantan Timur (400 M), Tarumanegara di Bogor (450 M), Mataram Wangsa Isyana dan Syailendra di Jawa Tengah (800 M), Kerajaan Kediri, Singasari, dan Majapahit di Jawa Timur (950 M- 1450 M), dan Kerajaan Pasundan di Priangan (1400 M).
Penganut Hindu di Indonesia tidak sepenuhnya berkiblat ke India sebagai induknya. Penganut Hindu di sini senang bikin patung para dewa dan bikin candi atau pura sebagai tempat ibadah. Patung pada dewa ditempatkan di pura kemudian disembah (persis seperti kelakuan umat Nabi Ibrahim as dan diwarisi oleh kaum jahiliah suku bangsa Quraisy pra-Islam).
Saudara muda agama Hindu adalah agama Buddha. Saudara sepupu agama Buddha adalah agama Kong Hu Cu. Mengapa digelari saudara? Karena semua agama ini bukan agama wahyu (samawy) melainkan agama budaya hasil budi daya manusia. Semua agama hasil budi daya manusia tidak mampu bertahan lama. Bumi Hindu di India, tempat kelahiran Krisna Dwipayana yang pertama kali mengajarkan Hindu, penganut Hindu tinggal di negara India sebagian dan sebagian kecil di Srilanka. Penduduk negara Pakistan dan Bangladesh yang dulunya penganut Hindu sekarang mayoritas menganut Islam.)
Penganut Hindu, Budhha, dan Khong Hu Cu di Indonesia sudah menyusut mengerucut. Mereka sebagian besar berpindah agama kepada agama samawy: Islam, Yahudi, dan Nasrani. Ppenganut Yahudi pun menyusut dan tersudut karena ajarannya out of date. Penganut Nasrani pun sudah mulai gamang dengan keyakinannya, terutama mereka yang cerdas. Mereka beralih dan berpaling kepada Islam. Semakin bersemangat mereka belajar tentang Islam (untuk disiplin ilmu atau untuk menyerang) eh malah hati mereka kepincut. Hampir dapat dipastikan bahwa, mereka yang kepincut dan memeluk Islam adalah mereka yang cerdas dan mendalami ajaran Islam dengan pikiran yang jernih. Kuil, vihara, candi, dan patung cuma tinggal di situs atau dimusiumkan. Ajaran agama akal budi manusia cepat usang, usia sekejap, meredup, gelap, dan akhirnya lenyap.)
(Tetapi kan ada juga muslim yang murtad, gimane tuh ceritenye? Kalau ada muslim yang murtad, pasti alasannya sederhana: urusan perut (lapar, miskin, melarat) dan urusan bawah perut (ketampanan, kecantikan, macho, geulis, ayu, seksi, kaya-raya, terkenal, tahta, harta.), dan bodoh (rendah pendidikan, nggak gaul, nggak mau belajar, instan).
 Kan di Madinah ada Masjid Nabawy?
 Ya iyalah! Masakan Nabi saw tinggal di Madinah salatnya di Mekkah! Masa sih umat Islam pengikut Nabi saw yang setiap hari bertambah banyak tak ada mesjid sementara kewajiban salat sudah datang, dan Nabi saw meneladankan salat di mesjid!. Makanya Nabi saw dibantu para sahabat dan masyarakat membangun mesjid. Sekedar untuk diketahui, mesjid yang pertama-tama dibangun oleh Nabi saw bersama para sahabatnya bukan Masjid Nabawy, melainkan mesjid di Quba.
Lho, kok membangun mesjid di Quba? Nabi saw dan Abu Bakar sampai dan beristirahat di rumah sahabat Anshar Ayyub Al Anshari di Quba. Rupanya Nabi saw ditawari Ayyub untuk tinggal di situ. Nabi bersedia. Usai mempersaudarakan sahabat Muhajirin dan Anshar, beliau kemudian mengajak para sahabat bergotong-royong membangun mesjid. Itulah Masjid Quba.
Kan di Madinah ada kuburan Nabi saw? Ya, iyalah! Nabi saw kan berdomisili selama masa hijrah sampai wafatnya kan di Madinah, memimpin umat di sana, mengembangkan dakwah Islam dari sana, dan kemudian wafat di sana, lalu dikuburkan di sana. Masa jenazah beliau diusung dibawa mudik ke Mekkah? Emang praktik ajaran animisme jahiliah?
Kan berziarah ke makam Nabi saw itu ibadah?
Ah, Ente aje kalee yang bilang begitu! Ente pasti ngarang-ngarang! Ente pasti kebanyakan dengar taushiyah berbumbu dari mulut ustaz, kiai, atau habib yang mengajar hapalan-hapalan shalawat dan syair! Ente pasti baca buku dongeng israeliat atau kitab Mahabharata dan Ramayana dengan kepercayaan kepada para dewa, atau cerita dongeng cerita rakyat yang fiktif! Quran nggak pernah menginformasikan bahwa ziarah ke makam Nabi saw atau ke makam siapa pun itu sebagai ibadah! Istri Nabi saw, Aisyah, Hafsah, Maria Qibtiyah, dan  Ummu Salamah neggak pernah berziarah ke makam Nabi saw. Fatimah binti Muhammad dan suaminya, Ali bin Abi Thalib, menantu dan juga sahabat Nabi saw juga tidak! Sahabat-sahabat beliau yang terdekat, Abu Bakar, Umar Ibnul Khattab, Utsman bin Affan, Abdurrahman bin Auf, atau Thalhah bin Ubaidillah juga tidak!
Tapi, kok di Indonesia, ziarah kubur itu, apa lagi ziarah ke makam para wali, kayaknya penting banget! Nah, itulah lelakon copy paste ajaran animisme-Hinduisme yang masih hinggap di kepala sebagian ustaz, kiai, atau habaib yang doyan banget bikin proyek ziarah kubur, yang masih bermimpi agar dimuliakan bak wali, dan masih tetap berharap makamnya supaya banyak dikunjungi orang sebagai tanda orang keramat.
Maka dari itu, dengan kebenaran Quran, dan kita mempelajarinya, memahaminya, dan mengamalkannya, akan semakin terbukti, bahwa Agama Islam itu sempurna sekali!
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Hatta, Tafsir Quran Per Kata, Maghfirah, Jakarta: 2009
Departemen Agama RI, Al Hidayah, Al Qur’an Tafsir Per Kata, Tajwid Kode Angka, Kalim, Jakarta
M. Quraish Shihab, Tafsir Al Misbah, Pesan, Kesan, dan Keserasian Al Qur’an, Lentera Hati, Jakarta: 2000.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar