JUMAT,
14 DESEMBER 2012
AHOK
MENOHOK, PNS JOROK TERPOJOK
Kilas
balik sejarah
Ahok,
nama panggilan familiar yang akrab dan amat simpel kedengaran di telinga semua
orang, nama aslinya adalah Basuki Cahaya Purnama. WNI dari etnis asli Tionghoa.
Jabatannya adalah Wakil Gubernur DKI Jakarta, orang nomor 2 di Jakarta,
pasangan Jokowi, orang nomor 1 di Jakarta, sang Gubernur.
Ini
era reformasi, eranya kedaulatan rakyat yang menjadi “raja” dalam Pemilukada. Rakyat
Jakarta/warga Betawilah yang memilihnya dan menempatkan Ahok sebagai orang
nomor 2 di kursi Wagub DKI. Tandanya dia itu sosok yang disukai rakyat yang
sudah melek politik. . Warga Betawi sudah bisa membedakan mana politik dan mana
politisasi. Wajar juga sih kalau ada yang “dumeh, gumun, kagetan” dan agak
terperangah. Tetapi nanti juga menyadari bahwa dinamika kehidupan warga Betawi
itu lebih maju dan pantas memang!. Jakarta adalah baromoter segala bidang
kehidupan. Mari kita bahas singkat kilas balik sejarah negeri tercinta ini.
Semua
orang yang tahu dan pernah baca buku biografi/sejarah Pak Harto yang ditulis
oleh penyair Ramadhan KH (ayahnya Gilang Ramadhan si tukang gebuk drum)
berjudul “Pokok Pikiran dan Pandangan Pak Harto”, ada nasehat beliau untuk kita semua, rakyat Indonesia
yang dicintainya, katanya “Ojo dumeh, ojo gumun, ojo kagetan”.
Very
impossible sejak Indonesia merdeka, 1945, sampai era tumbangnya rezim Orde Baru,
1998, figur etnis Tionghoa/Cina, “ngkong, ngkoh, nci”-nya Ahok kagak bakal bisa
menjadi PNS, atau bagian dari aparat pemerintah, atau anggota TNI. Boro-boro
bakal bisa nongkrong menjadi orang nomor 2 di provinsi (wakil gubernur; wagub).
Zaman Orde Lamanya Bung Karno, memang pernah ada seorang Menteri “ngkong”-nya
Ahok, namanya Oei Tjoe Tat, kabinet Bung Karno waktu itu disebut Kabinet 100
Menteri, kabinet paling gemuk di seluruh dunia yang pernah ada. Kabinet itu
bubar seiring dengan kejatuhan Bung Karno dan Orde lamanya, 1965. Kursi
Presidennya direbut Pak Harto sambil “tersenyum”. Oleh Pak Harto Bung Karno
diistirahatkan di sebuah wisma, namanya Wisma Yasa, di Jalan Jenderal Gatot
Soebroto, Kelurahan Senayan, Jakarta Selatan, sampai wafatnya, 6 Juni 1970.
Dosa
besar Bung Karno adalah kurang mesranya hubungan dengan TNI-AD, tetapi amat mesra
dengan DN Aidit, Ketua Umum PKI. Sedangkan DN Aidit dengan PKI-nya dituding sebagai
satelit PKC (Partai Komunis Cina; dulunya RRC) di Peking sana, dedengkotnya
adalah Chou En Lai, akrab dengan Bung Karno dan juga dengan DN Aidit. PKI
adalah dalang pemberontakan G-30-S 1965 PKI yang membunuh para perwira tinggi terbaik
TNI-AD di Lubang Buaya. Tak tanggung-tanggung tujuh orang! Termasuk di
antaranya adalah Jenderal Ahmad Yani, Menteri/Pangad.
Pak
Harto menjadi Presiden RI, langkah utama, membubarkan PKI, memutuskan hubungan
diplomatik dengan RRC, mengejar dan menangkapi DN Aidit dan bolonya di seluruh
wilayah RI, lalu mengadili mereka, lalu menghukum mati, atau mengasingkan
mereka ke P. Buru, Maluku.
WNI
atau belum menjadi WNI etnis Tionghoa menjadi serba salah dan termarginalkan
selama era rezim Pak Harto dan Orde Barunya. Gerak-gerik amat dibatasi, bahkan
dicurigai. Hidup mereka menjadi tak nyaman. Untuk menjadi WNI saja, mengurusnya
susahnya bukan main. Mereka merasakan kesulitan sosial hampir selama 35 tahun
(1965-2000).
Mereka
selalu berusaha berbuat yang terbaik dan ingin diakui sebagai WNI. Bidang yang
paling aman adalah berniaga dan sport. Dapat dipastikan, kesuksesan etnis
Tionghoa berniaga sampai menjadi konglomerat adalah karena keprihatinan. Tak
ada yang kaget dengan prestasi luar biasa mereka di kancah nasional dan
internasional dalam bidang olahraga. Tan Yoe Hok, Rudy Hartono Kurniawan,
Verawati Fajrin, Liem Swie King, Susy Susanti, Alan Budi Kusuma, Christian
Hadinata, dll. adalah pahlawan yang mengharumkan nama Indonesia di dunia yang
lahir dari etnis Tionghoa. Lihat juga konglomerat Liem Soei Liong (Om Liem) dan
anak-anaknya, pemilik Jarum Kudus, bos Gudang Garam, dan juga Ciputra, semuanya
sukses di lahan bisnis. Yang sempat ngetop di bidang birokrasi dan sempat
menjadi menteri hanyalah Bob Hassan. Itu pun karena adanya kedekatan emosional
dengan Pak Harto dan keluarga Cendana.
Rakyat
yang suka dumeh, yang suka gumun, dan yang kagetan di zaman Pak Harto memang nggak
ada karena patuh kepada nasehat Pak Harto. Semua berjalan aman kondusif “stabilitas
keamanan” yang super terkendali. Cukup lama juga untuk jabatan presiden di
sebuah negara demokrasi non-monarchi, 32 tahun, sampai kejatuhan beliau karena
dilengserkan oleh rakyat yang empunya negara, dengan motor penggerak, mahasiswa
dan para tokoh reformasi, Amien Rais, dkk, tahun 1998.
Ngkongnya
Ahok, kokoh, atau ncinya, baru bisa tersenyum dan bisa bebas bergerak leluasa
pada era Presiden Gus Dur. Saudara-saudaranya Ahok boleh merayakan Barongsai
dan Cap Go Meh dan saling berkirim sms “Gong Tsi Fat cai”. Tidak itu saja,
mereka bisa melamar menjadi PNS, tentu bisa dan berpeluang menjadi pejabat
eselon di lahan birokrasi, dan tentu saja menjadi pejabat politis, legislator,
dan menteri, Bupati/Wakil Bupati, Walikota/Wakil Walikota, dan Gubernur/wagub.
Contohnya,
yang paling fenomenal adalah Ahok, sang tokoh yang kita bicarakan ini. Dia
sukses sebagai pengusaha, sukses sebagai legislator, sukses sebagai Bupati
Belitung Timur, dan bintang terang terus mengikuti langkahnya, akhirnya menjadi
Wagub DKI Jakarta yang prestisius.
Tak
mungkin Ahok bisa sukses jika dia tidak hebat! Dia pasti orang hebat! Kita
sudah lihat track-recordnya sepanjang hidupnya. Usinya masih muda pula, belum
menginjak usia 50 tahun.
Ahok
menohok PNS Pemda yang jorok (konotasi positif)
Kata
menohok dari kata dasar “tohok” yang artinya sodok, menyodok, menggunakan alat,
misalnya bermain bola sodok. Kata menohok biasanya diikuti dengan obyek
penderita kata benda (nomina) dan kata sifat (ajektiva) “kawan seiring” dan
sering diikuti dengan tambahan kata keterangan (adverbia) “dari belakang”.
Kalimat sederhana menggunakan kata menohok adalah seperti ini:
Bang
Jeli menohok kawan seiring (dari belakang). (konotasi negatif)
Memang
kenapa Ahok menohok PNS Pemda yang jorok?
Ya,
iyalah!
Kata
jorok itu bisa artinya denotatif bisa juga artinya konotatif. Arti denotatif
jorok fisik misalnya tampak fisik lahiriah: lusuh, kumuh, kumel, dekil, kotor, berbau,
gigi coklat, wajah kuyu, berantakan, dll.
Fisik
audio misalnya ngomong jorok, cerita jorok, ceramah jorok, komentar jorok, dll.
Fisik
visual jorok misalnya gambar jorok, foto jorok, video jorok, atau film jorok,
dll.
Semua
yang jorok, mau arti denotatif atau konotatif, tidak patut tidak pantas dan
harus diberantas tuntas!
Arti
konotasi PNS Pemda jorok adalah dalam melaksanakan pekerjaan: pembolos, malas,
suka pungli, suka minta fee atau DP, dll.
PNS
Pemda yang jorok yang dimaksudkan oleh penulis adalah pegawai Pemda DKI yang
perokok dan masih saja merokok di tempat-tempat tertentu padahal sudah ada
Perda tentang larangan merokok dan kawasan bebas asap rokok. Pemda DKI masih
berbaik hati menyediakan tempat bagi mereka yang memang berat meninggalkan
rokok, tempat menyempil kecil dan sempit di pojok-pojok agar tidak merusak
kesehatan orang lain/perokok pasif. Maksud Pemerintah Daerah jelas, memelihara
kesehatan warga Jakarta sekaligus memberi efek jera bagi para perokok. Lebih
khusus lagi adalah pegawai PNS di kantor-kantor Pemda DKI. Coba saja perhatikan
para prokok sebelum merokok, sedang merokok, dan usai merokok! Wajah kusut
kelihatan uring-uringan mencari area merokok, mengepulkan asap beracun, dan
meninggalkan puntung api berasap yang potensial membahayakan. Lingkungan
menjadi kumuh dan kotor.
Kalau
begitu pantas saja kalau Ahok menohok PNS Pemda yang jorok!
Ahok
menginginkan aparat Pemda bekerja maksimal dengan hasil optimal/bermutu. Mana
ada pekerja yang bisa bekerja maksimal dengan hasil otimal kalau masih doyan
merokok? Tak perlu riset ilmiah, fakta realitas sehari-hari juga tampak kasat
mata.
Ahok
kan seorang Wagub. Dia punya alat menohok, yaitu Perda dan kewenangan/otoritas.
PNS Pemda yang patuh, bekerjanya puguh, TKDnya utuh, kedudukannya kukuh, butuh promosi
jabatan dan naik pangkat pasti enteng atuh!
Kalau
PNS Pemda yang jorok, akibatnya sakit kena tohok, kursinya hilang atau
paling-paling dapat di pojok, nilai kesetiaan jeblok, TKD-nya kena gorok, nilai
honornya nglotok, “jengkol” di dada rontok, karir mentok kepentok.
Mau
Ente kena getok Bang Ahok?
Nggak
kepingin, ya jangan jadi PNS Pemda yang jorok dong!
Bravo
Ahok!
Baru
sekarang seorang Wagub menunjukkan taring kuat demi melayani rakyat mengurangi publikasi
media kebiasaan hanya melayat kalau ada bencana ketika rakyat sudah sekarat!
Kemarin-kemarin tuh, Wagub umumnya diem, kelihatan cuma pada hari raya lagi
sungkem, mulut bungkem, ketawa cuma mingkem, nyambut gawene rodo melempem!
Rakyat yang menonton cuma mesem-mesem kayak sedang menonton lakon Ki Semar
Mendem.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar