Kamis, 13 Desember 2012

BRAVO BANG AHOK




JUMAT, 14 DESEMBER 2012

AHOK MENOHOK, PNS JOROK TERPOJOK
Kilas balik sejarah
Ahok, nama panggilan familiar yang akrab dan amat simpel kedengaran di telinga semua orang, nama aslinya adalah Basuki Cahaya Purnama. WNI dari etnis asli Tionghoa. Jabatannya adalah Wakil Gubernur DKI Jakarta, orang nomor 2 di Jakarta, pasangan Jokowi, orang nomor 1 di Jakarta, sang Gubernur.
Ini era reformasi, eranya kedaulatan rakyat yang menjadi “raja” dalam Pemilukada. Rakyat Jakarta/warga Betawilah yang memilihnya dan menempatkan Ahok sebagai orang nomor 2 di kursi Wagub DKI. Tandanya dia itu sosok yang disukai rakyat yang sudah melek politik. . Warga Betawi sudah bisa membedakan mana politik dan mana politisasi. Wajar juga sih kalau ada yang “dumeh, gumun, kagetan” dan agak terperangah. Tetapi nanti juga menyadari bahwa dinamika kehidupan warga Betawi itu lebih maju dan pantas memang!. Jakarta adalah baromoter segala bidang kehidupan. Mari kita bahas singkat kilas balik sejarah negeri tercinta ini.
Semua orang yang tahu dan pernah baca buku biografi/sejarah Pak Harto yang ditulis oleh penyair Ramadhan KH (ayahnya Gilang Ramadhan si tukang gebuk drum) berjudul “Pokok Pikiran dan Pandangan Pak Harto”, ada nasehat  beliau untuk kita semua, rakyat Indonesia yang dicintainya, katanya “Ojo dumeh, ojo gumun, ojo kagetan”.
Very impossible sejak Indonesia merdeka, 1945, sampai era tumbangnya rezim Orde Baru, 1998, figur etnis Tionghoa/Cina, “ngkong, ngkoh, nci”-nya Ahok kagak bakal bisa menjadi PNS, atau bagian dari aparat pemerintah, atau anggota TNI. Boro-boro bakal bisa nongkrong menjadi orang nomor 2 di provinsi (wakil gubernur; wagub). Zaman Orde Lamanya Bung Karno, memang pernah ada seorang Menteri “ngkong”-nya Ahok, namanya Oei Tjoe Tat, kabinet Bung Karno waktu itu disebut Kabinet 100 Menteri, kabinet paling gemuk di seluruh dunia yang pernah ada. Kabinet itu bubar seiring dengan kejatuhan Bung Karno dan Orde lamanya, 1965. Kursi Presidennya direbut Pak Harto sambil “tersenyum”. Oleh Pak Harto Bung Karno diistirahatkan di sebuah wisma, namanya Wisma Yasa, di Jalan Jenderal Gatot Soebroto, Kelurahan Senayan, Jakarta Selatan, sampai wafatnya, 6 Juni 1970.
Dosa besar Bung Karno adalah kurang mesranya hubungan dengan TNI-AD, tetapi amat mesra dengan DN Aidit, Ketua Umum PKI. Sedangkan DN Aidit dengan PKI-nya dituding sebagai satelit PKC (Partai Komunis Cina; dulunya RRC) di Peking sana, dedengkotnya adalah Chou En Lai, akrab dengan Bung Karno dan juga dengan DN Aidit. PKI adalah dalang pemberontakan G-30-S 1965 PKI yang membunuh para perwira tinggi terbaik TNI-AD di Lubang Buaya. Tak tanggung-tanggung tujuh orang! Termasuk di antaranya adalah Jenderal Ahmad Yani, Menteri/Pangad.
Pak Harto menjadi Presiden RI, langkah utama, membubarkan PKI, memutuskan hubungan diplomatik dengan RRC, mengejar dan menangkapi DN Aidit dan bolonya di seluruh wilayah RI, lalu mengadili mereka, lalu menghukum mati, atau mengasingkan mereka ke P. Buru, Maluku.
WNI atau belum menjadi WNI etnis Tionghoa menjadi serba salah dan termarginalkan selama era rezim Pak Harto dan Orde Barunya. Gerak-gerik amat dibatasi, bahkan dicurigai. Hidup mereka menjadi tak nyaman. Untuk menjadi WNI saja, mengurusnya susahnya bukan main. Mereka merasakan kesulitan sosial hampir selama 35 tahun (1965-2000).
Mereka selalu berusaha berbuat yang terbaik dan ingin diakui sebagai WNI. Bidang yang paling aman adalah berniaga dan sport. Dapat dipastikan, kesuksesan etnis Tionghoa berniaga sampai menjadi konglomerat adalah karena keprihatinan. Tak ada yang kaget dengan prestasi luar biasa mereka di kancah nasional dan internasional dalam bidang olahraga. Tan Yoe Hok, Rudy Hartono Kurniawan, Verawati Fajrin, Liem Swie King, Susy Susanti, Alan Budi Kusuma, Christian Hadinata, dll. adalah pahlawan yang mengharumkan nama Indonesia di dunia yang lahir dari etnis Tionghoa. Lihat juga konglomerat Liem Soei Liong (Om Liem) dan anak-anaknya, pemilik Jarum Kudus, bos Gudang Garam, dan juga Ciputra, semuanya sukses di lahan bisnis. Yang sempat ngetop di bidang birokrasi dan sempat menjadi menteri hanyalah Bob Hassan. Itu pun karena adanya kedekatan emosional dengan Pak Harto dan keluarga Cendana.
Rakyat yang suka dumeh, yang suka gumun, dan yang kagetan di zaman Pak Harto memang nggak ada karena patuh kepada nasehat Pak Harto. Semua berjalan aman kondusif “stabilitas keamanan” yang super terkendali. Cukup lama juga untuk jabatan presiden di sebuah negara demokrasi non-monarchi, 32 tahun, sampai kejatuhan beliau karena dilengserkan oleh rakyat yang empunya negara, dengan motor penggerak, mahasiswa dan para tokoh reformasi, Amien Rais, dkk, tahun 1998.
Ngkongnya Ahok, kokoh, atau ncinya, baru bisa tersenyum dan bisa bebas bergerak leluasa pada era Presiden Gus Dur. Saudara-saudaranya Ahok boleh merayakan Barongsai dan Cap Go Meh dan saling berkirim sms “Gong Tsi Fat cai”. Tidak itu saja, mereka bisa melamar menjadi PNS, tentu bisa dan berpeluang menjadi pejabat eselon di lahan birokrasi, dan tentu saja menjadi pejabat politis, legislator, dan menteri, Bupati/Wakil Bupati, Walikota/Wakil Walikota, dan Gubernur/wagub.
Contohnya, yang paling fenomenal adalah Ahok, sang tokoh yang kita bicarakan ini. Dia sukses sebagai pengusaha, sukses sebagai legislator, sukses sebagai Bupati Belitung Timur, dan bintang terang terus mengikuti langkahnya, akhirnya menjadi Wagub DKI Jakarta yang prestisius.
Tak mungkin Ahok bisa sukses jika dia tidak hebat! Dia pasti orang hebat! Kita sudah lihat track-recordnya sepanjang hidupnya. Usinya masih muda pula, belum menginjak usia 50 tahun.

Ahok menohok PNS Pemda yang jorok (konotasi positif)
Kata menohok dari kata dasar “tohok” yang artinya sodok, menyodok, menggunakan alat, misalnya bermain bola sodok. Kata menohok biasanya diikuti dengan obyek penderita kata benda (nomina) dan kata sifat (ajektiva) “kawan seiring” dan sering diikuti dengan tambahan kata keterangan (adverbia) “dari belakang”. Kalimat sederhana menggunakan kata menohok adalah seperti ini:
Bang Jeli menohok kawan seiring (dari belakang). (konotasi negatif)
Memang kenapa Ahok menohok PNS Pemda yang jorok?
Ya, iyalah!
Kata jorok itu bisa artinya denotatif bisa juga artinya konotatif. Arti denotatif jorok fisik misalnya tampak fisik lahiriah: lusuh, kumuh, kumel, dekil, kotor, berbau, gigi coklat, wajah kuyu, berantakan, dll.
Fisik audio misalnya ngomong jorok, cerita jorok, ceramah jorok, komentar jorok, dll.
Fisik visual jorok misalnya gambar jorok, foto jorok, video jorok, atau film jorok, dll.
Semua yang jorok, mau arti denotatif atau konotatif, tidak patut tidak pantas dan harus diberantas tuntas!
Arti konotasi PNS Pemda jorok adalah dalam melaksanakan pekerjaan: pembolos, malas, suka pungli, suka minta fee atau DP, dll.
PNS Pemda yang jorok yang dimaksudkan oleh penulis adalah pegawai Pemda DKI yang perokok dan masih saja merokok di tempat-tempat tertentu padahal sudah ada Perda tentang larangan merokok dan kawasan bebas asap rokok. Pemda DKI masih berbaik hati menyediakan tempat bagi mereka yang memang berat meninggalkan rokok, tempat menyempil kecil dan sempit di pojok-pojok agar tidak merusak kesehatan orang lain/perokok pasif. Maksud Pemerintah Daerah jelas, memelihara kesehatan warga Jakarta sekaligus memberi efek jera bagi para perokok. Lebih khusus lagi adalah pegawai PNS di kantor-kantor Pemda DKI. Coba saja perhatikan para prokok sebelum merokok, sedang merokok, dan usai merokok! Wajah kusut kelihatan uring-uringan mencari area merokok, mengepulkan asap beracun, dan meninggalkan puntung api berasap yang potensial membahayakan. Lingkungan menjadi kumuh dan kotor.
Kalau begitu pantas saja kalau Ahok menohok PNS Pemda yang jorok!
Ahok menginginkan aparat Pemda bekerja maksimal dengan hasil optimal/bermutu. Mana ada pekerja yang bisa bekerja maksimal dengan hasil otimal kalau masih doyan merokok? Tak perlu riset ilmiah, fakta realitas sehari-hari juga tampak kasat mata.
Ahok kan seorang Wagub. Dia punya alat menohok, yaitu Perda dan kewenangan/otoritas. PNS Pemda yang patuh, bekerjanya puguh, TKDnya utuh, kedudukannya kukuh, butuh promosi jabatan dan naik pangkat pasti enteng atuh!
Kalau PNS Pemda yang jorok, akibatnya sakit kena tohok, kursinya hilang atau paling-paling dapat di pojok, nilai kesetiaan jeblok, TKD-nya kena gorok, nilai honornya nglotok, “jengkol” di dada rontok, karir mentok kepentok.
Mau Ente kena getok Bang Ahok?
Nggak kepingin, ya jangan jadi PNS Pemda yang jorok dong!
Bravo Ahok!
Baru sekarang seorang Wagub menunjukkan taring kuat demi melayani rakyat mengurangi publikasi media kebiasaan hanya melayat kalau ada bencana ketika rakyat sudah sekarat! Kemarin-kemarin tuh, Wagub umumnya diem, kelihatan cuma pada hari raya lagi sungkem, mulut bungkem, ketawa cuma mingkem, nyambut gawene rodo melempem! Rakyat yang menonton cuma mesem-mesem kayak sedang menonton lakon Ki Semar Mendem.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar